• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pemberian akut jus wortel (Daucus carota L.) pada tikus jantan Wistar : kajian terhadap organ ginjal dan kadar kreatinin serum - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh pemberian akut jus wortel (Daucus carota L.) pada tikus jantan Wistar : kajian terhadap organ ginjal dan kadar kreatinin serum - USD Repository"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PADA TIKUS JANTAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

PEMBERIAN AKUT JUS WORTEL (Daucus carota

PADA TIKUS JANTAN WISTAR : KAJIAN TERHADAP OR DAN KADAR KREATININ SERUM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Daryono Thejo NIM : 068114073

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2009

Daucus carota L.)

(2)

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh : Daryono Thejo NIM : 068114073

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

Walaupun seseorang

tetapi malas dan tid

maka sesungguhnya,

lebih baik orang yan

tetapi berjuang dengan pe

Semoga Sang Triratna

Semoga semua makhluk hidup berbahagia

Papa dan Mam

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Walaupun seseorang hidup seratus tahun

tetapi malas dan tidak bersemangat,

maka sesungguhnya,

lebih baik orang yang hidup hanya sehari

berjuang dengan penuh semangat

(Dhammapada 112)

Semoga Sang Triratna selalu melindungi

ua makhluk hidup berbahagia

Karya ini kupersembahkan untuk :

Papa dan Mama atas dukungan moral dan materialnya

Kakak atas dukungan intelektualny

Keluarga besarku atas dukungan sem

Novianti atas doa dan sukacita yang diberikan

Sahabat dan teman-teman Almamaterku 20

yang telah memberikan semangat dan dukungan

Karya ini kupersembahkan untuk :

oral dan materialnya

Kakak atas dukungan intelektualnya

s dukungan semangatnya

n sukacita yang diberikan

Almamaterku 2006 FST

(6)

Nama

Nomor Mahasiswa

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

PENGARUH PEMBERIAN PADA TIKUS JANTAN DAN KADAR KREATININ

Dengan demikian, saya Dharma, hak untuk mengelolanya dalam ben mempublikasikannya tanpaperlu meminta izin

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Desember 2009

Yang menyatakan

( Daryono Thejo )

vi : Daryono Thejo Nomor Mahasiswa : 068114073

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PEMBERIAN AKUT JUS WORTEL (Daucus

PADA TIKUS JANTAN WISTAR: KAJIAN TERHADAP OR DAN KADAR KREATININ SERUM

demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk

mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan

meminta izin dari saya maupun memberikan royalti selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Desember 2009

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

aucus carota L.)

: KAJIAN TERHADAP ORGAN GINJAL

(7)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan kasih setianya,

penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Pemberian Akut Jus

Wortel (Daucus carota L.) Pada Tikus Jantan Wistar : Kajian Terhadap Organ

Ginjal dan Kadar Kreatinin Serum” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

program pendidikan S1 dan mendapatkan gelar S.Farm di Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan, motivasi, dan memberikan saran hingga terselesaikannya

skripsi ini, terutama kepada :

1. Ibu Rita Suhadi M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta,

2. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing skripsi yang

selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengetahuan, dan

motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini,

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Penguji yang telah

meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan arahan demi

sempurnanya skripsi ini,

4. Bapak Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang telah

meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan arahan demi

sempurnanya skripsi ini,

5. Ibu drh. Reny Kusumastuti, M.P., selaku Dosen yang membimbing dan

(8)

data skripsi ini,

7. Bapak Parjiman, Bapak

banyak membantu selama penelitian ini,

8. Pius dan Thomas ya

Terima kasih atas pertolongan yang kalian berikan.

9. Semua angkatan 2006 ter

per satu, yang telah membantu selama penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadar

Oleh karena itu, penulis

skripsi ini. Akhir kata

perkembangan ilmu dan berbagai pihak.

viii

Parjiman, Bapak Heru, dan Bapak Kayat selaku laboran

banyak membantu selama penelitian ini,

Thomas yang membantu dalam menekropsi (membunuh)

Terima kasih atas pertolongan yang kalian berikan.

Semua angkatan 2006 terlebih kelas FST dan pihak yang tidak disebutkan s

per satu, yang telah membantu selama penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat

itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi pen

Akhir kata besar harapan skripsi ini dapat bermanfaat

perkembangan ilmu dan berbagai pihak.

Yogyakarta, 26

selaku laboran yang telah

(membunuh) subyek uji.

tidak disebutkan satu

per satu, yang telah membantu selama penyelesaian skripsi ini.

terdapat kekurangan.

demi penyempurnaan

dapat bermanfaat bagi

November 2009

Penulis

(9)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan

tidak memuat karya atau

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang s

karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 November 2009 skripsi yang saya tulis ini

yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 November 2009

Penulis

(10)

x

tikus jantan Wistardan kadar kreatinin serumnya.

Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Obyek uji yang digunakan adalah jus wortel yang terbagi dalam empat peringkat dosis, yaitu 1,094; 2,188; 4,375 dan 8,750 g/kgBB yang diberikan secara peroral ke subyek uji. Subyek uji yang digunakan adalah tikus jantan galur Wistar sebanyak 30 ekor dengan umur 60-90 hari, dan berat 100-200 gram. Subyek uji dibagi dalam 5 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdapat 6 ekor tikus, yaitu : kelompok I sebagai kelompok kontrol negatif diberi diberi air putih merk “Aqua” 25 ml/kgBB, kelompok II-V sebagai kelompok perlakuan diberi jus wortel dalam 4 peringkat dosis.

Data hasil pengamatan kemudian diolah dengan analisis statistik Kruskal-Wallisuntuk rasio berat organ ginjal, kadar kreatinin serum praperlakuan, dan kadar kreatinin serum pascaperlakuan (1 hari dan 14 hari), Two-Way Anova untuk analisis profil kenaikan berat badan, Paired t-test untuk analisis kadar kreatinin serum pascaperlakuan banding praperlakuan, dan Unpaired t-test untuk analisis kadar kreatinin serum pascaperlakuan 1 hari banding 14 hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus akut wortel memiliki efek toksik pada ginjal yang kemungkinan disebabkan ketoksikan dari bentuk autooksidasi beta karoten dalam wortel, ditunjukkan dengan adanya hemorrhagic, nekrosis tubulus dan glomerulus pada ginjal, namun tidak sampai mematikan subyek uji (LD50 semu). Sifat efek toksik pada organ ginjal mulai mengalami pemulihan. Kadar kreatinin serum antara perlakuan jus wortel dengan kontrol negatif berbeda tidak bermakna. Kadar kreatinin serum pada penelitian ini tidak berkorelasi dengan kondisi ginjal.

(11)

xi

ABSTRACT

The aims of this study is to determine safety use of carrot juice (Daucus carota L.) thats determine the acute toxicity of carrot juice orally expressed by LD50 values, the effect to the kidney organ Wistar male rats and serum creatinine levels.

Research method used is a pure experimental with one-way randomized completely design. Test object used is carrot juice which is divided in 4 doses ranking, namely 1.094; 2.188; 4.375 and 8.750 g/kgBB the peroral given to test subjects. Test subjects used were male rats of Wistar strain 30 rats with age 60 – 90 days, and weighting 100 – 200 grams. Test subjects were divided into 5 treatment groups, each group consist of 6 rats, namely: group I as a negative control group were given water brand "Aqua" 25 ml/kgBB, group II-V in the treatment group were given carrot juice in 4 rating doses.

Observation data was processed with statistical analysis Kruskal-Wallis for kidney organ weight ratios, serum creatinine levels pretreatment, and serum creatinine levels posttreatment (1 day and 14 days), Two-Way Anova for profile changes in weight analysis, Paired t-test for analysis of serum creatinine levels posttreatment versus pretreatment, and Unpaired t-test for analysis of serum creatinine levels posttreatment 1 day versus 14 days.

The results showed that the carrot juice has acute toxic effects on the kidney is probably due toxicity of autooxydation form of beta carotene in carrots, indicated by a hemorrhagic, necrotic tubules and glomerulus of the kidney, but not to kill the test subject (pseudo LD50). Toxic effects to kidney organ are starting to recover. Serum creatinine levels between carrot juice treatment and a negative control treatment showed no significant difference between them. Serum creatinine levels in this study did not correlate with kidney conditions.

(12)

xii

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT... xi

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN... xxiv

BAB I PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Permasalahan ... 3

2. Keaslian penelitian... 4

(13)

xiii

B. Tujuan Penelitian ... 9

1. Tujuan umum ... 9

2. Tujuan khusus ... 9

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 10

A. Tanaman Wortel... 10

1. Sistematika tanaman ... 10

2. Nama sinonim ... 10

3. Nama daerah ... 10

4. Morfologi ... 10

5. Kultivar wortel ... 11

6. Kandungan kimia ... 12

7. Khasiat ... 12

B. Beta Karoten ... 12

C. Toksikologi ... 16

1. Definisi toksikologi... 16

2. Asas umum toksikologi... 16

a. Kondisi efek toksik ... 16

b. Mekanisme aksi efek toksik... 17

c. Wujud efek toksik ... 17

d. Sifat efek toksik ... 18

3. Jenis uji toksikologi ... 18

a. Uji ketoksikan tak khas ... 19

(14)

xiv

a. Pemilihan spesies hewan... 20

b. Cara pemberian ... 20

c. Dosis dan jumlah hewan ... 20

d. Faktor lingkungan ... 21

e. Pengamatan dan pemeriksaan ... 22

3. Penggolongan LD50... 22

E. Ginjal... 23

1. Definisi dan fungsi ... 23

2. Anatomi dan fisiologi ginjal ... 23

3. Fotomikroskopi ginjal ... 25

a. Korteks ... 25

b. Medula ... 26

c. Pelvis... 26

4. Nefrotoksikan... 26

a. Glomerulus (glomerulonefropati) ... 27

b. Nefropati tubulus proksimal ... 27

c. Nefropati tubulus distal... 28

F. Kreatinin ... 28

1. Definisi... 28

(15)

xv

3. Fungsi kreatinin serum... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional... 30

1. Variabel penelitian ... 30

a. Variabel bebas... 30

b. Variabel tergantung... 30

2. Variabel pengacau terkendali... 30

3. Variabel pengacau tak terkendali... 31

4. Definisi operasional ... 31

C. Alat atau Instrumen Penelitian... 31

D. Bahan atau Materi Penelitian ... 32

1. Subyek uji ... 32

2. Sediaan uji... 32

3. Kontrol negatif ... 32

4. Formalin 10%... 32

5. Pakan dan minum subyek uji ... 32

6. Garam NaCl fisiologis ... 32

E. Tata Cara Peneltitian... 33

1. Determinasi tanaman wortel (Daucus carota L.) ... 33

2. Pengelompokan subyek uji ... 33

3. Penanganan subyek uji... 33

(16)

xvi

8. Pengukuran kadar kreatinin serum... 38

a. Pengukuran kadar kreatinin serum praperlakuan... 38

b. Pengukuran kadar kreatinin serum pascaperlakuan ... 38

9. Histopatologi organ ginjal... 39

a. Pengambilan dan pengamatan histopatologi... 39

b. Pembuatan preparat histopatologi... 39

c. Pemeriksaan histopatologi organ ginjal ... 40

F. Analisis Hasil ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Determinasi Tanaman Wortel ... 42

B. Pengamatan Gejala-Gejala Klinis ... 43

C. Potensi Ketoksikan Akut Jus Wortel (LD50)... 45

D. Pengamatan Makroskopis dan Mikroskopis Ginjal ... 45

1. Analisis hasil histopatologis 24 jam ... 50

2. Analisis hasil histopatologis 14 hari ... 57

E. Analisis Berat Rasio Organ Ginjal... 67

F. Analisis Kadar Kreatinin Serum ... 68

1. Kreatinin serum praperlakuan... 68

2. Kreatinin serum pascaperlakuan ... 69

(17)

xvii

H. Analisis Berat Pakan dan Minum ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

LAMPIRAN... 82

(18)

xviii

Tabel 2. Gejala klinis dalam uji ketoksikan akut ... 37

Tabel 3. Gejala-gejala klinis tikus jantan Wistar akibat pemberian

akut jus wortel... 44

Tabel 4. Hasil pemeriksaan makroskopis organ ginjal tikus jantan

Wistar akibat pemberian akut jus wortel... 46

Tabel 5. Hasil pemeriksaan histopatologi organ ginjal tikus jantan

Wistarakibat pemberian akut jus wortel... 47

Tabel 6. Berat rasio organ ginjal ... 67

Tabel 7. Kadar kreatinin serum praperlakuan ... 69

Tabel 8. Kadar kreatinin serum pascaperlakuan banding

praperlakuan... 70

Tabel 9. Kadar kreatinin serum kelompok pascaperlakuan H-1 dan

H-14 ... 70

Tabel 10. Kadar kreatinin serum pascaperlakuan H-1 banding

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur beta karoten... 13

Gambar 2. Penangkapan radikal peroksil (ROO.) oleh beta karoten ... 13

Gambar 3. Struktur beta apo-8’-karotenal, salah satu produk degradasi oksidatif dari beta karoten... 15

Gambar 4. Struktur ginjal ... 24

Gambar 5. Struktur nefron ... 24

Gambar 6. Bagian-bagian ginjal ... 25

Gambar 7. Bagian korteks ... 25

Gambar 8. Bagian Medula ... 26

Gambar 9 Mekanisme pembentukan kreatinin ... 29

Gambar 10. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat pemberian air putih 25 ml/kgBB yang mengalami hemorrhagic (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 24 jam dengan perbesaran 400x) ... 51

Gambar 11. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat pemberian air putih 25 ml/kgBB yang mengalami hemorrhagic (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan 24 jam dengan perbesaran 100x) ... 51

(20)

xx

hematoksilin-eosin pembedahan 24 jam dengan perbesaran

400x) ... 53

Gambar 14. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 2,188 g/kgBB yang mengalami

nekrosis glomerulus fokal menuju multifokal (pengecatan

hematoksilin-eosin pembedahan 24 jam dengan perbesaran

100x) ... 54

Gambar 15. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 4,375 g/kgBB yang mengalami

nekrosis tubulus multifokal (pengecatan hematoksilin-eosin

pembedahan 24 jam dengan perbesaran 400x) ... 55

Gambar 16. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 4,375 g/kgBB yang mengalami

nekrosis glomerulus multifokal (pengecatan

hematoksilin-eosin pembedahan 24 jam dengan perbesaran 100x)... 55

Gambar 17. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 8,750 g/kgBB yang mengalami

nekrosis tubulus multifokal menuju diffuse (pengecatan

hematoksilin-eosin pembedahan 24 jam dengan perbesaran

(21)

xxi

Gambar 18. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 8,750 g/kgBB yang mengalami

nekrosis glomerulus multifokal (pengecatan

hematoksilin-eosin pembedahan 24 jam dengan perbesaran 100x)... 57

Gambar 19. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian air putih 25 ml/kgBB yang mengalami

hemorrhagic (pengecatan hematoksilin-eosin pembedahan

14 hari dengan perbesaran 100x) ... 58

Gambar 20. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 1,094 g/kgBB yang mengalami

nekrosis tubulus fokal menuju multifokal (pengecatan

hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran

400x) ... 59

Gambar 21. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 1,094 g/kgBB yang mengalami

nekrosis glomerulus fokal menuju multifokal (pengecatan

hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran

100x) ... 60

Gambar 22. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 2,188 g/kgBB yang mengalami

nekrosis tubulus multifokal (pengecatan hematoksilin-eosin

(22)

xxii

eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 100x)... 61

Gambar 24. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 4,375 g/kgBB yang mengalami

nekrosis tubulus multifokal menuju diffuse (pengecatan

hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran

400x) ... 62

Gambar 25. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 4,375 g/kgBB yang mengalami

nekrosis glomerulus multifokal (pengecatan

hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran 100x)... 63

Gambar 26. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 8,750 g/kgBB yang mengalami

nekrosis tubulus multifokal menuju diffuse (pengecatan

hematoksilin-eosin pembedahan 14 hari dengan perbesaran

400x) ... 64

Gambar 27. Fotomikroskopi organ ginjal tikus jantan Wistar akibat

pemberian jus wortel dosis 8,750 g/kgBB yang mengalami

nekrosis glomerulus multifokal (pengecatan

(23)

xxiii

Gambar 28. Grafik kenaikan berat badan tikus jantan Wistar akibat

pemejanan akut jus wortel... 73

Gambar 29. Grafik rata-rata jumlah pakan tikus jantan Wistar per

harinya... 74

Gambar 30. Grafik rata-rata jumlah minum tikus jantan Wistar per

(24)

xxiv

Lampiran 2. Gambar jus wortel konsentrasi 35% dan 4,376% ... 82

Lampiran 3. Foto blender ... 82

Lampiran 4. Foto ruang pemeliharaan... 83

Lampiran 5. Foto timbangan ... 83

Lampiran 6. Foto pengambilan sampel darah ... 83

Lampiran 7. Foto proses pembedahan... 84

Lampiran 8. Penentuan dosis dari konsentrasi ... 84

Lampiran 9. Konversi dari dosis terendah ke konsentrasi terendah ... 84

Lampiran 10. Perhitungan pemberian volume pada tikus ... 84

Lampiran 11. Konversi dosis tertinggi ke manusia 70 kg ... 85

Lampiran 12. Pengamatan gejala klinis kontrol negatif “Aqua”

(25 ml/kgBB) ... 86

Lampiran 13. Pengamatan gejala klinis dosis I Jus Wortel

(1,094 g/kgBB) ... 87

Lampiran 14. Pengamatan gejala klinis dosis II Jus Wortel

(2,188 g/kgBB) ... 88

Lampiran 15. Pengamatan gejala klinis dosis III Jus Wortel

(4,375 g/kgBB) ... 89

Lampiran 16. Pengamatan gejala klinis dosis IV Jus Wortel

(25)

xxv

Lampiran 17. Berkas pemeriksaan histopatologis organ ginjal

tikus jantan Wistar... 91

(26)

1

Sejak ribuan tahun yang lalu, obat dan pengobatan tradisional sudah ada

di Indonesia, jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan obat-obatan

modernnya dikenal masyarakat. Pengobatan tradisional dengan memanfaatkan

tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan yang dimanfaatkan dan diakui

masyarakat dunia, yang menandai kesadaran untuk kembali ke alam (back to

nature) adalah untuk mencapai kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi

berbagai penyakit secara alami (Wijayakusuma, 2000).

Pengobatan tradisional pada umumnya lebih aman daripada obat-obatan

modern. Walaupun begitu, obat tradisional harus hati-hati dalam penggunaannya.

Beberapa tanaman yang digunakan dalam pengobatan tradisional dalam jumlah

sedikit merupakan obat, tetapi akan berubah menjadi racun bila dipakai dalam

jumlah berlebihan (Werner, 1989).

Salah satu contoh tanaman obat tradisional adalah wortel. Tanaman ini

sering dikonsumsi masyarakat dengan diolah menjadi sayur ataupun dibuat jus.

Menurut penelitian yang telah dilakukan, wortel dapat digunakan sebagai obat

anti inflamasi (Hapsari, 2003; Widarsih, 2003; Rasmandani, 2004; Kristama,

2007), analgesik (Putra, 2003; Widhianata, 2007), dan hepatoprotektif (Nuraeni,

2003; Widari, 2004). Menurut Dalimartha (2007) dan Hutapea (1993) wortel juga

(27)

2

tekanan darah tinggi dan untuk kesehatan mata, dimana zat yang dicurigai

berkhasiat adalah beta karoten.

Menurut Wijayakusuma (2000), penggunaan tanaman obat tradisional

dalam pengobatan tradisional di Indonesia dianggap kuno, tidak ilmiah, tidak

rasional karena tidak dilakukan uji farmakologi, toksisitas, uji klinik, dan berbagai

uji lainnya, sehingga khasiat dan keamanannya masih diragukan. Oleh karena itu

perlu diuji toksisitas akut jus wortel.

Toksisitas akut merupakan uji yang dilakukan dengan memberikan zat

kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali dalam jangka waktu 24 jam (Lu,

1995). Penelitian ketoksikan akut mencakup semua organ, namun dalam

penelitian ini hanya dipilih satu organ saja, yaitu ginjal. Hal ini dikarenakan arah

dari penelitian ini lebih mengenai pengaruh pemberian akut jus wortel (Daucus

carota L.) terhadap organ ginjal, karena pengaruh pemberian akut jus wortel bisa

berefek positif atau justru berefek negatif (toksik). Selain itu ginjal merupakan

organ sasaran utama dari efek toksik (Lu, 1995) sehingga mengundang

ketertarikan peneliti untuk meneliti apakah jus wortel dapat bersifat toksik

terhadap organ ginjal yang akan diperiksa kondisi ginjalnya secara makroskopik

dan mikroskopik (histopatologi).

Selain melihat perubahan struktural (histopatologi) yang terjadi pada

organ ginjal, penelitian ini juga dilakukan pengukuran terhadap kadar kreatinin

serum untuk melihat pengaruh pemberian akut jus wortel terhadap perubahan

biokimiawi dalam tubuh dan bagaimana hubungannya terhadap organ ginjal.

(28)

menghasilkan energi yang akan mengalir lewat darah menuju ke ginjal untuk

diekskresikan. Apabila terjadi gangguan fungsi pada ginjal, akan mengurangi

ekskresi kreatinin dan akan berakibat terjadi peningkatan kadar kreatinin serum

sehingga kreatinin serum dapat menggambarkan kondisi ginjal (Fischbach and

Dunning, 2004). Karena hal itulah maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh

pemberian akut jus wortel (Daucus carota L.) pada tikus jantan Wistar : kajian

terhadap organ ginjal dan kadar kreatinin serum.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, permasalahan yang

muncul adalah :

a. Berapa besar potensi ketoksikan akut jus wortel yang dinyatakan dengan

kisaran Median Lethal Dosage (LD50) ?

b. Bagaimana gejala, wujud, sifat dan mekanisme efek toksik dari jus wortel ?

c. Bagaimana pengaruh pemberian akut jus wortel terhadap organ ginjal pada

tikus Wistar ?

d. Bagaimana pengaruh pemberian akut jus wortel terhadap kadar kreatinin

serum pada tikus Wistar?

e. Apakah terdapat suatu korelasi antara kondisi organ ginjal dengan kadar

(29)

4

2. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian mengenai khasiat dan keamanan tanaman wortel

adalah sebagai berikut :

a. Daya Anti Inflamasi Infus Umbi Wortel (Daucus carota L.) Pada Mencit

Jantan (Hapsari, 2003).

Infusa umbi wortel (Daucus carota L.) mempunyai daya anti inflamasi yang

ditunjukkan dengan kemampuan infusa umbi wortel dalam mengurangi

pembengkakan akibat pemberian injeksi karagenin 1% secara subplanar. Daya

anti inflamasi air perasan umbi wortel dosis dosis 4,75; 9,5; 19; dan 38

g/kgBB berturut-turut adalah sebesar 38,62%; 67,43%; 54,47%; 26,25%.

b. Daya Anti Inflamasi Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) Pada Mencit

Putih Jantan (Widarsih, 2003).

Air perasan umbi wortel (Daucus carota L.) mempunyai daya anti inflamasi

yang ditandai dengan penurunan bobot udema akibat pemberian injeksi

karagenin 1% secara subplanar. Daya anti inflamasi air perasan umbi wortel

dosis 1,25; 2,5; 5; 10; dan 20 ml/kgBB berturut-turut adalah sebesar 19,01%;

46,41%; 103,71%; 75,39%; dan 53,58%.

c. Efek Hepatoprotektif Air Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) Terhadap

Mencit Jantan Terinduksi CCl4(Nuraeni, 2003).

Air perasan umbi wortel (Daucus carota L.) mempunyai efek hepatoprotektif

terhadap mencit jantan terinduksi CCl4. Efek hepatoprotektif ditandai dengan

menurunnya aktivitas GPT-serum dan menurunnya derajat kerusakan sel hati

(30)

dosis 0,14; 0,392; 1,162; 3,50; 10,50 dan 31,50 ml/kgBB berturut-turut adalah

sebesar 10,53%; 12,83%; 18,87%; 28,26%; 35,70% dan 77,12%.

d. Efek Analgesik Air Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) Pada Mencit

Putih Betina (Putra, 2003).

Air perasan umbi wortel (Daucus carota L.) mempunyai kemampuan

analgesik pada mencit putih betina. Efek analgesik air perasan umbi wortel

dosis 1,25; 2,5; 5; 10; dan 20 ml/kgBB secara berturut-turut adalah sebesar

29,72%; 43,68%; 67,36%; 60,74%, dan 31,18%.

e. Daya Anti Inflamasi Sari Umbi Wortel (Daucus carotaL.) Pada Mencit Putih

Jantan (Kajian Terhadap Lama Masa Pemberian) (Rasmandani, 2004).

Lama masa pemberian mempengaruhi daya anti inflamasi sari umbi wortel

(Daucus carota L.) pada mencit jantan yang ditunjukkan bahwa pemberian

sari umbi wortel secara berlebihan dapat menurunkan daya anti inflamasi sari

umbi wortel. Pemberian sari umbi wortel dosis 5 ml/kgBB hari ke-1 sampai

hari ke-4 menunjukkan penurunan berat rata-rata udema kaki mencit, namun

pada hari ke-5 dan ke-6 mengalami peningkatan berat rata-rata udema kaki

mencit dibanding hari sebelumnya.

f. Efek Hepatoprotektif Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) Pada Mencit

Jantan Terinduksi Parasetamol : Kajian Berdasarkan Perbedaan Tempat

Tumbuh (Widari, 2004).

Perasan umbi wortel (Daucus carota L.) dosis 1,47 ml/kgBB pada tempat

(31)

6

hepatoprotektif yang berbeda terhadap mencit jantan terinduksi parasetamol

dosis 250 mg/kgBB.

g. Pengaruh Perlakuan Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) Secara

Subkronis Terhadap Gambaran Histopatologis Ginjal Tikus Putih (Adita,

2006).

Perasan umbi wortel (Daucus carotaL.) memiliki potensi efek toksik terhadap

organ ginjal tikus putih bila digunakan dalam waktu jangka pendek, yaitu

selama 14 hari berturut-turut. Wujud efek toksiknya berupa hemorrhagic,

erosi epitel tubulus, dan peradangan. Sifat efek toksiknya terbalikkan pada

tikus jantan dan bersifat tak terbalikkan pada tikus betina.

h. Pengaruh Perlakuan Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) Secara

Subkronis Terhadap Gambaran Histopatologis Hepar Tikus Putih Jantan dan

Betina (Mayana, 2006).

Perasan umbi wortel (Daucus carotaL.) memiliki potensi efek toksik terhadap

organ hati tikus putih bila digunakan dalam waktu jangka pendek, yaitu

selama 14 hari berturut-turut. Wujud efek toksiknya berupa hyperemia

multifokal, hemorrhagic, dan degenerasi melemak. Sifat efek toksiknya tak

terbalikkan pada tikus jantan dan betina.

i. Pengaruh Perlakuan Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) Secara

Subkronis Terhadap Gambaran Histopatologis Ovarium Tikus Putih (Sunu,

2006).

Perasan umbi wortel (Daucus carotaL.) dosis 8,53 ml/kgBB memiliki potensi

(32)

jangka pendek, yaitu selama 14 hari berturut-turut. Wujud efek toksik berupa

kerusakan ovarium dan penghambatan oogenesis. Sifat efek toksiknya adalah

tak terbalikkan.

j. Pengaruh Perlakuan Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.) Secara

Subkronis Terhadap Gambaran Histopatologis Organ Lambung dan Usus

Halus Tikus Putih (Lingganingsih, 2006).

Perasan umbi wortel (Daucus carota L.) dosis 3,41 ml/kgBB mempunyai

spektrum efek toksik terhadap organ lambung tikus putih jantan, sedangkan

dosis 8,53; 21,33; dan 53,32 ml/kgBB mempunyai spektrum efek toksik

berupa erosi epitel lapisan mukosa dan peradangan pada organ lambung tikus

putih jantan dan betina. Perasan umbi wortel tidak mempengaruhi terjadinya

spektrum efek toksik pada organ usus halus. Sifat efek toksiknya pada organ

lambung bersifat terbalikkan.

k. Efek Analgesik Jus Umbi Wortel (Daucus carota L.) Pada Mencit Putih

Betina (Widhianata, 2007).

Jus umbi wortel (Daucus carota L.) terbukti mempunyai khasiat analgesik

dengan metode rangsang kimia pada mencit putih betina. Efek analgesik jus

umbi wortel dosis 0,5; 1; 2; 4; dan 8 g/kgBB secara berturut-turut adalah

sebesar 17,71%; 27,04%; 36,77%; 56,02%; dan 41,25%.

l. Efek Anti Inflamasi Ampas Wortel (Daucus carota L.) Pada Kelinci Putih

(33)

8

Pemberian ampas wortel (Daucus carota L.) selama 3 dan 4 hari pada kelinci

putih betina memiliki efek anti inflamasi yang ditandai dengan penurunan

mean skor eritema.

m. Toksisitas Akut Sari Wortel (Daucus carota L.) Kajian terhadap Organ

Lambung, Ginjal, dan Hati pada Mencit Putih Betina Galur Balb/c (Karlina,

2009)

LD50 semu > 16,7 ml/kgBB. Terjadi radang pada lambung dan ginjal yang

bersifat terbalikan, serta nekrosis pada organ hati (24 jam setelah perlakuan).

Terjadi peningkatan aktivitas ALT yang bermakna tetapi tidak untuk kadar

kreatinin serum.

n. Pengaruh Pemberian Akut Jus Wortel (Daucus carota L.) Pada Tikus Jantan

Wistar : Kajian Terhadap Organ Hati dan Aktivitas Serum Glutamic Pyruvic

Transaminase(SGPT) (Novianti, 2009).

Pemberian Akut Jus Wortel pada konsentrasi jus wortel sebanyak 35%

memberikan hasil berupa LD50 semu > 8,750 g/kgBB, menyebabkan

perubahan struktural pada sel hati seperti nekrosis, degenerasi hidrofik, dan

pembentukan jaringan fibroblast, yang mulai mengalami pemulihan organ

hati. Jus wortel tidak menyebabkan perubahan aktivitas SGPT. Aktivitas

SGPT dalam penelitian ini tidak berkorelasi dengan kerusakan sel hati.

Berdasarkan pustaka yang ditemukan, telah banyak dilakukan pengujian

terhadap tanaman wortel. Namun, penulis tidak menemukan adanya penelitian

tentang Pengaruh Pemberian Akut Jus Wortel (Daucus carota L.) Pada Tikus

(34)

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Data-data ilmiah yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat

berguna untuk pengembangan penggunaan jus wortel dalam pengobatan.

b. Manfaat metodologis

Diharapkan metode penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

penelitian berikutnya yang berhubungan dengan jus wortel.

c. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi keamanan

penggunaan jus wortel kepada masyarakat.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Mengetahui apakah terdapat pengaruh pemberian akut jus wortel pada

tikus jantan Wistarterhadap organ ginjal dan kadar kreatinin serum.

2. Tujuan khusus

Penelitian ini digunakan untuk menetapkan seberapa besar potensi

ketoksikan akut jus wortel pada tikus jantan Wistar yang dinyatakan dengan

kisaran LD50, untuk mengetahui gejala, wujud, sifat dan mekanisme efek toksik

jus wortel, untuk mengetahui pengaruh pemberian akut jus wortel terhadap organ

ginjal dan kadar kreatinin serum pada tikus jantan Wistar, dan untuk mengetahui

apakah terdapat suatu korelasi antara kondisi organ ginjal dengan kadar kreatinin

(35)

10 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Tanaman Wortel 1. Sistematika tanaman

Sistematika tanaman wortel adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Umbelliflorae

Suku : Apiaceae

Marga : Daucus

Jenis : Daucus carota L. (Hutapea, 1993)

2. Nama sinonim

Tanaman wortel memiliki nama sinonim : Daucus sativus (Dalimartha,

2007).

3. Nama daerah

Tanaman wortel memiliki nama daerah yaitu : Boktel dalam bahasa

Sunda, Wortel dalam bahasa Jawa, dan Ortel dalam bahasa Madura (Hutapea,

1993).

4. Morfologi

Tanaman wortel termasuk suku Apiaceae. Bentuk tanaman ini berupa

(36)

tanaman ini sekitar 1 sampai 1,5 meter dihitung dari ujung daun hingga ujung

umbinya.

Bagian-bagian yang terdapat pada tanaman wortel terdiri dari :

a. Batang : Tegak, bulat, berbulu, hijau.

b. Daun : Majemuk, menyirip, bersilang, lonjong, tepi bertoreh,

ujung runcing, pangkal berlekuk, panjang 15-20 cm,

lebar 10-13 cm, pertulangan menyirip, hijau.

c. Bunga : Majemuk, bentuk cawan, di ujung batang, tangkai

silindris, hijau, kelopak lonjong, lima helai, hijau,

benang sari silindris, panjang ± 3 mm, putih, kepala sari

bulat, kuning, tangkai putik silindris, kepala ptik bulat,

kuning, makota bentuk bintang, halus, putih.

d. Umbi : Buni, lonjong, diameter ± 3 mm, coklat.

e. Biji : Lonjong, putih.

f. Akar : Tunggang, membentuk umbi, oranye (Hutapea, 1993).

5. Kultivar wortel

Berdasarkan bentuk umbinya, wortel dibagi menjadi tiga kultivar, yaitu :

a. Tipe imperator, yaitu golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang

dengan ujung runcing, hingga mirip bentuk kerucut.

b. Tipe chantenay, yaitu golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang

dengan ujung tumpul dan tidak berakar serabut.

c. Tipe nantes, yaitu golongan wortel yang memiliki bentuk umbi tipe peralihan

(37)

12

6. Kandungan kimia

Dalam 100 g wortel segar mengandung 37.000 kalori; 1,1 g protein, 0,9 g

serat; 36 mg kalsium; 1,2 mg Fe; 4,2 mg karoten; 0,06 mg tiamin; 0,05 mg

riboflavin; 0,7 mg niasin; dan 8 mg vitamin C (Ashari, 2006). Kandungan lainnya

adalah pada umbinya mengandung saponin dan polifenol (Hutapea, 1993).

7. Khasiat

Tanaman wortel memiliki berbagai macam khasiat :

a. Memperkuat fungsi hati.

b. Sebagai antiseptik.

c. Sebagai laksatif (Dalimartha, 2007).

d. Sebagai penurun tekanan darah tinggi.

e. Untuk menjaga kesehatan mata (Hutapea, 1993).

Selain itu manfaat lain dari wortel adalah bersifat sebagai diuretik

(memperlancar kencing) sehingga dapat mendorong keluar sisa metabolisme sel

tubuh yang tidak berguna melalui ginjal (Dalimartha, 2007).

B. Beta Karoten

Beta karoten merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid yang

banyak ditemukan dalam tanaman. Karotenoid merupakan senyawa isoprenoid

C40 dan tetraterpenoid yang terdapat dalam plastida jaringan tanaman, baik yang

melakukan fotosintesis maupun tidak. Dalam kloroplas, karotenoid berperan

(38)

Gambar 1. Struktur beta karoten (Watson, 2002)

Beta karoten biasanya digunakan sebagai suplemen nutrisi maupun

prekursor vitamin A (Buring and Hennekens, 1993). Namun, perannya lebih

penting adalah dalam detoksifikasi berbagai bentuk oksigen. Beta karoten bersifat

larut dalam lemak dan berfungsi sebagai peredam singlet oksigen dan radikal

bebas (Krinsky, 1989).

C26H34 C26H34

OOR

C26H34

OOR OOR ROO

C26H34 O

Produk-Produk Polar

Beta Karoten Radikal Peroksil Beta Karoten

ROO

-RO

Gambar 2. Penangkapan radikal peroksil (ROO.) oleh beta karoten

(Kennedy and Liebler, 1992)

Hasil penelitian epidemiologis terkait beta karoten menyatakan bahwa

subjek yang banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran dengan kandungan

(39)

14

dan penyakit kardiovaskuler (Peto, Buckley, and Sporn, 1981). Penelitian lain

juga menyatakan bahwa asupan tinggi beta karoten dari sayuran dan buah-buahan

menekan resiko beberapa penyakit ganas termasuk kanker prostat (Williams,

Boileau, Clinton, and Erdman, 2000).

Namun di sisi lain, beta karoten dapat berperan sebagai prooksidan, yang

dimodulasi oleh Fe dalam jaringan. Ditemukan bahwa pemberian beta karoten

pada tikus yang telah diberi canthaxanthin (suplemen yang mengandung Fe) dapat

menyebabkan penyerapan Fe meningkat sehingga akan menyebabkan

pembentukan kompleks karotenoid dengan Fe yang dapat larut dalam lumen usus,

kemudian mencegah efek penghambatan polifenol pada absorpsi Fe (Garcia,

1998).

Menurut Masotti, Casali, and Galeotti (1988), beta karoten dapat bersifat

sebagai antitumor atau agen tumor-promoting. Ketika aktivitas prooksidan terjadi

dalam sel yang telah mengalami transformasi (perubahan), senyawa tersebut akan

berpotensi sebagai antioksidan. Namun ketika aktivitas prooksidan beta karoten

terjadi dalam sel normal, akan dihasilkan kerusakan oksidatif yang menekan

integritas sel dan menginduksi transformasi neoplastik.

Beta karoten memiliki potensi sebagai antioksidan dan prooksidan. Salah

satu bentuk prooksidan dari beta karoten adalah beta apo-8’-karotenal yang

merupakan salah satu produk oksidasi dari beta karoten karena pada kadar

oksigen yang tinggi beta karoten dapat mengalami autooksidasi. Bentuk ini

apabila tidak segera dinetralkan oleh tokoferol (vitamin E) dan asam askorbat

(40)

Di dalam tubuh, beta karoten akan dioksidasi oleh 15,15’-dioxygenase

menjadi dua molekul retinal yang kemudian dioksidasi menjadi asam retinoat

(Redmond, T.M., Gentlemen, S., Duncan, T., Yu, S., Wiggert, B., Gantt, E., et al.,

2000). Asam retinoat berfungsi sebagai agen kemopreventif, menghambat

karsinogenesis khususnya di jaringan paru (Patrick, 2000). Akan tetapi, beta

karoten juga dapat mengalami degradasi oksidatif menjadi beta apo-8’, 10’, 12’,

dan 14’-karotenal yang dapat memicu metabolisme asam retinoat. Dengan

demikian akan menyebabkan penurunan kadar asam retinoat dalam jaringan dan

dapat menyebabkan terjadinya proliferasi sel dan pembentukan kanker (Siems,

Sommerburg, Schild, Augustin, Langhans, and Wiswedel, 2002). Meski

demikian, ada keuntungan yang dapat diperoleh dari sifat beta karoten sebagai

prooksidan, yaitu dapat membunuh sel tumor. Karotenoid berperan sebagai agen

oksidatif yang selektif terhadap sel tumor (Null, 2000).

H O

(41)

16

C. Toksikologi 1. Definisi toksikologi

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari aksi berbahaya zat kimia atas

sistem biologi. Takrif ini menunjukkan bahwa obyek yang dipelajari dalam

toksikologi adalah antaraksi zat kimia atau senyawa asing dengan sistem biologi

atau makhluk hidup, dimana pusat perhatiannya terletak pada pengaruh berbahaya

bahan racun itu atas kehidupan makhluk hidup (Donatus, 2001).

2. Asas umum toksikologi

a. Kondisi efek toksik

Kondisi efek toksik adalah berbagai keadaan atau faktor yang dapat

mempengaruhi keefektifan absorpsi, distribusi, dan eliminasi zat beracun di dalam

tubuh, sehingga menentukan keberadaan zat kimia utuh atau metabolitnya dalam

sel sasaran serta toksisitasnya atau keefektifan antaraksinya dengan sel sasaran

(Loomis, 1978).

Kondisi efek toksik dari suatu senyawa tergantung pada dua hal yaitu :

kondisi pemejanan dan kondisi makhluk hidup. Kondisi pemejanan antara lain

meliputi jenis pemejanan (akut, subkronis, atau kronis), jalur pemejanan

(intravaskuler atau ekstravaskuler), lama dan kekerapan pemejanan, saat

pemejanan, dan takaran atau dosis pemejanan. Sedangkan kondisi makhluk hidup

meliputi keadaan normal (misalnya berat badan, umur, suhu tubuh, kecepatan

pengosongan lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, kehamilan, genetika,

jenis kelamin, ritme sirkadian, ritme diurnal), dan keadaan tidak normal (misalnya

(42)

b. Mekanisme aksi efek toksik

Berdasarkan sifat dan tempat kejadiannya, mekanisme aksi efek toksik

zat kimia dibagi menjadi dua yaitu mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka

ekstrasel. Mekanisme luka intrasel adalah luka sel yang diawali oleh aksi racun

pada tempat aksi di dalam sel sasaran, oleh karena itu mekanisme ini sering

disebut mekanisme langsung atau primer. Sedangkan mekanisme luka ekstrasel

adalah zat racun pada awalnya bereaksi di lingkungan luar sel dengan akibat

terjadinya luka di dalam sel, oleh karena itu mekanisme ini sering disebut

mekanisme tidak langsung atau sekunder (Donatus, 2001).

c. Wujud efek toksik

Wujud efek toksik dapat berupa perubahan biokimia, fungsional dan

struktural. Namun tidak berarti bahwa efek toksik zat beracun sepenuhnya dapat

terpisah dengan tegas ke dalam 3 wujud dasar efek toksik, melainkan sering

merupakan campuran, karena ketiganya merupakan suatu proses yang saling

berkaitan (Donatus, 2001).

1) Perubahan biokimia

Jenis wujud efek toksik ini berkaitan dengan respon dan perubahan atau

kekacauan biokimia terhadap luka sel, akibat antaraksi zat racun dan sel sasaran

yang sifatnya terbalikkan.

2) Perubahan fungsional (fisiologi)

Jenis wujud efek toksik ini merupakan jenis efek toksik yang berkaitan

dengan antaraksi zat beracun dengan sel sasaran atau tempat aktif enzim yang

(43)

18

3) perubahan struktural (histopatologi)

Jenis wujud efek toksik ini berkaitan dengan perubahan morfologi sel

yang akhirnya terwujud sebagai kekacauan struktural. Sehubungan dengan

masalah ini, terdapat respon histopatologi dasar sebagai tanggapan terhadap luka

sel, yakni degenerasi, proliferasi, dan inflamasi atau perbaikan (Donatus, 2001).

d. Sifat efek toksik

Sifat efek toksik dapat berupa antaraksi terbalikkan (reversible) dan

antaraksi yang tidak terbalikkan (irreversible) (Donatus, 2001).

1) Antaraksi yang terbalikkan (reversible)

Antaraksi ini merupakan efek toksik yang ditimbulkan oleh racun akan

segera hilang bila pemejanan dengan racun terhadap makhluk hidup dihentikan

dan kondisi dari sel sasaran atau reseptornya akan kembali ke keadaan normal.

2) Antaraksi yang tidak terbalikkan (irreversible)

Antaraksi ini merupakan efek toksik yang ditimbulkan oleh racun tidak

akan segera hilang bila pemejanan dengan racun terhadap makhluk hidup

dihentikan karena terjadi penumpukan efek toksik dan kerusakannya yang terjadi

pada reseptor bersifat menetap sehingga reseptor tidak akan bisa kembali ke

keadaan normal (Donatus, 2001).

3. Jenis uji toksikologi

Pada umumnya uji toksikologi terbagi menjadi dua golongan yaitu uji

(44)

a. Uji ketoksikan tak khas

Uji yang dirancang untuk mengevaluasi keseluruhan atau spektrum efek

toksik sesuatu senyawa pada aneka ragam jenis subyek uji. Termasuk dalam

golongan uji ketoksikan tak khas adalah :

1) Uji ketoksikan akut

Uji ini dirancang untuk menentukan efek toksik suatu senyawa yang

terjadi dalam waktu yang singkat setelah pemejanan atau pemberiannya dengan

takaran tertentu dan biasanya pengamatan dilakukan 24 jam.

2) Uji ketoksikan subkronis

Uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada

subyek uji tertentu selama kurang dari tiga bulan.

3) Uji ketoksikan kronis

Uji ketoksikan kronis serupa dengan uji ketoksikan subkronis.

Perbedaannya terletak pada lamanya pemberian atau pemejanan takaran dosis

senyawa uji dan masa pengamatan serta pemeriksaannya.

b. Uji ketoksikan khas

Uji yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek yang khas

sesuatu senyawa pada aneka ragam jenis subyek uji, termasuk golongan uji

ketoksikan khas ini adalah uji potensiasi, kekarsinogetikan, kemutagenikan,

(45)

20

D. Toksisitas Akut 1. Definisi

Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang

diuji sebanyak satu kali dalam jangka waktu 24 jam (Lu, 1995).

2. Rancangan percobaan

a. Pemilihan spesies hewan

Secara umum, dalam penentuan nilai LD50 digunakan subyek uji berupa

tikus dan mencit. Hewan ini dipilih karena murah, mudah didapat, dan mudah

ditangani. Selain itu terdapat banyak data toksikologi tentang jenis hewan ini,

suatu fakta yang mempermudah perbandingan toksisitas zat kimia (Lu, 1995).

Penentuan LD50 sebaiknya dilakukan pada kedua jenis kelamin, juga pada

hewan dewasa dan yang masih muda, karena kerentanannya mungkin berbeda

(Lu, 1995).

b. Cara pemberian

Secara umum toksikan harus diberikan melalui jalur yang biasa

digunakan pada manusia. Jalur oral paling sering digunakan pada manusia. Bila

akan diberikan per oral, zat tersebut harus diberikan dengan sonde (Lu, 1995).

c. Dosis dan jumlah hewan

Untuk menentukan LD50secara tepat, perlu dipilih suatu dosis yang akan

membunuh sekitar separuh jumlah hewan-hewan itu, dosis lain yang akan

membunuh lebih dari separuh (kalau bisa kurang dari 90%), dan dosis ketiga yang

akan membunuh kurang dari separuh (kalau bisa lebih dari 10%) dari

(46)

sekurang-kurangnya tiga diantaranya akan berada dalam rentang dosis yang

dikehendaki (Lu, 1995).

Secara umum, LD50 akan lebih tepat bila digunakan lebih banyak hewan

untuk tiap dosis dan bila rasio antara dosis yang berurutan lebih kecil. Banyak

peneliti menggunakan 40-50 subyek uji per LD50 dan memilih rasio 1,2-1,5 (Lu,

1995). Namun, Weil (1952) menyarankan penggunaan empat hewan untuk tiap

dosis dan rasio sebesar 2,0 antara dosis yang berurutan. Belakangan ini diajukan

prosedur uji sederhana yang lain (Bruce, 1985) yang menggunakan hanya enam

sampai sembilan hewan untuk setiap uji.

d. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan dapat mempengaruhi respon hewan terhadap zat kimia

yang diberikan antara lain :

1) Pengandangan hewan dapat mempengaruhi LD50 suatu bahan kimia, namun

nilai LD50 untuk kebanyakan bahan kimia hanya sedikit dipengaruhi oleh faktor

ini (Lu, 1995). Subyek uji seharusnya dikandangkan dalam kelompok berdasarkan

jenis kelamin atau dikandangkan sendiri-sendiri, tergantung dari spesies dan

ukuran tubuh hewan tersebut (Hayes, 2001).

2) Jenis kandang (berlubang-lubang atau padat) dan jenis bahan alas kandang

juga dapat mempengaruhi reaksi hewan terhadap toksikan (Lu, 1995).

3) Suhu lingkungan juga dapat mempengaruhi efek toksik begitu juga dengan

kelembaban relatif, dimana bila kelembaban relatif ruangan tinggi maka dapat

(47)

22

ruangan yang optimal untuk subyek uji adalah 22 ± 3oC dan kelembaban

relatifnya 30-70% (Hayes, 2001).

4) Pola makan minum dan kualitasnya harus terstandarisasi. Tujuannya adalah

agar subyek uji mendapatkan makanan dan minuman yang bernutrisi lengkap dan

bebas dari kontaminan sehingga keadaan fisiologi dan metabolisme subyek uji

selama penelitian tetap dalam kondisi normal (Hayes, 2001).

e. Pengamatan dan pemeriksaan

Setelah toksikan diberikan, jumlah hewan yang mati (jika ada) dan waktu

kematiaannya harus diamati untuk memperkirakan LD50. Yang lebih penting lagi,

tanda-tanda toksisitasnya harus dicatat. Jangka waktu pengamatan harus cukup

panjang dan biasanya 7-14 hari tetapi dapat jauh lebih lama (Lu, 1995).

Autopsi harus dilakukan pada semua hewan yang mati dan pada beberapa

hewan yang hidup, terutama hewan yang tampak sakit pada akhir percobaan.

Autopsi dapat memberikan informasi yang berharga tentang organ sasaran,

terutama bila kematian tidak terjadi segera setelah pemberian zat kimia.

Diperlukan juga pemeriksaan histopatologik organ tubuh dan jaringan tertentu

(Lu, 1995).

3. Penggolongan LD50

Penggolongan potensi ketoksikan akut pada hewan dapat dilihat pada

(48)

Tabel 1. Potensi ketoksikan akut zat kimia pada hewan (Lu, 1995)

Kriteria LD50(mg/kg)

1. Luar biasa toksik 5 atau kurang

2. Sangat toksik 5 – 50

3. Cukup toksik 50 – 500

4. Sedikit toksik 500 – 5000

5. Praktis tidak toksik 5000 – 15000

6. Relatif kurang berbahaya Lebih dari 15000

E. Ginjal 1. Definisi dan fungsi

Ginjal adalah organ yang berfungsi untuk menyingkirkan buangan

metabolisme normal dan mengekskresi xenobiotik dan metabolitnya. Ginjal

merupakan organ sasaran utama dari efek toksik (Lu, 1995). Ginjal rentan

terhadap banyak zat kimia. Kerentanan ini disebabkan posisinya dalam sirkulasi

cairan badan yaitu fungsi ekskresinya berhubungan erat sekali dengan darah dan

zat yang terkandung di dalamnya (Koeman, 1987).

2. Anatomi dan fisiologi ginjal

Struktur yang menonjol dalam ginjal adalah nefron, kira-kira berjumlah

1,3 x 106. Tiap nefron terdiri atas glomerulus dan serangkaian tubulus.

Glomerulus dialiri darah oleh sistem kapiler bertekanan tinggi yang menghasilkan

ultrafiltrat dari plasma. Filtrat yang terkumpul dalam kapsul Bowman mengalir

melalui tubulus berkelok proksimal, ansa Henle, dan tubulus distal, dan kemudian

mengalir lewat kumpulan tubulus ke dalam piala ginjal dan dibuang sebagai urin

(49)

24

Gambar 4. Struktur ginjal (Klaassen, 2001)

(50)

3. Fotomikroskopi ginjal

Secara fotomikroskopi organ ginjal, ginjal terbagi menjadi tiga bagian,

yaitu : korteks, medula, dan pelvis (gambar 6)(King, 2007).

Gambar 6. Bagian-bagian ginjal (King, 2007)

a. Korteks

Korteks adalah bagian terluar dari organ ginjal. Korteks terdapat bagian

yang dinamakan renal corpuscle dan terhubung dengan tubulus yang memiliki

fungsi untuk memproduksi filtrat dari plasma darah oleh glomerulus dan

menerima filtrat plasma dari glomerulus untuk memproses lebih lanjut menjadi

urin oleh tubulus. Renal corpuscle terbagi menjadi glomerulus, kapsul bowman,

dan ruang bowman. Sedangkan tubulus terbagi menjadi tubulus proksimal dan

tubulus distal (gambar 7) (King, 2007).

Gambar 7. Bagian korteks (King, 2007)

(51)

26

b. Medula

Medula merupakan bagian tengah dari ginjal setelah korteks. Fungsi dari

bagian ini adalah untuk menciptakan kondisi garam hipertonik sehingga bisa

mengabsorpsi air yang masih dibutuhkan tubuh. Bagian ini terbagi menjadi

lengkung henle dan collecting duct(gambar 8)(King, 2007).

Gambar 8. Bagian Medula (King, 2007) Keterangan : ts = lengkung henle bersegmen tipis

dt = lengkung henle bersegmen tebal cd = collecting duct

c. Pelvis

Pelvis adalah bagian dalam dari ginjal setelah medula. Fungsi dari bagian

ini adalah menerima urin hasil pemrosesan pada bagian korteks dan medula untuk

diteruskan lebih lanjut ke ureter (King, 2007).

4. Nefrotoksikan

Ginjal merupakan gudang penyimpanan racun yang poten, karena

memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengikat zat kimia. Keadaan ini mungkin

(52)

eliminasi, berturut-turut metabolisme dan ekskresi racun dari dalam tubuh

(Donatus, 2001).

Kelompok utama nefrotoksikan adalah logam berat, antibiotik, analgesik,

dan hidrokarbon berhalogen tertentu. Semua bagian nefron secara potensial dapat

dirusak oleh efek toksikan. Beratnya beberapa efek beragam dari satu perubahan

biokimia atau lebih sampai kematian sel, dan efek ini dapat muncul sebagai

perubahan kecil pada fungsi ginjal atau gagal ginjal total (Lu, 1995).

Efek toksik zat beracun terhadap ginjal dapat diklasifikasikan

berdasarkan lokasinya sebagai berikut :

a. Glomerulus (Glomerulonefropati)

Glomerulus merupakan organ target yang jarang dipengaruhi oleh bahan

beracun. Organ ini dapat dipengaruhi oleh bahan beracun baik secara langsung

maupun tidak langsung. Salah satu perubahan glomerulus adalah perubahan

permeabilitasnya terhadap protein-protein plasma (Glaister, 1986).

b. Nefropati tubulus proksimal

Karena terjadi absorpsi dan sekresi aktif tubulus proksimal, kadar

toksikan pada tubulus proksimal sering lebih tinggi. Selain itu, kadar sitokrom

P-450 pada tubulus proksimal lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau

mengaktifkan toksikan. Dengan demikian, tempat ini sering merupakan sasaran

efek toksik (Lu, 1995).

Nefrotoksisitas yang terjadi di tubulus proksimal dapat berupa

(53)

28

tergantung dari tempat dan luasnya luka. Kelainan tubulus proksimal ini dapat

berupa hidrofik, inklusi, dan nekrosis (Glaister, 1986).

c. Nefropati tubulus distal

Efek toksik yang sering ditemui pada tubulus distal adalah kristaluria,

dan nekrosis papilla ginjal. Hal tersebut berhubungan dengan fungsi tubulus distal

dalam mengatur keseimbangan air, elektrolit, dan asam basa (Glaister, 1986).

F. Kreatinin 1. Definisi

Kreatinin adalah produk samping pemecahan fosfokreatin otot dalam

menghasilkan energi (Fischbach and Dunning, 2004).

2. Mekanisme pembentukan kreatinin

Kreatin adalah derivat atau turunan asam amino yang diperoleh dari

makanan (khususnya daging merah) dan juga dibentuk di liver dari asam amino

arginin, glisin, dan metionin. Kreatin kemudian ditangkap oleh otot tubuh

membentuk fosfokreatin, yang merupakan senyawa fosfat berenergi tinggi.

Fosfokreatin yang dipecah akan menyediakan cadangan energi (ATP). Ketika otot

digunakan secara berlebihan maka produksi fosfokreatin juga akan berlebih,

karena menyiapkan cadangan energi untuk siap digunakan oleh otot agar mampu

bekerja lebih keras lagi. Namun oleh karena jumlah fosfokreatin yang berlebih ini,

akan dihasilkan produk samping yaitu kreatinin (hasil siklisasi fosfokreatin) yang

(54)

Gambar 9. Mekanisme pembentukan kreatinin (Pasquale, 2000)

Kreatinin diproduksi dalam kecepatan yang konstan tergantung dari

massa otot seseorang dan kemudian dibuang dari tubuh melalui ginjal. Jumlah

produksi kreatinin ini konstan apabila jumlah massa otot juga dalam keadaan yang

konstan (Fischbach and Dunning, 2004).

3. Fungsi kreatinin serum

Kreatinin merupakan hasil samping pemecahan fosfokreatin yang tidak

bermanfaat lagi bagi tubuh dan akan mengalir lewat darah menuju ke ginjal untuk

diekskresikan. Apabila terjadi gangguan fungsi pada ginjal, akan mengurangi

ekskresi kreatinin dan akan berakibat terjadi peningkatan kadar kreatinin dalam

darah (kreatinin serum). Oleh karena itulah kadar kreatinin serum dapat

menggambarkan kondisi ginjal (Fischbach and Dunning, 2004).

Kadar kreatinin serum akan meningkat di atas ambang normal jika

penurunan fungsi ginjal mencapai 50%; oleh karenanya kreatinin serum bukan

merupakan indikator sensitif untuk kerusakan gejala ringan sampai sedang

(Rubenstein, Wayne, and Bradley, 2003). Uji kreatinin menunjukkan kelainan

(55)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian Pengaruh Pemberian Akut Jus Wortel (Daucus carota L.)pada

Tikus Jantan Wistar : Kajian Terhadap Organ Ginjal dan Kadar Kreatinin Serum

termasuk dalam penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap

pola searah.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas :

Dosis jus wortel, yaitu sejumlah (gram) jus wortel tiap satuan kgBB

subyek uji yang bersangkutan.

b. Variabel tergantung :

Toksisitas akut oral jus wortel, ditunjukkan dengan jumlah kematian

subyek uji, gejala efek toksik, sifat efek toksik, wujud efek toksik (dilihat dari

gambaran histopatologi subyek uji), mekanisme efek toksik, dan kadar kreatinin

serum pada subyek uji yang menggambarkan sehat tidaknya fungsi ginjal subyek

uji yang terpejan jus wortel.

2. Variabel pengacau terkendali

Suhu dan kelembaban ruangan, jenis dan jumlah pakan dan minum,

(56)

3. Variabel pengacau tak terkendali

Kondisi patologis subyek uji.

4. Definisi operasional

Jus wortel adalah sejumlah gram wortel yang diblender sampai sehalus

mungkin dan diambil sari beserta ampas di dalamnya untuk diberikan kepada

subyek uji.

Konsentrasi jus wortel yang diberikan ke subyek uji adalah konsentrasi

tertinggi dari jus wortel yang konsistensinya masih berbentuk jus pada umumnya

dan bisa diberikan ke subyek uji melewati lubang injeksi spluit oral.

C. Alat atau Instrumen Penelitian

1. Kandang subyek uji berukuran 35 cm x 26 cm x 12 cm.

2. Neraca analitik atau Analytical balance (Scout Pro, tipe SPS2001F, made in

USA).

3. Blender (Philips, Type HR 2815/A, Holland).

4. Alat-alat gelas (Pyrex) seperti bekkerglass, gelas ukur, dan labu takar.

5. Spuit oral, volume 5 ml (Terumo Syringe, MD 21921).

6. Pipa kapiler (Micro Haematocrit Tubes).

7. Microtube1,5 ml

8. Seperangkat alat bedah (Gold Cross, Stainless Steel).

9. Pemeriksaan preparat histopatologi subyek uji menggunakan mikroskop

(57)

32

D. Bahan atau Materi Penelitian 1. Subyek uji

Subyek uji yang digunakan berupa tikus jantan Wistar dengan kisaran

umur 60 sampai 90 hari dan dengan berat badan 100 - 200 gram yang diperoleh

dari Usaha Dagang Tikus WistarBantul, Yogyakarta.

2. Sediaan uji

Sediaan uji yang digunakan adalah jus wortel. Wortel dalam penelitian

ini memiliki bentuk umbi bulat panjang dengan ujung tumpul yang merupakan

tipe chantenay yang diperoleh dari Desa Soko Muntilan dengan waktu panen pada

bulan September 2009.

3. Kontrol negatif

Kontrol negatif berupa air putih merk “Aqua” dengan sumber mata air

dari Klaten.

4. Formalin 10%

Formalin dibeli dari Aldrich Lab dengan konsentrasi 37 % dan perlu

diencerkan menjadi formalin 10%.

5. Pakan dan minum subyek uji

Pakan dan minuman yang diberikan kepada subyek uji adalah pakan

merk “AD-5” dan air putih merk “Aqua”.

6. Garam NaCl fisiologis

Garam NaCl fisiologis diperoleh dari Laboratorium Biofarmasetika

(58)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman wortel (Daucus carota L.)

Tanaman wortel dideterminasi dengan menyesuaikan ciri-ciri yang ada

dengan buku acuan “Atlas Tumbuhan Obat Indonesia” karangan Dalimartha

(2007) dan “Inventaris Tanaman Obat Indonesia” karangan Hutapea (1993).

2. Pengelompokan subyek uji

Subyek uji sebanyak 30 ekor tikus jantan Wistar dikelompokkan secara

acak ke dalam 5 kandang, masing – masing kandang terdiri dari 6 ekor tikus. Tiap

kandang mewakili 1 kelompok perlakuan.

3. Penanganan subyek uji

Setelah dikelompokkan, subyek uji diadaptasikan selama kurang lebih 2

minggu dengan kondisi pemeliharaan pada ruangan yang bersuhu 25oC dengan

jenis dan jumlah pakan dan minum yang dikontrol. Setiap kandang diberi alas

berupa sekam padi yang diganti dan dibersihkan kandangnya setiap hari. Selama

masa 2 minggu ini, keadaan subyek uji diamati meliputi berat badan, pengamatan

tingkah laku, jumlah intake per hari makan dan minum setiap kandang, bentuk

dan warna kotoran dan dibandingkan antar subyek uji. Pakan diberikan pada

wadah makanan yang terbuat dari kaca. Wadah ini diisi sejumlah makanan dan

keesokan harinya, sisa makanan ditimbang. Demikian halnya pada jumlah air

minum. Air minum diberikan melalui botol dengan takaran tertentu kemudian

(59)

34

4. Orientasi penetapan konsentrasi jus wortel (Daucus carota L.)

Umbi wortel dicuci dengan air hingga bersih. Umbi wortel kemudian

dipotong dengan ukuran 3 cm x 0,2 cm x 1 cm. Kemudian wortel ditimbang 60 g,

70 g, 80 g, 90 g dan 100 g dan diblender selama 5 x 1 menit dengan ditambahkan

air sampai volume 200 ml. Jumlah gram ini digunakan untuk melihat konsistensi

jus yang masih dapat melewati jarum injeksi per oral. Berdasarkan hasil orientasi

yang dilakukan diperoleh konsentrasi jus maksimal adalah 35%.

5. Orientasi penetapan dosis jus wortel (Daucus carota L.)

Dosis terendah yang digunakan merupakan dosis yang secara teknis

masih dapat diberikan pada subyek uji sebatas volume minimal yang masih dapat

terskala oleh injeksi per oral dan jika dikonversikan menjadi jus, dosis terendah

tersebut masih berwujud seperti jus (tidak terlalu encer). Dosis tertinggi yang

digunakan merupakan dosis yang secara teknis dapat diberikan pada subyek uji

sebatas volume maksimal injeksi per oral. Berdasarkan hasil orientasi yang

dilakukan diperoleh dosis terendah 1,094 g/kgBB dan dosis tertinggi 8,750

g/kgBB. Dosis terendah dan tertinggi kemudian dihitung untuk menentukan

peringkat dosis II dan III dengan faktor perkalian tetap dua (2x). Peringkat dosis

terendah sampai tertinggi dari pemejanan jus wortel ini adalah sebagai berikut :

Dosis I (terendah) = 1,094 g/kgBB

Dosis II = 2,188 g/kgBB

Dosis III = 4,375 g/kgBB

(60)

6. Pemejanan jus wortel

Satu hari sebelum pemejanan, subyek uji dipuasakan namun tetap diberi

minum. Kelompok I digunakan sebagai kontrol, hanya diberi air merk “aqua”,

yaitu 25 ml/kgBB. Kelompok II-V dipejankan dengan jus wortel. Kelompok II

diberi dosis 1,094 g/kgBB. Kelompok III diberi dosis 2,188 g/kgBB. Kelompok

IV diberi dosis 4,375 g/kgBB. Kelompok V diberi dosis 8,750 g/kgBB.

7. Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan mengamati gejala-gejala klinis, perubahan

berat badan, jumlah asupan makan dan minum perhari, jumlah subyek uji yang

mati, kadar kreatinin serum praperlakuan dan pascaperlakuan, penimbangan berat

ginjal, dan pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis (histopatologi) organ

ginjal. Keterangan lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini :

a. Pengamatan gejala klinis (tabel 2) dilakukan secara intensif pada 3 jam

pertama setelah pemejanan jus wortel. Hari berikutnya, pengamatan bisa

dilakukan sekali sehari sampai hari ke-14.

b. Perubahan berat badan dilakukan dengan cara penimbangan berat badan pada

hari ke-0 (pertama) sampai hari ke-14 (terakhir).

c. Perubahan jumlah makan dan minum perhari pada hari ke-0 (pertama) sampai

hari ke-14 (terakhir).

d. Jumlah subyek uji yang mati (bila ada) pada masing-masing kelompok uji 24

jam setelah pemejanan.

e. Penimbangan berat organ ginjal setelah subyek uji dinekropsi pada hari ke-1

(61)

36

f. Pengambilan darah subyek uji dilakukan sebelum pemejanan subyek uji

(praperlakuan) dan setelah pemejanan (pascaperlakuan) untuk mendapatkan

kadar kreatinin serumnya.

g. Pemeriksaan makroskopis organ ginjal dilakukan setelah subyek uji

dinekropsi pada hari ke-1 (setengah populasi) dan hari ke-14 (setengah

populasi) dan diamati bentuk, warna, dan konsistensi ginjalnya. Setelah itu

dilakukan pengamatan mikroskopis organ ginjal setelah organ ginjal dibuat

(62)

Tabel 2. Gejala klinis dalam uji ketoksikan akut Pengamatan

Klinis Tanda yang diamati

Respirasi

a. Dyspnea: sulit bernafas

b. Apnea: hilangnya kemampuan bernafas

c. Cyanosis: warna kebiru-biruan pada ekor, mulut, dan telapak kaki

d. Nostril discharges: kotoran hidung merah atau tidak berwarna

Aktivitas motorik

a. Pengurangan atau peningkatan dalam aktivitas motorik secara spontan, keingintahuan, menjilat-jilat, atau pergerakan

b. Hilangnya righting reflex atau hilangnya refleks balik badan c. Catalepsy: hewan cenderung berdiam pada posisi dimana

ditempatkan

d. Gerakan yang tidak biasa: berjalan dengan jari kaki, melompat dan postur tubuh menjadi rendah

e. Prostration: hewan tidak bergerak dan rest on belly

f. Tremor

Kontraksi pada otot hewan

a. Kejang-kejang

Refleks

a. Corneal: kelopak mata menutup ketika disentuh

b. Myotact: kemampuan hewan untuk menarik kembali kaki belakangnya ketika ditarik

c. Cahaya (pupil): kontraksi pupil ketika terkena cahaya

d. Refleks kejut: respon terhadap stimulus luar, seperti sentuhan, suara

Tanda-tanda ocular

a. Lakrimasi: keluar air mata yang berlebihan, bening atau berwarna

b. Myosis: Kontraksi pupil tanpa mempedulikan adanya cahaya c. Mydriasis: dilatasi pupil tanpa mempedulikan adanya cahaya d. Exophthalmos: penonjolan mata yang abnormal

e. Chromodacryorrhea: air mata berwarna merah Salivasi a. Sekresi saliva yang berlebihan

Piloereksi a. Kontraksi pada jaringan erektil folikel bulu sehingga bulu menjadi kasar

Tanda-tand

Gambar

Gambar 1. Struktur beta karoten (Watson, 2002)
Gambar 4. Struktur ginjal (Klaassen, 2001)
Gambar 7. Bagian korteks (King, 2007)
Gambar 9. Mekanisme pembentukan kreatinin (Pasquale, 2000)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang dikaji tertumpu kepada faktor mata pelajaran Kemahiran Hidup Bersepadu di sekolah, Program Kaunseling Kerjaya di sekolah, rakan sebaya, maklumat

Perencanaan ruang wilayah adalah perencanaan penggunaan atau pemanfaatan ruang wilayah yang intinya adalah perencanaan penggunaan lahan ( land use planning ) dan

Dengan kondisi sekarang, maka setiap pengguna internet dimungkinkan untuk melakukan penyerangan ke jaringan Intranet STM IK Amikom, padahal jaringan intranet menjadi

Apresiator tidak dapat melihat bagian dalam dari cetakan kertas tubuh, sebagai simbolisasi dari para orang terdekat korban intimidasi yang hanya mengetahui detail pengintimidasian

Adapun tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Bagian Urusan Teknologi secara umum adalah sebagai berikut: a). Penyusunan rencana kerja Bidang Bantuan TIK b). Penyiap- an

Hasil proyeksi penduduk baik stagnan maupun menggunakan itriasi dapat dihitung laju pertumbuhan penduduk (LPP), hasil proyeksi tahun 2035 dengan kondisi stagnan tingkat

Rumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah: (1) Bagaimana hubungan kreativitas guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dalam penggunaan media

Persetujuan pemberian kredit harus didasarkan atas penilaian menyeluruh terhadap semua fasilitas kredit yang telah diberikan atau akan diberikan secara bersamaan