• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas Primer Perifiton di Sungai Naborsahan Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas Primer Perifiton di Sungai Naborsahan Sumatera Utara"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 1. Jenis-jenis Perifiton Yang Ditemukan Selama Penelitian

A.Kelas Bacillariophyceae (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Achnanthes Aulacoseira

Isthmia Rhizosolenia

(3)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Stephanodiscus Amphora

Cymbella Licmophora

(4)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Actinocyclus Fragilaria

Synedra Leptocylindrus

(5)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Navicula Neidium

Pinnularia Pleurosigma

(6)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Nitzschia Cymatopleura

Surirella Lauderia

B.Kelas Chlorophyceae

(7)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Rhizoclonium Closterium

Cosmarium Euastrum

(8)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Tetomemorus Gonatozygon

Microspora Oedogonium

(9)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

Quadrigula Scenedesmus

Volvox Roya

(10)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

C.Kelas Cyanophyceae

Anabaena Oscillatoria

Phormidium

D.Kelas Euglenoida

(11)

Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)

E.Kelas Rotatoria

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Abida, I.W. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Keterkaitannya Dengan

Intensitas Cahaya dan Ketersediaan Nutrien di Perairan Pantai Selat Madura Kabupaten Bangkalan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Methods For The

Examination of Water and Wastewater. United Book Press Inc,

Maryland.

Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi: Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, Medan.

Barus, T.A., S.S. Sinaga, dan R. Tarigan. 2008. Produktivitas Primer

Fitoplankton dan Hubungannya Dengan Faktor Fisik-Kimia Air di Perairan Parapat, Danau Toba. Jurnal Biologi Sumatera 3 : 11 – 12.

Brower, J.E dan J.H. Zar. 1990. Field and Laboratory Methods For General

Ecology. Brown Publisher, Iowa.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.

Elfinurfajri, F. 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Keterkaitannya

Dengan Kualitas Perairan di Lingkungan Tambak Udang Intensif.

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.

Graham, L.E dan L.W. Wilcox. 2000. Algae. Prentice Hall, New York.

Hidayat, Y. 2001. Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Kandungan Unsur

Hara N dan P Serta Struktur Komunitas Fitoplankton di Situ Tonjong, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Indrawati, I., Sunardi, dan I. Fitriyyah. 2010. Perifiton Sebagai Indikator Biologi

Pada Pencemaran Limbah Domestik di Sungai Cikuda Sumedang.

Prosiding Seminar Nasional Limnologi V. 76 – 77.

Indrayani, N. 2000. Tingkat Kesuburan Perairan Situ Cigudeg Serta Hubungan

Antara Produktivitas Primer dan Unsur Hara. Bogor: Institut Pertanian

Bogor.

Larastri, R. 2006. Studi Biomassa Diatom Perifitik Pada Substrat Biocrete

(13)

Lukman. 2010. Faktor-faktor Pertimbangan Dalam Penetapan Tata Ruang

Perairan Danau: Studi Kasus Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional

Limnologi V. 362 – 364.

Madubun, U. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Kaitannya Dengan

Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Muara Jaya Teluk Jakarta. Bogor:

Institut Pertanian Bogor.

Mizuko, T. 1979. Illustrations of The Freshwater Plankton of Japan. Hoikusha Publishing, Japan.

Natalia, U. 2000. Struktur Komunitas Perifiton Pada Padang Lamun di Perairan

Teluk Hurun, Teluk Lampung, Lampung Selatan. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Needham, J.G and P.R. Needham. 1962. A Guide To The Study of Fresh-Water

Biology. Holden-Day, San Francisco.

Nofdianto, N and A. Dauta. 2006. Photosynthesis of Periphyton: Relationships

Between Light and Age of Algal Mat. Limnotek 13 : 44 – 45.

Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.

Nuraini, D. 2005. Pengaruh Substrat Terhadap Pertumbuhan Perifiton di Waduk

Cirata, Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. T. Samingan. Gadjah Mada University Press. Basic Ecology. Yogyakarta.

Rudiyanti, S. 2009. Kualitas Perairan Sungai Banger Pekalongan Berdasarkan

Indikator Biologis. Jurnal Saintek Perikanan 4 : 46 – 47.

Sanaky, A. 2003. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Hubungannya Dengan

Parameter Fisika dan Kimia Perairan di Muara Sungai Bengawan Solo, Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sitinjak, F.R. 2009. Produktivitas Primer Fitoplankton Pada Musim Kemarau

Tahun 2008 di Muara Sungai Cisadane, Kabupaten Tangerang, Banten.

Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Smith, R.L. 1992. Elements of Ecology. HarperCollins Publishers, New York.

Sofia, Y., Tontowi, dan S. Rahayu. 2010. Penelitian Pengolahan Air Sungai yang

Tercemar Oleh Bahan Organik. Jurnal Sumber Daya Air 6 : 145 – 146.

(14)

Sunarto, S. Astuty, dan H. Hamdani. 2004. Efisiensi Pemanfaatan Cahaya

Matahari Oleh Fitoplankton Dalam Proses Fotosintesis. Jurnal Akuatika

2 : 1 – 3.

Suparlina, E.R.N. 2003. Struktur Komunitas Perifiton Pada Beberapa Substrat di

Tambak Intensif Bersubstrat Pasir. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Taqwa, A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur

Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Semarang: Universitas Diponegoro.

Weitzel, R.L. 1979. Methods and Measurements of Periphyton Communities: A

Review. American Society For Testing and Materials, Philadelphia.

Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Saunders College Publishing, United States of America.

Wetzel, R.G. 2001. Limnology: Lake and River Ecosystems. Elsevier Academic Press, USA.

Whitton, B.A. 1975. River Ecology: Studies in Ecology. Blackwell Scientific Publications, London.

Wibowo, H. 2004. Tingkat Eutrofikasi Rawa Pening Dalam Kerangka Kajian

Produktivitas Primer Fitoplankton. Semarang: Universitas Diponegoro.

Widdyastuti, R. 2011. Produktivitas Primer Perifiton di Sungai Ciampea, Desa

Ciampea Udik, Bogor Pada Musim Kemarau 2010. Bogor: Institut

Pertanian Bogor.

Wijaya, H.K. 2009. Komunitas Perifiton dan Fitoplankton Serta Parameter

(15)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April – Juni 2013. Penelitian ini

terdiri atas dua tahap yaitu penelitian lapangan yang meliputi pengukuran

parameter fisika-kimia perairan yaitu suhu, arus, kecerahan, pH, DO dan

produktivitas primer, serta analisis di laboratorium meliputi kelimpahan perifiton

dan unsur hara (nitrit, nitrat, amoniak dan ortofosfat) seperti pada Tabel 5.

Penelitian di lapangan dilaksanakan di Sungai Naborsahan, Desa Ajibata,

Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian seperti pada

Gambar 2. Analisis di laboratorium dilaksanakan di Balai Teknik Kesehatan

Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan dan Laboratorium Kimia

Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Universitas Sumatera

Utara.

Tabel 5. Pengukuran Parameter Kualitas Air dan Metode yang Digunakan

No Parameter Satuan Metode/Alat Analisis

A Fisika

3 NO2 mg/l Sulfanilamide/Spektofotometer ex situ

4 NO3 mg/l Brucine/Spektrofotometer ex situ

5 NH3 mg/l Phenol/Spektofotometer ex situ

6 PO42- mg/l Ascorbic Acid/Spektofotometer ex situ C Biologi

1 Produktivitas

Primer mgO2/l/jam Oksigen/Botol Terang-Gelap in situ

2 Perifiton ind/cm2 Sensus/Mikroskop ex situ

(16)

Gambar 2. Peta lokasi penelitian (Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba, 2010)

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah termometer, pH meter, bola duga, botol

sampel, botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, GPS, plankton net, sedgewick rafter

counting cell, cool box, kuas, kertas label, pipa paralon, tali rafia, mikroskop,

kamera digital dan alat-alat tulis yang mendukung pelaksanaan penelitian. Adapun

bahan yang digunakan adalah karpet plastik, MnSO4, KI, KOH, H2SO4, Na2S2O3,

amilum, lugol dan aquades.

Pelaksanaan Penelitian A. Penentuan Stasiun

Stasiun pengamatan terdiri dari dua stasiun yaitu stasiun 1 (Gambar 3)

dengan koordinat 02o3906.89LU dan 098o5611.59BT. Stasiun 1 terletak di

(17)

yang dilakukan oleh warga di daerah ini adalah kegiatan domestik seperti mandi,

mencuci pakaian, mencuci peralatan makan dan minum, kegiatan penambangan

pasir dan kegiatan menjala ikan.

Gambar 3. Stasiun 1

Stasiun 2 (Gambar 4) dengan koordinat 02o3910.66LU dan 098o5608.86BT.

Stasiun 2 terletak di daerah tengah sungai dimana terdapat pemukiman warga di

sekitarnya. Aktivitas yang dilakukan oleh warga di daerah ini adalah kegiatan

domestik seperti mandi, mencuci pakaian, mencuci peralatan makan/minum dan

kegiatan menjala ikan. Terdapat perbedaan kecepatan arus dan kedalaman sungai

di antara kedua stasiun pengamatan. Jarak lokasi antara stasiun 1 dan stasiun 2

(18)

B. Pembuatan Substrat

Substrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah karpet plastik yang

terbuat dari bahan polypropylene (PP) yang diletakkan tegak lurus dengan arus

sungai pada masing-masing stasiun. Substrat berupa karpet plastik yang

digunakan berukuran 17,5 cm x 5 cm. Pemilihan karpet plastik sebagai substrat

buatan yang digunakan adalah karena karpet plastik terbuat dari bahan sintetis

yang tidak mudah terdegradasi di perairan sehingga diperkirakan akan tahan lama

ketika digunakan sebagai substrat selama penelitian dan mempunyai permukaan

yang pipih sehingga akan memudahkan perifiton untuk menempel di substrat

tersebut. Selain itu, penggunaan karpet plastik akan memudahkan pengerikan

sampel perifiton.

C. Pengamatan

Pengamatan dilakukan sebanyak empat kali yaitu hari ke-7, ke-14, ke-21

dan ke-28. Kualitas air yang diukur secara langsung pada waktu pengamatan

adalah kecepatan arus, suhu, kecerahan perairan, pH, DO, sedangkan unsur hara

(nitrogen dan fosfor) dan kelimpahan perifiton diukur di laboratorium. Nilai

produktivitas primer diukur dengan pendekatan oksigen karena metode ini yang

umumnya digunakan dalam melakukan penelitian-penelitian yang sejenis. Selain

analisis perifiton, sampel plankton yang terdapat di masing-masing stasiun

pengamatan juga diambil sebagai data pendukung penelitian. Identifikasi

jenis-jenis perifiton dan plankton yang didapat selama pengamatan menggunakan buku

(19)

Metode Pengumpulan Data A.Perifiton

Pengambilan sampel perifiton dilakukan dengan mengerik perifiton yang

tumbuh pada substrat dengan menggunakan kuas. Hasil kerikan dimasukkan ke

dalam botol sampel yang telah berisi aquades. Hasil kerikan untuk pengamatan

keanekaragaman perifiton diawetkan dengan 3 – 5 tetes larutan lugol pro analisis

(Pa). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada

masing-masing stasiun.

Kelimpahan Perifiton

Sampel perifiton dianalisis untuk mendapatkan data jenis dan kelimpahan

perifiton. Kelimpahan perifiton dihitung dengan menggunakan rumus APHA

(2005) sebagai berikut:

K = Keterangan:

K = Kelimpahan perifiton (ind/cm2) N = Jumlah perifiton yang diamati (ind)

At = Luas penampang permukaan cover glass (mm2) Vt = Volume botol sampel (30 ml)

Ac = Luas amatan (mm2)

Vs = Volume sampel yang diamati (ml)

As = Luas substrat yang dikerik untuk perhitungan perifiton (cm2)

Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi

Indeks keanekaragaman menunjukkan keseimbangan dalam pembagian

jumlah individu tiap jenis dan menggambarkan kekayaan jenis dalam suatu

komunitas. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman

(20)

H = - ∑

Keterangan:

H = Indeks keanekaragaman pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu

Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan

penyebaran jumlah individu pada tiap jenis organisme dalam suatu komunitas.

Rumus yang digunakan yaitu rumus indeks keseragaman menurut Brower dan Zar

(1990) sebagai berikut:

kecil keseragaman populasi yang berarti penyebaran jumlah individu setiap

spesies tidak sama dan ada kecenderungan terjadi dominansi oleh satu spesies.

Semakin besar nilai E berarti tidak ada spesies yang mendominasi.

Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya organisme

(21)

dominansi, maka digunakan rumus indeks dominansi Simpson (Odum, 1993)

sebagai berikut:

C = ∑

Keterangan:

C = Indeks dominansi Simpson pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu

Nilai indeks dominansi ini berkisar antara 0 – 1. Apabila C mendekati 0 artinya

struktur komunitas biota yang diamati tidak terdapat spesies yang ekstrim

mendominasi spesies-spesies lainnya. Apabila C mendekati 1 artinya struktur

komunitas yang sedang diamati ada dominansi dari satu atau beberapa spesies.

B. Produktivitas Primer

Untuk menentukan nilai produktivitas primer perifiton pada penelitian ini,

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan oksigen. Botol BOD yang

digunakan sebanyak tiga botol untuk setiap stasiun. Satu botol digunakan sebagai

botol inisial (BI), satu botol digunakan sebagai botol terang (BT) dan satu botol

digunakan sebagai botol gelap (BG).

Substrat buatan dimasukkan ke dalam botol BOD yang telah berisi air

sungai yang sebelumnya telah disaring dengan plankton net untuk mengurangi

fitoplankton dan zooplankton. Botol terang dan gelap yang telah berisi substrat

buatan kemudian diletakkan di dalam air sungai pada kedalaman dimana sampel

(22)

diukur kandungan oksigen terlarutnya dengan menggunakan metode modifikasi

Winkler seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Bagan alir pengukuran nilai produktivitas primer perifiton

Setelah diperoleh kadar oksigen terlarut pada botol terang, botol gelap dan

botol inisial, selanjutnya dianalisis nilai produktivitas primer bersih dari perifiton.

Produksi primer bersih atau Net Primary Production (NPP) merupakan kelebihan

bahan organik yang disimpan dalam jaringan setelah dikurangi dengan jumlah

yang terpakai untuk respirasi. Nilai produktivitas primer dihitung berdasarkan

rumus APHA (2005) yakni sebagai berikut:

Diinkubasi selama empat jam di dalam air sungai

(23)

R = - t

Keterangan:

NPP = Produktivitas primer bersih (mgO2/l/jam) GPP = Produktivitas primer kotor (mgO2/l/jam) R = Respirasi (mgO2/l/jam)

BT = Kandungan oksigen terlarut dalam botol terang (mg/l) BI = Kandungan oksigen terlarut dalam botol inisial (mg/l) BG = Kandungan oksigen terlarut dalam botol gelap (mg/l) t = Lama inkubasi (jam)

C. Kandungan Bahan Organik

Kandungan bahan organik dari perifiton dapat dihitung berdasarkan rumus

APHA (2005) dengan mengkonversikan nilai produktivitas primer bersih yang

telah diperoleh ke dalam karbon yakni sebagai berikut:

C = NPP x 0,37536 x PQ x b s x 3 Keterangan:

C = Kandungan bahan organik (mgC/m3/hari) NPP = Produktivitas primer bersih (mgO2/l/jam)

PQ = Photosynthetic Quotient yaitu 12 (dengan asumsi hasil metabolisme sebagian besar disebabkan oleh fitoplankton/perifiton (Strickland dan Parson, 1965)

Vb = Volume botol BOD yang dipakai (l)

Ls = Luas permukaan tali rafia yang dikerik (m2)

Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik

untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan dan produktivitas primer

perifiton serta hubungannya dengan parameter fisika, kimia dan biologi perairan.

Analisis data dilakukan secara komputasi dengan menggunakan program

(24)

Analisis hubungan parameter utama dengan masing-masing parameter

pendukung dilakukan dengan regresi linear berganda. Parameter utama yang

dianalisis adalah produktivitas primer perifiton. Sedangkan parameter pendukung

adalah parameter kualitas air yang terdiri dari parameter fisika (suhu, arus dan

kecerahan), parameter kimia (pH, DO, NO3 dan PO42-) dan parameter biologi

(kelimpahan perifiton) perairan. Parameter pendukung digunakan untuk

melengkapi data parameter utama yang diperoleh selama penelitian.

Menurut Sugiyono (2001), regresi linear berganda adalah analisis regresi

yang digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas

terhadap variabel terikat. Dari persamaan regresi, akan diperoleh koefisien

determinasi (R2) dan koefisien korelasi (R). Nilai koefisien determinasi (R2)

menyatakan ketepatan model yang diperoleh dalam menjelaskan keragaman

peubah terikatnya. Koefisien korelasi (R) menunjukkan keeratan dan pola

hubungan peubah bebas dan peubah terikat.

Nilai koefisien korelasi (R) berkisar antara -1 sampai 1. Nilai R = +1 atau R

= -1 menunjukkan hubungan linear yang sempurna (sangat erat) sedangkan nilai R

= 0 menunjukkan tidak ada hubungan linear antara kedua peubah. Nilai positif

pada koefisien korelasi (R) menunjukkan hubungan yang searah antara kedua

peubah dan sebaliknya. Sugiyono (2001) membagi koefisien korelasi (R) menjadi

beberapa tingkatan seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Interval Korelasi dan Tingkatan Hubungan Antar Faktor

Interval Koefisien Korelasi (R) Tingkat Hubungan

0,000 – 0,199 Sangat Rendah

0,200 – 0,399 Rendah

0,400 – 0,599 Sedang

0,600 – 0,799 Kuat

(25)

Menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) dalam Sitinjak (2009) menyatakan

bahwa bentuk persamaan dalam regresi linear berganda adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn

Keterangan:

Y = Peubah terikat (parameter utama) a = Konstanta

b1,b2 = Koefisien regresi

(26)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

A.Struktur Komunitas Perifiton 1. Keanekaragaman Jenis Perifiton

Perifiton yang ditemukan di substrat buatan selama penelitian pada stasiun 1

terdiri dari 40 genera yang terbagi dalam lima kelas yaitu Bacillariophyceae (22

genera), Chlorophyceae (12 genera), Cyanophyceae (3 genera), Euglenoida (2

genera) dan Rotatoria (1 genera). Pada stasiun 2 terdiri dari 44 genera yang

terbagi dalam empat kelas yaitu Bacillariophyceae (22 genera), Chlorophyceae

(17 genera), Cyanophyceae (3 genera) dan Euglenoida (2 genera) (Gambar 6).

(a)

(b)

Gambar 6. Keanekaragaman jenis perifiton di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan: (a) Stasiun 1 dan (b) Stasiun 2

(27)

Selama pengamatan di Sungai Naborsahan, informasi tentang jenis-jenis

plankton yang terdapat pada masing-masing stasiun juga diketahui (Gambar 7).

(a)

(b)

Gambar 7. Keanekaragaman jenis plankton di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan: (a) Stasiun 1 dan (b) Stasiun 2

Plankton yang ditemukan selama penelitian pada stasiun 1 terdiri dari 41

genera yang terbagi dalam delapan kelas yaitu Bacillariophyceae (17 genera),

Chlorophyceae (14 genera), Euglenophyceae (2 genera), Heterotrichea (2 genera),

Hydrozoa (2 genera), Rotatoria (2 genera), Chloromonadophyceae (1 genera) dan

Rhizopodea (1 genera). Pada stasiun 2 terdiri dari 39 genera yang terbagi dalam

tujuh kelas yaitu Bacillariophyceae (19 genera), Chlorophyceae (13 genera),

Heterotrichea (2 genera), Hydrozoa (2 genera), Maxillopoda (1 genera),

(28)

2. Kelimpahan Perifiton

Kelimpahan perifiton selama pengamatan di Sungai Naborsahan berkisar

antara 79,20 – 329,76 ind/cm2. Pada stasiun 1, kelimpahan perifiton tertinggi

sebesar 250,56 ind/cm2 dan terendah sebesar 79,20 ind/cm2 sedangkan pada

stasiun 2, kelimpahan perifiton tertinggi sebesar 329,76 ind/cm2 dan terendah

sebesar 92,16 ind/cm2 (Gambar 8).

Gambar 8. Kelimpahan perifiton di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan

Kelimpahan perifiton di kelas Bacillariophyceae dapat dilihat pada

Gambar 9.

Gambar 9. Kelimpahan perifiton kelas Bacillariophyceae

(29)

Gambar 10. Kelimpahan perifiton kelas Chlorophyceae

Kelimpahan perifiton di kelas Cyanophyceae dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kelimpahan perifiton kelas Cyanophyceae

Kelimpahan perifiton di kelas Euglenoida dapat dilihat pada Gambar 12.

(30)

Perifiton dari kelas Rotatoria baru dan hanya ditemukan pada pengamatan

hari ke-7 di stasiun 1 yaitu 0,72 ind/cm2. Genus yang ditemukan adalah Rotaria.

3. Kondisi Komunitas Perifiton

Kondisi komunitas perifiton dapat digambarkan dengan nilai indeks

keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi seperti pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi

Kondisi Komunitas Stasiun Pengamatan

1 2

Indeks Keanekaragaman (H) 2,903 2,971

Indeks Keseragaman (E) 0,789 0,792

Indeks Dominansi (C) 0,078 0,093

B.Produktivitas Primer Perifiton

Produktivitas primer perifiton selama pengamatan di Sungai Naborsahan

berkisar antara 57,140 – 571,405 mgC/m3/hari (Gambar 13).

Gambar 13. Produktivitas primer perifiton di masing-masing stasiun pengamatan

C.Parameter Kualitas Air

Nilai-nilai dari parameter kualitas air pada masing-masing stasiun

(31)

Tabel 8. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Masing-masing Stasiun Pengamatan

D.Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton

1. Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Hubungan parameter fisika, kimia dan biologi perairan (X) seperti suhu,

arus, kecerahan, pH, DO dan kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer

perifiton (Y) dianalisis dengan regresi linear berganda (Tabel 9).

Tabel 9. Analisis Regresi Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton

No Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi Stasiun 1 Stasiun 2

2. Hubungan Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Hubungan unsur hara (X) seperti NO3 dan PO42- dengan produktivitas

primer perifiton (Y) pada stasiun 1 dan stasiun 2 di analisis dengan regresi linear

(32)

Tabel 10. Analisis Regresi Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi Stasiun 1 Stasiun 2

Berdasarkan Gambar 6, keanekaragaman jenis perifiton yang terdapat di

Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan didominasi oleh

kelas Bacillariophyceae yang memiliki proporsi yang tertinggi berkisar 50 – 55%.

Menurut Whitton (1975), pada perairan yang berarus kuat, alga bentik yang

mendominasi dikarakteristikan dengan kelompok diatoma. Selain itu, Wetzel

(2001) mengemukakan bahwa keberadaan kelompok Bacillariophyceae di

perairan sering mendominasi dan kelimpahannya sangat tinggi.

Persentase jenis perifiton dari kelas lainnya adalah Chlorophyceae berkisar

antara 30 – 38,64%, Cyanophyceae 6,82 – 7,5%, Euglenoida 4,54 – 5% dan

Rotatoria 0 – 2,5%. Kelas Euglenoida dan Rotatoria terdapat dalam jumlah

komposisi yang sangat sedikit. Menurut Hynes (1972) dalam Wijaya (2009),

kelompok alga perifitik yang sering ditemukan melimpah terutama berasal dari

kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Rhodophyceae.

Kelas Euglenophyceae dan Chrysophyceae mempunyai kelimpahan yang sangat

kecil disebabkan organisme tersebut memiliki alat gerak yang berupa flagella

sehingga jarang ditemukan sebagai perifiton.

Berdasarkan Gambar 7, keanekaragaman jenis plankton yang terdapat di

(33)

kelas Bacillariophyceae yang memiliki proporsi yang tertinggi berkisar 41,46 –

48,72%. Dominasi plankton dari kelas Bacillariophyceae ini sama halnya dengan

dominasi perifiton dari kelas yang sama selama penelitian. Terdapat empat kelas

plankton yang ditemukan sama dengan perifiton selama pengamatan yaitu

Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Euglenophyceae/Euglenoida dan Rotatoria.

2. Kelimpahan Perifiton

Berdasarkan Gambar 8, kelimpahan perifiton pada awal pengamatan di

masing-masing stasiun yaitu 79,20 ind/cm2 (stasiun 1) dan 92,16 ind/cm2 (stasiun

2). Kelimpahan perifiton tersebut semakin meningkat dengan bertambahnya

waktu. Perifiton sudah mulai ditemukan pada pengamatan hari ke-7 hingga

pengamatan hari ke-28. Pada masing-masing stasiun pengamatan, nilai

kelimpahan perifiton meningkat mulai pada hari ke-7 hingga hari ke-21. Setelah

itu, nilai kelimpahan perifiton menurun hingga hari ke-28.

Puncak dari kelimpahan perifiton yaitu pada hari pengamatan ke-21 yaitu

masing-masing 250,56 ind/cm2 (stasiun 1) dan 329,76 ind/cm2 (stasiun 2). Hal ini

sesuai dengan penelitian Widdyastuti (2011) yang melakukan pengamatan

sebanyak tiga kali dalam jangka waktu 17 hari yaitu pengamatan hari ke-7, 12,

dan 17 yang memperoleh nilai kelimpahan tertinggi pada hari ke-12

masing-masing sebesar 2640 ind/cm2 dan 2040 ind/cm2. Menurut Uehlinnger (2000)

dalam Widdyastuti (2011), kelimpahan perifiton yang berfluktasi secara tidak

teratur pada skala hari dan minggu terlihat bersatu di titik keseimbangan dalam

skala waktu yang lebih lama. Kelimpahan organisme tersebut antara lain

(34)

Kelas Bacillariophyceae selalu ditemukan dalam jumlah yang melimpah

selama pengamatan. Berdasarkan Gambar 9, kelimpahan perifiton kelas

Bacillariophyceae pada hari ke-7 masing-masing stasiun adalah 68,40 ind/cm2

(stasiun 1) dan 79,20 ind/cm2 (stasiun 2). Pada stasiun 2, kelimpahan ini semakin

meningkat seiring dengan bertambahnya waktu sehingga mencapai puncaknya

pada hari ke-21 yaitu 212,40 ind/cm2. Pada hari selanjutnya, kelimpahan perifiton

semakin menurun. Pada stasiun 1, puncak kelimpahan perifiton pada pengamatan

hari ke-28 yaitu 149,76 ind/cm2. Genus yang selalu ditemukan dan melimpah

pada setiap pengamatan adalah Epithemia, Navicula dan Synedra.

Berdasarkan Gambar 10, kelas Chlorophyceae sudah mulai ditemukan pada

hari ke-7 masing-masing sebesar 10,08 ind/cm2 (stasiun 1) dan 12,96 ind/cm2

(stasiun 2). Puncak kelimpahan yaitu pada pengamatan hari ke-21 yaitu

masing-masing 109,44 ind/cm2 (stasiun 1) dan 110,88 ind/cm2 (stasiun 2). Genus yang

selalu ditemukan dan melimpah pada setiap pengamatan adalah Gonatozygon.

Berdasarkan Gambar 11, kelas Cyanophyceae mulai ditemukan pada

pengamatan hari ke-14 masing-masing sebesar 16,56 ind/cm2 (stasiun 1) dan 9,36

ind/cm2 (stasiun 2). Pada pengamatan hari ke-21, kelimpahan perifiton kelas

Cyanophyceae di stasiun 1 sama dengan pengamatan hari ke-14 yaitu 16,56

ind/cm2 sedangkan pada stasiun 2 mengalami penurunan yaitu 2,88 ind/cm2. Pada

pengamatan hari ke-28, kelimpahan perifiton kelas Cyanophyceae di stasiun 1

mengalami penurunan yaitu 3,60 ind/cm2 sedangkan pada stasiun 2 mengalami

peningkatan secara drastis yaitu 67,68 ind/cm2. Genus yang ditemukan dalam

(35)

Berdasarkan Gambar 12, pada stasiun 1, perifiton kelas Euglenoida mulai

ditemukan pada pengamatan hari ke-21 sebesar 5,04 ind/cm2 dan merupakan

puncak tertinggi pertumbuhan perifiton di kelas tersebut. Setelah itu mengalami

penurunan pada pengamatan hari ke-28 yaitu 2,16 ind/cm2. Pada stasiun 2,

perifiton kelas Euglenoida baru ditemukan pada pengamatan hari ke-14 sebesar

7,92 ind/cm2 dan mengalami penurunan pada hari ke-21 yaitu 3,60 ind/cm2.

Setelah itu, perifiton kelas Euglenoida tidak ditemukan lagi. Genus yang

ditemukan selama pengamatan adalah Euglena dan Pandorina.

3. Kondisi Komunitas Perifiton

Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman (H) yang diperoleh selama

pengamatan pada Tabel 7, maka dapat dikategorikan bahwa keanekaragaman

perifiton pada masing-masing stasiun pengamatan tergolong sedang yaitu berkisar

antara 2,903 – 2,971. Hal ini sesuai dengan kisaran kategori menurut Brower dan

Zar (1990) yaitu keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang

dengan kisaran 2,3062  6,9078. Hal ini diduga karena adanya faktor

lingkungan yang menyebabkan stabilitas komunitas sedang, yaitu arus. Hanya

jenis-jenis tertentu saja yang mampu beradaptasi terhadap perubahan kecepatan

arus untuk dapat hidup dan berkembang di daerah Sungai Naborsahan.

Indeks keseragaman (E) menunjukkan tingkat kesamaan penyebaran jumlah

individu suatu jenis dalam suatu komunitas. Berdasarkan Tabel 7, kisaran indeks

(36)

antara kedua stasiun relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran

individu tiap jenis cenderung merata.

Indeks dominansi (C) menunjukkan peranan masing-masing genera dalam

suatu komunitas sehingga dapat diketahui bahwa pada suatu komunitas tertentu

terdapat dominansi genera perifiton tertentu atau tidak. Berdasarkan Tabel 7,

kisaran nilai indeks dominansi pada masing-masing stasiun adalah 0,078 – 0,093.

Menurut Odum (1993), apabila indeks dominansi (C) > 0,5 maka struktur

komunitas yang sedang diamati ada dominansi dari satu atau beberapa spesies.

Berdasarkan nilai indeks dominansi pada masing-masing stasiun pengamatan

diketahui bahwa tidak terdapat spesies yang ekstrim mendominasi spesies-spesies

lainnya.

B.Produktivitas Primer Perifiton

Berdasarkan Gambar 13, pada stasiun 1 produktivitas primer tertinggi

sebesar 342,843 mgC/m3/hari dan terendah sebesar 57,140 mgC/m3/hari

sedangkan pada stasiun 2 produktivitas primer tertinggi sebesar 571,405

mgC/m3/hari dan terendah sebesar 114,281 mgC/m3/hari. Nilai produktivitas

primer perifiton pada kedua stasiun mencapai nilai tertinggi pada pengamatan hari

ke-21. Hal ini diduga terjadi karena perifiton sebagai penghasil bahan organik di

kedua stasiun memiliki kelimpahan tertinggi pada hari ke-21. Menurut Kevern

dkk., (1966) dalam Widdyastuti (2011), tingkat pertumbuhan dalam waktu singkat

pada perifiton dapat dijadikan sebagai perkiraan dari produktivitas perifiton.

Nilai produktivitas primer perifiton pada stasiun 2 lebih tinggi daripada

(37)

diduga karena kelimpahan perifiton pada stasiun 2 lebih tinggi daripada stasiun 1

sehingga ketersediaan klorofil banyak yang menyebabkan proses fotosintesis

dengan bantuan cahaya matahari semakin tinggi yang mempengaruhi nilai

produktivitas primer perifiton juga yang semakin tinggi.

C.Parameter Kualitas Air

Berdasarkan Tabel 8, suhu perairan di stasiun 1 berkisar antara 20 – 23oC

dan stasiun 2 berkisar antara 21 – 23oC. Berdasarkan data di atas, dapat diketahui

bahwa di antara kedua stasiun pengamatan memiliki rentang suhu yang relatif

sama dimana tidak menunjukkan variasi yang besar. Hal ini dimungkinkan karena

kondisi cuaca selama pengamatan yang relatif sama. Nilai suhu yang didapat

selama pengamatan masih tergolong dalam kisaran yang menunjang kehidupan

perifiton yang diperoleh. Menurut Effendi (2003), alga dari filum Chlorophyta

dan Bacillariophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu 30 – 35oC dan 20 –

30oC. Sedangkan jenis Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu

lebih tinggi.

Berdasarkan Tabel 8, kecepatan arus selama pengamatan di stasiun 1

berkisar antara 0,29 – 0,31 m/s dan stasiun 2 berkisar antara 0,45 – 0,5 m/s. Hal

ini menunjukkan bahwa kecepatan arus pada masing-masing stasiun selama

pengamatan tergolong sedang. Menurut Welch (1980) dalam Widdyastuti (2011),

kategori untuk perairan yang berarus sedang berkisar antara 0,25 – 0,5 m/s. Di

(38)

pengamatan. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 2. Hal ini disebabkan

karena perbedaan topografi di antara kedua stasiun.

Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi jenis-jenis perifiton yang hidup di

dalamnya. Dari hasil pengamatan, alga bentik yang mendominasi perairan pada

stasiun pengamatan di antaranya adalah Synedra, Nitzschia, Navicula dan

Oscillatoria. Menurut Round (1964) dalam Wijaya (2009), tipe komunitas

perairan yang berarus < 0,2 – 1 m/s didominasi oleh alga epipelik dan epifitik

seperti Nitzschia, Navicula, Caloines, Eunotia, Tabellaria, Synedra, Oscillatoria,

Oedogonium dan Bulbochaete.

Menurut Effendi (2003), nilai kecerahan perairan tergantung pada warna air

dan kekeruhan. Berdasarkan Tabel 8, kecerahan perairan di stasiun 1 berkisar

antara 38 – 56 cm dan stasiun 2 berkisar antara 40 – 90 cm. Kisaran kecerahan

perairan pada stasiun 1 lebih rendah dari pada stasiun 2 karena daerah di stasiun 1

lebih dangkal daripada stasiun 2.

Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran pH di stasiun 1 berkisar antara 5,9 –

7,2 dan di stasiun 2 berkisar antara 6,3 – 7,0. Nilai pH di stasiun 1 selama

penelitian memiliki rata-rata sebesar 6,75 dan stasiun 2 sebesar 6,55. Menurut

Effendi (2003), kisaran nilai tersebut termasuk dalam perairan alami. Berdasarkan

hasil pengamatan, nilai pH yang didapat tidak menunjukkan perbedaan yang

cukup besar. Besarnya nilai pH sangat menentukan dominansi perifiton di

perairan. Menurut Effendi (2003), kisaran pH tersebut masih berada pada kisaran

nilai yang baik untuk kehidupan biota perairan. Pada umumnya alga biru hidup

(39)

6) dan diatom pada kisaran pH yang netral akan mendukung keanekaragaman

jenisnya (Weitzel, 1979). Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat bahwa pada

kisaran pH yang netral tersebut keanekaragaman jenis dari kelas

Bacillariophyceae yang terdapat tinggi.

Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran oksigen terlarut di stasiun 1 berkisar

antara 7,2 – 8,0 mg/l dan stasiun 2 berkisar antara 6,4 – 7,6 mg/l. Kisaran nilai

DO yang didapat selama penelitian masih mendukung kehidupan organisme

akuatik yang terdapat di sekitar itu. Menurut Wibowo (2004),

organisme-organisme akuatik biasanya membutuhkan oksigen pada kisaran 5 – 8 mg/l untuk

dapat hidup secara normal. Nilai kelarutan oksigen dipengaruhi salah satunya oleh

suhu air. Rentang kisaran suhu yang didapat selama penelitian tergolong rendah

sehingga membuat nilai kelarutan oksigen yang tinggi.

Berdasarkan Tabel 8, pada stasiun 1, kisaran nilai nitrit (NO2) 0,001 – 0,003

mg/l, nitrat (NO3) 0,298 – 0,475 mg/l, amoniak (NH3) 0,142 – 0,172 mg/l, dan

ortofosfat (PO42-) 0,037 – 0,061 mg/l. Sedangkan stasiun 2, kisaran nilai nitrit

(NO2) 0,002 – 0,003 mg/l, nitrat (NO3) 0,365 – 0,582 mg/l, amoniak (NH3) 0,142

– 0,283 mg/l, dan ortofosfat (PO42-) 0,039 – 0,058 mg/l. Fluktuasi nutrien pada

kedua stasiun disebabkan karena fluktuasi limbah pertanian, limbah PDAM dan

limbah domestik yang berasal dari bagian hulu sungai maupun dari aktivitas

masyarakat di sekitar sungai tersebut. Berdasarkan Tabel 8, nilai amoniak yang

didapat selama penelitian termasuk tinggi yaitu berkisar 0,142 – 0,283 mg/l. Nilai

(40)

Menurut Effendi (2003), kadar amoniak di perairan alami tidak lebih dari

0,1 mg/l. Hal ini mengindikasikan telah terjadi masukan bahan organik terutama

berasal dari limpasan pertanian. Namun, perifiton masih dapat mentoleransi

kandungan amoniak tersebut dalam perairan. Widdaystuti (2011) menyatakan

bahwa batas toleransi perifiton terhadap kandungan amoniak di perairan

adalah < 0,2 mg/l.

Nitrat merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan

merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Berdasarkan Tabel

8, kisaran nilai nitrat selama pengamatan yaitu 0,298 – 0,582 mg/l. Kandungan

nilai nitrat ini sudah tidak berada pada kondisi yang tidak alami lagi namun tidak

mencerminkan kondisi pencemaran yang antropogenik. Namun, perairan tersebut

masih menunjang untuk pertumbuhan perifiton. Menurut Effendi (2003), perairan

yang alami memiliki kandungan nitrat < 0,1 mg/l dan kondisi pencemaran yang

antropogenik > 5 mg/l, kisaran nitrat yang baik untuk pertumbuhan perifiton

antara 0,01 – 5 mg/l.

Berdasarkan Tabel 8, kisaran nilai ortofosfat selama pengamatan sebesar

0,037 – 0,061 mg/l. Fosfat memiliki peranan penting sebagai penyedia sumber

energi dalam proses fotosintesis. Menurut Millero dan Sohn (1992) dalam

Madubun (2008), pertumbuhan semua jenis alga tergantung pada konsentrasi

ortofosfat. Berdasarkan kisaran nilai ortofosfat yang didapat selama pengamatan,

maka perairan tersebut tergolong dalam kategori perairan yang eutrofik. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Widdyastuti (2011) yang menyatakan bahwa perairan

(41)

D.Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton

1. Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil

analisis suhu (X1) dan arus (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah

Y = -11,435 – 71,997X1 + 5828,354X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan

bahwa apabila nilai dari suhu dan arus adalah nol, maka diperkirakan akan

menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 11,435 mgC/m3/hari.

Setiap kenaikan suhu satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton

akan menurun sebesar 71,997 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kecepatan arus

tidak berubah. Setiap pertambahan kecepatan arus satu satuan, maka nilai dari

produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 5828,354 mgC/m3/hari

dengan asumsi bahwa suhu perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)

sebesar 0,914 yang menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan arus terhadap

produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien

determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,836 menunjukkan bahwa suhu dan arus

memberikan pengaruh sebesar 83,6% terhadap produktivitas primer perifiton

sedangkan 16,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil

analisis suhu (X1) dan arus (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah

Y = 3394,569 – 156,607X1 + 846,526X2. Persamaan regresi tersebut

menunjukkan bahwa apabila nilai dari suhu dan arus adalah nol, maka

(42)

3394,569 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan suhu satu satuan, maka nilai dari

produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 156,607 mgC/m3/hari

dengan asumsi bahwa kecepatan arus tidak berubah. Setiap pertambahan

kecepatan arus satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan

meningkat sebesar 846,526 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa suhu perairan

tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)

sebesar 0,770 yang menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan arus terhadap

produktivitas primer perifiton tergolong kuat (Tabel 6). Nilai koefisien

determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,594 menunjukkan bahwa suhu dan arus

memberikan pengaruh sebesar 59,4% terhadap produktivitas primer perifiton

sedangkan 40,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2), diketahui bahwa terdapat

perbedaan di antara kedua stasiun. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu

sebesar 0,836. Suhu mempengaruhi derajat metabolisme dan aktivitas fotosintesis

organisme nabati di dalam perairan sedangkan arus dapat mempengaruhi

penyebaran organisme perifiton.

Suhu merupakan salah satu faktor abiotik yang memegang peranan penting

bagi kehidupan organisme perairan. Dalam ekosistem perairan, suhu dapat

mempengaruhi produktivitas primer yaitu derajat metabolisme dan fotosintesis

dimana peningkatan suhu yang masih ditoleransi oleh organisme nabati akan

diikuti oleh kenaikan derajat metabolisme dan aktivitas fotosintesis perifiton yang

ada di dalamnya. Menurut Barus (2004), arus air adalah faktor yang mempunyai

(43)

Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral

yang terdapat di dalam air. Pada perairan lotik, arus mempunyai peranan yang

sangat penting.

Pada stasiun 1, rentang suhu yang didapat selama penelitian lebih luas

daripada stasiun 2 sehingga menyebabkan komposisi kelas dari perifiton yang

ditemukan lebih banyak. Hal ini disebabkan karena kisaran suhu perairan stasiun

1 mendukung kehidupan organisme tersebut. Menurut Effendi (2003), suhu

optimum untuk pertumbuhan perifiton berkisar antara 20 – 30oC. Menurut Abel

(1985) dalam Sanaky (2003), perubahan suhu perairan akan mempengaruhi

proses-proses biologis yang terjadi di dalam air dan pada akhirnya akan

mempengaruhi komunitas biologi di dalamnya. Kecepatan arus pada stasiun 1

lebih rendah daripada stasiun 2 sehingga juga menyebabkan komposisi kelas dari

perifiton yang ditemukan lebih banyak. Menurut Whitton (1975), kecepatan arus

yang besar mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga menyebabkan

hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat bertahan.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil

analisis pH (X1) dan DO (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah

Y = -7114,004 + 372,279X1 + 629,845X2. Persamaan regresi tersebut

menunjukkan bahwa apabila nilai dari pH dan DO adalah nol, maka diperkirakan

akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 7114,004

mgC/m3/hari. Setiap kenaikan pH satu satuan, maka nilai dari produktivitas

primer perifiton akan meningkat sebesar 372,279 mgC/m3/hari dengan asumsi

(44)

produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 629,845 mgC/m3/hari

dengan asumsi bahwa pH tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)

sebesar 0,992 yang menunjukkan bahwa hubungan antara pH dan DO terhadap

produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien

determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,984 menunjukkan bahwa pH dan DO

memberikan pengaruh sebesar 98,4% terhadap produktivitas primer perifiton

sedangkan 1,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil

analisis pH (X1) dan DO (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah

Y = 567,596 – 399,984X1 + 338,081X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan

bahwa apabila nilai dari pH dan DO adalah nol, maka diperkirakan akan

meningkatkankan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 567,596

mgC/m3/hari. Setiap kenaikan pH satu satuan, maka nilai dari produktivitas

primer perifiton akan menurun sebesar 399,984 mgC/m3/hari dengan asumsi

bahwa DO tidak berubah. Setiap kenaikan DO satu satuan, maka nilai dari

produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 338,081 mgC/m3/hari

dengan asumsi bahwa pH tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)

sebesar 0,997 yang menunjukkan bahwa hubungan antara pH dan DO terhadap

produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien

determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,994 menunjukkan bahwa pH dan DO

memberikan pengaruh sebesar 99,4% terhadap produktivitas primer perifiton

(45)

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh, diketahui

bahwa pH dan DO pada stasiun 2 memberikan pengaruh yang besar produktivitas

primer perifiton daripada stasiun 1 dengan nilai R2 sebesar 0,994. Hal ini

disebabkan karena nilai kisaran pH dan DO dapat mendukung kelangsungan

hidup perifiton di dalamnya sehingga aktivitas metabolisme dan proses

fotosintesis akan berlangsung dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas

primer yang dihasilkan oleh perifiton.

pH merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan produktivitas

suatu perairan. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa nilai pH air yang optimum

untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 6,5 – 8. Kondisi perairan yang

bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan

hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan

respirasi (Barus, 2004).

Oksigen terlarut dalam perairan sangat penting untuk mendukung kehidupan

organisme perairan dan proses-proses yang terjadi di dalamnya. Menurut

Indrayani (2000), oksigen terlarut penting untuk respirasi organisme perairan.

Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur

metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber

oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer,

arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air

dan fitoplankton. Menurut Masters (1991) dalam Wibowo (2004), oksigen terlarut

merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas air.

(46)

merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan terutama

sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air di

antaranya perifiton. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air

terutama adalah dalam proses respirasi (Barus, 2004). Apabila nilai dari oksigen

terlarut suatu perairan mendukung untuk proses kehidupan perifiton maka akan

dapat mempengaruhi kelimpahan perifiton.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil

analisis kecerahan (X1) dan kelimpahan perifiton (X2) terhadap produktivitas

primer perifiton (Y) adalah Y = -455,336 + 6,462X1 + 1,809X2. Persamaan regresi

tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari kecerahan dan kelimpahan

perifiton adalah nol, maka diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas

primer perifiton sebesar 455,336 mgC/m3/hari. Setiap pertambahan kecerahan

perairan satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan

meningkat sebesar 6,462 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kelimpahan perifiton

tidak berubah. Setiap peningkatan kelimpahan perifiton satu satuan, maka nilai

dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1,809 mgC/m3/hari

dengan asumsi bahwa kecerahan perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)

sebesar 0,977 yang menunjukkan bahwa hubungan antara kecerahan dan

kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat

(Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,955

menunjukkan bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton memberikan pengaruh

sebesar 95,5% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 4,5% lainnya

(47)

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil

analisis kecerahan (X1) dan kelimpahan perifiton (X2) terhadap produktivitas

primer perifiton (Y) adalah Y = 251,022 – 9,753X1 + 2,697X2. Persamaan regresi

tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari kecerahan dan kelimpahan

perifiton adalah nol, maka diperkirakan akan meningkatkan nilai dari

produktivitas primer perifiton sebesar 251,022 mgC/m3/hari. Setiap pertambahan

kecerahan perairan satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan

menurun sebesar 9,753 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kelimpahan perifiton

tidak berubah. Setiap peningkatan kelimpahan perifiton satu satuan, maka nilai

dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 2,697 mgC/m3/hari

dengan asumsi bahwa kecerahan perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)

sebesar 0,994 yang menunjukkan bahwa hubungan antara kecerahan dan

kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat

(Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,988

menunjukkan bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton memberikan pengaruh

sebesar 98,8% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 1,2% lainnya

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh, diketahui

bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton pada stasiun 2 memberikan pengaruh

yang besar terhadap produktivitas primer perifiton daripada stasiun 1 dengan nilai

R2 sebesar 0,988. Kecerahan perairan berkaitan dengan penetrasi cahaya

(48)

berlangsung selama masih ada cahaya matahari. Cahaya matahari dibutuhkan oleh

tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses asimilasi.Nilai penetrasi cahaya sangat

dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan

plankton suatu perairan (Barus, 2004). Apabila proses fotosintesis perifiton

berlangsung baik maka akan dapat mempengaruhi kelimpahan perifiton di suatu

perairan.

2. Hubungan Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton

Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil

analisis NO3 (X1) dan PO42- (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y)

adalah Y = 272,338 + 1151,539X1 – 11742,692X2. Persamaan regresi tersebut

menunjukkan bahwa apabila nilai dari NO3 dan PO42- adalah nol, maka

diperkirakan akan meningkatkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar

272,338 mgC/m3/hari. Setiap peningkatan NO3 satu satuan, maka nilai dari

produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1151,539 mgC/m3/hari

dengan asumsi bahwa PO42- perairan tidak berubah. Setiap peningkatan PO42- satu

satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar

11742,692 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa NO3 perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)

sebesar 0,868 yang menunjukkan bahwa hubungan antara NO3 dan PO42- terhadap

produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien

determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,753 menunjukkan bahwa NO3 dan

PO42- memberikan pengaruh sebesar 75,3% terhadap produktivitas primer

(49)

Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil

analisis NO3 (X1) dan PO42- (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y)

adalah Y = -731,339 + 1857,956X1 + 5348,752X2. Persamaan regresi tersebut

menunjukkan bahwa apabila nilai dari NO3 dan PO42- adalah nol, maka

diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar

731,339 mgC/m3/hari. Setiap peningkatan NO3 satu satuan, maka nilai dari

produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1857,956 mgC/m3/hari

dengan asumsi bahwa PO42- perairan tidak berubah. Setiap peningkatan PO42- satu

satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar

5348,752 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa NO3 perairan tidak berubah.

Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)

sebesar 0,920 yang menunjukkan bahwa hubungan antara NO3 dan PO42- terhadap

produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien

determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,846 menunjukkan bahwa NO3 dan

PO42- memberikan pengaruh sebesar 84,6% terhadap produktivitas primer

perifiton sedangkan 15,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) di antara kedua stasiun

pengamatan, NO3 dan PO42- pada stasiun 2 memberikan pengaruh yang besar

terhadap produktivitas primer perifiton. Hal ini disebabkan karena ketersediaan

nutrien ini mampu dimanfaatkan oleh perifiton untuk proses pertumbuhannya dan

mempengaruhi produksi perifiton dalam proses fotosintesis sehingga mampu

mempengaruhi pula tingginya produktivitas primer yang dihasilkan. Hal ini sesuai

(50)

unsur N dan P ketersediaannya di perairan di bawah kebutuhan minimum, maka

(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai keanekaragaman perifiton berkisar antara 2,903 – 2,971 dengan nilai

keanekaragaman tertinggi pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 1.

Kelimpahan perifiton berkisar antara 79,20 – 329,76 ind/cm2 dengan

kelimpahan tertinggi pada stasiun 2 pengamatan hari ke-21 dan terendah pada

stasiun 1 pengamatan hari ke-7.

2. Nilai produktivitas primer perifiton berkisar antara 57,140 – 571,405

mgC/m3/hari dengan produktivitas primer tertinggi pada stasiun 2

pengamatan hari ke-21 dan terendah pada stasiun 1 pengamatan hari ke-7.

3. Berdasarkan analisis regresi linear diperoleh bahwa pada stasiun 1, pH dan

DO memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap produktivitas primer

perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,984 sedangkan NO3

dan PO42- memberikan pengaruh yang rendah terhadap produktivitas primer

perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,753. Pada stasiun 2,

pH dan DO memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap produktivitas

primer perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,994

sedangkan suhu dan arus memberikan pengaruh yang rendah terhadap

produktivitas primer perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu

(52)

Saran

1. Perlu adanya penambahan stasiun pengamatan untuk mengetahui

keanekaragaman jenis perifiton yang lebih banyak lagi di Sungai

Naborsahan.

2. Perlu adanya perbandingan antara beberapa substrat sebagai media tumbuh

perifiton agar mengetahui kelimpahan perifiton pada masing-masing substrat

di Sungai Naborsahan.

3. Perlu dilakukan pengukuran intensitas cahaya matahari pada masing-masing

stasiun pengamatan agar dapat diketahui korelasi antara intensitas cahaya

matahari dengan kelimpahan perifiton dan bahan organik yang dihasilkan

oleh perifiton.

4. Perlu adanya perhatian dan pengawasan dalam pemanfaatan di sekitar Sungai

Naborsahan oleh masyarakat dan pemerintah setempat agar kondisi perairan

(53)

TINJAUAN PUSTAKA

Sungai

Perairan umum tawar alami dikenal sebagai sungai, rawa dan danau.

Perairan sungai merupakan suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan

adanya aliran air yang cukup kuat sehingga digolongkan ke dalam perairan

mengalir (perairan lotik). Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran

massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air

seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif

kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola aliran air. Kecepatan

arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai

sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga

variabel tersebut (Effendi, 2003).

Odum (1993) menyatakan bahwa ada dua zona utama pada aliran air

(sungai), yaitu:

1. Zona air deras merupakan daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup

tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain

yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang

beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang dapat melekat atau berpegang

dengan kuat pada dasar yang padat dan oleh ikan yang kuat berenang. Zona ini

umumnya terdapat pada hulu sungai di daerah pegunungan.

(54)

dasar, sehingga dasarnya lunak, tidak sesuai untuk bentos permukaan tetapi

cocok untuk penggali, nekton dan plankton.

Sungai yang mengalir cepat ditandai oleh tipe substrat berbatu dan

berkerikil, sedangkan sungai yang mengalir lambat ditandai dengan tipe substrat

berpasir dan berlumpur. Faktor pengontrol utama produktivitas pada ekosistem

tersebut adalah arus yang merupakan pembatas bagi jumlah dan tipe organisme

autotrof (Wijaya, 2009).

Odum (1993) menyatakan bahwa salah satu bentuk adaptasi dari organisme

komunitas air deras untuk mempertahankan posisi pada air yang mengalir adalah

melekat permanen pada substrat yang kokoh, seperti batu, kayu, atau massa daun.

Dalam kategori ini termasuk tanaman produsen utama dari aliran air berupa

ganggang hijau yang melekat, seperti Cladophora yang mempunyai serabut yang

panjang; Diatomae yang bertutup keras yang menutupi berbagai permukaan; dan

lumut air dari marga Fontinalis dan beberapa marga yang lain yang menutupi batu

bahkan pada aliran air yang paling deras.

Organisme autotrof pada sistem ekosistem perairan terdiri dari berbagai

macam kumpulan alga dan tanaman air. Produsen primer di sungai, danau dan

waduk terdiri dari fitoplankton, bakteri, alga bentik (perifiton) dan makrofita.

Pada kondisi perairan berarus, perifiton lebih berperan sebagai produsen primer.

Namun, pada sungai yang dalam dan besar, fitoplankton cenderung lebih berperan

dan lebih dominan. Meningkatnya ukuran sungai serta menurunnya kemiringan

dan kecepatan arus umumnya akan meningkatkan produksi fitoplankton (Whitton,

(55)

Perifiton

Welch (1980) dalam Natalia (2000) menyatakan bahwa perifiton adalah

mikroflora yang tumbuh di atas substrat di bawah permukaan air. Wetzel dan

Westlake (1974) dalam Widdyastuti (2011) menyatakan bahwa perifiton

mencakup semua organisme tanaman, kecuali makrofita berakar yang tumbuh

pada material di bawah permukaan air. Material tersebut meliputi semua substrat,

seperti sedimen, batu, puing-puing dan organisme hidup. Pennak (1964) dalam

Nuraini (2005) mengartikan perifiton sebagai aufwuchs yaitu seluruh kelompok

organisme (umumnya mikroskopis) yang hidup menempel pada benda atau pada

permukaan tumbuhan air yang terendam, tidak menembus substrat, diam atau

bergerak di permukaan substrat tersebut.

Graham dan Wilcox (2000) menyatakan bahwa ada lima kelompok besar

pembagian perifiton berdasarkan tempat menempel, yaitu:

1. Epilitik yaitu menempel di permukaan batuan.

2. Epipsammik yaitu hidup dan bergerak di antara butir-butir pasir.

3. Epipelik yaitu menempel di permukaan sedimen.

4. Epifitik yaitu menempel di permukaan tumbuhan.

5. Epizooik yaitu menempel di permukaan hewan.

Substrat benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses

pertumbuhan dan kematian sehingga keberadaan perifiton juga ikut dipengaruhi

oleh keberadaannya. Pada substrat benda mati, keberadaan perifiton akan lebih

mantap (permanen), meskipun pembentukan komunitas terjadi secara lambat

(56)

Perifiton dapat tumbuh pada substrat buatan seperti plexiglass, gelas obyek,

kayu dan blok-blok beton. Keuntungan dari penggunaan substrat buatan dalam

penelitian adalah mudah standarisasinya, laju pertumbuhan perifiton dapat

ditentukan dengan cepat dan pengumpulan datanya mudah. Perifiton ini juga

dapat menjadi petunjuk yang peka bagi kualitas air. Kerugian penggunaan substrat

buatan adalah bahwa spesies yang hidup secara alami mungkin tidak ikut

terambil, laju akumulasi tidak produktif karena pertumbuhan dimulai pada tempat

yang kosong (Larastri, 2006).

Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam menggunakan substrat

buatan, yaitu waktu pemaparan (akan mempengaruhi perluasan pertumbuhan),

kecepatan arus (dapat menguntungkan beberapa taksa) dan musim. Faktor waktu

pemaparan merupakan yang paling penting karena dapat mengakibatkan fluktuasi

yang besar terhadap biomassa yang tidak berhubungan dengan gangguan fisik

atau kualitas air (Nuraini, 2005).

Faktor-faktor yang umumnya dipertimbangkan sebagai pembatas, hal-hal

yang diperlukan serta penting untuk perkembangan perifiton meliputi tipe

perairan (danau, sungai, atau laut), ketersediaan cahaya (lama penyinaran,

kecerahan, kekeruhan), tipe substrat (kondisi, lokasi, kedalaman), pergerakan air

(arus dan kecepatan), pH, alkalinitas, kesadahan, unsur hara (N, P, C),

bahan-bahan terlarut (Ca, S, Si), logam dan logam kelumit (Fe, Cu, Cr, V, Se), juga

suhu, salinitas, oksigen dan CO2 (Weitzel, 1979).

Perkembangan perifiton dapat dianggap sebagai proses akumulasi, yaitu

proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan

(57)

perifiton dan alat penempelnya. Keberadaan substrat sangat menentukan

perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya. Kemampuan

perifiton menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian

oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahkannya (Wijaya, 2009).

Natalia (2000) menyatakan bahwa zonasi yang terbentuk di perairan

mempengaruhi struktur komunitas perifiton yang ada. Ada tiga zonasi yang

berperan dalam membentuk struktur komunitas perifiton, yaitu:

a. Zona eulitoral yaitu daerah pinggiran yang masih dalam jangkauan percikan

air. Zona ini ditumbuhi oleh perifiton yang mampu bertahan terhadap

perubahan lingkungan yang cukup ekstrim. Jenis-jenis perifiton yang dapat

berkembang di antaranya Tilopothrix parietina dan Scytonema myochorus.

b. Zona sublitoral atas yaitu zona air yang masih tembus sinar matahari dengan

nilai suhu serupa dengan di wilayah eufotik dengan perubahan kecil dan tidak

berarti. Zona ini memiliki komunitas dengan komposisi yang paling kaya.

c. Zona sublitoral bawah yaitu zona air yang kurang menerima sinar matahari.

Intensitas cahaya dan suhu menurun menurut wilayah termoklin. Pada kondisi

ini, komunitas perifiton alga hijau secara kuantitatif menurun, namun masih

layak untuk alga coklat, alga biru dan alga merah. Jenis-jenis yang dapat

berkembang di antaranya adalah kelompok Diatomae, Pleurocapsis,

Chroocopsis, Lyngbya dan Hildenbrandia.

d. Zona profundal yaitu zona air gelap. Pada zona ini, komunitas perifiton jenis

alga autotrof semakin menghilang dan digantikan oleh jenis heterotrof.

Gambar

Tabel 5. Pengukuran Parameter Kualitas Air dan Metode yang Digunakan No Parameter Satuan Metode/Alat Analisis
Gambar 2. Peta lokasi penelitian (Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem    Kawasan Danau Toba, 2010)
Gambar 3. Stasiun 1
Gambar 5. Bagan alir pengukuran nilai produktivitas primer perifiton
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendugaan parameter genetik menggunakan analisis silang dialel dapat dilakukan apabila terdapat perbedaan yang nyata antar genotipe berdasarkan uji F terhadap karakter luas

Penulisan ini akan membahas tentang pembuatan situs Sistem Informasi Geografis Kabupaten Cianjur, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan menggunakan data-data yang tersedia pada

Dengan teknologi multimedia ini, informasi diharapkan dapat lebih mudah disampaikan dan lebih menarik apalagi dalam menyampaikannya secara interaktif. Program multimedia ini

Cara Memelihara Kesehatan Organ Peredaran Darah Manusia.. Hubungan Antarmakhluk Hidup

[r]

(2) Presiden Universitas mengadakan dan memelihara perhubungan yang baik dengan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru yang diliputinya itu menurut garis-garis besar

Akuntabilitas mengacu pada harapan implisit atau eksplisit bahwa keputusan atau tindakan seseorang akan di evaluasi oleh pihak lain dann hasil evaluasinya dapat

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2019 tentang Standar Nasional Pendidikan Sekolah Menengah