• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA

Dalam dokumen Manajemen Bencana Studi kasus pengelolaa (Halaman 31-34)

Kegiatan Kuliah praktek lapangan manajemen bencana bertujuan untuk mengetahui bagaimana isu, permasalahan, fenomena dan fakta yang terjadi di Desa Ngargomulyo terkait dengan penanganan bencana pada saat erupsi merapi. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada masyarkat, maka hasilnya adalah:

1. Manajemen bencana pada tahap Pra- bencana di desa Ngargomulyo sudah sangat baik, karena adanya upaya kesiapsiagaan dari perangkat desa maupun masyarakatnya. Terlihat yaitu dengan dibangunnya pos kampling yang dilengkapi dengan sirine , serta alat pemantau dan perlindungan diri. Selain itu juga adanya peringatan dini yang diberikan oleh BPTK kepada masyarakat mengenai laporan situasi gunung merapi terkini, sehingga masyarakat mampu memantau perkembangan status gunung Merapi. Hal tersebut dilakukan adalah agar masyarakat selalu siap siaga terhadap ancaman bencana. 2. Namun, dari segi infrastruktur Manajemen bencana, masih kurang karena masyarakat

menganggap kurangnya perbaikan jalan evakuasi, sehingga memperlambat proses evakuasi bahkan mengurangi minimalisasi korban dan kerugian.

3. Manajemen bencana pada tahap saat bencana (Tanggap darurat) menurut pengamatan saya sudah lumayan baik, terbukti dengan cepat tanggapnya Tim SAR melakukan evakuasi. Dari berbagai pihak seakan sudah tersistem, sehingga ketika terjadi bencana, masing- masing pihak langsung bekerja pada tugasnya,tidak tumpang tindih dan bekerja cepat. Dari penilaian di pengungsian juga logistic, sarana prasarana sudah mencukupi yaitu dengan adanya kamar mandi dan tempat pengungsian serta makanan yang layak bagi para pengungsi. Namun, ada juga permaslahan yang terjadi yaitu adanya kesemrawutan dan kepanikan sehingga memperlambat proses evakuasi.

4. Manajemen bencana pasca bencana masih kurang dikarenakan masih belum adanya upaya sosialiasi pemulihan psikologis warga, padahal hal tersebut cukup perlu dilakukan

untuk menekan trauma yang terjadi kepada masyarkat karena adanya bencana merapi. Penanganan paska bencana lebih fokus hanya seputar pada bantuan tunai dan perbaikan rumah masyarakat, atau bisa dikatakan secara fisik saja, namun secara psikologis belum dilakukan.

5. Untuk membentuk mitigasi manajemen bencana yang efektif diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak dan dilakukan secara bertahap, satu persatu sehingga semuanya terstruktur dan tersistem dengan baik mulai dari penilaian bahaya, peringatan, persiapan dan tingkat kepedulian masyarakat.

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Magelang mempunyai tugas dan fungsi untuk melaksanakan penanggulangan bencana yaitu menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah, menetapkan standarisasi penanggulangan, menginformasikan peta rawan bencana, serta menetapkan program-program untuk mengurangi resiko bencana terutama bencana erupsi merapi dengan menetapkan kegiatan-kegiatan pra bencana dengan memberikan masker dan kacamata untuk melindungi dari abu vulkanik, serta dengan melakukan pendirian pos komando dititik-titik rawan bencana serta dengan adanya penyiaran radio dan speaker untuk melakukan peringatan dini kepada warga-warga wilayah rawan bencana serta infrastruktur untuk menghalau laju lahar telah didirikan Sabo DAM yang ada dititik waran aliran sungai.

Upaya lainnya dalam manajemen bencana erupsi merapi, BPBD Magelang menerjunkan TIM SAR dan Tim siaga warga dalam menanggapi Emergency response dengan menggunakan mobil, motor, serta bus yang telah ada di BPBD Magelang. Setelah selesai terjadinya bencana, BPBD dan stakeholders melakukan pemulihan darurat kondisi masyarakat bencana dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Dengan melakukan perbaikan prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll.). BPBD dan warga sekitar juga bergotong-royong untuk melakukan rehabilitasi fasilitas-fasilitas umum dan fasilitas sosial penting lainnya untuk menghidupkan kembali roda perekonomian.

Walaupun semua telah dilakukan, BPBD Magelang tetap mengalami kendala yang menghambat implementasian program tersebut. Banyaknya, warga yang tidak mau dievakuasi setelah peringatan bahaya ‘Siaga’ dikeluarkan pemerintah yang dapat menimbulkan korban jiwa. Dari sebab itu juga BPBD Magelang menghadapi distrust dari masyarakat bahwa BPBD tidak dapat menyelamatkan warga padahal hal itu merupakan kesalahan warga sendiri.

Adapun kendala lainnya yaitu perelokasian warga rawan bencana. Padahal bencana erupsi merapi merupakan gunung berapi paling aktif di Indonesia dengan siklus erupsi paling sering yaitu sekitar 3-7 Tahunan. Sehingga satu satunya cara untuk menyelamatkan warga dari merapi adalah dengan menjauhkan atau memindahkan warga dari Merapi. Namun itu tidak dapat dilakukan karena banyak alasan yang dipergunakan warga, mulai dari alasan ekonomi, religi sampai alasan budaya atau kultural.

Tidak berakhir disitu juga BPBD Magelang melakukan upaya untuk membuat program yang dapat mengurangi tingkat resiko bencana yaitu dengan membuat program “Sister Village” dimana inisiatif yang menjadikan adanya desa rawan bencana mempunyai desa penyangga, sehingga ketika terjadi bencana, desa bencana dievakuasi ke desa penyangga, yang dianggap aman dari bencana. Kerjasama tersebut mendapat dukungan dan apresiasi dari berbagai pihak, baik internasional maupun didalam negeri sendiri. Konsep inisiatif ini ditanggapi oleh lembaga legislatif Kabupaten Magelang dengan baik terbukti dengan adanya dukungan yang kuat dari DPR Kabupaten Magelang

B. SARAN

Begitu banyak informasi dan pengetahuan yang didapatkan dari Kuliah Praktek Lapangan (KPL) di Kabupaten Magelang. Peran pemerintah sudah cukup baik dalam pelaksanaan manajemen bencana. Diharapkan pemerintah, swasta, LSM, maupun masyarakat tambah mempererat hubungan dan saling berkoordinasi dengan baik dalam manajemen bencana. Sehingga dalam pemberian bantuan maupun perbaikan infrastruktur dapat lebih baik lagi. Sedangkan untuk program Sister Village (Desa Bersaudara) yang berasal dari BPBD semoga dapat lebih baik lagi. Perlu diadakan sosialisasi yang lebih intens lagi kepada masyarakat desa supaya mereka betul-betul paham dengan konsep Sister Village itu sendiri. Diharapkan program yang bagus ini juga dapat menjadi inspirasi dalam penanganan bencana di daerah-daerah lain yang juga rawan bencana.

Dalam dokumen Manajemen Bencana Studi kasus pengelolaa (Halaman 31-34)

Dokumen terkait