• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

F. Analisis Hasil

Hasil pengujian dapat dianalisis dengan PPOMN 2006, yaitu: cawan petri yang menunjukkan jumlah koloni antara 10-150 dari satu pengenceran dipilih dan dihitung jumlah koloni dari kedua cawan lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada cawan petri dari dua tingkat pengenceran yang berturutan menunjukkan jumlah antara 10-150, maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengenceran, kemudian diambil angka rata-rata.

Hasil dinyatakan sebagai AKK dalam setiap gram atau ml sampel. Untuk beberapa kemungkinan lain yang tidak sama dari pernyataan diatas, maka diikuti petunjuk sebagai berikut:

a. Bila hanya salah satu diantara kedua cawan petri dari pengenceran yang sama menunjukkan jumlah antara 10-150 koloni, dihitung jumlah koloni dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor pengenceran.

b. Bila pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni lebih besar dari dua jumlah koloni pada pengenceran dibawahnya, maka dipilih tingkat pengenceran terendah (Misal: pada pengenceran 10-2 diperoleh 60 koloni dan pada pengenceran 10-3 diperoleh 30 koloni, maka yang dipilih adalah jumlah koloni pada pengenceran 10-2 yatu 60 koloni). Bila pada pengenceran yang lebih tinggi didapat jumlah koloni kurang dari dua kali jumlah koloni pengenceran dibawahnya, maka diambil angka rata-rata dari jumlah koloni dari kedua pengenceran tersebut. Hasil dinyatakan sebagai angka kapang/khamir dalam setiap gram sampel. Misalnya pada pengeneran 10-2 diperoleh 6 koloni dan pengencderan 10-3 diperoleh 10 koloni, maka angka kapang khamir adalah:

6 + 10 2

c. Bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjukkan jumlah antara 10-150 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran terendah dan dihitung sebagai Angka Kapang/Khamir perkiraan.

d. Bila tidak ada pertumbuhan pada semua cawan dan bukan disebabkan karena faktor inhibitor, maka angka kapang dan khamir dilaporkan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor pengenceran terendah (<1x faktor pengenceran terendah) (BPOM, 2006).

2. Identifikasi Salmonella spp.

Salmonella spp. dinyatakan terdapat pada sampel jamu pahitan

brotowali apabila memenuhi kriteria hasil uji identifikasi: Tabel I. Kriteria Hasil Uji Identifikasi

UJI Hasil Glukosa + Laktosa - Manitol + Maltosa + Sakarosa - Sulfur + Indol + Motilitas + Sitrat + Methyl Red + Voges-Proskauer - Katalase + (Soemarno, 2000).

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui nilai Angka Kapang Khamir dan identifikasi bakteri Salmonella spp. pada jamu pahitan brotowali yang diproduksi oleh penjual jamu gendong di Kelurahan Tonggalan Klaten Tengah.

Penelitian ini di ambil pada tanggal 19 Oktober 2015 pada pukul 06.00 WIB. Hal ini dilakukan dengan alasan apabila sampel yang diambil pagi hari memperoleh nilai AKK melebihi range, maka pada sampel jamu yang dijual di siang hari akan mempunyai nilai AKK yang lebih tinggi dari nilai AKK pada sampel jamu di pagi hari. Seharusnya pengambilan sampel pada siang hari juga perlu dilakukan karena nilai AKK yang diperoleh pada pengambilan sampel di pagi hari tidak melebihi range, namun karena keterbatasan peneliti maka pengambilan sampel pada siang hari tidak dilakukan.

A. Uji Angka Kapang/ Khamir

Pengamatan angka kapang khamir dilakukan pada hari ke-5. Karena pada hari ke-5 merupakan puncak pertumbuhan dari kapang/khamir. Penampakan kapang/ khamir yang tumbuh merupakan koloni tunggal berwarna putih, berbentuk bulat, yang mempunyai serabut seperti kapas (Radji, 2010).

Perhitungan AKK dilakukan dengan menggunakan metode plate count yaitu menghitung jumlah sel yang mampu membentuk koloni pada pembenihan yang sesuai (Cara perhitungan nilai AKK yang telah diinkubasi selama 5 hari, tercantum pada Lampiran 3).

Tabel II. Nilai AKK Jamu Pahitan Brotowali Penjual A Inkubasi 5 Hari

Sampel Replikasi Pengenceran

Jumlah Koloni AKK

(koloni/g) Cawan 1 Cawan 2 Total A 1 10-1 2 0 2 20 10-2 0 0 0 10-3 0 0 0 10-4 0 0 0 2 10-1 1 0 1 10 10-2 0 0 0 10-3 0 0 0 10-4 0 0 0 3 10-1 0 0 0 0 10-2 0 0 0 10-3 0 0 0 10-4 0 0 0

Rata-Rata AKK penjual A 10

Tabel III. Nilai AKK Jamu Pahitan Brotowali Penjual B Inkubasi 5 Hari

Sampel Replikasi Pengenceran Jumlah Koloni AKK (koloni/g) Cawan 1 Cawan 2 Total

B 1 10-1 0 0 0 0 10-2 0 0 0 10-3 0 0 0 10-4 0 0 0 2 10-1 0 0 0 0 10-2 0 0 0 10-3 0 0 0 10-4 0 0 0 3 10-1 0 0 0 0 10-2 0 0 0 10-3 0 0 0 10-4 0 0 0

Tabel IV. Nilai AKK Jamu Pahitan Brotowali Penjual C Inkubasi 5 Hari

Sampel Replikasi Pengenceran Jumlah Koloni AKK

(koloni/g) Cawan 1 Cawan 2 Total

C 1 10-1 0 0 0 0 10-2 0 0 0 10-3 0 0 0 10-4 0 0 0 2 10-1 0 0 0 0 10-2 0 0 0 10-3 0 0 0 10-4 0 0 0 3 10-1 0 0 0 0 10-2 0 0 0 10-3 0 0 0 10-4 0 0 0

Rata-Rata AKK penjual C 0

Pada kontrol media dan kontrol pelarut tidak tumbuh mikroba yang menandakan tidak adanya kontaminan dari pelarut dan media yang digunakan. Nilai AKK yang dapat dihitung dari cawan petri yaitu 0-20 koloni. Pada Tabel II, Tabel III, dan Tabel IV yang merupakan tabel nilai AKK sampel jamu pahitan brotowali menunjukkan tidak ada satupun hasil yang melebihi range perhitungan. Hal ini sesuai dengan analisis hasil pengujian AKK menurut PPOMN (2006) lampiran C yang menyatakan bila dari seluruh cawan petri tidak ada satupun yang menunjukkan jumlah antara 10-150 koloni, maka dicatat angka sebenarnya dari tingkat pengenceran terendah dan dihitung sebagai Angka Kapang/Khamir perkiraan.

Berdasarkan hasil uji AKK yang ditunjukkan pada Tabel II, III, IV menyatakan bahwa nilai AKK dari 3 penjual jamu di Kelurahan Tonggalan, Klaten Tengah sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional yang menyatakan bahwa AKK tidak lebih dari 103 koloni/gram. Nilai AKK yang tidak melebihi batas keamanan dapat menghindarkan konsumen dari berbagai penyakit yang merugikan karena jumlah kapang/khamir yang tinggi bersifat patogen. Menurut Jawetz (1996), salah satu khamir yang bersifat patogen adalah Candida albicans yang dapat menyebabkan infeksi mulut atau sariawan, sedangkan salah satu kapang yang bersifat patogen berasal dari kelas

Deuteromycetes genus Aspergillus yang menghasilkan aflatoksin yang bersifat

karsinogenik dan hepatotoksik terhadap tubuh.

Nilai AKK yang tidak melebihi batas dipengaruhi oleh cara pembuatan jamu pahitan brotowali, bahan baku yang digunakan, serta cara penyimpanan bahan baku ataupun jamu yang diproduksi. Setelah proses pemasakan, jamu tidak langsung dimasukkan ke dalam botol tetapi didiamkan terlebih dahulu supaya tidak terlalu panas dan tidak menimbulkan uap air yang menyebabkan kelembapan botol meningkat. Menurut Gandjar (2006), kelembapan merupakan tempat yang baik bagi kapang/khamir tumbuh sehingga kelembapan tinggi dapat memicu pertumbuhan kapang khamir.

Menurut Sedarmayanti (2011), Standar deviasi merupakan ukuran dispersi yang cukup stabil apabila digunakan untuk membandingkan dengan range. SD dapat digunakan untuk mengukur dispersi relatif data terhadap rata-ratanya dan koefisien variasi digunakan untuk membandingkan dua kelompok data yang memiliki rata-rata dan satuan yang digunakan berbeda atau dengan kata lain SD dan CV digunakan untuk menentukan akurasi dan kepresisian data yang didapat

dari penelitian ini. Standar deviasi (SD) yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu 10 dan koefisien variasi (CV) yang diperoleh yaitu 100% untuk sampel A. Nilai SD dan CV yang diperoleh menunjukkan bahwa hasil pengujian sampel A memiliki keterulangan data kurang baik karena data yang didapat berjauhan nilainya. Sedangkan untuk sampel B dan C memiliki keterulangan data yang baik karena ketiga replikasi dari sampel B dan C masing-masing tidak menunjukkan pertumbuhan koloni. Data yang diperoleh untuk sampel A dapat disebabkan oleh kehomogenan sampel saat diuji kurang baik sehingga nilai AKK yang diperoleh tidak menunjukkan keterulangan data yang baik. Menurut Sastroasmoro (2010), untuk menyatakan kevalidan hasil suatu pengukuran dipengaruhi oleh bias pengukuran; makin besar bias, makin kurang valid pengamatannya. Bias pengukuran terbagi menjadi beberapa jenis yaitu bias prosedur, recall bias, bias akibat pengukuran kurang sensitif (insensitie measurement bias), bias deteksi, dan bias ketaatan.

Dokumen terkait