• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Ginjal

2. Analisis hasil histopatologis 14 hari

Analisis ini dilakukan untuk melihat reversibilitas organ akibat pemejanan akut jus wortel. Apabila sifat toksik dari jus wortel bersifat terbalikkan, maka setelah jus wortel selesai diberikan akan menyebabkan berhentinya kerusakan sel-sel dan kerusakannya tidak bertambah parah, kemudian perlahan-lahan sel akan pulih kembali ke keadaan normal. Jika dihubungkan dengan hasil penelitian maka organ hasil histopatologis 14 hari akan mengalami pemulihan bila dibandingkan dengan hasil histopatologi 24 jam. Namun jika sifat toksik dari jus wortel bersifat tak terbalikkan maka setelah jus wortel selesai diberikan akan menyebabkan suatu kerusakan yang tidak pulih atau kerusakannya bisa menetap atau melainkan bertambah parah. Jika dihubungkan dengan hasil

C

C

C

C

A

B

58

penelitian maka organ hasil histopatologis 14 hari akan lebih parah bila dibandingkan dengan hasil histopatologi 24 jam.

Berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis 14 hari didapatkan hasil pada kontrol negatif yang menggunakan air putih merk “Aqua” 25 ml/kgBB menunjukkan terjadinya hemorrhagicpada jaringan dalam jumlah sedikit, tubulus dan glomerulus masih dalam keadaan normal. Pada hasil ini terlihat kontrol 14 hari dengan 24 jam menunjukkan hasil keparahan yang sama, jadi kontrol masih berada dalam batas normal dan air putih sebagai kontrol tidak menambah kerusakan pada organ. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat pemberian air putih 25 ml/kgBB dapat dilihat pada gambar 19.

Gambar 19. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat pemberian air putih 25 ml/kgBB yang mengalami hemorrhagic (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 100x).

Keterangan : A. Tubulus B. Hemorrhagic

A

B

Pada kelompok perlakuan dosis I (dosis 1,094 g/kgBB) ditemukan nekrosis tubulus dan glomerulus fokal menuju multifokal dan hemorrhagic. Kerusakan yang terjadi ini lebih parah bila dibandingkan dengan hasil histopatologis 24 jam pada dosis I dan tidak ditemukan adanya jaringan ikat fibroblast, berbeda dengan dosis II – IV yang menunjukkan terbentuknya jaringan ikat fibroblast. Hal ini berarti belum terjadi pemulihan organ pada dosis I sampai hari ke 14 setelah pemejanan. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat pemberian jus wortel dosis 1,094 g/kgBB dapat dilihat pada gambar 20 dan 21. Gambar 20 menampilkan adanya nekrosis tubulus fokal menuju multifokal sedangkan gambar 21 menampilkan adanya nekrosis glomerulus fokal menuju multifokal.

Gambar 20. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistarakibat pemberian jus wortel dosis 1,094 g/kgBB yang mengalami nekrosis tubulus fokal menuju multifokal (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 400x). Keterangan : A. Glomerulus B. Tubulus C. Nekrosis tubulus fokal menuju multifokal

D. Hemorrhagic

A

B

D C C C C

60

Gambar 21. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistarakibat pemberian jus wortel dosis 1,094 g/kgBB yang mengalami nekrosis glomerulus fokal menuju multifokal (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 100x). Keterangan : A. Glomerulus B. Tubulus C. Nekrosis glomerulus fokal menuju

multifokal

Pada kelompok perlakuan dosis II (dosis 2,188 g/kgBB) ditemukan nekrosis tubulus dan glomerulus multifokal, hemorrhagic dan ada jaringan ikat fibroblast. Hasil ini jika dibandingkan sesama dosis II pada 24 jam terlihat kerusakannya semakin meningkat sama halnya yang terjadi pada dosis I, namun karena pada organ tersebut mulai ditemukan adanya jaringan ikat fibroblast, maka organ ginjal mulai mengalami pemulihan. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistarakibat pemberian jus wortel dosis 2,188 g/kgBB dapat dilihat pada gambar 22 dan 23. Gambar 22 menampilkan adanya nekrosis tubulus multifokal sedangkan gambar 23 menampilkan adanya nekrosis glomerulus multifokal.

C

A

B

C

Gambar 22. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistarakibat pemberian jus wortel dosis 2,188 g/kgBB yang mengalami nekrosis tubulus multifokal (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 400x).

Keterangan : A. Glomerulus B. Tubulus C. Nekrosis tubulus multifokal

Gambar 23. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistarakibat pemberian jus wortel dosis 2,188 g/kgBB yang mengalami nekrosis glomerulus multifokal (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 100x).

Keterangan : A. Glomerulus B. Tubulus C. Nekrosis glomerulus multifokal

A

A

B

A

B

C C C C C C C C C C

62

Pada kelompok perlakuan dosis III (dosis 4,375 g/kgBB) ditemukan organnya mengalami nekrosis tubulus multifokal menuju diffuse dan nekrosis glomerulus multifokal, hemorrhagic, ada massa hialin, dan jaringan ikat fibroblast. Fotomikroskopi organ ini menunjukkan adanya peningkatan kerusakan tingkat seluler dibandingkan sesama dosis III pada 24 jam, namun karena pada organ tersebut mulai ditemukan adanya jaringan ikat fibroblast, maka organ ginjal mulai mengalami pemulihan. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat pemberian jus wortel dosis 4,375 g/kgBB dapat dilihat pada gambar 24 dan 25. Gambar 24 menampilkan adanya nekrosis tubulus multifokal menuju diffuse sedangkan gambar 25 menampilkan adanya nekrosis glomerulus multifokal.

Gambar 24. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistarakibat pemberian jus wortel dosis 4,375 g/kgBB yang mengalami nekrosis tubulus multifokal menuju diffuse

(pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 400x). Keterangan : A. Glomerulus B. Tubulus C. Nekrosis tubulus multifokal

menuju diffuse

A

B

C C C C C C C C C C C C

Gambar 25. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistarakibat pemberian jus wortel dosis 4,375 g/kgBB yang mengalami nekrosis glomerulus multifokal (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 100x).

Keterangan : A. Glomerulus B. Tubulus C. Nekrosis glomerulus multifokal

Pada kelompok perlakuan dosis IV (dosis 8,750 g/kgBB) ditemukan organnya mengalami nekrosis tubulus multifokal menuju diffuse dan nekrosis glomerulus multifokal, dan ada jaringan ikat fibroblast, lebih parah dari dosis III. Fotomikroskopi organ ini menunjukkan adanya peningkatan kerusakan tingkat seluler dibandingkan sesama dosis IV pada 24 jam, namun karena pada organ tersebut mulai ditemukan adanya jaringan ikat fibroblast, maka organ ginjal mulai mengalami pemulihan. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat pemberian jus wortel dosis 8,750 g/kgBB dapat dilihat pada gambar 26 dan 27. Gambar 26 menampilkan adanya nekrosis tubulus multifokal menuju diffuse sedangkan gambar 27 menampilkan adanya nekrosis glomerulus multifokal.

C

C

C

A

64

Gambar 26. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistarakibat pemberian jus wortel dosis 8,750 g/kgBB yang mengalami nekrosis tubulus multifokal menuju diffuse

(pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 400x). Keterangan : A. Glomerulus B. Tubulus C. Nekrosis tubulus multifokal

menuju diffuse

Gambar 27. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistarakibat pemberian jus wortel dosis 8,750 g/kgBB yang mengalami nekrosis glomerulus multifokal (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 100x).

Keterangan : A. Glomerulus B. Tubulus C. Nekrosis glomerulus multifokal

A

B

C

C

C

C

C

C

A

B

C C C C C C C C C C C C

Secara keseluruhan hasil uji reversibilitas menunjukkan efek toksik dari jus akut wortel pada organ ginjal mulai mengalami pemulihan (tabel 5), dimana pemulihannya ditandai dengan terbentuknya jaringan ikat fibroblast. Namun pemulihan organ ginjal belum begitu maksimal karena kerusakan organnya tetap lebih parah pada hari ke-14 dibandingkan hari ke-1 sehingga belum dapat dikategorikan apakah sifat efek toksiknya terbalikkan atau tidak terbalikkan.

Hasil histopatologi yang didapat dari hari ke-1 dan hari ke-14 menunjukkan bahwa wortel bersifat toksik terhadap organ ginjal yang bisa terlihat dari peningkatan dosis jus wortel menyebabkan meningkatnya tingkat keparahan. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan beta karoten dapat mengalami autooksidasi pada lingkungan yang banyak oksigen dan bentuk autooksidasi ini dapat menyebabkan ketoksikan (Null, 2000) dan dapat memicu metabolisme asam retinoat yang merupakan hasil konversi beta karoten (Siems, et al., 2002) yang dapat berfungsi sebagai kemopreventif (Patrick, 2000). Jika dihubungkan dengan penelitian ini maka akan terjawab bahwa kemungkinan kandungan beta karoten dalam wortel sudah mengalami autooksidasi karena pada saat pembuatan jus wortel dilakukan pada suhu ruangan 25oC, dimana jika semakin rendah suhu ruangan maka kandungan oksigen akan semakin tinggi. Jika kadar oksigen semakin tinggi maka akan memicu terjadinya autooksidasi dan bentuk autooksidasi ini yang berperan sebagai prooksidan pada organ ginjal. Oleh karena itu terjadi kerusakan pada organ ginjal.

Namun menurut Null (2000), ada keuntungan yang dapat diperoleh dari sifat beta karoten sebagai prooksidan, yaitu dapat membunuh sel tumor. Hal ini

66

sesuai dengan pernyataan Masotti et al. (1988), yang menyatakan bahwa ketika aktivitas prooksidan terjadi dalam sel yang telah mengalami transformasi (perubahan), senyawa tersebut akan berpotensi sebagai antioksidan. Namun jika dihubungkan lagi dengan penelitian ini, kondisi ruangan, suhu, pakan, minum tikus sudah dikendalikan sebaik mungkin sehingga kecil kemungkinan radikal bebas dapat merusak organ ginjal dan kondisi organnya relatif normal sehingga bentuk prooksidan dari beta karoten tidak menyerang bagian organ yang tidak normal lagi melainkan menyerang ke sel yang normal yang menurut Masottiet al. (1988), akan menghasilkan kerusakan oksidatif yang menekan integritas sel dan menginduksi transformasi neoplastik.

Dokumen terkait