• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas

1. Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Hubungan parameter fisika, kimia dan biologi perairan (X) seperti suhu, arus, kecerahan, pH, DO dan kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer perifiton (Y) dianalisis dengan regresi linear berganda (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis Regresi Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton

No Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi Stasiun 1 Stasiun 2 1 Suhu (X1) dan Arus (X2) Y -11,435 – 71,997X1 + 5828,354X2 3394,569 – 156,607X1 + 846,526X2 R 0,914 0,770 R2 0,836 0,594 2 pH (X1) dan DO (X2) Y -7114,004 + 372,279X1 + 629,845 X2 567,596 – 399,984X1 + 338,081X2 R 0,992 0,997 R2 0,984 0,994 3 Kecerahan (X1) dan Kelimpahan (X2) Y -455,336 + 6,462X1 + 1,809X2 251,022 – 9,753X1 + 2,697X2 R 0,977 0,994 R2 0,955 0,988

2. Hubungan Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Hubungan unsur hara (X) seperti NO3 dan PO42- dengan produktivitas primer perifiton (Y) pada stasiun 1 dan stasiun 2 di analisis dengan regresi linear berganda (Tabel 10).

Tabel 10. Analisis Regresi Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi

Stasiun 1 Stasiun 2 NO3 (X1) dan PO42- (X2) Y 272,338 + 1151,539X1– 11742,692X2 -731,339 + 1857,956X1 + 5348,752X2 R 0,868 0,920 R2 0,753 0,846 Pembahasan

A.Struktur Komunitas Perifiton 1. Keanekaragaman Jenis Perifiton

Berdasarkan Gambar 6, keanekaragaman jenis perifiton yang terdapat di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan didominasi oleh kelas Bacillariophyceae yang memiliki proporsi yang tertinggi berkisar 50 – 55%. Menurut Whitton (1975), pada perairan yang berarus kuat, alga bentik yang mendominasi dikarakteristikan dengan kelompok diatoma. Selain itu, Wetzel (2001) mengemukakan bahwa keberadaan kelompok Bacillariophyceae di perairan sering mendominasi dan kelimpahannya sangat tinggi.

Persentase jenis perifiton dari kelas lainnya adalah Chlorophyceae berkisar antara 30 – 38,64%, Cyanophyceae 6,82 – 7,5%, Euglenoida 4,54 – 5% dan Rotatoria 0 – 2,5%. Kelas Euglenoida dan Rotatoria terdapat dalam jumlah komposisi yang sangat sedikit. Menurut Hynes (1972) dalam Wijaya (2009), kelompok alga perifitik yang sering ditemukan melimpah terutama berasal dari kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Rhodophyceae. Kelas Euglenophyceae dan Chrysophyceae mempunyai kelimpahan yang sangat kecil disebabkan organisme tersebut memiliki alat gerak yang berupa flagella sehingga jarang ditemukan sebagai perifiton.

Berdasarkan Gambar 7, keanekaragaman jenis plankton yang terdapat di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan didominasi oleh

kelas Bacillariophyceae yang memiliki proporsi yang tertinggi berkisar 41,46 –

48,72%. Dominasi plankton dari kelas Bacillariophyceae ini sama halnya dengan dominasi perifiton dari kelas yang sama selama penelitian. Terdapat empat kelas plankton yang ditemukan sama dengan perifiton selama pengamatan yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Euglenophyceae/Euglenoida dan Rotatoria.

2. Kelimpahan Perifiton

Berdasarkan Gambar 8, kelimpahan perifiton pada awal pengamatan di masing-masing stasiun yaitu 79,20 ind/cm2 (stasiun 1) dan 92,16 ind/cm2 (stasiun 2). Kelimpahan perifiton tersebut semakin meningkat dengan bertambahnya waktu. Perifiton sudah mulai ditemukan pada pengamatan hari ke-7 hingga pengamatan hari ke-28. Pada masing-masing stasiun pengamatan, nilai kelimpahan perifiton meningkat mulai pada hari ke-7 hingga hari ke-21. Setelah itu, nilai kelimpahan perifiton menurun hingga hari ke-28.

Puncak dari kelimpahan perifiton yaitu pada hari pengamatan ke-21 yaitu masing-masing 250,56 ind/cm2 (stasiun 1) dan 329,76 ind/cm2 (stasiun 2). Hal ini sesuai dengan penelitian Widdyastuti (2011) yang melakukan pengamatan sebanyak tiga kali dalam jangka waktu 17 hari yaitu pengamatan hari ke-7, 12, dan 17 yang memperoleh nilai kelimpahan tertinggi pada hari ke-12 masing-masing sebesar 2640 ind/cm2 dan 2040 ind/cm2. Menurut Uehlinnger (2000) dalam Widdyastuti (2011), kelimpahan perifiton yang berfluktasi secara tidak teratur pada skala hari dan minggu terlihat bersatu di titik keseimbangan dalam skala waktu yang lebih lama. Kelimpahan organisme tersebut antara lain dipengaruhi oleh cahaya matahari, unsur hara dan suhu.

Kelas Bacillariophyceae selalu ditemukan dalam jumlah yang melimpah selama pengamatan. Berdasarkan Gambar 9, kelimpahan perifiton kelas Bacillariophyceae pada hari ke-7 masing-masing stasiun adalah 68,40 ind/cm2 (stasiun 1) dan 79,20 ind/cm2 (stasiun 2). Pada stasiun 2, kelimpahan ini semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu sehingga mencapai puncaknya pada hari ke-21 yaitu 212,40 ind/cm2. Pada hari selanjutnya, kelimpahan perifiton semakin menurun. Pada stasiun 1, puncak kelimpahan perifiton pada pengamatan hari ke-28 yaitu 149,76 ind/cm2. Genus yang selalu ditemukan dan melimpah pada setiap pengamatan adalah Epithemia, Navicula dan Synedra.

Berdasarkan Gambar 10, kelas Chlorophyceae sudah mulai ditemukan pada hari ke-7 masing-masing sebesar 10,08 ind/cm2 (stasiun 1) dan 12,96 ind/cm2 (stasiun 2). Puncak kelimpahan yaitu pada pengamatan hari ke-21 yaitu masing-masing 109,44 ind/cm2 (stasiun 1) dan 110,88 ind/cm2 (stasiun 2). Genus yang selalu ditemukan dan melimpah pada setiap pengamatan adalah Gonatozygon.

Berdasarkan Gambar 11, kelas Cyanophyceae mulai ditemukan pada pengamatan hari ke-14 masing-masing sebesar 16,56 ind/cm2 (stasiun 1) dan 9,36 ind/cm2 (stasiun 2). Pada pengamatan hari ke-21, kelimpahan perifiton kelas Cyanophyceae di stasiun 1 sama dengan pengamatan hari ke-14 yaitu 16,56 ind/cm2 sedangkan pada stasiun 2 mengalami penurunan yaitu 2,88 ind/cm2. Pada pengamatan hari ke-28, kelimpahan perifiton kelas Cyanophyceae di stasiun 1 mengalami penurunan yaitu 3,60 ind/cm2 sedangkan pada stasiun 2 mengalami peningkatan secara drastis yaitu 67,68 ind/cm2. Genus yang ditemukan dalam jumlah yang banyak adalah Anabaena dan Oscillatoria.

Berdasarkan Gambar 12, pada stasiun 1, perifiton kelas Euglenoida mulai ditemukan pada pengamatan hari ke-21 sebesar 5,04 ind/cm2 dan merupakan puncak tertinggi pertumbuhan perifiton di kelas tersebut. Setelah itu mengalami penurunan pada pengamatan hari ke-28 yaitu 2,16 ind/cm2. Pada stasiun 2, perifiton kelas Euglenoida baru ditemukan pada pengamatan hari ke-14 sebesar 7,92 ind/cm2 dan mengalami penurunan pada hari ke-21 yaitu 3,60 ind/cm2. Setelah itu, perifiton kelas Euglenoida tidak ditemukan lagi. Genus yang ditemukan selama pengamatan adalah Euglena dan Pandorina.

3. Kondisi Komunitas Perifiton

Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman (H) yang diperoleh selama pengamatan pada Tabel 7, maka dapat dikategorikan bahwa keanekaragaman perifiton pada masing-masing stasiun pengamatan tergolong sedang yaitu berkisar antara 2,903 – 2,971. Hal ini sesuai dengan kisaran kategori menurut Brower dan Zar (1990) yaitu keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang

dengan kisaran 2,3062  6,9078. Hal ini diduga karena adanya faktor lingkungan yang menyebabkan stabilitas komunitas sedang, yaitu arus. Hanya jenis-jenis tertentu saja yang mampu beradaptasi terhadap perubahan kecepatan arus untuk dapat hidup dan berkembang di daerah Sungai Naborsahan.

Indeks keseragaman (E) menunjukkan tingkat kesamaan penyebaran jumlah individu suatu jenis dalam suatu komunitas. Berdasarkan Tabel 7, kisaran indeks keseragaman antara 0,789 – 0,792. Secara umum, nilai indeks keseragaman di

antara kedua stasiun relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran individu tiap jenis cenderung merata.

Indeks dominansi (C) menunjukkan peranan masing-masing genera dalam suatu komunitas sehingga dapat diketahui bahwa pada suatu komunitas tertentu terdapat dominansi genera perifiton tertentu atau tidak. Berdasarkan Tabel 7, kisaran nilai indeks dominansi pada masing-masing stasiun adalah 0,078 – 0,093. Menurut Odum (1993), apabila indeks dominansi (C) > 0,5 maka struktur komunitas yang sedang diamati ada dominansi dari satu atau beberapa spesies. Berdasarkan nilai indeks dominansi pada masing-masing stasiun pengamatan diketahui bahwa tidak terdapat spesies yang ekstrim mendominasi spesies-spesies lainnya.

B.Produktivitas Primer Perifiton

Berdasarkan Gambar 13, pada stasiun 1 produktivitas primer tertinggi sebesar 342,843 mgC/m3/hari dan terendah sebesar 57,140 mgC/m3/hari sedangkan pada stasiun 2 produktivitas primer tertinggi sebesar 571,405 mgC/m3/hari dan terendah sebesar 114,281 mgC/m3/hari. Nilai produktivitas primer perifiton pada kedua stasiun mencapai nilai tertinggi pada pengamatan hari ke-21. Hal ini diduga terjadi karena perifiton sebagai penghasil bahan organik di kedua stasiun memiliki kelimpahan tertinggi pada hari ke-21. Menurut Kevern dkk., (1966) dalam Widdyastuti (2011), tingkat pertumbuhan dalam waktu singkat pada perifiton dapat dijadikan sebagai perkiraan dari produktivitas perifiton.

Nilai produktivitas primer perifiton pada stasiun 2 lebih tinggi daripada stasiun 1 sehingga bahan organik yang dihasilkan perifiton lebih besar. Hal ini

diduga karena kelimpahan perifiton pada stasiun 2 lebih tinggi daripada stasiun 1 sehingga ketersediaan klorofil banyak yang menyebabkan proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari semakin tinggi yang mempengaruhi nilai produktivitas primer perifiton juga yang semakin tinggi.

C.Parameter Kualitas Air

Berdasarkan Tabel 8, suhu perairan di stasiun 1 berkisar antara 20 – 23oC dan stasiun 2 berkisar antara 21 – 23oC. Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa di antara kedua stasiun pengamatan memiliki rentang suhu yang relatif sama dimana tidak menunjukkan variasi yang besar. Hal ini dimungkinkan karena kondisi cuaca selama pengamatan yang relatif sama. Nilai suhu yang didapat selama pengamatan masih tergolong dalam kisaran yang menunjang kehidupan perifiton yang diperoleh. Menurut Effendi (2003), alga dari filum Chlorophyta dan Bacillariophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu 30 – 35oC dan 20 –

30oC. Sedangkan jenis Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu lebih tinggi.

Berdasarkan Tabel 8, kecepatan arus selama pengamatan di stasiun 1 berkisar antara 0,29 – 0,31 m/s dan stasiun 2 berkisar antara 0,45 – 0,5 m/s. Hal ini menunjukkan bahwa kecepatan arus pada masing-masing stasiun selama pengamatan tergolong sedang. Menurut Welch (1980) dalam Widdyastuti (2011), kategori untuk perairan yang berarus sedang berkisar antara 0,25 – 0,5 m/s. Di antara kedua stasiun terdapat perbedaan kecepatan arus sungai selama

pengamatan. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 2. Hal ini disebabkan karena perbedaan topografi di antara kedua stasiun.

Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi jenis-jenis perifiton yang hidup di dalamnya. Dari hasil pengamatan, alga bentik yang mendominasi perairan pada stasiun pengamatan di antaranya adalah Synedra, Nitzschia, Navicula dan

Oscillatoria. Menurut Round (1964) dalam Wijaya (2009), tipe komunitas

perairan yang berarus < 0,2 – 1 m/s didominasi oleh alga epipelik dan epifitik seperti Nitzschia, Navicula, Caloines, Eunotia, Tabellaria, Synedra, Oscillatoria,

Oedogonium dan Bulbochaete.

Menurut Effendi (2003), nilai kecerahan perairan tergantung pada warna air dan kekeruhan. Berdasarkan Tabel 8, kecerahan perairan di stasiun 1 berkisar antara 38 – 56 cm dan stasiun 2 berkisar antara 40 – 90 cm. Kisaran kecerahan perairan pada stasiun 1 lebih rendah dari pada stasiun 2 karena daerah di stasiun 1 lebih dangkal daripada stasiun 2.

Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran pH di stasiun 1 berkisar antara 5,9 –

7,2 dan di stasiun 2 berkisar antara 6,3 – 7,0. Nilai pH di stasiun 1 selama penelitian memiliki rata-rata sebesar 6,75 dan stasiun 2 sebesar 6,55. Menurut Effendi (2003), kisaran nilai tersebut termasuk dalam perairan alami. Berdasarkan hasil pengamatan, nilai pH yang didapat tidak menunjukkan perbedaan yang cukup besar. Besarnya nilai pH sangat menentukan dominansi perifiton di perairan. Menurut Effendi (2003), kisaran pH tersebut masih berada pada kisaran nilai yang baik untuk kehidupan biota perairan. Pada umumnya alga biru hidup pada pH netral sampai basa dan respon pertumbuhan negatif terhadap asam (pH <

6) dan diatom pada kisaran pH yang netral akan mendukung keanekaragaman jenisnya (Weitzel, 1979). Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat bahwa pada kisaran pH yang netral tersebut keanekaragaman jenis dari kelas Bacillariophyceae yang terdapat tinggi.

Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran oksigen terlarut di stasiun 1 berkisar antara 7,2 – 8,0 mg/l dan stasiun 2 berkisar antara 6,4 – 7,6 mg/l. Kisaran nilai DO yang didapat selama penelitian masih mendukung kehidupan organisme akuatik yang terdapat di sekitar itu. Menurut Wibowo (2004), organisme-organisme akuatik biasanya membutuhkan oksigen pada kisaran 5 – 8 mg/l untuk dapat hidup secara normal. Nilai kelarutan oksigen dipengaruhi salah satunya oleh suhu air. Rentang kisaran suhu yang didapat selama penelitian tergolong rendah sehingga membuat nilai kelarutan oksigen yang tinggi.

Berdasarkan Tabel 8, pada stasiun 1, kisaran nilai nitrit (NO2) 0,001 – 0,003 mg/l, nitrat (NO3) 0,298 – 0,475 mg/l, amoniak (NH3) 0,142 – 0,172 mg/l, dan ortofosfat (PO42-) 0,037 – 0,061 mg/l. Sedangkan stasiun 2, kisaran nilai nitrit (NO2) 0,002 – 0,003 mg/l, nitrat (NO3) 0,365 – 0,582 mg/l, amoniak (NH3) 0,142

– 0,283 mg/l, dan ortofosfat (PO42-) 0,039 – 0,058 mg/l. Fluktuasi nutrien pada kedua stasiun disebabkan karena fluktuasi limbah pertanian, limbah PDAM dan limbah domestik yang berasal dari bagian hulu sungai maupun dari aktivitas masyarakat di sekitar sungai tersebut. Berdasarkan Tabel 8, nilai amoniak yang didapat selama penelitian termasuk tinggi yaitu berkisar 0,142 – 0,283 mg/l. Nilai kadar amoniak tersebut berada pada kondisi perairan yang sudah tidak alami.

Menurut Effendi (2003), kadar amoniak di perairan alami tidak lebih dari 0,1 mg/l. Hal ini mengindikasikan telah terjadi masukan bahan organik terutama berasal dari limpasan pertanian. Namun, perifiton masih dapat mentoleransi kandungan amoniak tersebut dalam perairan. Widdaystuti (2011) menyatakan bahwa batas toleransi perifiton terhadap kandungan amoniak di perairan adalah < 0,2 mg/l.

Nitrat merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Berdasarkan Tabel 8, kisaran nilai nitrat selama pengamatan yaitu 0,298 – 0,582 mg/l. Kandungan nilai nitrat ini sudah tidak berada pada kondisi yang tidak alami lagi namun tidak mencerminkan kondisi pencemaran yang antropogenik. Namun, perairan tersebut masih menunjang untuk pertumbuhan perifiton. Menurut Effendi (2003), perairan yang alami memiliki kandungan nitrat < 0,1 mg/l dan kondisi pencemaran yang antropogenik > 5 mg/l, kisaran nitrat yang baik untuk pertumbuhan perifiton antara 0,01 – 5 mg/l.

Berdasarkan Tabel 8, kisaran nilai ortofosfat selama pengamatan sebesar 0,037 – 0,061 mg/l. Fosfat memiliki peranan penting sebagai penyedia sumber energi dalam proses fotosintesis. Menurut Millero dan Sohn (1992) dalam Madubun (2008), pertumbuhan semua jenis alga tergantung pada konsentrasi ortofosfat. Berdasarkan kisaran nilai ortofosfat yang didapat selama pengamatan, maka perairan tersebut tergolong dalam kategori perairan yang eutrofik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widdyastuti (2011) yang menyatakan bahwa perairan eutrofik memiliki kadar ortofosfat antara 0,031 – 0,1 mg/l.

D.Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton

1. Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis suhu (X1) dan arus (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = -11,435 – 71,997X1 + 5828,354X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari suhu dan arus adalah nol, maka diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 11,435 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan suhu satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 71,997 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kecepatan arus tidak berubah. Setiap pertambahan kecepatan arus satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 5828,354 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa suhu perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,914 yang menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan arus terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,836 menunjukkan bahwa suhu dan arus memberikan pengaruh sebesar 83,6% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 16,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis suhu (X1) dan arus (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = 3394,569 – 156,607X1 + 846,526X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari suhu dan arus adalah nol, maka diperkirakan akan meningkatkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar

3394,569 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan suhu satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 156,607 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kecepatan arus tidak berubah. Setiap pertambahan kecepatan arus satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 846,526 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa suhu perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,770 yang menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan arus terhadap produktivitas primer perifiton tergolong kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,594 menunjukkan bahwa suhu dan arus memberikan pengaruh sebesar 59,4% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 40,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2), diketahui bahwa terdapat perbedaan di antara kedua stasiun. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar 0,836. Suhu mempengaruhi derajat metabolisme dan aktivitas fotosintesis organisme nabati di dalam perairan sedangkan arus dapat mempengaruhi penyebaran organisme perifiton.

Suhu merupakan salah satu faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi kehidupan organisme perairan. Dalam ekosistem perairan, suhu dapat mempengaruhi produktivitas primer yaitu derajat metabolisme dan fotosintesis dimana peningkatan suhu yang masih ditoleransi oleh organisme nabati akan diikuti oleh kenaikan derajat metabolisme dan aktivitas fotosintesis perifiton yang ada di dalamnya. Menurut Barus (2004), arus air adalah faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada perairan lotik maupun pada perairan lentik.

Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Pada perairan lotik, arus mempunyai peranan yang sangat penting.

Pada stasiun 1, rentang suhu yang didapat selama penelitian lebih luas daripada stasiun 2 sehingga menyebabkan komposisi kelas dari perifiton yang ditemukan lebih banyak. Hal ini disebabkan karena kisaran suhu perairan stasiun 1 mendukung kehidupan organisme tersebut. Menurut Effendi (2003), suhu optimum untuk pertumbuhan perifiton berkisar antara 20 – 30oC. Menurut Abel (1985) dalam Sanaky (2003), perubahan suhu perairan akan mempengaruhi proses-proses biologis yang terjadi di dalam air dan pada akhirnya akan mempengaruhi komunitas biologi di dalamnya. Kecepatan arus pada stasiun 1 lebih rendah daripada stasiun 2 sehingga juga menyebabkan komposisi kelas dari perifiton yang ditemukan lebih banyak. Menurut Whitton (1975), kecepatan arus yang besar mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga menyebabkan hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat bertahan.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis pH (X1) dan DO (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = -7114,004 + 372,279X1 + 629,845X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari pH dan DO adalah nol, maka diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 7114,004 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan pH satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 372,279 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa DO tidak berubah. Setiap kenaikan DO satu satuan, maka nilai dari

produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 629,845 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa pH tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,992 yang menunjukkan bahwa hubungan antara pH dan DO terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,984 menunjukkan bahwa pH dan DO memberikan pengaruh sebesar 98,4% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 1,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis pH (X1) dan DO (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = 567,596 – 399,984X1 + 338,081X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari pH dan DO adalah nol, maka diperkirakan akan meningkatkankan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 567,596 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan pH satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 399,984 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa DO tidak berubah. Setiap kenaikan DO satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 338,081 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa pH tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,997 yang menunjukkan bahwa hubungan antara pH dan DO terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,994 menunjukkan bahwa pH dan DO memberikan pengaruh sebesar 99,4% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 0,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh, diketahui bahwa pH dan DO pada stasiun 2 memberikan pengaruh yang besar produktivitas primer perifiton daripada stasiun 1 dengan nilai R2 sebesar 0,994. Hal ini disebabkan karena nilai kisaran pH dan DO dapat mendukung kelangsungan hidup perifiton di dalamnya sehingga aktivitas metabolisme dan proses fotosintesis akan berlangsung dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas primer yang dihasilkan oleh perifiton.

pH merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan produktivitas suatu perairan. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa nilai pH air yang optimum untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 6,5 – 8. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).

Oksigen terlarut dalam perairan sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme perairan dan proses-proses yang terjadi di dalamnya. Menurut Indrayani (2000), oksigen terlarut penting untuk respirasi organisme perairan.

Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer, arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton. Menurut Masters (1991) dalam Wibowo (2004), oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas air.

merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air di antaranya perifiton. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi (Barus, 2004). Apabila nilai dari oksigen terlarut suatu perairan mendukung untuk proses kehidupan perifiton maka akan dapat mempengaruhi kelimpahan perifiton.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis kecerahan (X1) dan kelimpahan perifiton (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = -455,336 + 6,462X1 + 1,809X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari kecerahan dan kelimpahan perifiton adalah nol, maka diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 455,336 mgC/m3/hari. Setiap pertambahan kecerahan perairan satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 6,462 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kelimpahan perifiton tidak berubah. Setiap peningkatan kelimpahan perifiton satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1,809 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kecerahan perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,977 yang menunjukkan bahwa hubungan antara kecerahan dan kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,955 menunjukkan bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton memberikan pengaruh sebesar 95,5% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 4,5% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil analisis kecerahan (X1) dan kelimpahan perifiton (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah Y = 251,022 – 9,753X1 + 2,697X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari kecerahan dan kelimpahan perifiton adalah nol, maka diperkirakan akan meningkatkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 251,022 mgC/m3/hari. Setiap pertambahan

Dokumen terkait