• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HASIL PENELITIAN

B. Analisis Hasil Penelitian

1. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal

Derajat desentralisasi fiskal digunakan untuk melihat kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan. Secara umum, semakin tinggi kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah dan semakin tinggi kemampuan daerah untuk membiayai pengeluarannya sendiri akan menunjukkan kinerja keuangan daerah yang positif. Dalam hal ini, kinerja keuangan positif dapat diartikan

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

sebagai suatu kemandirian keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah pada daerah tersebut.

Tabel 4.1. menunjukkan derajat desentralisasi fiskal Pemerintah Kota Medan sebelum otonomi daerah tahun anggaran 1995-2000.

Tabel 4.1.

Derajat Desentralisasi Fiskal Kota Medan Sebelum Otonomi Daerah

No. Keterangan Sebelum Otonomi Daerah (Tahun)

1995 1996 1997 1998 1999 2000

1 PAD/TPD 33,25% 36,30% 32,90% 8,69% 26,24% 26,25%

2 BHPBP/TPD 14,85% 15,56% 16,56% 12,85% 15,64% 15,65%

Rata-Rata1 26,07%

Rata-Rata 2 15,25%

Sumber: Data diolah Penulis, 2009

Dari tabel 4.1. dapat dilihat bahwa pada tahun 1995 PAD/TPD dan BHPBP/TPD sebesar 33,25% dan 14,85% artinya jumlah pendapatan dari PAD dan Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak yang mampu dihasilkan Pemko Medan adalah sebesar Rp44.461.200.000 dan Rp18.811.630.000 dibandingkan dengan total penerimaan daerah sebesar Rp130.400.830.000. Pada tahun 1996, PAD/TPD dan BHPBP/TPD meningkat menjadi 36,30% dan 15,56% artinya PAD dan BHPBP sebesar Rp53.733.340.000 dan Rp23.038.530.000 dibandingkan dengan total penerimaan daerah sebesar Rp148.012.400.000. Pada tahun 1997 PAD/TPD dan BHPBP/TPD bernilai sebesar 32,90% dan 16,56% artinya PAD sebesar Rp55.680.400.000 dan BHPBP sebesar Rp27.971.980.000 dibandingkan dengan total penerimaan

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

daerah sebesar Rp168.844.360.000 atau mengalami penurunan sebesar 3,4% dari tahun sebelumnya.

Dari tabel 4.1. dapat dilihat bahwa pada tahun 1998 derajat desentralisasi fiskal yaitu sebesar 8,69% untuk PAD/TPD dan sebesar 12,85% untuk BHPBP/TPD. Pada tahun 1998 jumlah PAD sebesar Rp2.513.130.000 dibandingkan dengan total penerimaan daerah sebesar Rp28.905.630.000 merupakan nilai yang mengejutkan karena pada tahun 1998 derajat desentralisasi fiskal mengalami penurunan yang cukup drastis jika dibandingkan dengan tahun-tahun lainnya sebelum otonomi daerah yaitu sebesar 24,21% untuk PAD/TPD dan penurunan sebesar 3,71% untuk BHPBP/TPD. Hal ini disebabkan pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi. Krisis ekonomi mengakibatkan Pemko Medan tidak dapat memungut pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah secara optimal. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2. yang menunjukkan perkembangan pajak daerah dan retribusi daerah tahun anggaran 1997-1999.

Tabel 4.2.

Perkembangan Pos Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pemko Medan T.A 1997-1999 (dalam jutaan rupiah)

Tahun Pajak Daerah Retribusi daerah

1997 32.338,91 17.350,68

1998 1.156,57 1.272,98

1999 37.672,64 19.275,80

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Pada tabel 4.2. dapat dilihat bahwa pajak daerah sebesar Rp32.338.910.000 dan retribusi daerah Rp17.350.680.000 pada tahun 1997 menurun menjadi Rp1.156.570.000 untuk pajak daerah dan Rp1.272.980.000 untuk retribusi daerah pada tahun 1998 atau menurun sebesar 96,42% untuk pos pajak daerah dan menurun sebesar 92,66 % untuk retribusi daerah Pemko Medan pada tahun 1998. Hal ini pastilah mengakibatkan pos bagi hasil pajak juga menurun.

Pada tabel 4.1., dapat dilihat bahwa pada tahun 1999 terjadi peningkatan persentase PAD/TPD sebesar 14,55% dan BHPBP/TPD sebesar 2,79% dimana PAD dan BHPBP sebesar Rp59.420.210.000 dan Rp35.421.830.000 dibandingkan dengan total pendapatan daerah sebesar Rp226.436.730.000. Hal ini dikarenakan situasi perekonomian Indonesia yang agak membaik pada tahun tersebut sehingga pemungutan pajak dan retribusi daerah mulai meningkat.

Tabel 4.3. menunjukkan derajat desentralisasi fiskal Kota Medan setelah otonomi daerah tahun anggaran 2001-2006.

Tabel 4.3.

Derajat Desentralisasi Fiskal Kota Medan Setelah Otonomi Daerah

No. Keterangan Setelah Otonomi Daerah (Tahun)

2001 2002 2003 2004 2005 2006

1 PAD/TPD 16,17% 19,55% 20,01% 23,99% 24,69% 22,36%

2 BHPBP/TPD 14,07% 12,75% 14,23% 17,74% 15,81% 14,65%

Rata-Rata1 21,12%

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Sumber: Data diolah Penulis, 2009

Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa pada tahun 2001 persentase PAD/TPD dan BHPBP/TPD sebesar 16,17% dan 14,07%. Pada tahun 2000 pendapatan yang dapat dikumpulkan berupa PAD sebesar Rp88.262.840.000 dan bagi hasil pajak dan bukan pajak sebesar Rp76.829.740.000 dibandingkan dengan total penerimaan daerah sebesar Rp545.821.100.000. Pada tahun 2002 PAD/TPD dan BHPBP/TPD adalah sebesar 19,55% dan 12,75% dimana PAD dan BHPBP sebesar Rp146.930.660.000 dan Rp95.805.890.000 dibandingkan dengan total penerimaan daerah sebesar Rp751.291.510.000 Pada tahun 2003 persentase PAD/TPD dan BHPBP/TPD adalah sebesar 20,01% dan 14,23% dimana PAD dan BHPBP sebesar Rp233.786.690.000 dan Rp166.261.410.000 dibandingkan dengan total penerimaan daerah sebesar Rp1.168.266.860.000. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2004-2006 persentase PAD/TPD dan BHPBP/TPD bervariasi yaitu sebesar 22,36%-23,99% dan 14,65%-17,74%.

Dari tabel 4.3. dapat dilihat bahwa rata-rata persentase PAD/TPD dan BHPBP/TPD sebesar 21,12% dan 14,87%. Jika dibandingkan dengan persentase sebelum otonomi daerah (tabel 4.1.) maka persentase derajat desentralisasi fiskal setelah otonomi daerah menurun sebesar 4,95% untuk PAD/TPD dan penurunan sebesar 0,38% untuk BHPBP/TPD. Penurunan persentase PAD/TPD terjadi karena setelah otonomi daerah pos pada pendapatan bertambah. Adanya pos penerimaan dari pemerintah, propinsi dan

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

kabupaten/kota lainnya tentunya menambah jumlah pendapatan kota Medan. Menurunnya derajat desentralisasi fiskal setelah otonomi daerah mengindikasikan bahwa menurunnya tingkat kemampuan keuangan daerah dalam membiayai kebutuhan daerah. Walaupun jumlah PAD dan BHPBP cenderung meningkat dari tahun ke tahun tetapi jika dibandingkan dengan total penerimaan daerah, kontribusi PAD terhadap TPD menurun setelah otonomi daerah. Hal ini harus lebih dicermati oleh pihak Pemko Medan agar pengoptimalan PAD dapat dilakukan. Jika selama ini pajak daerah dan retribusi daerah yang dijadikan penopang terbesar PAD maka pos lain seperti laba dari BUMD harus lebih dioptimalkan sehingga kontribusi PAD terhadap TPD dapat meningkat. Meningkatnya kontribusi PAD dapat meningkatkan kemandirian dalam membiayai kebutuhan daerah. Pengoptimalan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah akan meningkatkan kontribusi PAD dan tentunya kesejahteraan masyarakat Kota Medan.

Jika ditinjau berdasarkan interval kriteria kinerja keuangan hasil penemuan tim Fisipol UGM (Tabel 2.1.), persentase derajat desentralisasi fiskal khususnya rasio PAD/TPD untuk Kota Medan sebelum dan setelah otonomi daerah berada pada tingkat cukup. Kualitas pemerintahan, yang merupakan variabel gabungan dari partisipasi masyarakat, orientasi pemerintah, pembangunan sosial, dan manajemen ekonomi (makro) berhubungan positif dengan derajat desentralisasi. Artinya, semakin tinggi derajat desentralisasinya maka semakin baik pula partisipasi masyarakatnya, orientasi pemerintah, pembangunan sosial, dan manajemen ekonomi (makro).

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas pemerintahan Pemerintah Kota Medan berada pada tingkat cukup sebelum maupun setelah otonomi daerah.

2. Rasio Tingkat Kemandirian Pembiayaan

Rasio ini memiliki dua rumus seperti yang tertera pada tinjauan pustaka. Dikarenakan tidak semua item yang terdapat pada rumus dapat digunakan maka penulis hanya menggunakan satu rumus saja yaitu rumus untuk menghitung kontribusi pajak daerah terhadap pandapatan asli daerah.

Tabel 4.4. menunjukkan tingkat kemandirian pembiayaan Kota Medan tahun anggaran 1995-2000.

Tabel 4.4.

Tingkat Kemandirian Pembiayaan Kota Medan Sebelum Otonomi Daerah

Sebelum Otonomi Daerah (Tahun)

Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000

TPjd/PAD 49,25% 50,57% 58,07% 46,02% 63,4% 63,5%

Rata-rata 56,29%

Sumber: Data diolah Penulis, 2009

Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa persentase TPjD/PAD bervariasi yaitu sebesar 46,02%-63,5%. Pada tahun 1995 total pajak daerah yang dipungut dari masyarakat sebesar Rp22.352.220.000 dibandingkan dengan pendapatan asli daerah sebesar Rp44.461.200.000. Pada tahun 1996 TPjD/PAD meningkat sebesar 1,32% dari tahun sebelumnya dimana total pajak daerah pada tahun tersebut sebesar Rp27.178.280.000 dibandingkan dengan PAD sebesar Rp53.733.340.000. Pada tahun 1997 TPjD/PAD sebesar 58,07% dimana total pajak daerah sebesar Rp32.338.910.000 dibandingkan

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

dengan PAD sebesar Rp55.680.400.000. Penurunan drastis terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 12,05% dimana total pajak daerah sebesar Rp1.156.570.000 dibandingkan dengan PAD sebesar Rp2.513.130.000. Hal ini disebabkan terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1998 yang mengakibatkan pemungutan pajak daerah menurun. Pada tahun 1999 dan 2000 dapat dilihat TPjD/PAD sebesar 63,4% dan 63,5%.

Tabel 4.5. menunjukkan tingkat kemandirian pembiayaan Kota Medan tahun anggaran 2001-2006.

Tabel 4.5.

Tingkat Kemandirian Pembiayaan Kota Medan Setelah Otonomi Daerah

Keterangan Setelah Otonomi Daerah (Tahun)

2001 2002 2003 2004 2005 2006

TPjD/PAD 65,89% 54,73% 56,56% 56,43% 58,70% 57,86%

Rata-Rata 58,36%

Sumber: Data diolah Penulis, 2009

Pada tabel tersebut dapat dilihat pasang surut persentase TPjD/PAD. Pada tahun 2001 TPjD/PAD sebesar Rp58.157.720.000 dibandingkan dengan PAD sebesar Rp88.262.840.000. Pada tahun 2002 persentase TPjD/PAD menurun sebesar 11,16% dimana total pajak daerah sebesar Rp80.418.340.000 dibandingkan dengan PAD sebesar Rp146.930.660.000. Pada tahun 2003 persentase TPjD/PAD sebesar 56,56% dimana total pajak daerah sebesar Rp132.234.570.000 dibandingkan dengan PAD sebesar Rp233.786.690.000.

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Pada tahun 2004-2006 dapat dilihat bahwa persentase TPjD/PAD bervariasi yaitu 56,43%-58,70%.

Jika dilihat secara rata-rata, maka rasio TPjD/PAD setelah otonomi daerah meningkat sebesar 2,07%. Walaupun kenaikan ini tidak cukup signifikan tetapi salah satu penyebab kenaikan ini adalah karena pada tahun 2000 pemerintah mengeluarkan UU No.34 Tahun 2000 sebagai pengganti UU No.18 Tahun 1997. Pada UU No.34 Tahun 2000 pajak daerah bagi kabupaten/kota diperluas objeknya antara lain diberlakukannya pajak parkir.

Peningkatan kontribusi total pajak daerah terhadap PAD Pemko Medan setelah otonomi daerah berarti pada Pemko Medan, pengelolaan pajak daerah yang merupakan salah satu komponen utama dari pendapatan asli daerah semakin baik setelah otonomi daerah. Dapat dikatakan bahwa pajak daerah yang dikelola langsung oleh pemerintah Kota Medan memiliki kontribusi atau peran yang cukup signifikan terhadap pendapatan asli daerah Kota Medan.

Untuk mengurangi ketergantungan pada pengalihan keuangan dari pusat, pemerintah daerah perlu menelusuri upaya-upaya untuk meningkatkan kapasitas finasialnya dengan mengembangkan basis pajak, meningkatkan pengumpulan pajak dan retribusi, merasionalkan pengeluaran, mempromosikan kemitraan swasta-pemerintah dalam menyediakan pelayanan daerah dan menggunakan lahan daerah sebagai sumber daya yang penting.

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Tidak berbeda dari rasio sebelumnya, pada rasio ini juga terdapat rumus yang tidak dapat digunakan karena item yang tersedia tidak terdapat pada realisasi APBD sebelum dan setelah otonomi daerah. Oleh karena itu, penulis menggunakan hanya satu rumus saja yaitu rumus yang memuat total sisa anggaran dibagi dengan total belanja daerah.

Perbandingan total sisa anggaran terhadap total belanja daerah menunjukkan tingkat efisiensi dari setiap penggunaan uang daerah. Sisa Anggaran (Sisa Perhitungan Anggaran) merupakan selisih lebih antara penerimaan daerah atas belanja yang dikeluarkan dalam satu tahun anggaran ditambah selisih lebih transaksi pembiayaan penerimaan dan pengeluaran. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan perencanaan sesuai prinsip-prinsip disiplin anggaran sehingga memungkinkan setiap pengeluaran belanja menghasilkan sisa anggaran. Semakin kecil rasio akan menunjukkan peran perencanaan dan pelaksanaan anggaran semakin baik.

Tabel 4.6. menunjukkan TSA/TBD Kota Medan untuk tahun anggaran 1995-2000.

Tabel 4.6.

Efisiensi Penggunaan Anggaran Kota Medan Sebelum Otonomi Daerah

Keterangan Sebelum Otonomi Daerah (Tahun)

1995 1996 1997 1998 1999 2000

TSA/TBD 2,83% 3,74% 6,20% 0,25% 2,56% 2,57%

Rata-Rata 3,06%

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa persentase TSA/TBD cukup bervariasi yaitu sebesar 0,25%-6,20%. Pada tahun 1995 persentase TSA/TBD sebesar 2,83% dimana total sisa anggaran Kota Medan sebesar Rp12.415.560.000 dibandingkan dengan total belanja daerah sebesar Rp123.369.080.000. Pada tahun 1996 TSA/TBD meningkat sebesar 0,91% dimana total sisa anggaran sebesar Rp5.165.120.000 dibandingkan dengan total belanja daerah sebesar Rp138.058.170.000. Persentase TSA/TBD pada tahun 1997 adalah sebesar 6,20% dimana total sisa anggaran sebesar Rp9.953.960.000 dibandingkan dengan total belanja daerah sebesar Rp160.527.070.000. Persentase TSA/TBD pada tahun 1998 menurun sebesar 5,95% dimana total sisa anggaran sebesar Rp69.540.000 dibandingkan dengan total belanja daerah sebesar Rp27.643.420.000. Pada tahun 1999 dan 2000 persentase total sisa anggaran sebesar 2,56% dan 2,57% dimana total sisa anggaran pada tahun 1999 dan 2000 adalah sebesar Rp5.499.840.000 dan Rp4.743.610.000 dibandingkan dengan total belanja daerah sebesar Rp214.194.670.000 dan Rp184.742.900.000.

Tabel 4.7. menunjukan TSA/TBD Kota Medan untuk tahun anggaran 2001 -2006.

Tabel 4.7.

Efisiensi Penggunaan Anggaran Kota Medan Setelah Otonomi Daerah

Keterangan Setelah Otonomi Daerah (Tahun)

2001 2002 2003 2004 2005 2006

TSA/TBD 0,60% 4,45% 2,29% 4,27% 1,10% 3,77%

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Sumber: Data diolah Penulis, 2009

Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada tahun 2001 persentase TSA/TBD sebesar 0,60% dimana total sisa anggaran sebesar Rp3.087.210.000 dibandingkan dengan total belanja daerah sebesar Rp513.667.270.000. Pada tahun 2002 TSA/TBD meningkat sebesar 3,85% menjadi 4,45% dimana total sisa anggaran sebesar Rp32.316.020.000 dibandingkan dengan total belanja daerah sebesar Rp725.448.720.000. Pada tahun 2003 TSA/TBD mengalami penurunan sebesar 2,16% dimana total sisa anggaran sebesar Rp25.770.900.000 dibandingkan dengan total belanja daerah sebesar Rp1.125.322.390.000. Pada tahun 2004 persentase mengalami kenaikan kembali sebesar 1,98%. Pada tahun 2005 terjadi penurunan sebesar 3,17% dan pada tahun 2006 meningkat kembali sebesar 2,67%.

Walaupun besarnya persentase TSA/TBD mengalami naik turun tetapi dilihat secara rata-rata persentase TSA/TBD setelah otonomi daerah menurun sebesar 0,33%. Dimana sebelum otonomi daerah rata-rata tingkat TSA/TBD adalah 3,06%, sedangkan setelah otonomi daerah adalah 2,73%.

Dengan adanya penurunan persentase TSA/TBD pada Pemko Medan setelah otonomi daerah berarti Pemko Medan telah memiliki perencanan dan pelaksanaan anggaran yang lebih baik setelah otonomi daerah. Semakin kecil rasio akan menunjukkan peran perencanaan dan pelaksanaan anggaran semakin baik. Salah satu penyebab semakin baiknya perencanaan dan pelaksanaan anggaran ini adalah karena setelah otonomi daerah pemerintah mengeluarkan peraturan-peraturan tentang pengelolaan keuangan daerah.

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Penyususnan APBD dan pertanggungjawaban APBD yang dapat dijadikan panduan bagi pemerintah daerah untuk dapat lebih baik lagi dalam merencanakan dan melaksanakan anggaran. Peraturan-peraturan tersebut antara lain:

1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, serta Penyusunan Perhitungan APBD;

2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara; 3.Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara; 4. PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

4. Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masayarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Tabel 4.8. menunjukkan rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan untuk tahun anggaran 1995-2000.

Tabel 4.8.

Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Medan Sebelum Otonomi Daerah

Keterangan Sebelum Otonomi Daerah (Tahun)

1995 1996 1997 1998 1999 2000

PAD/BP(P)P 79,36% 81,32% 74,05% 39,52% 47,43% 47,44%

Rata-Rata 57,94%

Sumber: Data diolah Penulis, 2009

Pada tabel tersebut dapat diliat bahwa pada tahun 1995 persentase PAD/BP(P) sebesar 79,36% artinya pendapatan berupa PAD sebesar Rp44.461.200.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp52.175.800.000. Pada tahun 1996 dapat dilihat bahwa persentase PAD/BP(P) sebesar 81,32% dimana PAD sebesar Rp53.733.340.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima dari propinsi ataupun pusat sebesar Rp66.075.410.000. Pada tahun 1997 persentase PAD/BP(P) menurun sebesar 7,27% menjadi 74,05% dimana PAD sebesar Rp55.680.400.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp75.238.020.000.

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

Pada tabel tersebut dapat dilihat rasio tingkat kemandirian keuangan Kota Medan sebelum tahun 1998 berada pada tingkat di atas 50% (lebih besar dari persentase pada tahun 1998-2000). Hal ini terjadi karena sebelum tahun 1998 jumlah bantuan yang dikucurkan pemerintah pusat dan daerah lainnya memiliki jumlah yang kurang signifikan. Kemudian pada tahun 1998, terjadi penurunan rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan sebesar 34,53% dimana PAD sebesar Rp2.513.130.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp6.357.920.000. Penurunan ini terjadi karena pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan pemungutan pajak dan retribusi daerah menurun yang mengakibatkan turunnya PAD Kota Medan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.2. yang memuat perkembangan pos pajak daerah dan retribusi daerah tahun anggaran 1997-1999.

Setelah tahun 1998, rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan tidak meningkat tajam seperti sebelum tahun 1998 padahal PAD Kota Medan sudah mulai menungkat. Hal ini terjadi karena pada tahun 1999-2000 pemerintah pusat mulai mengucurkan dana yang lebih eksklusif dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari Ringkasan APBD Kota Medan tahun anggaran 1999 (lampiran halaman 5) bahwa terdapat penambahan pos pada akun pendapatan yaitu pos bagian pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah dan atau instansi yang lebih tinggi. Hal ini tentunya mengakibatkan penurunan rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan untuk tahun anggaran 1999-2000 yang mengindikasikan

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

tingkat ketergantungan Pemko Medan terhadap dana ekstern meningkat dan menurunnya tingkat kemandirian Kota Medan setelah tahun 1998. Pada tahun 1999 persentase PAD/BP(P) sebesar 47,43% dimana PAD sebesar Rp59.420.210.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp125.267.940.000. Pada tahun 2000 persentase PAD/BP(P) sebesar 47,44% dimana PAD sebesar Rp51.249.330.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp108.043.600.000.

Tabel 4.9. menunjukkan rasio tingkat kemandirian keuangan daerah Kota Medan untuk tahun anggaran 2001-2006.

Tabel 4.9.

Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kota Medan Setelah Otonomi Daerah

Keterangan Setelah Otonomi Daerah (Tahun)

2001 2002 2003 2004 2005 2006

PAD/BP(P)P 24,38% 32,65% 38,89% 33,16% 34,31% 28,80%

Rata-Rata 32,03%

Sumber: Data diolah Penulis, 2009

Pada tabel tersebut dapat dilihat rasio tingkat kemandirian Kota Medan memiliki nilai yang bervariasi yaitu sebesar 24,38%-38,89%. Pada tahun 2001 persentase PAD/BP(P) sebesar 24,38% dimana PAD sebesar Rp88.262.840.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp361.982.320.000. Pada tabel tersebut dapat dilihat terjadinya kenaikan persentase rasio tingkat kemandirian

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

keuangan daerah sebesar 8,27% pada tahun 2002 dimana PAD sebesar Rp146.930.660.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp449.884.650.000. Peningkatan persentase PAD/BP(P) sebesar 6,24% terjadi pada tahun 2003 dimana PAD sebesar Rp233.786.690.000 dibandingkan dengan bantuan yang diterima Pemko Medan baik dari propinsi maupun pusat sebesar Rp601.038.000.000. Pada tahun 2004, rasio menurun sebesar 5,73% dan pada tahun 2005 meningkat kembali sebesar 1,15%. Pada tahun 2006, rasio menurun sebesar 5,51% dari tahun sebelumnya.

Jika dilihat secara rata-rata, persentase rasio tingkat kemandirian keuangan Kota Medan setelah otonomi daerah menurun sebesar 25,91%. Hal ini terjadi karena setelah dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah pada tahun 2001, pemerintah pusat memberikan dana yang lebih besar dari sebelumnya untuk mendukung terlaksananya desentralisasi. Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah berasal dari pandapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, dan lain-lain penerimaan yang sah. Dana perimbangan terdiri dari bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan sumber daya alam; Dana Alokasi Umum dan; Dana Alokasi Khusus. Menurunnya tingkat kemandirian keuangan Pemko Medan mengindikasikan meningkatnya tingkat ketergantungan Pemko Medan terhadap sumber dana ekstern (terutama dana dari pemerintah pusat dan proponsi) setelah otonomi daerah. Tingkat ketergantungan ini meningkat

Liza Andriani Saragih : Studi Komperatif Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Sebelum Dan Setelah Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Kota Medan), 2009.

USU Repository © 2009

sebesar 25,91%. Meningkatnya tingkat ketergantungan ini menunjukkan bahwa PAD Pemko Medan masih belum dapat dijadikan andalan bagi Kota Medan sebagai sumber pembiayaan desentralisasi.

BAB V

Dokumen terkait