• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

B. Analisis Hasil

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji Kruskall-Wallis untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata lebih dari dua kelompok. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukan p = 0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang bermakna (p <0,05) pada sedikitnya dua kelompok perlakuan. Untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki perbedaan, maka analisis dilanjutkan dengan Post Hoc Test yaitu uji Mann-Whitney.

Dari hasil uji Mann-Whitney (α =0,05), didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan asma, kontrol dengan antihistamin, kontrol dengan daun sendok dosis 1 mg, kontrol dengan daun sendok dosis 2 mg, asma dengan antihistamin, asma dengan daun sendok dosis 1 mg, dan asma dengan daun sendok dosis 2 mg. Sedangkan antara kelompok antihistamin dengan daun sendok dosis 1 mg, antihistamin dengan daun sendok dosis 2 mg, dan daun sendok dosis 1 mg dengan daun sendok dosis 2 mg, tidak berbeda secara bermakna. Rangkuman hasil uji Mann-Whitney antarkelompok dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.2. Rangkuman Hasil Uji Mann-Whitney Antarkelompok

Kelompok p Kemaknaan K1-K2 0,000 Bermakna K2-K3 0,021 Bermakna K2-K4 0,002 Bermakna K2-K5 0,009 Bermakna K3-K4 0,148 Tidak bermakna K3-K5 0,611 Tidak bermakna K4-K5 0,242 Tidak bermakna

BAB V PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, mencit model asma alergi yang digunakan adalah mencit model asma alergi akut, dimana perlakuan diberikan selama 25 hari. Alergen yang digunakan untuk sensitisasi dan pemaparan adalah OVA dan sigaret kretek dengan adjuvant Al(OH)3. Alergen yang masuk ke dalam tubuh mencit akan ditangkap oleh APC yang akan dipresentasikan bersama MHC kelas II kepada sel Th0. Sel Th0 akan berdiferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Pada individu yang rentan asma, akan terjadi polarisasi ke arah Th2. Sel Th2 akan menghasilkan IL-4 yang semakin memacu diferensiasi dan proliferasi Th0 menjadi Th2. Selain itu, IL-4 dan IL-13 yang diproduksi oleh Th2 akan menstimulasi sel B dalam memproduksi antibodi IgE.

IgE yang terbentuk akan berikatan dengan reseptornya, baik itu pada

FcεRI pada sel mast dan eosinofil, maupun FcεRII seperti pada limfosit,

trombosit, dan makrofag. Alergen yang diikat oleh dua atau lebih molekul IgE pada permukaan sel mast (cross-linking) menimbulkan degranulasi sel mast. Sel mast yang terdegranulasi akan melepaskan mediator-mediator inflamasi yang dapat menyebabkan spasme bronkus, edema, peningkatan sekresi mukus, dan konstriksi otot polos bronkus seperti histamin, kinin, dan triptase. Proses inflamasi juga diperankan oleh newly generated mediators seperti prostaglandin (PG), tromboksan (TX), leukotrien (LT) dan platelet activating factors (PAF) yang merupakan derivat asam arakhidonat yang diantara sumbernya adalah fosfolipid

sel mast, eosinofil, makrofag, trombosit dan endotel vaskular yang diaktivasi oleh enzim fosfolipase.

Hasil pengamatan infiltrasi sel radang pada tabel 4.1 menunjukan adanya peningkatan derajat inflamasi pada kelompok asma bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Derajat inflamasi pada kelompok kontrol menunjukan 87,5% grade 0 dan 12,5% grade 1. Sedangkan pada kelompok asma, didapat 37,5% grade 3 dan 62,5% grade 4. Dari uji Mann Whitney, diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok asma (p = 0,000). Hal ini sesuai dengan penelitian Swirski et al. (2002) yang menyatakan bahwa inhalasi OVA dapat mengaktivasi respon imun dan menimbulkan reaksi alergi yang memicu timbulnya inflamasi; dan juga penelitian Rumold et al. (2001) yang menyatakan bahwa environmental tobacco smoke (ETS) dapat menginduksi sensitisasi alergi pada individu normal.

Kelompok yang diberi antihistamin generasi 3 (fexofenadine) sebagai kontrol positif menunjukkan penurunan derajat inflamasi bronkus pada mencit model asma alergi dibanding dengan kelompok asma, yaitu 12,5% grade 1, 25% grade 2, 50% grade 3, dan 12,5% grade 4. Hasil ini berbeda secara bermakna dengan kelompok asma (p = 0,002).

Efek ekstrak daun sendok sebagai antiasma alergi, pada penelitian ini ditunjukan dengan penurunan derajat inflamasi bronkus pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun sendok dosis 1 mg/mencit maupun 2 mg/mencit. Pada kelompok perlakuan dengan daun sendok dosis 1 mg/mencit, didapat 25% grade 1, 50% grade 2, dan 25% grade 3 yang berbeda secara bermakna (p = 0,002)

dengan kelompok asma. Sedangkan pada kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun sendok dosis 2 mg/mencit, didapat 62,5% grade 2, 25% grade 3, dan 12,5% grade 4 yang juga berbeda secara bermakna (p = 0,009) dengan kelompok asma.

Efek antiasma alergi daun sendok merupakan hasil sinergis dari aktivitas komponen bioaktifnya. Diantaranya adalah aktivitas antiinflamasi pada allantoin, apigenin, aucubin, baicalein, baicalin, caffeic acid, chlorogenic acid, cinnamic acid, ferulic acid, gentisic acid, linoleic acid, luteolin, neochlorogenic acid, oleanolic acid, oleic acid, salicylic acid, ursolic acid, vanilic acid; aktivitas antialergi pada apigenin, ascorbic acid, baicalein, baicalin, ferulic acid, oleanolic acid; aktivitas inhibitor sintesis derivat asam arakidonat pada caffeic acid, chlorogenic acid, linoleic acid, luteolin, oleic acid, P-coumaric acid; aktivitas antihistamin pada apigenin, ascorbic acid, baicalein, baicalin, caffeic acid, chlorogenic acid, linoleic acid, luteolin; aktivitas inhibitor siklooksigenase pada apigenin, baicalein, caffeic acid, oleanolic acid, salicylic acid, tannin, ursolic acid.

Namun, dengan uji Mann-Whitney tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p = 0,242) antara kelompok perlakuan yang diberi ekstrak daun sendok dosis 1 mg/mencit dengan daun sendok dosis 2 mg/mencit. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa dosis 1 mg/mencit mungkin merupakan dosis optimal untuk menurunkan derajat inflamasi bronkus sehingga penambahan dosis tidak berpengaruh secara bermakna terhadap derajat inflamasi bronkus.

Penurunan derajat inflamasi pada kelompok yang diberi antihistamin dengan kelompok yang diberi daun sendok, baik itu dengan dosis 1 maupun 2

mg/mencit, tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Kelompok antihistamin dibanding kelompok daun sendok dosis 1 mg/mencit menunjukkan p = 0,148, sedangkan kelompok antihistamin dibanding kelompok daun sendok dosis 2 mg/mencit menujukkan p = 0,611. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini, efek penurunan derajat inflamasi ekstrak daun sendok sebanding dengan antihistamin generasi 3.

Pada penelitian ini, terdapat beberapa kelemahan, diantaranya adalah: 1. Kurangnya variasi dosis, sehingga tidak diketahui dosis toksik ekstrak daun

sendok dan apakah dosis ekstrak daun sendok dibawah 1 mg/mencit dapat memberikan efek yang sama dengan dosis ekstrak daun sendok 1 mg/mencit. 2. Mencit model asma alergi akut kurang representatif jika digunakan untuk

menguji obat asma baru dibanding mencit model asma alergi kronik. Hal ini dinyatakan oleh Nials and Uddin (2008) yang menyatakan bahwa mencit model asma alergi akut diragukan kesesuaiannya untuk menilai obat baru, sedangkan mencit model asma alegi kronik lebih memperlihatkan perubahan yang terjadi seperti pada asma di klinik, seperti AHR yang persisten dan remodelling jalan napas, sehingga memungkinkan evaluasi obat baru sebagai rancangan terapi.

BAB VI

Dokumen terkait