• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Bencana Studi kasus pengelolaa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Bencana Studi kasus pengelolaa"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KULIAH PRAKTEK LAPANGAN (KPL)

MANAJEMEN BENCANA STUDI KASUS :

ERUPSI MERAPI BPBD MAGELANG

Mata kuliah : Managemen Bencana Dosen : Dr.Drs. Edi Santosa, SU.

Penulis:

Andrea Yudhistira

14010112140051

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2015

(2)

KATA PENGANTAR

Pertama marilah kita panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan inayah-nya kepada kita sehingga tugas makalah dapat selesai tepat pada waktunya.

Tujuan penulisan makalah ini bukan hanya sekedar menerangkan isi laporan, tetapi juga menjelaskan serta mendiskripsikan berbagai inti persoalan yang sesuai dengan tema/ judul laporan. Banyak ilmu dan manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini, seperti penjelasan, pengertian, deskripsi kegiatan praktek lapangan managemen bencana mengenai penanganan dampak bencana Gunung Merapi dan Sister Village.

Harapan atas disusunnya laporan ini semoga dapat diartikan sebagai suatu pengantar, yang dapat dipahami/ dimengerti sebagai suatu asumsi penambah wawasan. Semoga atas tersusunnya makalah ini dapat berguna bagi semua orang dan diharapkan lebih praktis dalam pembelajaran maupun pemahaman inti laporan serta bermanfaat dalam usaha mencerdaskan bangsa dan negara.

Penulis mungucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam proses penulisan laporan ini. Namun “Tiada Gading Yang Tak Retak”, masih terdapat segala kekurangan yang melekat pada makalah ini, sehingga saran yang membangun selalu diharapkan dan diterima lapang dada oleh penulis serta terciptanya kesempurnaan dalam penulisan laporan kedepannya. Terima Kasih.

Semarang, Mei 2015

Peneliti

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bencana sudah menjadi fenomena yang ada sejak adanya umat manusia. Kata ‘bencana’ sendiri dalam bahasa Inggris (disaster) berasal dari bahasa latin, yaitu akar kata dis (Jauh) dan astrum (bintang) yang berarti ‘jauh dari bintang’ atau bermakna kejadian yang menyalahkan kemalangan konfigurasi astrologi (Coppola, 2007)1. Bencana sendiri dalam

perspektifnya memiliki banyak definisi tergantung pada setiap ilmu yang menggunakannya.

Definisi umum ‘bencana’ menurut Asian Disaster Reduction Centre (2003) dan the United Nations (1992) adalah Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap fungsi masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, material, atau lingkungan yang luas melebihi kemampuan masyarakat yang terkena dampak dan harus mereka hadapi menggunakan sumber daya yang ada pada mereka2.

Menurut Undang-undang no. 24 tahun 2007 ‘Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Parker (1992: 131) meninjau konsep bencana dan menyarankan sebuah definisi bencana sebagai berikut.

... sebuah kejadian alam atau kejadian hasil tangan manusia yang tidak biasa, termasuk kejadian yang disebabkan oleh kegagalan sistem teknologi yang melemahkan kapasitas respons dari komunitas manusia, kelompok individu atau lingkungan alam dan yang menyebabkan kerusakan besar, kerugian ekonomi, kehancuran, cedera, dan/atau kematian ...

1 Kusumasari, Bevaola. Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal. 2014. Yogyakarta: Gava Media.

2 Ibid.

(4)

Jadi secara garis besar Bencana merupakan suatu fenomena alam ataupun perbuatan manusia yang menimbulkan korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan dan dampak psikologis manusia yang tidak diketahui kapan datangnya dan harus dihadapai menggunakan sumber daya yang ada.

Terdapat berbagai jenis bencana yang ada didunia. Di Indonesia sendiri terdapat 6 jenis bencana yaitu Bencana Geologi (Gempa Bumi, Tsunami, Longsor), Bencana Hidro-Meteorologi (Banjir, kekeringan, Topan), Bencana Biologi (Virus, Bakteri), Bencana Teknologi (Radiasi, Nuklir, Bom), Bencana Lingkungan (Kebakaran hutan), Bencana Sosial (Teror, Konflik, Kudeta).

Atas timbulnya kerugian manusia, material, dan lingkungan, yang disebabkan oleh bencana diperlukan penyusunan langkah-langkah menghadapi bencana dengan menggunakan manajemen bencana (Disaster management). Undang-undang menjelaskan manajemen bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi (UU 24/2007). Manajemen bencana ini diperlukan untuk mengurangi resiko-resiko kerugian yang akan timbul dari adanya suatu ancaman bencana yang dapat timbul sewaktu waktu

Dalam pengimplementasinya, Gunung merapi yang menjadi bencana 3-7 tahunan menjadi salah satu bencana yang memerlukan manajemen agar setiap terjadi bencana erupsi tidak banyak kerugian yang ditimbulkan. Ketua BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Magelang, Sudibyo mengeluarkan peraturan Sister Village yang digunakan untuk mengurangi dampak kerugian bencana dengan mengandalkan kebersatuan bangsa dan prinsip gotong royong untuk membantu desa-desa yang terkena bencana.

Sister Village atau Desa bersaudara atau Paseduluran Desa dilatarbelakangi karena pengalaman erupsi 2010 yang meninggalkan kerugian yang besar serta filosofi “Hidup berdampingan dengan ancaman bencana” karena menurut theologinya bencana tidak dapat diprediksi. Dengan mengkaitkan sistem desa bersaudara dimana desa ancaman bencana ditampung oleh desa yang tidak menjadi ancaman bencana bila terjadi erupsi agar para masyarakat desa yang berada pada desa ancaman bencana tahu prosedur untuk mengevakuasi dirinya agar tidak terjadi kepanikan massal.

B. MAKSUD DAN TUJUAN KULIAH PRAKTEK LAPANGAN

(5)

Kuliah Praktek Lapangan (KPL) adalah kegiatan mahasiswa yang dilakukan secara individual yang bersifat intra kurikuler, berorientasi pada program akademik dengan bobot 3 sks dibawah bimbingan dosen. Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan Managemen Bencana yang diperoleh melalui keterlibatan kuliah lapang mahasiswa terhadap bekerjanya suatu lembaga pemerintah dan atau lembaga lain yang mekanisme kerjanya berimplikasi pada masalah Managemen Bencana. Adapun Maksud dan tujuan kegiatan KPL (Kuliah Praktek Lapangan ) ini adalah sebagai berikut :

MAKSUD DAN TUJUAN KPL (KULIAH PRAKTEK LAPANGAN)

1.1. Maksud KPL (Kuliah Praktek Lapangan)

1. Menerapkan dan mengembangkan Ilmu Ilmu Pemerintahan secara umum dan secara khusus Ilmu Managemen Bencana yang diterima/dipelajari mahasiswa selama satu semester.

2. Membentuk pola pikir mahasiswa untuk menjadi pribadi yang memiliki wawasan pengetahuan yang proporsional pada aras teoritik, kebijakan, politik regulasi dan praxis tentang managemen Bencana.

3. Melatih mahasiswa untuk mempelajari dan menganalisa isu-isu dan permasalahan bencana serta fenomena dan fakta yang terjadi di lapangan, baik pada level institusi pemerintah maupun komunitas.

4. Melatih mahasiswa nelajar memberikan solusi terhadap masalah yang selama ini terjadi di dalam sistem pemesanan barang

1.2 Tujuan KPL (Kuliah Praktek Lapangan ) adalah

1. Agar mahasiswa mampu mengimplementasikan teori yang telah didapat.

2. Meningkatkan, memperluas dan membentuk kecakapan mahasiswa sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja.

3. KPL untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan mata kuliah managemen bencana pada Jurusan Ilmu pemerintahan FISIP UNDIP .

C. KERANGKA KONSEP KULIAH PRAKTEK LAPANGAN 1. Pengantar

Berdasarkan pengamatan selama ini, dapat dikatakan bahwa kita lebih banyak melakukan kegiatan pasca bencana (post event) berupa emergency response dan recovery daripada kegiatan sebelum bencana berupa disaster reduction/mitigation dan

(6)

disaster preparedness. Sementara kegiatan Prabencana dan saat Bencana tidak atau belum dikelola secara baik. Konsep teori diaster managemen sudah lebih dari cukup. Regulasi diaster pada level Undang-Undang sudah dimiliki, tetapi dalam konterks otonomi daerah (desentralisasi) belum semua Kabupaten kota memiliki Perda bahkan dari perspektif kerlambagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kinerjanya minimalis. Padahal, apabila kita memiliki sedikit perhatian terhadap kegiatan-kegiatan sebelum bencana, kita dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian (damages) yang mungkin timbul ketika bencana.

1. Deskripsi singkat tersebut tentu perlu dikaji lebih mendalam tentang apa, mengapa, bagaimana proses kebijakan penanggulnagan bencana yang terjadi di lapnagan. Untuk itu, mahasiswa harus membaca panduan ini adar dalam PKL dapat dilakukan kajian dengan metodologi yang bebar. Metoda kajian dalam dilakukan dengan pendekatan insidential approach, indentifikasi dengan teknik wawancara mendalam( Indepht Interview) dengan semua pemangku kepentingan ( stakeholders).

2. Siklus Managemen Bencana

2. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana (disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies). Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan utama, yaitu:

a.

Kegiatan pra bencana: mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini. Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.

(7)

b.

Kegiatan saat terjadi bencana: mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian. Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.

c.

Kegiatan pasca bencana: mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi. Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus Manajemen Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga hal inilah yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau meminimalisasi dampak bencana yang

(8)

terjadi.

d.

Mitigasi Bencana Yang Efektif

Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan resiko jangka panjang. Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.

Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama, yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.

1. Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;

2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang

(9)

maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.

3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.

4. Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).

e.

Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat

1. Penguatan kelembagaan, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta merupakan faktor kunci dalam upaya mitigasi bencana. Penguatan kelembagaan dalam bentuk dalam kesiapsiagaan, sistem peringatan dini, tindakan gawat darurat, manajemen barak dan evakuasi bencana bertujuan mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

2. Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam kegiatan sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada aparatnya serta melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun dengan tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan bencana yang potensial di wilayahnya. Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana, antara lain:

(10)

3. Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana;

4. Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya mulai dari identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan;

5. Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja yang baik;

6. Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan;

7. Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.

D. METODE KULIAH PRAKTEK LAPANGAN

Metode pelaksanaan kegiatan Kuliah Praktek Lapang, menggunakan beberapa metode yakni :

1. Metode Ceramah;

1. Mahasiswa mengikuti ceramah umum tentang dari jajaran SKPD Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi, Kabupaten/Kota yang memiliki Tugas Pokok dan Fungsi penanganan masalah Bencana,Kebijakan Penanganan Bencana Daerah dari tahap Pra bencana, Saat bencana dan Pasca bencana dan peran serta pemangku kepentingan dalam pengelolaan Bencana, khusuya bencana alam seperti Banjir, Tanah longsor, Gunung meletus, Angin Topan, Angin Puting Beliung. 2. Mahasiswa mengikuti ceramah dari Camat dan atau kepala Desa tentang Gambaran Khusus tentang sejarah kebencanaan, peristiwa bencana, kondisi sosial ekonomi masyarakat, kelembagaan dan kearifan lokal kaitannya dengan masalah bencana.

2. Metode Observasi

Metode ini dilakukan dengan pendekatan pengamatan dan penelitian secara langsung terhadap obyek dan subyek yang di lapangan.

(11)

3. Metode Wawancara

Metode ini dilakukan proses tanya jawab secara langsung secara sistem matik dengan kuesener terstruktut kepada orang (responden) yang mengetahui tentang isu-isu dan permasalahan yang terkait dengan bencana alam yang sedang diamati untuk mengethui persepsi, sikap dan perilaku masyarakat tentang kebencanaan .

4. Metode Study Pustaka

Metode ini menggunkan beberapa buku, laporan penelitian yang berkaitan dengan menagemen bencanat sebagai referensi.

E. RUANGLINGKUP

Dalam kegiatan kuliah prakteK lapangan ini ruang lingkup terbatas pada managemen bencana dan lebih khusus membahas tentang sister village di Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.

F. SISTEMATIKAPENULISAN

Untuk memahami dan mengetahui secara ringkas permasalahan bencana serta meningkatkan kompetensi Ilmu pemerintahan secara umum dan Ilmu Managemen Bencana secara khusus setiap mahasiswa menyusun laporan sebagai bahan evaluasi kelulusan mengikuti matakuliah Managemen Bencana, Adapun sistematika penulisan Kuliah Praktek Lapangan ini adalah sebagai berikut:

KATA PENGANTAR BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan mengenai pembahasan umum, maksud dan tujuan, metode kuliah praktek lapang, ruang lingkup, dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisikan mengenai Referensi teori dan konsep dasar Managemen Bencana serta menjabarkan secara teoritis tentang peralatan pendukung (tools system) dari perspektif ilmu sosial lain yang relevan ( lihat Lampiran 2)

BAB II METODE ANALISIS

BAB III HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan mengenai masalah umum kebencanaan, sejarah bencana, kebijakan, organisasi dan fungsinya, permasalahan pokok, alternatif pemecahan masalah.

A. Gambaran Umum Instansi BPBD

1) Fungsi dan tugas lembaga tempat KPL 2) Struktur Organisasi lembaga tempat KPL

(12)

3) Infrastruktur

B. Bekerjanya BPBD dalam penanggulangan Bencana 1) Kegiatan Pra Bencana

2) Kegiatan Saat Bencana 3) Kegiatan Pasca bencana 4) Mitigasi Bencana Yang Efektif

5) Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat

C. Kendala yang dihadapi dalam bekerjanya lembaga tempat KPL D. Upaya yang sudah dilaksanakan oleh lembaga tempat KPL E. Analisis Hasil Observasi dan Wawancara

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Berisi uraian ringkas hasil pembahasan sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan KPL B. Saran

Rekomendasi yang diberikan mahasiswa peserta KPL untuk perbaikan terhadap bekerjanya lembaga tempat KPL

BAB II

A. LANDASAN TEORI

1.1. MANAJEMEN BENCANA

Manajemen bencana ada selama beberapa ribu tahun yang lalu. Salah satu kegiatan mitigasi yang dilakukan adalah mereka hidup di dalam gua. Dengan hidup di dalam gua mereka tidak terkena bencana radiasi matahari, terkena topan, dan kehujanan hujan asam. Bukti praktik manajemen resiko ditemukan pada awal tahun 3200 SM dimana terdapat dua buah kota dibawah kaki gunung berapi Vesuvius di Italia yang meletus dan satu diantara dua kota tersebut yaitu penduduk Pompee selamat dari letusan karena mayoritas penduduk tersebut dievakuasi massal oleh pemimpin kotanya3.

Manajemen bencana didefinisikan sebagai istilah kolektif yang mencakup semua aspek perencanaan untuk merespons bencana yang mungkin juga merujuk pada manajemen risiko dan konsekuensi bencana (Shaluf, 2008). Manajemen bencana meliputi rencana, struktur, serta pengaturan yang dibuat dengan melibatkan usaha dari pemerintah,

3 Ibid.

(13)

sukarelawan, dan pihak-pihak swasta dengan cara yang terkoordinasi dan komprehensif untuk merespons seluruh kebutuhan darurat. Manajemen bencana meliputi lima tahap umum (Jayaraman, Chandrasekhar, & Rao, 1997; King, 2007; Moe, Gehbauer, Senitz, & Mueller, 2007; Moe & Pathranarakul, 2006): prediksi (Mitigasi & kesiapsiagaan), peringatan, bantuan darurat, rehabilitasi, dan rekontruksi.

1.2. KEBIJAKAN PUBLIK

Kebijakan publik oleh pemerintah yang dapat dilakukan maupun tidak melakukan kebijakan publik adalah kewajiban pemerintah untuk campurtangan mengelola daerahnya. Konsep ini sangat luas karena kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah di samping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah public. Konsep kebijakan publik tersebut hampir sama dengan konsep kebijakan publik dari Thomas Dyen(1981:1) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public plicy is whatever government choose to do or to do).4

Sedangkan Kebijakan publik dari persepektif instrumental adalah alat untuk mencapai suatu tujuan yang berkaitan dengan upaya pemerintah mewujudkan nilai-nilai kepublikan.5 Kebijakan publik ada untuk memecahkan masalah yang umum dimasyarakat

yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan melakukan suatu kegiatan ataupun peraturan yang mengikat agar terlaksana bagi kesejahteraan masyarakat.

1.3. DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi dapat diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan yang dimaksud dengan Daerah Otonom oleh pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tantang Pemerintahan Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan menurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4 Subarsono. Analisis Kebijakan Publik. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 2

5 Purwanto Erwan A. dan Sulistyastuti, Dyah R. (2012). Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.

(14)

Desentralisasi dalam pandangan Hoogerwerf (1978), adalah pengakuan atau penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangn kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan pemerintahan, serta struktur wewenang yang dimiliki termasuk didalamnya prinsip-prinsip pembagian wewenang.

Dasar pemikiran dari desentralisasi adalah pembagian kewenangan di bidang pengambilan keputusan kepada organisasi yang berada di tingkat yang lebih rendah. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa organisasi pemerintah pada tingkat yang lebih rendah tersebut, lebih mengetauhi kondisi dan kebutuhan aktual dari masyarakat setempat. Disamping itu, pemerintah ditingkat nasional tidak mungkin mampu melayani dan mengurusi kepentingan serta urusan masyarakat secara menyeluruh dan sangat kompleks. Desentralisasi juga menjadi suatu jawaban atas tuntutan demokratisasi yang begitu besar dan luas, di manapemerintah daerah diharapkan dapat lebih responsif terhadap berbagai kebutuhan masyarakat setempat dibandingkan dengan pemerintah pusat.

Sementara Otonomi Daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004) Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Otonomi merupakan realisasi dari pengakuan pemerintah bahwa kepentingan dan kehendak rakyatlah yang menjadi satu-satunya sumber untuk menentukan pemerintahan negara. Dengan kata lain otonomi menurut Magnar (1991: 22),”… memberikan kemungkinan yang lebih besar bagi rakyat untuk turut serta dalam mengambil bagian dan tanggung jawab dalam proses pemerintahan”.

1.4 Erupsi

Erupsi (Letusan gunung) merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapanmagmadi dalam perutbumiyang didorong keluar olehgasyang bertekanan tinggi.6

6 Diakses http://id.wikipedia.org/wiki/Letusan_gunung tanggal 21 Mei 2015 waktu 19:15 WIB

(15)

Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 °C. Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebutlava. Suhu lava yang dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 °C. Letusan gunung berapi yang membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km.

Biasanya lava yang telah keluar akan mengeluarkan gas Vulkanik, Hujan abu, dan Awan panas, dan material lainnya dari perut bumi yang dapat membahayakan keberadaan makhluk hidup yang ada di sekitar lereng gunung.

1.5 SIKLUS MANAJEMEN BENCANA

Agar tujuan dari manajemen bencana berjalan dengan baik, terdapat beberapa tahapan penanggulangan bencana dalam manajemen bencana, yaitu sebagai berikut.

1. Penanganan Darurat

Upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta menangani gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana. Sedangkan keadaan darurat yaitu kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada di luar kemampuan masyarakat untuk menghadapnya dengan sumber daya atau kapasitas yang ada sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok dan terjadi penurunan drastis terhadap kualitas hidup, kesehatan atau ancaman secara langsung terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu kominitas atau lokasi.

2. Pemulihan (Recovery)

Suatu proses yang dilalui agar kebutuhan pokok terpenuhi. Proses recovery terdiri dari:

a. Rehabilitasi : perbaikan yang dibutuhkan secara langsung yang sifatnya sementara atau berjangka pendek.

b. Rekonstruksi : perbaikan yang sifatnya permanen.

3. Pencegahan (Prevention)

Upaya untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan timbulnya suatu ancaman. Misalnya, pembuatan bendungan untuk menghindari terjadinya banjir,

(16)

biopori, penanaman tanaman keras di lereng bukit untuk menghindari banjir dan sebagainya. Namun, perlu disadari bahwa pencegahan tidak bisa 100% efektif terhadap sebagian besar bencana.

4. Mitigasi (Mitigation)

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. Misalnya, penataan kembali lahan desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar.

5. Kesiap-siagaan (Preparedness)

Persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi(atau kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam keadaan darurat danidentifikasi atas sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. Beberapa prinsip kesiap-siagaan antara lain sebagai berikut:

a. Pengembangan jaringan informasi dan system jaringan Sistem Peringatan Dini (Early Warning System/EWS)

b. Perencanaan evakuasi dan persiapan stok kebutuhan pokok (suplai pangan, obat-obatan dll)

c. Perbaikan terhadap infrastruktur yang dapat digunakan dalam keadaan darurat, seperti fasilitas komunikasi, jalan, kendaraan, gedung-gedung sebagai tempat penampungan dll.

B. METODE ANALISIS

Analisis dilakuakan setelah data dari wawancara lapangan dikumpulkan. Karena menggunakan tipe pendekatan kualitatif, maka analisis data yang dilakukan berproses secara induktif yaitu membuat kesimpulan berdasarkan informasi dari narasumber.

Langkah-langkah pengolahan setelah data terkumpul maka dengan cara memeriksa kembali data yang telah diperoleh dan mencocokan untuk diklarifikasi menurut golongan dan kategori masing-masing serta menyempurnakan data yang dianggap masih belum sesuai tujuan yang hendak dicapai.

Analisis data ini menurut Moeleong, dalam bukunya yang berjudul Metode Penelitian Kulaitatif terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu :

(17)

1. Reduksi data, yaitu diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan dan ternsformais data kasar yang muncul dari hasil penelitian dilapangan.

2. Penyajian data, yaitu dartikan sebagai kesimpulan informasi yang tersususn dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengembilan tindakan. Adapun dlam penelitian ini penulis lebih menekankan pada bentuk penyajian yang deskriptif atau penggambaran.

3. Menarik kesimpulan atau verifikasi, hal ini merupakan langkah terakhir dalam analisa data kualitatif, penarikan kesimpulan ini tergantung pada besarnya catatan lapangan, kecakapan, dan kejelian dalam menganalisa data kasar tersebut.

(18)

D. METODE ANALISIS KULIAH PRAKTEK LAPANGAN

1. Matriks Identifikasi Isu dan Masalah

Judul PKL Praktek Kerja Lapangan: Kebijakan Pemerintah dan Kegiatan Masyarakat dalam Penangulangan Bencana Gunung Merapi

Aktivitas Kebijakan dalam melaksanakan Manajemen Penanggulangan Bencana

Isu (kekhawatiran/ancaman) yang sering muncul

Sosial Politik Budaya Ekonomi Ekologis Hukum

(19)

2. Analisis: Matrik Rapid Analisis

Dimensi Pendekatan Analisis (sesuai minat mahasiswa menggunakan dimensi pendekatan teori yang disukai dan relevan dengan Jurusan Ilmu Pemerintahan).

1. Budaya / Adat 2. Policy (Kebijakan) 3. Regulasi / Kelembagaan 4. Politik

5. Sosiologi

6. Theologi Analogis

BAB III

HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM BPBD

(20)

Presiden Nomor 8 Tahun 2008, menggantikan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak) di tingkat Provinsi dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB) di tingkat Kabupaten / Kota, yang keduanya dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005.7

1.1 FUNGSI DAN TUGAS BPBD

Menurut Perda Kabupaten Magelang no. 3 Tahun 2011 pasal 4 tentang organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah kabupaten magelang. BPBD Magelang mempunyai fungsi dan tugas sebagai berikut

Fungsi dan Tugas BPBD :

1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,

penanggulangan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi secara adil dan setara;

2. Menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundangundangan;

3. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana;

4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;

5. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati setiap bulan dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

6. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;

7. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan

8. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.

1.2 STRUKTUR ORGANISASI BPBD MAGELANG

Struktur organisasi BPBD Magelang memiliki tiga level jabatan vertikal dimana Menurut Perda Kabupaten Magelang no. 3 Tahun 2011 pasal 4 tentang organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana daerah kabupaten magelang. BPBD Magelang memiliki susunan organisasi terdiri atas:

a. Kepala;

b. Unsur Pengarah; dan c. Unsur Pelaksana.

(21)

Secara rinci, Kepala mempunyai tugas untuk memimpin BPBD dalam menjalankan fungsi dan tugas BPBD. Sedangkan Unsur pengarah terdiri dari dua yaitu ketua dan anggota. Dimana ketua unsur pengarah dijabat oleh Kepala BPBD dan anggotanya berjumlah 9 orang terdiri dari 5 pejabat pemerintah daerah dan 4 orang dari masyarakat profesional di daerah. Unsur Pengarah ditugaskan untuk melaksanakan tugas dalam menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan penanggulangan bencana daerah; b. Pemantauan penyelenggaraan penanggulangan bencana; dan

c. Pengevaluasian dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah.

Sedangkan untuk Unsur pelaksana, disebutkan dalam pasal 18 bahwa Susunan organisasi unsur pelaksana, terdiri atas:

a. Kepala Pelaksana;

b. Sekretariat Unsur Pelaksana, terdiri dari: 1. Subbagian Perencanaan dan Evaluasi; 2. Subbagian Keuangan; dan

3. Subbagian Umum dan Kepegawaian.

c. Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, terdiri dari: 1. Seksi Pencegahan;

2. Seksi Kesiapsiagaan.

d. Bidang Kedaruratan dan Logistik, terdiri dari: 1. Seksi Kedaruratan;

2. Seksi Logistik.

(22)

2. Seksi Rekonstruksi. f. Satuan Tugas.

1.3 INFRASTRUKTUR

Infrastruktur yang ada pada BPBD Magelang berupa Kendaraan untuk mengevakuasi warga dan memberitahukan berita terbaru status Gunung Merapi berupa Mobil, Motor, dan Bus. Adapun untuk mengawasi aktivitas seismik dan tektonik merapi didirikan pos-pos jaga untuk mengukur nilai bencana Barak pengungsian, Sabo dam dibangun untuk menahan lahar yang terbawa oleh aliran sungai supaya tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar

(23)

membahayakan, akan tetapi dilakukan baik dalam status aktif normal maupun pada status siaga

Tabel 2.4

Daftar Sarana dan Prasarana Kedinasan Umum Tahun 2014

No Uraian Jumlah Barang Harga (Rp.)

1 TANAH 1 100.000.000

Tanah 1 100.000.000

2 PERALATAN DAN MESIN 632 3.498.104.274

Alat-alat angkutan 20 2.332.796.099

Alat bengkel 2 3.300.000

Alat pertanian & peternakan 45 9.700.000

Alat kantor dan RT 512 981.604.665

Alat Studio dan komunikasi 42 150.001.510

Alat ukur 5 5.500.000

Alat keamanan 6 15.202.000

3 GEDUNG DAN BANGUNAN 1 1.658.507.850

Bangunan gedung 1 1.658.507.850

4 ASET TETAP LAINNYA 5 1.400.000

Barang bercorak kesenian/kebudayaan 5 1.400.000

Sumber :Data Inventaris Barang/Sensus Barang Milik Daerah BPBD Kabupaten Magelang Semester I Tahun 2014

Sementara untuk Daftar Sarana dan Prasarana Kondisi Tertentu diBPBD Kabupaten Magelang Tahun 2014 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.5

Daftar Sarana dan Prasarana BPBD Kabupaten Magelang Tahun 2014

No Jenis peralatan Jumlah Keterangan

I Alat Transportasi

1 Mobil operasional 1 Pengadaan APBD 2013

2 Mobil logistik 1 Pengadaan APBD 2013

3 Mobil Rescue 1 Hibah BNPB tahun 2012

4 Truk Dapur Umum 1 Hibah BNPB tahun 2012

5 Truk Serbaguna 1 Hibah BNPB tahun 2013

6 Motor trail 1 Hibah Depdagri tahun 2007

7 Tangki air 2 Pengadaan APBD 2014

8 Motor trail 5 Hibah BNPB tahun 2012, 2013

9 Motor trail 3 Pengadaan APBD 2012

10 Motor bebek 3 Pengadaan APBD 2012

II Alat Bengkel

1 Gergaji chensaw 2 Pengadaan APBD 2007

III Alat ukur

1 Kompas 2 Pengadaan APBD 2006

2 Meteran roll 1 Pengadaan APBD 2006

(24)

IV Alat pertanian

1 Pompa air 3 Pengadaan APBD 2007

2 Cangkul 20 Pengadaan APBD 2007

3 Skop 20 Pengadaan APBD 2007

4 Selang buang air 1 Pengadaan APBD 2007

5 Selang hisap air 1 Pengadaan APBD 2007

V Alat kantor dan rumah tangga

1 Tenda regu 1 Pengadaan APBD 2001

2 Tenda Posko 1 Hibah BNPB tahun 2012

3 Tenda Peleton 2 Hibah BNPB tahun 2012

4 Tenda regu 3 Hibah BNPB tahun 2012

5 Tenda keluarga 5 Hibah BNPB tahun 2012

6 Tenda pengungsi 1 Hibah BNPB tahun 2014

7 Tandu dragh bar 6 Pengadaan APBD 2006

8 Jas hujan 20 Pengadaan APBD 2006

9 Helm safety 20 Pengadaan APBD 2006

10 Sepatu boot 20 Pengadaan APBD 2006

11 Head lamp evakuasi 20 Pengadaan APBD 2006

12 Veldbed 20 Pengadaan APBD dan Hibah BNPB

tahun 2012

13 Lampu zakelik 3

14 Lampu senter 1 Hibah BNPB tahun 2012

15 Carabiner 4 Pengadaan APBD 2006

16 Bes cender 8 Pengadaan APBD 2006

17 Ascender 2 Pengadaan APBD 2006

18 Ropes 1 Pengadaan APBD 2006

19 Sit hamess 2 Pengadaan APBD 2006

20 Full body hemess 1 Pengadaan APBD 2006

21 Pulley single 1 Pengadaan APBD 2006

22 Pulley double 1 Pengadaan APBD 2006

23 Carmantel dinamin 1 Pengadaan APBD 2006

24 Carmantel statis 1 Pengadaan APBD 2006

25 Grigi 2 Pengadaan APBD 2006

26 Webbing 10 Pengadaan APBD 2006

27 Hands coen 20 Pengadaan APBD 2006

28 Nisting 5 Pengadaan APBD 2006

29 Kompor paraffin 5 Pengadaan APBD 2006

30 Paraffin 20 Pengadaan APBD 2006

31 Veples 4 Pengadaan APBD 2006

32 Kompor gas 88 2 Pengadaan APBD 2006

33 Tabung gas kecil 5 Pengadaan APBD 2006

34 Box P3K 7 Pengadaan APBD 2006

35 Pelampung 8 Pengadaan APBD 2007

36 Tali luncur 1 Pengadaan APBD 1986

37 Genset 5KVA 2 Hibah BNPB tahun 2012

38 Water Treatment Portable 1 Hibah BNPB tahun 2012

(25)

mini

40 Perahu karet kapasitas 8 org 1 Hibah BNPB tahun 2014 41 Mesin perahu kapasitas 25

43 Radio wireless 1 Pengadaan APBD 2013

44 Antenna Grid 2,4 jumper

46 Anti petir 4 sumuran 1 Pengadaan APBD 2013

47 Switch 8 port = configurasi 3 Pengadaan APBD 2013

48 Acess point

woreless+configurasi

3 Pengadaan APBD 2013

VI Alat Studio dan Komunikasi

1 Radio wireless 1 Pengadaan APBD 1999

2 Meghaphone 3 Pengadaan APBD 1989

3 Handy Cam 2 Pengadaan APBD 2007, 2008

4 Camera digital 5 Pengadaan APBD 2007, 2008, 2010,

2012, 2013

5 GPS MAP 1 Pengadaan APBD 2007

2 Pengadaan APBD 2014

6 Radio HT 25 Pengadaan APBD 2013

7 HT 2 Hibah BNPB tahun 2012

8 Radio VHF RIG 1

9 Radio RIG 2 Pengadaan APBD 2013

10 RIG 1 Hibah BNPB tahun 2012

11 SSB 1 Hibah BNPB tahun 2012

VI I

Alat Keamanan

1 Toolbox 2 Pengadaan APBD 2013

2 Dongkrak buaya 1 Pengadaan APBD 2013

3 Tandu 1 Pengadaan APBD 2013

4 Sling tarik 4 ton 1 Pengadaan APBD 2013

5 Sling tarik 3 ton 1 Pengadaan APBD 2013

Sumber :Data Inventaris Barang/Sensus Barang Milik Daerah BPBD Kabupaten Magelang Semester I Tahun 2014

B. IMPLEMENTASI PROGRAM BPBD

1.1 Kegiatan Pra Bencana

(26)

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana oleh BPBD dalam melaksanakan tugasnya telah ada. Misalnya pencegahan bertambahnya korban akibat hujan abu yang terjadi sebelum bencana erupsi terjadi. Penanggulangannya adalah dengan memberikan masker dan kaca mata untuk melindungi sistem pernafasan dan mata.

1.1.2 Kesiapsiagaan

Untuk mengantisipasi bencana agar mengurangi resiko bencana, BPBD Magelang melakukan sosialisasi tentang bahaya bencana erupsi gunung merapi dengan disertai bagaimana cara evakuasi yang tepat dan segala prosedur pengevakuasian.

Selain itu telah dilakukan pos komando disetiap titik-titik rawan bencana agar dapat lebih cepat melakukan tindakan, serta penyiapan lokasi evakuasi menggunakan Sister Village, dan sarana penyiaran komunikasi yang tersebar dititik-titik desa.

1.1.3 Peringatan dini

Dengan adanya peringatan dini (awareness) terlebih dahulu kepada masyarakat sekitar tempat kemungkinannya terjadi bencana maka akan pula mengurangi kerugian yang terjadi. Peringatan telah dilakukan dengan tingkatan kewaspadaan yang berbeda-beda.

Pada level pertama (Normal) terindikasikan bahwa tidak ada gejala aktivitas tekanan magma, tindakan yang harus dilakukan pada level ini adalah pengematan secara rutin untuk mengetahui tingkat pergerakan tekanan magma dan juga survey serta penyelidikan yang ada disekitar gunung untuk mengetahui ada atau tidaknya kawah baru atau sumber-sumber bencana lainnya.

(27)

Pada level ketiga (Siaga) dideterminasikan dengan adanya peningkatan intensif kegiatan seismik, dan semua data menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana. Tindakannya adalah dengan melakukan peringatan dini di wilayah terancam, penyiapan sarana darurat, serta piket jaga penuh untuk mengantisipasi adanya bencana.

Pada level keempat (Awas) menandakan gunung berapi yang segera atau sedang meletus yang menimbulkan bencana. Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap, dan letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam. Tindakan yang diambil adalah wilayah terancam bahaya direkomendasikan untuk dikosongkan untuk menghindari kerugian korban jiwa.

1.1.4 Mitigasi bencana

Mitigasi bencana yang dilakukan oleh BPBD Magelang untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik atau penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, pemerintah telah membuat Sabo DAM, ini dibangun untuk menahan lahar yang terbawa oleh aliran sungai supaya tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar.8

Selain itu Mitigasi bencana berupa undang-undang telah dikeluarkan MOU antara desa ancaman dengan desa penopang untuk memudahkan proses evakuasi agar tidak terpecah-belah antara warga desa satu dengan lainnya untuk memudahkan pendataan serta memudahkan koordinasi.

1.2 Kegiatan Saat Bencana

1.1.1 Tanggap Darurat (Emergency Response)

Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Terdapat satuan SAR dan Tim Siaga warga (SSP, SRP) dalam mengevakuasi.

1.1.2 Bantuan Darurat

Adanya bantuan yang mengalir dari berbagai wilayah yang berupa kebutuhan dasar yaitu, pangan, sandang, tempat tingga sementara (Barak

(28)

pengungsian), kesehatan, sanitasi dan air bersih.dari sektor publik, sektor privat, hingga NGO, dan bantuan dari luar negeri.

1.3 Kegiatan Pasca Bencana

1.1.1 Pemulihan (Recovery)

Setelah selesai terjadinya bencana, BPBD dan stakeholders melakukan pemulihan darurat kondisi masyarakat bencana dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Dengan melakukan perbaikan prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll.)

1.1.2 Rehabilitas (Rehabilitation)

Upaya yang dilakukan untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting dan menghidupkan kembali roda perekonomian. Namun untuk memperbaiki rumah, pemerintah hanya melakukan gotong-royong membersihkan rumah-rumah warga yang tertimbun debu vulkanik, untuk melakukan rekonstruksi rumah hanya sedikit warga yang mendapatkannya itupun juga dari donatur swasta.

1.4 Mitigasi Bencana Yang Efektif

1.1.1 Penilaian Bahaya (Hazard Assesment)

Masyarakat telah paham akan bahaya yang akan datang. Masyarakat dapat mengetahui tanda-tanda jika bencana sudah mau datang. Nilai-nilai kearifan lokal dan juga adanya teknologi yang semakin modern serta arahan-arahan dari pemerintah secara langsung membuat segi penilaian terhadap bahaya menjadi lebih optimal.

1.1.2 Peringatan (Warning)

Sebelum bencana erupsi tahun 2010 mungkin masyarakat sulit mendapatkan peringatan-peringatan dini, berbeda dengan keadaan yang sekarang. Peringatan lebih efektif dilakukan dengan adanya Sistem Informasi Desa (SID). Biasanya warga berkumpul di satu titik tempat berkumpul, di balai desa.

(29)

Adanya program Sister Village membuat persiapan masyarakat dalam menghadapi bencana semakin matang. Jika bencana datang, mereka sudah langsung mengetahui kemana mereka akan mengungsi, tidak perlu lagi mengalami kebingungan dan kepanikan seperti saat sebelumnya.

1.1.4 Tingkat Kepedulian Masyarakat

Tingkat kepedulian masyarakat sudah semakin baik, apalagi dengan adanya organisasi pemuda yang ada di dalam desa, yang ikut membantu dan mengutamakan orang-orang tua ketika evakuasi sedang berlangsung.

1.5 Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat

1.1.1 Sister Village merupakan sebuah program yang bagus yang telah berbasis kepada masyarakat. Keberadaan program ini harus ditingkatkan lagi, juga sosialisasi kepada masyarakat perlu lebih intens lagi agar warga masyarakat mengetahui betul konsep dari program ini.

1.1.2 Dilihat dari segi anggaran, harus ada penganggaran yang jelas dan alokasi yang berkelanjutan dan secara terus menerus meskipun tidak terjadi bencana. Hal ini perlu karena untuk dapat menciptakan suasana efektif dan efisien dalam kesiapsiagaan bencana baik saat maupun pasca bencana

1.1.3 Perlu adanya kerjasama atas seluruh pihak dalam melaksanakan manajemen bencana, supaya ada sebuah sinergitas serta adanya perpaduan kearifan lokal dan teknologi modern menjadi hal yang mutlak dalam menciptakan mitigasi mapan.

C. KENDALA YANG DIHADAPI BPBD KABUPATEN MAGELANG

(30)

merupakan gunung berapi paling aktif di Indonesia dengan siklus erupsi paling sering yaitu sekitar 3-7 Tahunan. Sehingga satu satunya cara untuk menyelamatkan warga dari merapi adalah dengan menjauhkan atau memindahkan warga dari Merapi.

Hal ini lah yang menjadi kendala utama BPBD. Warga merapi selalu menolak untuk direlokasi ke wilayah yang aman dari erupsi merapi. Alasan yang dipergunakan warga beragam mulai dari alasan ekonomi, religi sampai alasan budaya atau kultural. Padalah telah banyak kasus erupsi merapi yang menelan banyak korban karena warga menolak untuk dievakuasi. Masalah relokasi warga inilah yang menjadi masalah utama BPBD Kab.Magelang setiap kali bencana merapi datang. Selain itu kendala yang dihadapi lembaga tersebut adalah, masyarakat seolah menyalahkan BPBD apabila kehadiran di tempat bencana tidak tepat waktu, mereka beranggapan bahwa di setiap bencana, pihak pertama yang harus bertanggung jawab adalah BPBD. Dengan adanya anggapan tersebut, apabila BPBD datang ke tempat bencana telat, konsekuensinya adalah mendapat sambutan yang kurang menyenangkan, bahkan terkadang kedatangan lembaga seolah tidak ada gunanya bagi mereka. Hal tersebut tentu berpengaruh terhadap semangat kinerja pihak BPBD sendiri.

D. UPAYA YANG DILAKUKAN BPBD KABUPATEN MAGELANG

Sebagai lembaga yang bertanggung jawab terhadap penanggulangan bencana, BPBD mempunyai berbagai upaya yang dilakukan salah satunya adalah dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga. Berkat upaya tersebut, BPBD Kabupaten Magelang berhasil mendapatkan predikat dan penghargaan sebagai lembaga penanggulangan bencana dengan tingkat akuntabilitas dan transparansi terbaik di Indonesia.

(31)

Magelang juga menunjukkan dukungan yang baik kepada konsep tersebut, terbukti dengan anggaran yang diberikan untuk program tersebut cukup tinggi.

Adanya dukungan dan apresiasi yang datang dari berbagai pihak tersebut, tidak datang begitu saja. Tapi karena para pelaksana program “Sister Village” bekerja dengan sungguh-sungguh dalam hal penanggulangan bencana, dengan tidak lupa memperhatikan keluhan dari masyarakat. Sehingga upaya-upaya yang telah dilakukan mampu memberikan hasil yang besar bagi keberlangsungan program tersebut.

E. ANALISIS HASIL OBSERVASI DAN WAWANCARA

Kegiatan Kuliah praktek lapangan manajemen bencana bertujuan untuk mengetahui bagaimana isu, permasalahan, fenomena dan fakta yang terjadi di Desa Ngargomulyo terkait dengan penanganan bencana pada saat erupsi merapi. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada masyarkat, maka hasilnya adalah:

1. Manajemen bencana pada tahap Pra- bencana di desa Ngargomulyo sudah sangat baik, karena adanya upaya kesiapsiagaan dari perangkat desa maupun masyarakatnya. Terlihat yaitu dengan dibangunnya pos kampling yang dilengkapi dengan sirine , serta alat pemantau dan perlindungan diri. Selain itu juga adanya peringatan dini yang diberikan oleh BPTK kepada masyarakat mengenai laporan situasi gunung merapi terkini, sehingga masyarakat mampu memantau perkembangan status gunung Merapi. Hal tersebut dilakukan adalah agar masyarakat selalu siap siaga terhadap ancaman bencana. 2. Namun, dari segi infrastruktur Manajemen bencana, masih kurang karena masyarakat

menganggap kurangnya perbaikan jalan evakuasi, sehingga memperlambat proses evakuasi bahkan mengurangi minimalisasi korban dan kerugian.

3. Manajemen bencana pada tahap saat bencana (Tanggap darurat) menurut pengamatan saya sudah lumayan baik, terbukti dengan cepat tanggapnya Tim SAR melakukan evakuasi. Dari berbagai pihak seakan sudah tersistem, sehingga ketika terjadi bencana, masing- masing pihak langsung bekerja pada tugasnya,tidak tumpang tindih dan bekerja cepat. Dari penilaian di pengungsian juga logistic, sarana prasarana sudah mencukupi yaitu dengan adanya kamar mandi dan tempat pengungsian serta makanan yang layak bagi para pengungsi. Namun, ada juga permaslahan yang terjadi yaitu adanya kesemrawutan dan kepanikan sehingga memperlambat proses evakuasi.

(32)

untuk menekan trauma yang terjadi kepada masyarkat karena adanya bencana merapi. Penanganan paska bencana lebih fokus hanya seputar pada bantuan tunai dan perbaikan rumah masyarakat, atau bisa dikatakan secara fisik saja, namun secara psikologis belum dilakukan.

5. Untuk membentuk mitigasi manajemen bencana yang efektif diperlukan kerjasama dengan berbagai pihak dan dilakukan secara bertahap, satu persatu sehingga semuanya terstruktur dan tersistem dengan baik mulai dari penilaian bahaya, peringatan, persiapan dan tingkat kepedulian masyarakat.

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

(33)

Upaya lainnya dalam manajemen bencana erupsi merapi, BPBD Magelang menerjunkan TIM SAR dan Tim siaga warga dalam menanggapi Emergency response dengan menggunakan mobil, motor, serta bus yang telah ada di BPBD Magelang. Setelah selesai terjadinya bencana, BPBD dan stakeholders melakukan pemulihan darurat kondisi masyarakat bencana dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Dengan melakukan perbaikan prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas, dll.). BPBD dan warga sekitar juga bergotong-royong untuk melakukan rehabilitasi fasilitas-fasilitas umum dan fasilitas sosial penting lainnya untuk menghidupkan kembali roda perekonomian.

Walaupun semua telah dilakukan, BPBD Magelang tetap mengalami kendala yang menghambat implementasian program tersebut. Banyaknya, warga yang tidak mau dievakuasi setelah peringatan bahaya ‘Siaga’ dikeluarkan pemerintah yang dapat menimbulkan korban jiwa. Dari sebab itu juga BPBD Magelang menghadapi distrust dari masyarakat bahwa BPBD tidak dapat menyelamatkan warga padahal hal itu merupakan kesalahan warga sendiri.

Adapun kendala lainnya yaitu perelokasian warga rawan bencana. Padahal bencana erupsi merapi merupakan gunung berapi paling aktif di Indonesia dengan siklus erupsi paling sering yaitu sekitar 3-7 Tahunan. Sehingga satu satunya cara untuk menyelamatkan warga dari merapi adalah dengan menjauhkan atau memindahkan warga dari Merapi. Namun itu tidak dapat dilakukan karena banyak alasan yang dipergunakan warga, mulai dari alasan ekonomi, religi sampai alasan budaya atau kultural.

(34)

B.

SARAN

Begitu banyak informasi dan pengetahuan yang didapatkan dari Kuliah Praktek Lapangan (KPL) di Kabupaten Magelang. Peran pemerintah sudah cukup baik dalam pelaksanaan manajemen bencana. Diharapkan pemerintah, swasta, LSM, maupun masyarakat tambah mempererat hubungan dan saling berkoordinasi dengan baik dalam manajemen bencana. Sehingga dalam pemberian bantuan maupun perbaikan infrastruktur dapat lebih baik lagi. Sedangkan untuk program Sister Village (Desa Bersaudara) yang berasal dari BPBD semoga dapat lebih baik lagi. Perlu diadakan sosialisasi yang lebih intens lagi kepada masyarakat desa supaya mereka betul-betul paham dengan konsep Sister Village itu sendiri. Diharapkan program yang bagus ini juga dapat menjadi inspirasi dalam penanganan bencana di daerah-daerah lain yang juga rawan bencana.

DAFTAR PUSTAKA

Kusumasari, Bevaola. Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal. 2014. Yogyakarta: Gava Media.

Subarsono. Analisis Kebijakan Publik. 2009. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman 2 Purwanto Erwan A. dan Sulistyastuti, Dyah R. (2012). Implementasi Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasinyadi Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.

Muhammad, Suwarso. 2012. Strategi Pemerintahan Manajemen Organisasi Publik. Jakarta: Erlangga.

http://id.wikipedia.org/wiki/Letusan_gunung tanggal 21 Mei 2015 waktu 19:15 WIB

http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Penanggulangan_Bencana_Daerah tanggal 21 Mei 2015

(35)

http://ksn-merapi.com/index.php/detail/57 tanggal 21 Mei 2015 waktu 20:12 WIB

Gambar

Tabel 2.4Daftar Sarana dan Prasarana Kedinasan Umum Tahun 2014

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 6 Jumlah komposisi hasil tangkapan pada tiap tropik level berdasarkan fase bulan untuk unit penangkapan bagan apung. Gambar 7 Kelompok konsumen berdasarkan tropik

Penelitian ini menggunakan data skala yaitu skala perilaku agresif pada anak (perilaku agresif fisik, perilaku agresif verbal, penyerangan terhadap obyek, dan pelanggaran hak

Untuk menganalisis dan mengetahui bagaimana pengaruh Current Ratio, Debt To Assets Ratio, dan Debt To Equity Ratio terhadap kinerja keuangan pada perusahaan property

bahwa dengan telah terbentuknya Kabupaten Bener Meriah berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2003 dan dalam rangka mengisi Keistimewaan di Provinsi Nanggroe Aceh

Kopling manual atau mekanis yang dikenal juga dengan istilah kopling sekunder adalah kopling yang cara kerjanya diatur oleh handel kopling. Kopling manual

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melepasliarkan 1.000 ekor ikan Capungan Banggai atau yang biasa dikenal sebagai Banggai Cardinal Fish (BCF) dan 25 ekor

daerah dalam rangka mengukur dan mengevaluasi variabel atau kriteria potensi daerah yang dipersyaratkan untuk mengetahui kemungkinan penataan wilayah di Provinsi

Pembauran antara Islam yang bersifat Universal dengan budaya yang bersifat realitas, melahirkan akulturasi kebudayaan yang khas Islam, Akulturasi meliputi hampir