• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Pengujian dan Analisis Sistem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab IV Pengujian dan Analisis Sistem"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

65

Bab IV Pengujian dan Analisis Sistem

Setelah melalui serangkaian langkah pembuatan program dan pelaksaanaan eksperimen laboratorium maka dilakukan pengujian performa program karya mandiri tersebut dan analisis terhadap hasil yang akan didapat. Dalam bab ini diulas secara runtut laporan singkat eksperimen, pengujian modul-modul internal program, pengujian eksekusi aplikasi program yang telah dikompilasi, perbandingan hasil uji coba kedua program, dan terakhir adalah analisis hasil yang didapat. Urutan tersebut secara ilustratif dituangkan dalam diagram blok berikut.

Gambar IV.1. Diagram blok pengujian modul program AnalisatorHRV v 1.0

Gambar IV.2. Diagram blok pengujian performa kedua program Data interval RR (.txt) Program acuan: HRVAnalysis Program inovatif: Analisator HRV v 1.0 Perbandingan Hasil / Keluaran Analisis Data interval RR (.txt) Modul Masukan Modul Proses Modul Keluaran & Statitstik Modul Navigasi Laporan Hasil

(2)

66 IV.1 Laporan Eksperimen Laboratorium

Sesuai perancangan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, eksperimen berhasil dilakukan guna mendapatkan data berupa interval RR masing-masing subyek penelitian. Eksperimen dilaksanakan pada tanggal 11 – 23 Agustus 2008 di Laboratorium Teknik Biomedika, ITB. Subyek diberikan kebebasan untuk memilih waktu eksperimen. Sebelumnya subyek telah diberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian sehingga subyek diasumsikan diperiksa dalam kondisi relatif sehat dan sukarela. Sebaran karakteristik subyek diterangkan dalam tabel berikut ini, sedangkan lembaran kuesioner tersedia dalam lampiran E laporan ini. Jumlah subyek yang diperoleh adalah 12 orang berstatus mahasiswa pascasarjana Elektro ITB.

Tabel IV.1. Sebaran karakteristik subyek penelitian No. ID Umur (tahun) Seks (L / P) Agama TB (m) BB (kg) Kekerapan mendengar musik (jam / hari) Kekerapan mendengar Quran (jam / hari) Kemampuan bermusik A01 36 P Islam 1,45 39 2,00 0,25 - A02 29 P Islam 1,62 62 0,14 0,25 -

A03 25 L Islam 1,65 60 2,00 0,14 gitar bas, piano

A04 30 L Katolik 1,68 58 1,00 0 piano

A05 23 L Islam 1,70 63 2,00 0,14 - A06 30 L Islam 1,71 61 1,50 0,30 - B01 25 L Islam 1,70 50 4,00 0,25 gitar B02 26 L Islam 1,64 55 0,30 0,17 - B03 31 L Islam 1,65 41 3,00 0 - B04 26 L Islam 1,77 80 0,43 0,02 - B05 36 L Islam 1,66 74 0,86 0 - B06 38 L Islam 1,75 50 0,50 0 -

Pada tabel IV.1. dapat dilihat bahwa terdapat 12 orang subyek penelitian yang terbagi dalam 2 grup, yakni grup A yang mendapat stimulus lagu dan grup B yang mendapat stimulus musik instrumental. Dari 12 orang tersebut, 2 orang berkelamin perempuan, 1 orang beragama Katolik (non Muslim) dan hanya 3 orang yang memiliki kemampuan bermusik. Selain itu, terdapat 3 orang yang tidak memiliki kebiasaan mendengarkan lantunan Quran meskipun beragama Islam. Evaluasi terhadap kekerapan tersebut merupakan eksplorasi terhadap kebiasaan subyek yang diingat selama kurun seminggu terakhir.

(3)

67

Sebelum eksperimen dilakukan, subyek diminta untuk dengan sejujurnya mengisi kuisioner. Kuisioner terbagi dalam dua tahap, tahap pertama berisi pertanyaan untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kondisi otonomik seseorang, sedangkan tahap kedua berisi pertanyaan untuk mengeksplorasi preferensi seseorang terhadap musik dan lantunan Quran yang diberikan. Sebaran hasil isian kuisioner tersebut diterangkan dalam tabel berikut ini.

Tabel IV.2. Sebaran hasil isian kuisioner tahap 1 ID Konsumsi

obat

Gangguan

fisik Kurang tidur Kondisi mood

Nafsu makan turun

A 01 ya tidak ya tenang tidak

A 02 ya ya tidak tenang tidak

A 03 tidak tidak tidak tenang tidak

A 04 tidak tidak tidak tenang tidak

A 05 tidak tidak tidak tenang tidak

A 06 tidak tidak ya cemas tidak

B 01 tidak tidak ya depresi tidak

B 02 ya tidak tidak tenang ya

B 03 tidak ya tidak cemas tidak

B 04 tidak tidak tidak tenang tidak

B 05 ya tidak tidak tenang tidak

B 06 tidak tidak tidak cemas tidak

Pada tabel IV.2. di atas dapat disimak bahwa terdapat 4 orang yang mengkonsumsi obat-obatan dalam kurun waktu seminggu terakhir. Obat-obatan yang dikonsumsi adalah paracetamol (A01 dan A02), kaolin-pektin (B02), meloxicam dan amoksisilin (B05) oleh karena dalam seminggu tersebut subyek mendapat sakit ringan. Sebagaimana telah dijelaskan dalam teori bahwa obat-obatan yang dikonsumsi tersebut adalah tidak tergolong dalam obat otonomik sehingga pada penelitian ini semua subyek dinyatakan bebas dari pengaruh obat. Gangguan medis yang dialami subyek adalah migren (A02) dan asma (B03). Organ-organ tubuh yang menjadi target sistem otonom memiliki keterkaitan homeostasis sehingga bila terjadi serangan akut maka dapat mempengaruhi modulasi otonomik pada subyek. Pada saat eksperimen dilakukan, hanya subyek B02 yang berada dalam kondisi serangan. Kondisi kekurangan tidur dialami oleh

(4)

68

3 orang (A01, A06 dan B01). Batasan 4 jam diambil dengan alasan bahwa tidur manusia secara normal adalah 8 jam sehari sehingga kekurangan 50% dapat menurunkan kualitas tidur yang signifikan oleh karena rentang 4 jam yang hilang tersebut didominasi oleh tidur REM (rapid eye movement). Periode tersebut bermakna untuk pemulihan sistem saraf yang kelelahan. Kehilangan periode tersebut dapat mengakibatkan gangguan stress pada hari terjaga berikutnya. Mood subyek sebagian besar adalah tenang, namun 4 orang memiliki mood negatif, yakni cemas atau depresi (A06, B01, B03 dan B06). Mood pada penelitian ini diambil secara subyektif atau tidak melalui penilaian berdasarkan skor psikiatrik sehingga tidak dapat dijadikan acuan analisis secara obyektif. Penurunan nafsu makan yang dialami oleh 1 subyek (B02) diakibatkan oleh diare ringan. Diare dapat menyebabkan peningkatan tonus parasimpatik, khususnya pada sistem pencernaan.

Tabel IV.3. Sebaran hasil isian kuisioner tahap2

ID Skor tahap 1 2 3a 3b 4 A 01 8 4 7 3 9 A 02 7 7 8 9 8 A 03 8 8 8 7 7 A 04 5 4 6 6 4 A 05 7 5 6 6 6 A 06 8 7 7 8 10 B 01 3 5 5 8 6 B 02 5 6 7 7 6 B 03 8 8 7 5 3 B 04 10 8 10 9 10 B 05 5 6 7 7 6 B 06 6 7 7 8 7

Pemberian skor tersebut merupakan nilai yang diberikan subyek dari kisaran 0 sampai 10 terhadap stimulus musik dan lantunan Quran yang diberikan. Batas terbawah adalah tidak suka sedangkan batas teratas adalah suka. Dapat dilihat dari tabel IV.3. di atas bahwa tidak ada nilai yang diberikan di bawah angka 3. Hal tersebut membuktikan bahwa semua subyek menyukai keberadaan musik. Selain itu terdapat bukti yang menarik bahwa seorang subyek (A04) memberikan nilai 4 untuk lantunan Quran walau beragama non muslim.

(5)

69 IV.2 Pengujian Modul-modul Program IV.2.1 Data Interval RR Ujicoba

Data interval RR diperoleh dari eksperimen laboratorium. Tersedia 12 data subyek yang terbagi lagi masing-masing menjadi 8 data dalam 4 tahap (1a, 1b, 2a, 2b, 3a, 3b, 4a dan 4b) sehingga total sebanyak 96 buah data interval RR. Data tersebut telah melalui proses verifikasi manual untuk menemukan artefak sinyal EKG yang diperoleh selama durasi 300 detik atau 5 menit. Perangkat lunak Biopac sebenarnya telah menyediakan fitur untuk mendeteksi secara otomatis interval RR tersebut namun terdapat keterbatasan program untuk mengikuti ketidakmulusan nilai baseline. Selain itu, apabila terdapat nilai yang kurang pada akhir data, maka ditambahkan nilai baru dengan asumsi besarnya sama dengan nilai sebelumnya demi melengkapi durasi 5 menit tersebut. Oleh karena itu, proses manual tersebut cukup menyita waktu peneliti dalam masa eksperimen.

Dari keduabelas subyek tersebut kemudian diambil satu subyek secara acak untuk dijadikan sampel uji coba program AnalisatorHRV v 1.0 tersebut. Subyek yang terpilih adalah B04 dengan metode pemilihan menggunakan fungsi ceil(12.*rand(1,12)) pada Matlab dan diambil nilai modus dari nilai acak yang diperoleh. Dengan fungsi yang sama namun diubah angka 12 menjadi 8, maka diperoleh tahap 2a sebagai sampel. Oleh karena harus tersedia 2 data, maka tahap 2b juga dijadikan sampel uji. Data B04-2a terdiri atas 440 nilai interval RR sedangkan B04-2b terdiri atas 448 nilai interval RR dengan ketelitian 4 digit di belakang koma. Data tersebut selanjutnya menjadi masukan bagi program. Secara keseluruhan program terdiri atas 3704 baris kode Matlab (termasuk spasi dan keterangan).

IV.2.2 Pengujian Modul Masukan

Pengujian program menggunakan fitur debug dan breakpoint pada Matlab untuk membatasi aplikasi sesuai modul yang diuji. Program kemudian dijalankan melalui Matlab. Setelah pesan pendek pembuka, pengguna program mendapatkan tampilan modul masukan sebagaimana telah diterangkan dalam Bab III. Bila tombol ‘Plot!’ ditekan maka pengguna akan diminta untuk memilih file data

(6)

70

interval yang telah disimpan sebelumnya. Plot data 1 sebagai ruang untuk data B04-2a dan data 2 untuk data B04-2b.

Gambar IV.3. Hasil ujicoba modul masukan program AnalisatorHRV

Modul masukan bertujuan untuk menampilkan data interval RR sebagaimana sebuah sinyal dalam domain waktu. Terlihat pada gambar di atas bahwa nilai-nilai data B04-2a dan B04-2b berhasil diplot pada axes 1 dan axes 2 dengan sumbu horisontal adalah waktu dan sumbu vertikal adalah nilai interval RR tersebut. Batas maksimal sumbu horisontal pada program perintis ini ditentukan sebesar 300 detik sebab pada dasarnya program ini dibuat untuk membantu eksperimen dilakukan. Penggeser (slider) juga berhasil digunakan untuk menggeser sinyal setiap langkah ke sebelah kanan dan kembali ke kondisi semula. Nama file juga berhasil ditampakkan sesuai nama file yang diambil. Warna sinyal dibedakan sesuai warna font data 1 dan 2.

IV.2.3 Pengujian Modul Proses

Pada modul ini, sebenarnya tidak banyak yang dilakukan selain mengisi nilai parameter sesuai keinginan pengguna. Pengujian dilakukan untuk membuktikan apakah mekanisme peringatan efektif bila pengguna memasukkan nilai yang di luar batas yang diperbolehkan. Hasil yang didapat adalah semua berjalan dengan

(7)

71

baik. Termasuk dalam modul ini adalah pengembalian nilai ke kondisi semula jika pengguna menekan tombol ‘Pilih nilai baku saja!’.

IV.2.4 Pengujian Modul Keluaran

Setelah nilai-nilai dalam modul proses ditentukan maka selanjutnya adalah pengolahan data sesuai alur yang telah disusun. Dalam panel keluaran tersedia tiga tombol yakni spektrum FFT, spektrum AR dan respons otonom. Langkah pertama dalam modul ini adalah interpolasi data dengan laju yang ditentukan. Selanjutnya dilakukan detrending terhadap data tersebut sebelum dikonversi menjadi domain frekuensi dengan metode FFT atau AR. Periodogram dibentuk menurut metode Welch terhadap domain frekuensi tersebut. Semua nilai yang digunakan adalah nilai baku yang telah ditetapkan dalam bab III. Kedua metode tersebut terbukti berhasil dengan baik dan ditampilkan dalam gambar IV.4. dan IV.5. berikut.

Gambar IV.4. Hasil ujicoba modul keluaran berupa periodogram Welch

Periodogram adalah suatu cara untuk mendapatkan estimasi spektrum daya atas sinyal. Sinyal yang sebelumnya acak telah diinterpolasi menjadi tidak acak sehingga pembentukan periodogram dapat dilakukan. Dapat disimak dari gambar IV.4. tersebut, terdapat perbedaan yang mencolok konfigurasi periodogram antara data 1 dan data 2. Demikian pula pada kolom daya (ms2), komponen LF untuk data 1 sebesar 175 menjadi 135 pada data 2, sedangkan komponen HF untuk data 1 sebesar 45 menjadi 27 pada data 2. Kedua komponen tersebut mengalami penurunan pada subyek B04 ini, namun sebaliknya rasio LF/HF justru meningkat dari 3,8889 menjadi 5. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai peningkatan

(8)

72

keseimbangan simpatovagal. Pembagian warna pun sesuai dengan harapan berdasarkan ketiga pita frekuensi.

Gambar IV.5. Hasil ujicoba modul keluaran berupa periodogram AR

Periodogram AR yang disediakan dalam program ini terdiri atas 3 metode, yakni modified covariance, Yule-Walker dan Burg. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, namun metode pertama dipilih sebagai metode baku untuk keluaran AR. Sesuai dengan teori, bahwa besaran orde sangat menentukan konfigurasi periodogram. Dalam hal ini, nilai 16 adalah terbukti optimum setelah diuji dengan nilai lain dari kisaran 12 – 20. Dengan nilai tersebut pemodelan dengan AR dapat menyerupai periodogram dengan metode Welch tersebut. Spektrum daya yang diperoleh juga sama atau sedikit berbeda dengan hasil metode Welch.

Gambar IV.6. Hasil ujicoba modul keluaran berupa respons otonom

Selanjutnya, pengujian terhadap fitur unggulan yang ditawarkan dalam program ini yakni respons otonomik yang terjadi pada subyek. Sebagaimana ditampakkan

(9)

73

pada gambar IV.6. di atas, grafik sebelah kiri adalah plot estimasi fungsi transfer Welch dan sebelah kanan adalah plot nilai daya dari data 1 dan data 2. Fitur baru yang tidak tersedia dalam program acuan adalah respons otonomik tersebut. Salah satu kegunaan grafik adalah mempermudah pengguna menginterpretasi dengan singkat perubahan nilai daya, yakni dari titik hijau menuju segitiga merah dalam gambar tersebut. Selain itu, jarak dan arah garis ditawarkan oleh peneliti untuk dapat dijadikan suatu modal penelitian selanjutnya. Diprediksikan bahwa hal tersebut memiliki makna tersendiri yang menarik untuk dieksplorasi.

Gambar IV.7. Hasil ujicoba modul keluaran berupa statistik

Keluaran program selain dalam domain frekuensi adalah dalam domain waktu. Modul statistik merupakan wadah untuk analisis tersebut. Dapat disimak pada gambar IV.7. di atas, nilai-nilai dan grafik histogram berhasil dikalkulasi menurut ketentuan panduan analisis VLJ. Rerata RR data 1 sebesar 0,681 sekon berubah menjadi 0,669 pada data 2. Seiring itu pula, rerata HR (heart rate) meningkat dari 88,30 kali / menit menjadi 89,72 kali / menit. Distribusi data bergerak dari normal menjadi condong ke kiri atau kanan.

(10)

74 IV.2.5 Pengujian Modul Navigasi

Modul ini merupakan tahap terakhir yang diuji. Terdapat beberapa menu dan toolbar yang memiliki fungsi tertentu, namun satu menu saja yang akan ditampilkan di laporan ini. Menu ‘Laporan’ merupakan menu terpenting sebab pada hakekatnya kinerja semua modul diuji. Menu tersebut tidak akan muncul bila pengguna tidak mengakses terlebih dahulu modul keluaran. Pada program ini, laporan data 1 dan data 2 masing-masing serupa dengan laporan yang dihasilkan oleh program acuan. Laporan data total merupakan fitur unggulan lainnya yang ditawarkan program ini. Pengguna dapat dengan mudah memperoleh analisis yang komprehensif dan komparatif dari kedua data yang diolah. Laporan data total dari subyek ujicoba tersebut berhasil diuji dan ditunjukkan pada gambar IV.8. berikut.

Gambar IV.8. Hasil ujicoba modul navigasi berupa laporan data total

Laporan data total tersebut ditampilkan dengan pilihan warna yang menarik dan redup bagi mata. Pada laporan ini tabel dilengkapi dengan kolom tambahan, yakni delta atau selisih nilai antara kedua data. Kolom tersebut juga merupakan inovasi pada program ini sebab pada dasarnya program ini ditujukan untuk perbandingan analisis kedua data. Dengan selisih tersebut, pengguna dengan mudah dan singkat

(11)

75

memperoleh kesan perubahan pada data. Selanjutnya, laporan tersebut dapat disimpan dalam suatu file gambar berekstensi, misalnya .jpg.

IV.3 Perbandingan Performa Program Baru dengan Program Acuan

Program aplikasi AnalisatorHRV (selanjutnya disebut program baru) merupakan sesuatu yang orisinal dan inovatif, namun demikian performanya tetap harus dibandingkan dengan program sejenis yang telah dibuat sebelumnya. Program yang dijadikan acuan adalah HRV analysis (selanjutnya disebut program acuan) yang telah dijelaskan pada bab III. Program tersebut mungkin saja memiliki kekurangan yang justru dapat diperbaiki pada program baru ini. Dalam pengujian ini, performa yang ditekankan adalah pada nilai-nilai yang dihasilkan dan tidak pada kecepatan. Kecepatan bukan hal yang dibutuhkan untuk kinerja aplikasi tersebut. Berikut ini dikaji perbandingan setiap modul yang dijelaskan sebelumnya, kecuali modul proses sebab perbedaan terletak hanya pada fitur tampilan antarmuka. Subyek ujicoba dipilih kembali secara acak seperti metode sebelumnya, sehingga diperoleh A04-tahap 3a dan 3b sebagai sampel.

IV.3.1 Perbandingan Modul Masukan

Proses pembukaan program baru berbeda dengan program acuan. Pada program baru, pengguna disambut pesan pendek ‘selamat datang’ dan langsung disediakan tampilan modul masukan. Pengguna lalu menekan tombol plot untuk memasukkan data yang diinginkan. Sementara itu, modul navigasi juga tersedia untuk menu bantuan. Pada program acuan, pengguna harus langsung memasukkan data yang diinginkan dan secara otomatis diplot pada grafik, diolah dan ditampilkan hasil analisis sesuai nilai baku yang disediakan.

Program baru memberikan pengguna keleluasaan untuk melihat kedua data sekaligus, sedangkan pada program acuan, hal tersebut harus dilakukan ulang untuk kedua kali. Kedua data dibedakan dengan warna dan di dalam grafik diberikan garis-garis horisontal dan vertikal untuk membantu penilaian secara visual. Dari hasil di atas nampak bahwa tidak ada perbedaan hasil antara program baru (paling bawah) dengan program acuan, atau dengan kata lain bahwa program

(12)

76

baru mampu memberikan hasil yang sama dengan program acuan. Kisaran nilai RR data 1 = 0,74 – 0,82 dan data 2 = 0,65 – 0,8 adalah sama pada kedua program. Cakupan sinyal yang dibatasi oleh kedua garis pada program acuan tidak disediakan pada program baru, namun hal ini dapat diatur dalam modul proses.

(13)

77 IV.3.2 Perbandingan Modul Keluaran

Metode analisis yang dipilih pada kedua program adalah sama agar perbandingan dapat dilakukan dengan baik. Periodogram non parametrik dengan metode Welch dan parametrik dengan metode modified covariance. Nilai-nilai baku yang digunakan juga dibuat sama. Alur pemrograman yang akan membentuk perbedaan hasil yang akan diperoleh. Perbedaan yang ada adalah pada program baru tidak tersedia plot Poincare, sedangkan pada program acuan tidak tersedia respons otonomik. Berikut ini hal tersebut dibahas satu-persatu.

Gambar IV.10. Perbandingan modul keluaran berupa periodogram Welch

Pada gambar IV.10. di atas dapat disimak bahwa pada grafik antara program acuan (sebelah atas) dengan program baru (sebelah bawah) sekilas nampak tidak terdapat perbedaan, meskipun sedikit perbedaan terjadi pada komponen VLF data 2. Nilai pada sumbu horisontal dan vertikal pun sama. Dalam hal ini, program baru dinilai berhasil memberikan hasil grafik periodogram yang sama dengan program acuan. Nilai daya spektral sebagai integrasi dari komponen VLF, LF atau

(14)

78

HF periodogram juga nyaris sama, hanya berbeda satu digit terhadap program acuan.

Gambar IV.11. Tampilan keluaran respons otonomik pada sampel ujicoba program baru

Hal yang penting disimak adalah nilai komponen LF dan HF. Tahap 3a merupakan stimulus musik lembut dan tahap 3b merupakan stimulus musik keras, oleh karena itu secara teoritis komponen simpatik (LF) akan meningkat dan sebaliknya komponen parasimpatik akan menurun (HF). Perubahan tersebut akan lebih mudah dilihat pada keluaran respons otonomik. Pada gambar IV.11. di atas, komponen simpatik meningkat dari 25 menjadi 50, sedangkan parasimpatik menurun dari 33 menjadi 28. Jarak garis merupakan ukuran besaran respons setiap individu.

Periodogram dengan metode autoregresi dapat menghasilkan resolusi yang lebih baik pada sinyal dengan durasi pendek, namun jika periodogram non parametrik memberikan hasil yang buruk. Pada gambar IV.12. berikut, terdapat sesuatu yang menarik yakni bug atau cacat program dalam program acuan. Nilai VLF tidak mampu dihitung dan ditampilkan sehingga hanya nilai nul yang tampak. Nilai tersebut mungkin terjadi akibat kesalahan dalam algoritma detrending. Hal tersebut dapat diperbaiki dalam program baru. Selain itu, deviasi nilai antara periodoram Welch dan AR pada program baru tidak besar atau dengan kata lain

(15)

79

hasil analisis dengan metode AR pada sinyal tersebut dapat mendekati hasil non parametrik. Dalam hal ini, program baru dinilai mampu memberikan hasil periodogram AR yang lebih baik daripada program acuan. Untuk selanjutnya, periodogram non parametrik tetap dipilih sebagai metode baku untuk analisis hasil, sebab dapat dilihat pada nilai komponen HF dengan metode AR justru terjadi peningkatan, yang seharusnya adalah penurunan.

Gambar IV.12. Perbandingan modul keluaran berupa periodogram AR

Analisis domain waktu secara statistik lebih optimal jika digunakan untuk sinyal jangka panjang atau menengah. Hasil kalkulasi tersebut di atas dipengaruhi oleh versi program Matlab yang digunakan atau algoritma pemrograman untuk perhitungan tersebut. Program baru (gambar IV.13. sebelah kanan) memberikan nilai yang sama dengan program acuan, kecuali pada variabel standar deviasi (SDNN dan SDHR). Program baru dibuat dengan versi Matlab yang lebih kini daripada program acuan. Pengukuran geometrik memang tidak tersedia pada program baru sebab program ditujukan hanya untuk sinyal jangka pendek (5

(16)

80

menit) sehingga hal tersebut tidak diperlukan. Grafik distribusi berhasil ditampilkan secara baik pada program baru. Dalam hal ini, program baru dinilai berhasil memberikan hasil keluaran statistik yang baik dibandingkan dengan program acuan.

Gambar IV.13. Perbandingan modul keluaran berupa statistik domain waktu

Semua hasil yang telah diperoleh sebelumnya dikemas dalam suatu laporan yang tersedia baik dalam program baru maupun program acuan. Perbedaannya adalah program baru dibuat untuk perbandingan dua data, oleh karena itu disediakan sebuah laporan total. Cuplikan laporan tersebut untuk subyek ujicoba dapat dilihat pada lampiran B laporan ini. Selanjutnya, dalam tabel berikut ini dirangkum berbagai hasil perbandingan lainnya antara program baru dengan program acuan.

(17)

81

Tabel IV.4. Perbandingan spesifikasi perangkat lunak baru dan acuan No. Unit

pembanding

HRV Analysis AnalisatorHRV

1. Orisinalitas Buatan luar Buatan sendiri 2. Perbaruan

(update)

Tidak bisa dilakukan Mampu dikembangkan sendiri 3. Ukuran file

instalasi

30,1 MB 4 MB

4. Proses instalasi Langsung Perlu add-on: MCRI dan .netfx

5. GUI Keluaran statistik dan frekuensi hanya satu panel

Keluaran statistik dalam panel terpisah

6. Fungsionalitas Hanya untuk satu data Mampu dua data sekaligus 7. Durasi sinyal

masukan

Mampu untuk jangka panjang (24 jam), sampel dapat dibagi-bagi

Didesain hanya untuk jangka pendek (5 menit)

8. Kecepatan analisis

± 1 detik ± 2 – 3 detik

9. Nilai komersial Gratis dengan permintaan Gratis dengan izin

10. Versi 1.1. SP1 1.0.

11. Bahasa Inggris Indonesia

12. Bug Terdapat pada komponen VLF

Belum ditemukan 13. Kemasan

program

executable dalam Windows executable dalam command

prompt Windows

14. Fitur khusus plot Pointcare Tampilan Respons Otonomik 15. Publikasi Sudah dirilis ke publik Belum dirilis ke publik

IV.4 Analisis Hasil atau Keluaran Program Baru

Setelah melalui proses pengujian program baru, langkah selanjutnya adalah analisis hasil yang diperoleh. Program baru dinyatakan lulus uji dan digunakan sebagai program untuk memperoleh hasil-hasil selain subyek ujicoba tersebut. Sesuai tujuan eksperimen, nilai yang utama adalah komponen LF sebagai representasi simpatik dan komponen HF sebagai representasi parasimpatik. Komponen lain akan dikaji kemungkinannnya apakah mampu sebagai indikator respons otonomik selain kedua komponen standar tersebut. Analisis hasil dibagi dalam dua cara, yakni analisis berdasarkan stimulus yang diberikan dan berdasarkan subyek percobaan. Semua perhitungan dan pemasukan data diolah dengan bantuan program SPSS v 16.0 for Windows.

(18)

82

Gambar IV.14. Diagram blok analisis hasil

IV.4.1 Analisis Hasil Berdasarkan Stimulus Yang Diberikan

Analisis berdasarkan stimulus dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan apakah musik bertipe lembut atau keras memberikan respons otonomik yang signifikan pada sampel populasi. Analisis dilakukan secara statistik deskriptif maupun analitik berupa uji hipotesis. Apabila didapatkan data yang tidak terdistribusi normal maka dilakukan normalisasi data terlebih dahulu dengan fungsi logaritma sebelum uji hipotesis. Uji hipotesis yang dipilih adalah tes t Student dan uji korelasi. Terdapat berbagai metode untuk interpretasi uji normalitas, namun pada laporan ini digunakan hanya hasil uji Shapiro-Wilk yang ditujukan untuk sampel kecil. Secara grafis, analisis per tahap digambarkan pada lampiran E laporan ini.

Tahap 1b Pre Kondisi: Penjelasan ke Subyek Stimulus musik bertipe lembut 1 Stimulus musik bertipe keras 1 Kondisi Senyap Kondisi Senyap Stimulus musik bertipe lembut 2 Stimulus musik bertipe keras 2 Lantunan Quran LF & HF tiap Tahap Tahap Tahap Tahap Tahap Tahap < jeda > 1 2 3 4 Pre Kondisi: Penjelasan ke Subyek Stimulus musik bertipe lembut 1 Stimulus musik bertipe keras 1 Kondisi Senyap Kondisi Senyap Kondisi Senyap Stimulus musik bertipe lembut 2 Stimulus musik bertipe keras 2 Lantunan Quran LF & HF tiap tahap LF & HF ↑ atau ↓ Tahap 1a Tahap 2a Tahap 2b Tahap 3a Tahap 3b Tahap 4a Tahap 4b 1 2 3 4 < jeda > < jeda >

(19)

83

IV.4.1.1 Dampak Stimulus Musik Lembut Dari Kondisi Senyap

Sebagaimana telah dijelakan dalam Bab III, tahap 1 merupakan eksperimen yang dilakukan untuk menguji dampak stimulus musik bertipe lembut setelah kondisi senyap yang mendahuluinya. Pada grup B, tahap tersebut menjadi tahap 2 namun pada prinsipnya sama saja, sehingga pada analisis ini kedua grup digolongkan dalam tahap 1. Tahap 1a adalah perekaman sinyal tanpa stimulus apapun, sedangkan tahap 1b adalah stimulus musik bertipe lembut, baik lagu (grup A) maupun instrumental (grup B). Tidak semua nilai yang diambil sebab untuk sinyal durasi pendek hanya dibutuhkan nilai rerata RR dan SDNN dari domain waktu, serta kolom daya (ms2) dari domain frekuensi. Tabel berikut ini berisi ekstrak nilai-nilai yang diperoleh dari semua subyek penelitian Mood telah dikode menjadi nilai 1 untuk depresi atau cemas dan nilai 2 untuk tenang.

Tabel IV.5. Keluaran analisis program AnalisatorHRV untuk eksperimen tahap 1 ID Mood Skor RR 1a RR 1b SDNN 1a SDNN 1b LF 1a LF 1b HF 1a HF 1b A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 1 8 7 8 5 7 8 3 5 8 10 5 6 0.767 0.752 0.864 0.719 0.732 0.755 0.700 0.869 0.726 0.681 0.807 0.620 0.759 0.725 0.877 0.722 0.736 0.745 0.690 0.867 0.728 0.669 0.825 0.610 0.027 0.027 0.100 0.029 0.034 0.038 0.021 0.042 0.043 0.031 0.020 0.012 0.028 0.026 0.096 0.018 0.048 0.048 0.021 0.039 0.050 0.022 0.024 0.012 37 75 1227 35 93 162 28 286 186 175 35 10 68 43 668 27 166 673 68 243 393 135 16 14 92 81 2558 46 234 153 44 85 114 45 40 8 92 33 1743 25 219 184 37 60 226 27 32 13 ID HR 1a HR 1b VLF 1a VLF 1b LF/HF 1a LF/HF 1b A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 78.37 79.91 70.40 83.56 82.16 79.64 85.77 69.21 82.93 88.30 74.37 96.83 79.14 82.84 69.19 93.15 81.89 80.91 87.07 69.35 82.78 89.72 72.81 98.43 16 23 429 14 40 58 11 109 16 76 16 8 15 14 129 14 57 77 35 81 63 9 5 4 0.4022 0.9259 0.4797 0.7609 0.3974 1.0588 0.6364 3.3647 1.6316 3.8889 0.8750 1.2500 0.7391 1.3030 0.3832 1.0800 0.7580 3.6576 1.8378 4.0500 1.7389 5.0000 0.5000 1.0769

(20)

84

Nilai-nilai tersebut diperoleh dari laporan total program. Pada laporan tersebut juga disediakan nilai delta agar pengguna dapat menilai secara cepat perubahan yang terjadi pada data. Nilai delta, yakni nilai data 2 dikurangi data 1, walau terkesan sangat sederhana namun sangat berguna untuk mengukur respons otonomik seseorang. Oleh karena itu, dalam analisis selanjutnya nilai delta dijadikan faktor perbandingan pertama. Nilai delta tersebut diterakan dalam tabel berikut ini.

Tabel IV.6. Nilai delta (∆) keluaran program untuk eksperimen tahap 1

ID ∆RR ∆SDNN ∆LF ∆HF ∆HR ∆VLF ∆LF/HF A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 - 0.008 - 0.027 0.014 0.003 0.004 - 0.011 - 0.010 - 0.002 0.002 - 0.012 0.018 - 0.010 0.001 - 0.001 - 0.004 - 0.011 0.014 0.010 0.000 - 0.003 0.007 - 0.009 0.004 0.000 31 - 32 - 559 - 8 73 511 40 - 43 207 - 40 - 19 4 0 - 48 - 815 - 21 - 15 31 - 7 - 25 112 - 18 - 8 5 0.76 2.93 - 1.21 9.59 - 0.26 1.26 1.29 0.14 - 0.15 1.42 - 1.56 1.60 - 1 - 9 - 300 0 17 19 24 - 28 47 - 67 - 11 - 4 0.3369 0.3771 - 0.0965 0.3191 0.3606 2.5987 1.2014 0.6852 0.1072 1.1111 - 0.3750 - 0.1730

Secara teoritis, komponen parasimpatis (HF) seharusnya meningkat pada tahap ini, namun secara aktual ternyata hanya 3 dari 12 subyek yang meningkat atau tetap. Kecenderungan total adalah justru menurun. Jika dilihat dari keseimbangan simpatovagal dan delta laju jantung justru didapatkan kecenderungan dominan simpatis. Selanjutnya, analisis secara statistik dilakukan untuk membuktikan hal tersebut. Persoalannya adalah terdapat satu subyek A03 yang bernilai ekstrim.

Langkah pertama adalah uji normalitas terhadap komponen LF 1a dan 1b, HF 1a dan 1b, serta LF/HF 1a dan 1b. Hasil uji tertera pada lampiran C.1.a. laporan ini. Diperoleh bahwa tidak ada satupun secara berpasangan, misalnya LF 1a dan 1b, nilai sig. atau P-value yang lebih kecil dari α = 0,05 sehingga hipotesis nol (H0) : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal ditolak. Oleh karena itu untuk semua data tersebut dilakukan transformasi dengan fungsi logaritma basis 10 agar dapat dianalisis selanjutnya. Setelah ditransformasi maka diperoleh semua sig. lebih besar dari α = 0,05 sehingga H0 tidak dapat ditolak.

(21)

85

Setelah memperoleh data hasil transformasi yang terdistribusi normal, maka kemudian dilakukan uji hipotesis. Uji yang dipilih adalah t berpasangan satu sisi sebab individu dari kedua kelompok data adalah sama dan hendak membandingkan apakah data kedua lebih tinggi atau rendah dari data pertama. H1 untuk LF adalah rerata data komponen simpatik pada stimulus musik bertipe lembut lebih rendah daripada kondisi senyap sebelum stimulus atau H0(LF1): µ2

µ1 ; sedangkan untuk HF adalah rerata data komponen parasimpatik pada stimulus musik bertipe lembut lebih tinggi daripada kondisi senyap sebelum stimulus atau H0(HF1): µ2 ≤ µ1. Hasil uji t tertera pada lampiran C.1.b. laporan ini. Keluaran SPSS komponen LF memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,435, karena pada uji hipotesis adalah satu sisi, maka nilai p-value harus dibagi dua 0,435 / 2 = 0,218. Nilai tersebut tetap lebih besar dari α = 0,05, sehingga merupakan bukti kuat bahwa H0(LF1) tidak dapat ditolak. Korelasi Pearson antara kedua variabel tersebut sebesar r = 0,863 dan p-value lebih kecil dari α = 0,05, sehingga korelasi Pearson signifikan dan tergolong kuat.

Selanjutnya, keluaran SPSS komponen HF memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,26 karena pada uji hipotesis adalah satu sisi, maka nilai p-value harus dibagi dua 0,26 / 2 = 0,13. Nilai tersebut tetap lebih besar dari α = 0,05, sehingga merupakan bukti kuat bahwa H0(HF1) tidak dapat ditolak. Korelasi Pearson antara kedua variabel tersebut sebesar r = 0,945 dan p-value lebih kecil dari α = 0,05, sehingga korelasi Pearson signifikan dan tergolong sangat kuat. Setelah dilakukan retransformasi nilai rerata masing-masing dengan fungsi pangkat basis 10, maka diperoleh perbedaan rerata daya LF adalah sebesar 15,23 dan rerata daya HF sebesar -12,52. Nilai ini sejalan dengan hasil yang didapatkan dengan metode delta yakni bukti bahwa simpatis lebih dominan. Dengan langkah yang sama pula, dengan Ho(LF1/HF1): µ2 ≥ µ1 didapatkan hasil analisis LF/HF berupa p-value = 0,285 yang berarti Ho(LF1/HF1) tidak dapat ditolak, r = 0,785 dan selisih rerata daya LF/HF sebesar 0,369. Hasil tersebut menguatkan kenyataan bahwa terjadi peningkatan simpatik yang ditandai pula dengan peningkatan keseimbangan simpatovagal.

(22)

86

IV.4.1.2 Dampak Stimulus Musik Keras Dari Kondisi Senyap

Sebagaimana telah dijelakan dalam Bab III, tahap 2 merupakan eksperimen yang dilakukan untuk menguji dampak stimulus musik bertipe keras setelah kondisi senyap yang mendahuluiya. Pada grup B, tahap tersebut menjadi tahap 1 namun pada prinsipnya sama saja, sehingga pada analisis ini kedua grup digolongkan dalam tahap 2. Tahap 2a adalah perekaman sinyal tanpa stimulus apapun, sedangkan tahap 2b adalah stimulus musik bertipe keras, baik lagu (grup A) maupun instrumental (grup B). Tabel IV.7. berikut ini memuat hasil analisis seperti metode sebelumnya, oleh karena itu hanya nilai mood yang tidak berubah.

Tabel IV.7. Keluaran analisis program AnalisatorHRV untuk eksperimen tahap 2 ID Mood Skor RR 2a RR 2b SDNN 2a SDNN 2b LF 2a LF 2b HF 2a HF 2b A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 1 4 7 8 4 5 7 5 6 8 8 6 7 0.771 0.756 0.929 0.739 0.819 0.767 0.706 0.880 0.621 0.675 0.818 0.599 0.772 0.739 0.920 0.753 0.792 0.775 0.690 0.892 0.648 0.659 0.821 0.590 0.026 0.037 0.091 0.021 0.045 0.044 0.022 0.026 0.044 0.032 0.019 0.012 0.023 0.023 0.076 0.020 0.049 0.038 0.019 0.039 0.046 0.024 0.022 0.014 39 128 1601 88 250 154 40 64 96 172 28 22 39 74 471 43 266 315 26 127 87 87 18 12 142 95 1435 27 399 156 44 84 104 53 55 6 93 46 1089 24 408 225 24 100 74 35 54 6 ID HR 2a HR 2b VLF 2a VLF 2b LF/HF 2a LF/HF 2b A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 77.93 79.52 65.23 81.28 73.49 78.51 85.08 68.22 97.17 89.08 73.42 100.27 77.79 81.28 65.69 79.78 76.04 77.58 87.08 67.41 93.10 91.21 73.11 101.70 11 27 174 50 82 49 17 21 22 70 5 6 25 38 167 17 127 102 13 52 22 24 15 6 0.2746 1.3474 1.157 3.2953 0.6266 0.9872 0.9091 0.7619 0.9231 3.2453 0.5091 3.6667 0.4194 1.6087 0.4325 1.7917 0.652 1.400 1.0833 1.2700 1.1757 2.4857 0.3333 2.0000

Setelah diperoleh hasil analisis untuk tahap 2 maka dilanjutkan dengan perhitungan delta. Nilai delta dituangkan dalam tabel IV.8. berikut ini.

(23)

87

Tabel IV.8. Nilai delta (∆) keluaran program untuk eksperimen tahap 2

ID ∆RR ∆SDNN ∆LF ∆HF ∆HR ∆VLF ∆LF/HF A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 0.001 - 0.017 - 0.009 0.014 - 0.027 0.008 - 0.016 0.012 0.027 - 0.016 0.003 - 0.009 - 0.003 - 0.014 - 0.015 - 0.001 0.004 - 0.006 - 0.003 0.013 0.002 - 0.008 0.003 0.002 0 - 54 - 1130 - 45 16 161 - 14 63 - 9 - 85 - 10 - 10 - 49 - 49 - 346 - 3 9 69 - 20 16 - 30 - 18 - 1 0 - 0.14 1.76 0.46 - 1.50 2.55 - 0.93 2.00 - 0.81 - 4.07 2.13 - 0.31 1.43 14 11 - 7 - 33 45 53 - 4 31 0 - 46 10 0 0.1448 0.2613 - 0.7245 - 1.5036 0.0254 0.4128 0.1742 0.5081 0.2526 - 0.7596 - 0.1758 - 1.6667

Secara teoritis, komponen simpatis (LF) seharusnya meningkat pada tahap ini, namun secara aktual ternyata hanya 4 dari 12 subyek yang meningkat atau tetap. Kecenderungan total adalah justru menurun, namun jika dilihat dari keseimbangan simpatovagal dan delta laju jantung justru kecenderungan dominan simpatis tidak kuat. Selanjutnya, analisis secara statistik dilakukan untuk membuktikan hal tersebut. Persoalannya adalah terdapat satu subyek A03 yang bernilai ekstrim.

Seperti tahap sebelumnya, langkah pertama adalah uji normalitas terhadap komponen LF 2a dan 2b, HF 2a dan 2b, serta LF/HF 2a dan 2b. Hasil uji tertera pada lampiran C.2.a. laporan ini. Diperoleh bahwa tidak ada satupun secara berpasangan, misalnya LF 2a dan 2b, nilai sig. atau P-value yang lebih kecil dari

α = 0,05 sehingga hipotesis nol (H0) : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal, ditolak. Oleh karena itu untuk semua data tersebut dilakukan transformasi dengan fungsi logaritma basis 10 agar dapat dianalisis selanjutnya. Setelah ditransformasi maka diperoleh semua sig. lebih besar dari α = 0,05 sehingga H0 tidak dapat ditolak.

Setelah memperoleh data hasil transformasi yang terdistribusi normal, maka kemudian dilakukan uji hipotesis. Uji yang dipilih adalah t berpasangan satu sisi sebab individu dari kedua kelompok data adalah sama dan hendak membandingkan apakah data kedua lebih tinggi atau rendah dari data pertama. H1 untuk LF adalah rerata data komponen simpatik pada stimulus musik bertipe keras lebih tinggi daripada kondisi senyap sebelum stimulus atau H0(LF2): µ2 ≤ µ1 ;

(24)

88

sedangkan untuk HF adalah rerata data komponen parasimpatik pada stimulus musik bertipe keras lebih rendah daripada kondisi senyap sebelum stimulus atau H0(HF2): µ2 ≥ µ1. Hasil uji t tertera pada lampiran C.2.b. laporan ini. Keluaran SPSS komponen LF memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,127, karena pada uji hipotesis adalah satu sisi, maka nilai p-value harus dibagi dua 0,127 / 2 = 0,064. Nilai tersebut tetap lebih besar dari α = 0,05, sehingga merupakan bukti kuat bahwa H0(LF1) tidak dapat ditolak. Korelasi Pearson antara kedua variabel tersebut sebesar r = 0,877 dan p-value lebih kecil dari α = 0,05, sehingga korelasi Pearson signifikan dan tergolong kuat.

Selanjutnya, keluaran SPSS komponen HF memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,059 karena pada uji hipotesis adalah satu sisi, maka nilai p-value harus dibagi dua 0,059 / 2 = 0,03. Nilai tersebut lebih kecil dari α = 0,05, sehingga merupakan bukti kuat bahwa H0(HF1) ditolak. Korelasi Pearson antara kedua variabel tersebut sebesar r = 0,973 dan p-value lebih kecil dari α = 0,05, sehingga korelasi Pearson signifikan dan tergolong sangat kuat. Setelah dilakukan retransformasi nilai rerata masing-masing dengan fungsi pangkat basis 10, maka diperoleh perbedaan rerata daya LF adalah sebesar -23,27 dan rerata daya HF sebesar -15,73. Nilai ini sejalan dengan hasil yang didapatkan dengan metode delta yakni bukti bahwa simpatis justru menurun disertai parasimpatis yang juga turun, namun penurunan simpatis lebih besar dari parasimpatis. Dengan langkah yang sama pula, dengan Ho(LF2/HF2): µ2 ≤ µ1 didapatkan hasil analisis LF/HF berupa p-value = 0,287 yang berarti Ho(LF2/HF2) tidak dapat ditolak, r = 0,795 dan selisih rerata daya LF/HF sebesar -1,7596. Hasil tersebut menguatkan kenyataan bahwa terjadi penurunan simpatik yang ditandai pula dengan penurunan keseimbangan simpatovagal.

IV.4.1.3 Dampak Stimulus Musik Keras Dari Musik Lembut

Sebagaimana telah dijelakan dalam Bab III, tahap 3 merupakan eksperimen yang dilakukan untuk menguji dampak stimulus musik bertipe keras setelah musik bertipe lembut yang mendahuluinya. Pada analisis ini kedua grup digolongkan dalam tahap 3. Tahap 3a adalah perekaman sinyal dengan stimulus musik bertipe

(25)

89

lembut, sedangkan tahap 3b adalah stimulus musik bertipe keras, baik lagu (grup A) maupun instrumental (grup B). Tabel IV.9. berikut ini memuat hasil analisis seperti metode sebelumnya, oleh karena itu hanya nilai mood yang tidak berubah dan sedikit tambahan pada skor.

Tabel IV.9. Keluaran analisis program AnalisatorHRV untuk eksperimen tahap 3 ID Mood Skor3a Skor3b RR

3a RR 3b SDNN 3a SDNN 3b LF 3a LF 3b HF 3a HF 3b A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 1 7 8 8 6 6 7 5 7 7 10 7 7 3 9 7 6 6 8 8 7 5 9 7 8 0.773 0.748 0.954 0.773 0.907 0.745 0.703 0.875 0.694 0.660 0.796 0.603 0.781 0.710 0.921 0.728 0.792 0.738 0.678 0.874 0.698 0.675 0.789 0.591 0.025 0.030 0.088 0.020 0.050 0.035 0.020 0.031 0.026 0.020 0.021 0.017 0.025 0.026 0.090 0.038 0.058 0.031 0.024 0.036 0.035 0.022 0.017 0.014 35 75 370 26 155 235 59 87 123 39 29 6 37 97 541 50 191 146 24 92 95 47 18 4 115 33 1487 33 345 78 32 53 92 22 38 9 73 20 808 28 339 141 15 55 92 32 34 6 ID HR 3a HR 3b VLF 3a VLF 3b LF/HF 3a LF/HF 3b A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 77.72 80.36 63.45 77.66 74.67 80.71 85.44 68.69 85.67 90.96 75.45 99.53 80.01 84.62 65.73 82.65 76.17 81.49 88.56 68.77 86.22 89.02 76.05 101.61 13 23 134 18 71 50 24 106 24 16 11 1 13 21 152 17 75 85 13 42 17 21 11 3 0.3043 2.2727 0.2488 0.7879 0.4493 3.0128 1.8438 1.6415 1.3370 1.7727 0.7632 0.6667 0.5068 4.8500 0.6696 1.7857 0.5634 1.0355 1.6000 1.6727 1.0326 1.4688 0.5294 0.6667

Secara teoritis, komponen simpatis (LF) seharusnya meningkat pada tahap ini, sedangkan komponen parasimpatis (HF) lebih menurun oleh karena telah didahului oleh musik bertipe lembut, dan ternyata secara aktual diperoleh 7 dari 12 subyek dengan LF yang meningkat dan 8 subyek dengan HF yang menurun. Keseimbangan simpatovagal dan delta laju jantung memberikan kecenderungan dominan simpatis. Selanjutnya, analisis secara statistik dilakukan setelah tabel delta untuk membuktikan hal tersebut. Persoalannya adalah terdapat satu subyek A03 yang bernilai ekstrim.

(26)

90

Setelah diperoleh hasil analisis untuk tahap 3 maka dilanjutkan dengan perhitungan delta. Nilai delta dituangkan dalam tabel IV.10. berikut ini.

Tabel IV.10. Nilai delta (∆) keluaran program untuk eksperimen tahap 3 ID ∆RR ∆SDNN ∆LF ∆HF ∆HR ∆VLF ∆LF/HF A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 0.008 - 0.038 - 0.033 - 0.045 - 0.115 - 0.007 - 0.025 - 0.001 0.004 0.015 - 0.007 - 0.012 0.000 - 0.004 0.002 0.018 0.008 - 0.004 0.004 0.005 0.009 0.002 - 0.004 - 0.003 2 22 171 24 36 - 89 - 35 5 - 28 8 - 11 - 2 - 42 - 13 - 679 - 5 - 6 63 - 17 2 0 10 - 4 - 3 2.29 4.26 2.28 4.99 1.50 0.78 3.12 0.08 0.55 - 1.94 0.60 2.08 0 - 2 18 - 1 4 35 - 11 - 64 - 7 5 0 2 0.2025 2.5773 0.4208 0.9978 0.1141 - 1.9773 - 0.2438 0.0312 - 0.3044 - 0.3039 - 0.2338 0.0000

Seperti tahap sebelumnya, langkah pertama adalah uji normalitas terhadap komponen LF 3a dan 3b, HF 3a dan 3b, serta LF/HF 3a dan 3b. Hasil uji tertera pada lampiran C.3.a. laporan ini. Diperoleh bahwa tidak ada satupun secara berpasangan, misalnya LF 1a dan 1b, nilai sig. atau P-value yang lebih kecil dari

α = 0,05 sehingga hipotesis nol (H0) : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal, ditolak. Oleh karena itu untuk semua data tersebut dilakukan transformasi dengan fungsi logaritma basis 10 agar dapat dianalisis selanjutnya. Setelah ditransformasi maka diperoleh semua sig. lebih besar dari α = 0,05 sehingga H0 tidak dapat ditolak.

Setelah memperoleh data hasil transformasi yang terdistribusi normal, maka kemudian dilakukan uji hipotesis. Uji yang dipilih adalah t berpasangan satu sisi sebab individu dari kedua kelompok data adalah sama dan hendak membandingkan apakah data kedua lebih tinggi atau rendah dari data pertama. H1 untuk LF adalah rerata data komponen simpatik pada stimulus musik bertipe keras lebih tinggi daripada stimulus musik bertipe lembut yang mendahuluinya atau H0(LF3): µ2 ≤ µ1 ; sedangkan untuk HF adalah rerata data komponen parasimpatik pada stimulus musik bertipe keras lebih tinggi daripada stimulus musik bertipe lembut yang mendahuluinya atau H0(HF3): µ2 ≤ µ1. Hasil uji t tertera pada lampiran

(27)

91

C.3.b. laporan ini. Keluaran SPSS komponen LF memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,65, karena pada uji hipotesis adalah satu sisi, maka nilai p-value harus dibagi dua 0,65 / 2 = 0,325. Nilai tersebut tetap lebih besar dari α = 0,05, sehingga merupakan bukti kuat bahwa H0(LF3) tidak dapat ditolak. Korelasi Pearson antara kedua variabel tersebut sebesar r = 0,937 dan p-value lebih kecil dari α = 0,05, sehingga korelasi Pearson signifikan dan tergolong sangat kuat. Selanjutnya, keluaran SPSS komponen HF memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,173, karena pada uji hipotesis adalah satu sisi, maka nilai p-value harus dibagi dua 0,173 / 2 = 0,087. Nilai tersebut lebih besar dari α = 0,05, sehingga merupakan bukti kuat bahwa H0(HF3) tidak dapat ditolak. Korelasi Pearson antara kedua variabel tersebut sebesar r = 0,956 dan p-value lebih kecil dari α = 0,05, sehingga korelasi Pearson signifikan dan tergolong sangat kuat.

Setelah dilakukan retransformasi nilai rerata masing-masing dengan fungsi pangkat basis 10, maka diperoleh perbedaan rerata daya LF adalah sebesar -0,83 dan rerata daya HF sebesar -10,08. Nilai ini sejalan dengan hasil yang didapatkan dengan metode delta yakni bukti bahwa simpatis justru menurun disertai parasimpatis yang juga turun, namun penurunan parasimpatis lebih besar dari simpatis. Hal tersebut merupakan pola yang sama dengan tahap sebelumnya yakni respons seseorang terhadap musik keras dari kondisi senyap, namun bedanya karena telah didahului musik bertipe lembut maka daya simpatik meningkat. Dengan langkah yang sama pula, dengan Ho(LF3/HF3): µ2 ≤ µ1 didapatkan hasil analisis LF/HF berupa p-value = 0,268 yang berarti Ho(LF3/HF3) tidak dapat ditolak, r = 0,699 dan selisih rerata daya LF/HF sebesar 0,1105. Hasil tersebut menguatkan kenyataan bahwa terjadi penurunan simpatik namun disertai pula peningkatan keseimbangan simpatovagal oleh karena stimulus musik lembut sebelumnya.

IV.4.1.4 Dampak Stimulus Lantunan Quran

Sebagaimana telah dijelakan dalam Bab III, tahap 4 merupakan eksperimen yang dilakukan untuk menguji dampak stimulus lantunan Quran setelah kondisi senyap yang mendahuluinya. Pada analisis ini kedua grup digolongkan dalam tahap 4.

(28)

92

Tahap 4a adalah kondisi senyap atau tanpa stimulus, sedangkan tahap 4b adalah perekaman sinyal dengan stimulus lantunan Quran. Tabel IV.11. berikut ini memuat hasil analisis seperti metode sebelumnya, oleh karena itu hanya nilai mood yang tidak berubah.

Tabel IV.11. Keluaran analisis program AnalisatorHRV untuk eksperimen tahap 4 ID Mood Skor RR 4a RR 4b SDNN 4a SDNN 4b LF 4a LF 4b HF 4a HF 4b A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 1 9 8 7 4 6 10 6 6 3 10 6 7 0.749 0.747 0.922 0.763 0.861 0.732 0.698 0.870 0.745 0.709 0.807 0.621 0.772 0.754 0.966 0.762 0.827 0.715 0.696 0.877 0.700 0.678 0.780 0.615 0.036 0.030 0.114 0.025 0.041 0.040 0.020 0.049 0.048 0.029 0.022 0.015 0.061 0.024 0.083 0.024 0.045 0.056 0.018 0.038 0.039 0.022 0.019 0.012 62 67 1334 165 86 280 55 277 206 120 34 21 58 44 759 127 110 331 61 160 61 72 30 8 87 54 3009 33 594 199 47 93 207 56 57 23 119 75 1732 30 499 213 33 51 81 49 26 15 ID HR 4a HR 4b VLF 4a VLF 4b LF/HF 4a LF/HF 4b A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 80.34 80.41 66.06 78.68 69.83 82.24 85.98 69.21 80.84 84.80 74.42 96.72 78.27 79.65 62.59 78.84 72.72 84.38 86.29 68.55 85.92 88.54 77.01 97.53 46 41 284 41 24 21 69 107 109 71 14 18 56 21 80 49 32 45 9 105 39 19 24 9 0.7126 1.2407 0.4433 5.0000 0.1448 1.4070 1.1702 2.9785 0.9952 2.1429 0.5965 0.9130 0.4874 0.5867 0.4382 4.2333 0.2204 1.5540 1.8485 3.1373 0.7531 1.4694 1.1538 0.5333

Tahap ini digolongkan sebagai tahap khusus sebab eksperimen tersebut belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga belum ada landasan teoritis yang menerangkan komponen apakah yang terpengaruh. Justru eksperimen tersebut bertujuan untuk mengeksplorasi hal ini.

Setelah diperoleh hasil analisis untuk tahap 4 maka dilanjutkan dengan perhitungan delta. Nilai delta tersebut dituangkan dalam tabel IV.12. berikut ini.

(29)

93

Tabel IV.12. Nilai delta (∆) keluaran program untuk eksperimen tahap 4

ID ∆RR ∆SDNN ∆LF ∆HF ∆HR ∆VLF ∆LF/HF A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06 0.023 0.007 0.044 - 0.001 - 0.034 - 0.017 - 0.002 0.007 - 0.045 - 0.031 - 0.027 - 0.006 0.025 - 0.006 - 0.031 - 0.001 0.004 0.016 - 0.002 - 0.011 - 0.009 - 0.007 - 0.003 - 0.003 - 4 - 23 - 575 - 38 24 51 6 - 117 - 145 - 48 - 4 - 13 32 21 - 1277 - 3 - 95 14 - 14 - 42 - 126 - 7 - 31 - 8 - 2.07 - 0.76 - 3.47 0.16 2.89 2.14 0.31 - 0.66 5.08 3.74 2.59 0.81 10 - 20 - 204 8 8 24 - 60 - 2 - 70 - 52 10 - 9 - 0.2252 - 0.6540 - 0.0051 - 0.7667 0.0756 0.1470 0.6783 0.1588 - 0.2421 - 0.6735 0.5573 - 0.3797

Secara teoritis, komponen parasimpatis (HF) diasumsikan meningkat pada tahap ini, namun secara aktual ternyata hanya 3 dari 12 subyek yang meningkat, dan demikian pula yang ditemukan pada komponen simpatis (LF). Selanjutnya, analisis secara statistik dilakukan untuk membuktikan hal tersebut. Persoalannya adalah terdapat satu subyek A03 yang bernilai ekstrim.

Seperti tahap sebelumnya, langkah pertama adalah uji normalitas terhadap komponen LF 4a dan 4b, HF 4a dan 4b, serta LF/HF 4a dan 4b. Hasil uji tertera pada lampiran C.4.a. laporan ini. Diperoleh bahwa tidak ada satupun secara berpasangan, misalnya LF 2a dan 2b, nilai sig. atau P-value yang lebih kecil dari

α = 0,05 sehingga hipotesis nol (H0) : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal, ditolak. Oleh karena itu untuk semua data tersebut dilakukan transformasi dengan fungsi logaritma basis 10 agar dapat dianalisis selanjutnya. Setelah ditransformasi maka diperoleh semua sig. lebih besar dari α = 0,05 sehingga H0 tidak dapat ditolak.

Setelah memperoleh data hasil transformasi yang terdistribusi normal, maka kemudian dilakukan uji hipotesis. Uji yang dipilih adalah t berpasangan satu sisi sebab individu dari kedua kelompok data adalah sama dan hendak membandingkan apakah data kedua lebih tinggi atau rendah dari data pertama. H1 untuk LF adalah rerata data komponen simpatik pada stimulus lantunan Quran lebih rendah daripada kondisi senyap sebelum stimulus atau H0(LF4): µ2 ≥ µ1 ;

(30)

94

sedangkan untuk HF adalah rerata data komponen parasimpatik pada stimulus lantunan Quran lebih rendah daripada kondisi senyap sebelum stimulus atau H0(HF4): µ2 ≥ µ1. Hasil uji t tertera pada lampiran C.4.b. laporan ini. Keluaran SPSS komponen LF memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,021, karena pada uji hipotesis adalah satu sisi, maka nilai p-value harus dibagi dua 0,021 / 2 = 0,011. Nilai tersebut lebih kecil dari α = 0,05, sehingga merupakan bukti kuat bahwa H0(LF4) ditolak. Korelasi Pearson antara kedua variabel tersebut sebesar r = 0,923 dan p-value lebih kecil dari α = 0,05, sehingga korelasi Pearson signifikan dan tergolong kuat. Selanjutnya, keluaran SPSS komponen HF memberikan nilai p-value untuk uji dua sisi (2-tailed) = 0,036 karena pada uji hipotesis adalah satu sisi, maka nilai p-value harus dibagi dua 0,036 / 2 = 0,018. Nilai tersebut lebih kecil dari α = 0,05, sehingga merupakan bukti kuat bahwa H0(LF4) ditolak. Korelasi Pearson antara kedua variabel tersebut sebesar r = 0,956 dan p-value lebih kecil dari α = 0,05, sehingga korelasi Pearson signifikan dan tergolong sangat kuat.

Setelah dilakukan retransformasi nilai rerata masing-masing dengan fungsi pangkat basis 10, maka diperoleh perbedaan rerata daya LF adalah sebesar -34 dan rerata daya HF sebesar -27,15. Oleh karena itu disimpulkan bahwa stimulus lantunan Quran menurunkan akitivitas simpatik dan parasimpatik. Dengan langkah yang sama pula, dengan Ho(LF4/HF4): µ2 ≤ µ1 didapatkan hasil analisis LF/HF berupa p-value = 0,298 yang berarti Ho(LF4/HF4) tidak dapat ditolak, r = 0,887 dan selisih rerata daya LF/HF sebesar -0,0681. Hasil tersebut menguatkan kenyataan bahwa terjadi penurunan simpatik namun disertai pula penurunan keseimbangan simpatovagal.

IV.4.2 Analisis Hasil Berdasarkan Subyek Eksperimen

Analisis yang dipaparkan sebelumnya berbeda dengan analisis berdasarkan subyek. Pada analisis ini, modulasi otonomik ditelusuri dalam setiap subyek. Hal tersebut secara efisien ditunjukkan dengan hasil keluaran respons otonomik. Oleh karena itu, pada setiap subyek berikut ini terdapat grafik respons otonomik pada keempat tahap ditambah dengan interpretasi singkat terhadap perubahan nilai

(31)

95

komponen LF dan HF. Interpretasi ditunjang oleh data sebaran karakteristik subyek yang telah diterangkan sebelumnya dalam bab ini. Secara lebih jelas, hal tersebut diterangkan dalam matriks berikut ini.

Faktor A01 A02 A03 A04 A05 A06 B01 B02 B03 B04 B05 B06

Lantunan Quran = 0 jam/hr Kekerapan musik ≥ 2 jam/hr IMT tidak normal Non muslim Kemampuan bermusik Kekurangan tidur Gangguan fisik Mood negatif subyektif Preferensi stimulus Rendah (1 – 3): Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3a Tahap 3b Tahap 4 Sedang (4 – 7): Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3a Tahap 3b Tahap 4 Tinggi (8 – 10): Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3a Tahap 3b Tahap 4 Poin total 6 5 7 8 5 7 10 6 9 6 7 8

(32)

96

Dari kiri ke kanan dalam semua gambar dalam subbab berikutnya adalah grafik tahap 1, 2, 3 dan 4 secara berurutan. Untuk pemilihan subyek yang dianalisis dilakukan penapisan berdasarkan sebaran karakteristik. Faktor yang dikaji adalah hal-hal yang dinilai cukup berbeda dari semua subyek serta setiap faktor diberi bobot satu poin. Subyek yang dipilih adalah 2 subyek yang memiliki poin terbesar dari semua faktor tersebut, yakni subyek B01 dan B03; 2 subyek dengan poin terkecil, yakni subyek A02 dan A03; serta ditambah dua subyek khusus A03, yakni seorang musisi dan A04, yakni non muslim.

IV.4.2.1 Subyek A02

Gambar IV.16. Grafik keluaran respons otonomik subyek A02

Subyek A02 adalah perempuan, berusia 29 tahun, IMT 23,62 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 0,14 jam sehari dan lantunan Quran 0,25 jam sehari. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 25 – 72 (jarak garis). Hal tersebut mungkin disebabkan kekerapan subyek dalam mendengarkan musik yang rendah, yakni hanya 0,14 jam sehari. Respons subyek baik terhadap musik bertipe lembut maupun keras adalah penurunan kedua komponen simpatik dan parasimpatik. Hal tersebut bermakna bahwa walau preferensi subyek sedang dan tinggi namun kedua tipe musik memberikan dampak yang sama pada subyek yakni dominan inhibisi parasimpatik, yang juga ditunjukkan dengan peningkatan komponen LF/HF dan rerata HR. Penurunan simpatik mungkin adalah kompensasi dari inhibisi parasimpatik. Respons subyek pada perubahan musik bertipe lembut menjadi keras secara drastis berupa dominan simpatik namun diawali oleh nilai parasimpatik yang rendah. Pada saat mendengarkan Quran justru terjadi aktivitas

(33)

97

parasimpatik lebih besar namun simpatik lebih kecil. Oleh karena itu, pada subyek ini dapat disimpulkan bahwa musik dari kondisi senyap dan lantunan Quran mungkin dapat digunakan sebagai terapi anti stress.

IV.4.2.2 Subyek A05

Gambar IV.17. Grafik keluaran respons otonomik subyek A05

Subyek A05 adalah laki-laki, berusia 23 tahun, IMT 21,80 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 2 jam sehari dan lantunan Quran 0,14 jam sehari. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 18 – 98 (jarak garis). Respons subyek terhadap musik bertipe lembut berupa penurunan komponen parasimpatik dan peningkatan simpatik. Hal tersebut berbeda pada musik bertipe keras yang ditunjukkan dengan peningkatan parasimpatik. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras serupa dengan pola stimulus pertama. Hal tersebut dapat dimaknai subyek pada dasarnya lebih menyenangi musik bertipe keras daripada lembut hanya jika berawal dari kondisi senyap. Preferensi subyek ini untuk semua stimulus bernilai sedang. Dampak stimulus Quran adalah komponen parasimpatik lebih rendah dan simpatik lebih tinggi. Oleh karena itu dapat disimpulkan pada subyek ini bahwa musik dan lantunan Quran tidak mampu sebagai terapi anti stress yang tepat, sebab semua aktivitas simpatik justru meningkat.

IV.4.2.3 Subyek B01

Subyek B01 adalah laki-laki, berusia 25 tahun, IMT 17,30 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 4 jam sehari dan lantunan

(34)

98

Quran 0,25 jam sehari. Subyek ini memiliki poin terbesar dan preferensi yang merata pada semua tahap sehingga dapat dijadikan sampel yang cukup baik. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 15 – 41 (jarak garis).

Gambar IV.18. Grafik keluaran respons otonomik subyek B01

Nilai daya yang cukup kecil mungkin disebabkan subyek diberikan stimulus instrumental. Respons subyek baik terhadap musik bertipe lembut maupun keras berupa penurunan komponen parasimpatik. Penurunan simpatik ditemukan pada stimulus musik bertipe keras. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras secara drastis terdapat pola yang serupa dengan tahap sebelumnya. Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa subyek selama ini terbiasa dengan mendengarkan musik bertipe keras dan bukan instrumental. Dampak stimulus Quran adalah komponen parasimpatik lebih rendah dan simpatik lebih tinggi dari kondisi senyap. Oleh karena itu dapat disimpulkan pada subyek ini bahwa jika dibutuhkan terapi anti stress maka mungkin musik bertipe keras yang tepat.

IV.4.2.4 Subyek B03

(35)

99

Subyek B03 adalah laki-laki, berusia 31 tahun, IMT 15,06 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 3 jam sehari dan lantunan Quran 0 jam sehari. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 28 – 235 (jarak garis). Rentang daya yang besar mungkin disebabkan subyek dalam kondisi mood cemas secara subyektif. Respons subyek terhadap musik bertipe lembut bertolak belakang dengan tipe keras. Peningkatan simpatik dan parasimpatik ditemukan pada stimulus musik bertipe lembut, dan demikian sebaliknya pada musik tipe keras. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras secara drastis terdapat penurunan simpatik saja. Hal tersebut dapat diasumsikan bahwa subyek dapat menerima musik tipe keras asalkan juga mendengarkan musik tipe lembut sebelumnya. Nilai daya yang cukup besar mungkin disebabkan kekerapan subyek dalam mendengarkan musik yang tinggi dan peminatan subyek terhadap musik instrumental. Hal yang sangat menarik adalah pada tahap terakhir, yakni walaupun preferensi subyek rendah namun secara obyektif komponen parasimpatik dan simpatik lebih rendah daripada kondisi senyap setelahnya. Oleh karena itu, pada subyek ini dapat disimpulkan bahwa musik bertipe keras dan lantunan Quran mungkin dapat digunakan sebagai terapi anti stress.

IV.4.2.5 Subyek A03

Gambar IV.20. Grafik keluaran respons otonomik subyek A03

Subyek A03 adalah laki-laki, berusia 25 tahun, IMT 22,04 kg/m2, beragama Islam, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 2 jam sehari dan lantunan Quran 0,14 jam sehari. Hal yang istimewa pada subyek ini adalah nilai daya yang sangat besar, sebab subyek adalah seorang musisi. Musisi memiliki

(36)

100

kepekaan lebih besar dari orang normal dalam merespons suatu musik atau nada. Preferensi subyek terhadap musik tidak ada yang bernilai rendah. Subyek merespons semua tahapan stimulus dengan rentang daya 709 – 1400 (jarak garis). Respons subyek terhadap musik bertipe lembut menurunkan kedua komponen simpatik dan parasimpatik. Hal tersebut juga berlaku pada musik bertipe keras dengan perbedaan nilai yang serupa. Akitivitas saraf simpatik pada subyek ini lebih rendah dari parasimpatik yang ditunjukkan dengan penurunan komponen LF/HF pada tahap 1 dan 2. Hal tersebut membuktikan bahwa seorang musisi terbiasa dalam kondisi rileks atau memiliki tingkat stress yang lebih rendah dari orang awam. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras sehingga simpatik menjadi dominan. Hal tersebut mungkin disebabkan subyek lebih sensitif terhadap perubahan situasi dari kondisi senyap dan preferensi subyek terhadap musik jazz cukup besar. Dampak stimulus Quran berupa komponen parasimpatik dan simpatik lebih rendah daripada kondisi senyap setelahnya. Oleh karena itu dapat disimpulkan pada subyek ini bahwa jika dibutuhkan terapi anti stress maka mungkin musik dari kondisi senyap yang tepat, namun ternyata lantunan Quran mampu memberikan kekuatan respons terbesar.

IV.4.2.6 Subyek A04

Gambar IV.21. Grafik keluaran respons otonomik subyek A04

Subyek A04 adalah laki-laki, berusia 30 tahun, IMT 20,55 kg/m2, beragama Katolik, serta memiliki kekerapan mendengar musik adalah 1 jam sehari dan lantunan Quran 0 jam sehari. Hal yang istimewa pada subyek ini pada tahap 4, sebab subyek adalah non muslim. Selain itu, nilai daya tidak sebesar A03 walaupun subyek ini juga memiliki kemampuan bermusik. Subyek merespons

(37)

101

semua tahapan stimulus dengan rentang daya 22 – 45 (jarak garis). Respons subyek terhadap musik bertipe lembut menurunkan kedua komponen simpatik dan parasimpatik seperti subyek A02 dan A03. Hal tersebut juga berlaku pada musik bertipe keras dengan perbedaan nilai yang serupa dengan penurunan simpatik lebih dominan. Akitivitas saraf simpatik pada subyek ini lebih rendah dari parasimpatik yang ditunjukkan dengan penurunan komponen LF/HF, namun hanya pada musik bertipe keras. Hal tersebut mungkin disebabkan subyek lebih senang terhadap musik lembut terutama dari dentingan piano. Pada perubahan musik bertipe lembut menuju keras berbeda dengan pola sebelumnya yakni peningkatan simpatik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa subyek merespons positif musik bila berawal dari kondisi senyap. Hal yang sangat menarik adalah pada tahap terakhir, yakni walaupun preferensi subyek rendah dan subyek beragama Katolik namun secara obyektif komponen parasimpatik dan simpatik lebih rendah bila mendengarkan lantunan Quran. Oleh karena itu dapat disimpulkan pada subyek ini bahwa jika dibutuhkan terapi anti stress maka musik dari kondisi senyap yang tepat, namun ternyata lantunan Quran mampu memberikan dampak ketenangan yang tidak disadari.

Keenam subyek tersebut memberikan respons otonomik yang berbeda-beda. Gambar yang termuat dalam lampiran D laporan ini merupakan rekapitulasi nilai-nilai tersebut yang ditempatkan pada satu skala yang sama dan runut. Dimulai dengan label ‘Awal’ kemudian ditarik garis per tahap eksperimen hingga diakhiri dengan label ‘Akhir’ pada setiap grafik. Garis berwarna hijau adalah jeda antar tahap, sedangkan garis merah adalah sama dengan garis yang dibentuk pada keluaran respons otonomik program. Grafik tersebut bukanlah keluaran dari program melainkan hasil pengolahan menggunakan Microsoft Excel. Selain itu, tabel IV.13. berikut yang berisi penulisan kembali kekerapan dan preferensi subyek untuk mencari hubungan hal tersebut dengan respons otonomik.

(38)

102

Tabel IV.13. Sebaran data kekerapan mendengar musik, kekerapan mendengar Al-Quran dan preferensi subyek untuk analisis metode individual

ID Kekerapan musik (jam / hari) Kekerapan Al-Quran (jam / hari) Preferensi Tahap 1 2 3a 3b 4 rerata preferensi A02 0,14 0,25 7 7 8 9 8 7,8 A05 2,00 0,14 7 5 6 6 6 6 B01 4,00 0,25 3 5 5 8 6 5,4 B03 3,00 0 8 8 7 5 3 6,2 A03 2,00 0,14 8 8 8 7 7 7,6 A04 1,00 0 5 4 6 6 4 5

Dari grafik yang dihasilkan (pada Lampiran E) ditarik sebuah garis regresi disertai persamaan regresi secara linier, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel IV.14. Hasil persamaan regresi linier dengan analisis metode individual

ID Persamaan Regresi Linier Nilai R2

A02 y = 0,293x + 59,35 0,079 A05 y = -0,084x + 196,6 0,024 B01 y = 0,621x + 23,67 0,148 B03 y = 1,644x - 47,56 0,799 A03 y = 0,362x + 243,5 0,338 A04 y = -0,130x + 74,13 0,000

Persamaan tersebut merupakan fungsi komponen daya LF (axis-y) terhadap HF (axis-x) dan R adalah derajat kecenderungan data mendekati nilai regresi, sehingga bila semakin besar nilai R maka respons otonomik yang dihasilkan oleh subyek semakin linier. Penempatan sumbu tersebut ditujukan agar dapat menilai prediksi perubahan simpatik terhadap parasimpatik sebab pada hasil-hasil sebelumnya diperoleh fakta bahwa perubahan parasimpatik sama yakni menurun. Nilai R dan koefisien arah regresi linier terbesar dimiliki oleh subyek B03 = 1,644, sedangkan terkecil dimiliki oleh subyek A04 = -0,130. Kedua subyek tersebut memiliki kesamaan karakteristik, yakni kekerapan mendengarkan lantunan Quran adalah nihil, namun subyek B03 lebih banyak mendengarkan musik daripada subyek A04. Konstanta terbesar dimiliki oleh subyek A05 dan A03 dengan kesamaan karakteristik berupa kekerapan mendengarkan musik dan lantunan Quran. Subyek B01 dan B03 memiliki koefisien arah regresi lebih besar daripada yang lainnya mungkin disebabkan oleh stimulus musik secara instrumental atau mood negatif (cemas, depresif) secara subyektif.

Gambar

Tabel IV.1. Sebaran karakteristik subyek penelitian No.  ID  Umur  (tahun)  Seks (L /  P)  Agama  TB  (m)  BB  (kg)  Kekerapan  mendengar  musik (jam /  hari)  Kekerapan  mendengar  Quran (jam / hari)  Kemampuan bermusik  A01  36  P  Islam  1,45  39  2,00
Tabel IV.3. Sebaran hasil isian kuisioner tahap 2
Gambar IV.3. Hasil ujicoba modul masukan program AnalisatorHRV
Gambar IV.4. Hasil ujicoba modul keluaran berupa periodogram Welch
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jawaban : konsep tindakan dental hygiene itu terdiri merupakan suatu lingkaran proses yang terdiri dari pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut dengan menggunakan pendekatan

Penelitian tentang posisi pemberitaan kasus Ervani Emy Handayani di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat dan Harian Jogja ini merupakan sebuah diskusi mengenai arah

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis pakan serta jumlah ikan nila yang optimal terhadap laju pertumbuhan tanaman akuaponik kangkung, sawi dan pakcoy..

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang karena rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis dengan judul KAJIAN

Penerbit Yudhistira cabang Sumbar”, dan Rosmadia (2009) dengan judul “Pengaruh Pelatihan, Pengembangan dan Prestasi Kerja Terhadap Pengembangan Karir Pegawai Pada

Tuhan semesta alam dan sembahan semua makhluk yang telah memberikan kekuatan dan bimbingan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir (skripsi) ini

Usaha sapi perah nasional telah memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan subsektor peternakan, antara lain sebagai lahan usaha peternak, sumber protein hewani (susu dan

Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dengan jumlah tercatat dari aset