• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

E. Tata Cara Penelitian

Penentuan dan pemilihan tempat pengambilan sampel merupakan langkah awal yang diperlukan dalam pengujian mikrobiologis untuk menjamin kualitas dan keamanan jamu. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan metode Non-Random dengan teknik purposive sampling. Menurut Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa pengambilan sampel non-random adalah pengambilan sampel yang tidak didasarkan atas kemungkinan yang dapat diperhitungkan, tetapi semata-mata hanya berdasrkan kepada segi

kepraktisan. Sedangkan purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah ada. Sampel diambil dengan metode ini karena pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan yang dibuat oleh peneliti sendiri yaitu berdasarkan jamu yang paling banyak diminati oleh masyarakat.

Sampel jamu pahitan brotowali diperoleh dari penjual jamu di Kelurahan Tonggalan, Klaten Tengah. Wilayah tersebut dipilih oleh peneliti karena belum banyak penelitian yang dilakukan di daerah tersebut. Selain itu, di Kelurahan Tonggalan, Klaten Tengah masih sering dijumpai masyarakat yang mengonsumsi jamu gendong.

Berdasarkan survey, terdapat 5 penjual jamu gendong di Kelurahan Tonggalan, Klaten Tengah, namun peneliti hanya memilih 3 penjual jamu yang paling diminati masyarakat dan memiliki konsumen tetap. Penjual jamu yang dipilih untuk dijadikan sampel telah berjualan jamu lebih dari 7 tahun dan jamu yang dijajakan selalu terjual habis setiap harinya.

Pengambilan sampel jamu pahitan brotowali dari penjual jamu dilakukan 1 kali pengambilan pada tanggal 19 Oktober 2015 pukul 06.00 WIB. Hal ini dilakukan untuk membandingkan bagaimana kualitas antara 3 penjual jamu dengan melihat Angka Kapang/Khamir (AKK), dan identifikasi Bakteri Salmonella spp. Jamu pahitan brotowali diambil dari 3 penjual jamu gendong yang berbeda dan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali untuk setiap sampel dengan tujuan memperkecil kesalahan hasil penelitian sehingga penelitian lebih valid. Pada saat pengambilan sampel, jamu pahitan brotowali

dimasukkan ke dalam botol steril secara aseptis dan ditutup rapat dengan tujuan agar tidak ada kontaminasi berupa bakteri ataupun pengotor lain dari wadah saat pengambilan sampel yang dapat mengganggu hasil penelitian. Kemudian, dibawa ke laboratorim menggunakan cool box untuk menghambat pertumbuhan berbagai kontaminan bakteri atau jamur yang mungkin tumbuh selama perjalanan.

Gambar 1. Sampel jamu pahitan brotowali dalam wadah botol steril

2. Persiapan sampel

Bagian wadah jamu pahitan brotowali akan dibuka secara aseptis didekat nyala api Bunsen yang sebelumnya dibersihan menggunakan alkohol 70%.

3. Homogenisasi dan pengenceran sampel

Homogenisasi merupakan tahap awal yang harus dilakukan sampel agar diperoleh distribusi mikroba yang merata di dalam sampel sehingga mudah untuk diamati (Radji, 2010). Homogenisasi sampel bertujuan untuk membebaskan sel-sel bakteri atau jamur yang masih yang terlindungi oleh partikel dari sampel yang akan diperiksa serta digunakan untuk mengaktifkan kembali sel-sel bakteri atau jamur yang kemungkinan pertumbuhannya terganggu karena berbagai kondisi yang kurang sesuai di dalam sampel.

Proses homogenisasi dilakukan secara aseptis dekat nyala api Bunsen dengan mengencerkan 25 ml sampel dalam 225ml larutan pengencer Pepton

Dilution Fluid (PDF) dan dihomogenkan menggunakan stomacher dengan

kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh pengenceran 10-1.

Larutan pengencer Pepton Dilution Fluid (PDF) digunakan sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhan mikroba karena mengandung banyak pepton. Pepton merupakan salah satu sumber nitrogen yang dapat digunakan oleh mikroba untuk dapat hidup dan tumbuh dalam media (Bridson, 2006).

Pengenceran juga dilakukan dengan tujuan untuk membantu dalam perhitungan koloni yang benar (Lay, 1994). Pengenceran dilakukan di dekat nyala api Bunsen untuk menjaga ke aseptifan sampel. Pengenceran dilakukan dengan cara mengambil 1 ml dan diencerkan dengan 9 ml larutan pengencer PDF sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-2. Cara yang sama dilakukan untuk membuat pengenceran hingga 104. Pengenceran suspensi sampel dimaksudkan untuk mendapat koloni yang terpisah dan jumlah koloni

yang sekurang-kurangnya dalam satu cawan memenuhi range yang telah ditetapkan sehingga mempermudah perhitungan. Apabila pengenceran tidak dilakukan pengenceran, maka jumlah koloni yang tumbuh terlalu padat dan pekat sehingga akan mempersulit perhitungan koloni yang tumbuh.

4. Pengujian Angka Kapang/khamir

a. Pembuatan larutan Kloramfenikol 1%

Sebanyak 1 gram kloramfenikol dilarutkan dalam 100 ml aquadest steril b. Pembuatan media Potato Dextrose Agar (PDA)

Tiga puluh sembilan gram serbuk PDA disuspensikan dalam 900 ml aquadest, kemudian dilarutkan dengan hot plate dan diaduk menggunakan magnetic stirrer hingga merata. Kloramfenikol 100 gram/L ditambahkan dalam media dan dicampur hingga merata. Sterilisasi dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121oC.

c. Uji Angka Kapang/Khamir

Uji Kapang/Khamir merupakan salah satu parameter penjaminan mutu sebuah obat tradisional yang dilakukan dengan menghitung berapa banyak koloni kapang/khamir yang tumbuh dalam media. Prinsip uji AKK yaitu Uji AKK (Angka Kapang Khamir) mempunyai prinsip yaitu pertumbuhan kapang dan khamir setelah cuplikan diinokulasikan pada media yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 20oC-25oC selama 5 hari. Dilakukan inkubasi pada suhu 25oC karena kapang/khamir bersifat mesofilik atau dapat tumbuh pada suhu ruangan 20oC-25oC, inkubasi dengan posisi terbalik supaya uap air yang terbentuk selama masa inkubasi

tidak menetes pada media dan mempengaruhi pertumbuhan mikroba, dan inkubasi selama 5 hari dilakukan karena koloni jamur tumbuh lebih lambat dan memiliki struktur lebih kompleks dibandingkan dengan bakteri, sehingga diperlukan waktu beberapa hari sampai tumbuh koloni yang dapat dilihat pada permukaan agar (Cappuucino, 2008).

PDA (Potato Dextrose Agar) merupakan media utama untuk menumbuhkan jamur dan dikombinasikan dengan antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Media ini mengandung ekstrak kentang, glukosa dan agar yang digunakan sebagai nutrisi bagi pertumbuhan jamur. Media PDA ini cocok untuk menumbuhkan dan menghitung kapang khamir pada produk makanan ataupun minuman karena menurut Radji (2010), kapang dan khamir dapat tumbuh optimal pada rentang pH 5-6, sedangkan media PDA ini memiliki pH 5,6 + 0,2.

Selain itu, digunakan juga antibiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri. Dalam penelitian ini antibiotik yang digunakan adalah kloramfenikol sebanyak 100 g/L untuk mendapatkan hasil pertumbuhan berupa kapang/khamir tanpa pertumbuhan bakteri. Kloramfenikol digunakan karena mempunyai bekerja pada spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif maupun gram negatif. Mekanisme kerja kloramfenikol melalui penghambatan terhadap biosintesis protein pada siklus pemanjangan rantai asam amino, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan peptida. Antibiotika ini mampu mengikat subunit ribosom 50-S sel mikroba target secara terpulihkan, akibatnya terjadi

hambatan pembentukan ikatan peptida dan biosintesis protein. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid terhadap bakteri-bakteri tertentu Ikatan peptida berperan untuk pembentukan dinding sel bakteri. Apabila ikatan peptida tidak terbentuk, maka pembentukan dinding sel akan terganggu dan sel akan lisis. Kloramfenikol tidak akan menghambat pertumbuhan kapang/khamir karena kapang/khamir adalah sel eukariotik (Susanti, 2009).

Uji AKK ini menggunakan metode pour plate agar sampel yang ditanam dapat tersebar merata pada cawan petri, sehingga mempermudah pengamatan dan perhitungan koloni yang tumbuh. Pada penelitian ini, digunakan kontrol yang berisi media PDA dan pengencer PDF agar dapat melihat ada atau tidaknya kapang/khamir yang berasal dari pelarut.

Suspensi PDF dan jamu masing-masing pengenceran dipipet sebanyak 1ml dengan cara aseptis ke dalam cawan petri steril dan dibuat duplo. Media PDA yang telah dibuat sebanyak 15 ml dituang ke dalam cawan petri dan digoyangkan sehingga campuran tersebut merata. Cawan petri dibalik setelah agar membeku dan diinkubasi pada suhu 25oC atau pada suhu kamar selama 5 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai hari ke 5. Koloni kapang dan khamir dihitung setelah 5 hari.

Uji sterilitas media dilakukan dengan menuangkan media PDA dalam cawan petri dan dibiarkan memadat. Uji sterilitas pengencer dilakukan dengan cara menuangkan media PDA yang ditambahkan

sebanyak 1 ml Peptone Dilution Fluid (PDF) lalu dibiarkan memadat (PPOMN, 2006).

5. Uji Salmonella spp. dalam jamu pahitan brotowali a. Uji Pengkayaan pada media Rapaport Vassiliadis

Sebanyak 9 tabung reaksi disiapkan, masing–masing tabung diisi dengan 9 ml Rapaport. Secara asepetis, dipipet 1 ml suspensi jamu pahitan brotowali, kemudian diisolasikan pada 9 ml Rapaport, diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Media Rapaport akan menjadi keruh jika terdapat Salmonella spp. Pada kontrol positif dilakukan dengan uji yang sama berupa kultur murni Salmonella thypi ATCC 14028. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari biru jernih menjadi keruh. Hasil dari pengujian dibandingkan dengan hasil pertumbuhannya berdasarkan kekeruhan.

b. Isolasi Salmonella spp. pada media selektif

Pada permukaan Salmonella Shigella Agar diisolasikan 1 sengkelit dari biakan pengkayaan dengan cara streak Plate Method (4 kuadran), diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Prosedur yang sama dilakukan terhadap kontrol positif, yaitu kultur murni Salmonella thypi ATCC 14028. Hasil dari pengujian dibandingkan dengan hasil pertumbuhannya berdasarkan morfologi koloni yang tumbuh. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya koloni berwarna merah kekuningan dengan titik hitam.

c. Uji Konfirmasi (Uji Biokimia) Salmonella spp. dalam jamu pahitan brotowali

Koloni spesifik yang tumbuh pada media Salmonella Shigella

Agar dipilih satu dan diinokulasikan pada Nutrient Agar (NA) secara

goresan, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Dari biakan NA miring dilakukan uji fermentasi gula-gula, uji sulfur, uji indol, uji motilitas, uji sitrat, uji Voges-Proskauer, uji Methyl Red, dan uji katalase. Prosedur yang sama dilakukan terhadap kontrol positif, yaitu kultur murni

Salmonella typhi ATCC 14028. Hasil dari pengujian dibandingkan dengan

hasil pertumbuhannya berdasarkan perubahan warna yang terjadi. 1) Uji Fermentasi gula-gula

a) Uji Fermentasi Glukosa

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media glukosa dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning.

b) Uji Fermentasi Laktosa

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media laktosa dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning.

c) Uji Fermentasi Manitol

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media manitol dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning.

d) Uji Fermentasi Maltosa

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media maltosa dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning.

e) Uji Fermentasi Sakarosa

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media sukrosa dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari orange kemerahan menjadi kuning.

2) Uji Sulfur

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media Sulphur Indol Motility dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan adanya warna hitam di sepanjang bekas inokulasi.

3) Uji Indol

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media Sulphur Indol Motility secara tusukan dan

diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. 1 ml pereaksi indol (kovacs) ditambahkan ke dalam biakan, kemudian digojog dan diamkan beberapa menit. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna merah cherry pada permukaan biakan.

4) Uji Motilitas

aseptis pada media Sulphur Indol Motility secara tusukan pada agar tegak dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan mikroba tidak hanya pada bekas tusukan yang menunjukkan bakteri tersebut bersifat motil. 5) Uji Sitrat

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media Simmon Sitrat Agar dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Hasil positif ditandai dengan perubahan warna media dari hijau menjadi biru.

6) Uji Voges-Proskauer

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Setelah diinkubasi tambahkan 0.6 ml larutan α-naphthol dan 0.2 ml KOH 40%, kemudian digoyang-goyang sampai tercampur dan didiamkan selama 4 jam. Hasil uji positif apabila terjadi perubahan warna pink sampai merah delima. Salmonella spp. memberikan hasil negatif untuk uji VP yaitu tidak terjadi perubahan warna pada media.

7) Uji Methyl Red

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada media MR-VP dan diinkubasi pada suhu 370C selama 48 jam. Setelah diinkubasi tambahkan 5 tetes larutan metil merah dan tabung digoyang-goyang sampai tercampur. Hasil uji positif ditandai dengan adanya difusi warna merah ke dalam media. Hasil negatif ditandai dengan terjadinya warna kuning pada media. Salmonell memberikan hasil positif untuk uji Methyl Red.

8) Uji Katalase

Satu sengkelit dari biakan NA miring diinokulasikan secara aseptis pada gelas objek kemudian ditetesi denganH2O2. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih.

F. Analisis Hasil

Dokumen terkait