Lampiran 1. Jenis-jenis Perifiton Yang Ditemukan Selama Penelitian
A.Kelas Bacillariophyceae (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
Achnanthes Aulacoseira
Isthmia Rhizosolenia
Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
Stephanodiscus Amphora
Cymbella Licmophora
Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
Actinocyclus Fragilaria
Synedra Leptocylindrus
Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
Navicula Neidium
Pinnularia Pleurosigma
Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
Nitzschia Cymatopleura
Surirella Lauderia
B.Kelas Chlorophyceae
Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
Rhizoclonium Closterium
Cosmarium Euastrum
Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
Tetomemorus Gonatozygon
Microspora Oedogonium
Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
Quadrigula Scenedesmus
Volvox Roya
Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
C.Kelas Cyanophyceae
Anabaena Oscillatoria
Phormidium
D.Kelas Euglenoida
Lampiran 2. Lanjutan (Perbesaran Foto Dalam Mikroskop Adalah 10x)
E.Kelas Rotatoria
DAFTAR PUSTAKA
Abida, I.W. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Keterkaitannya Dengan
Intensitas Cahaya dan Ketersediaan Nutrien di Perairan Pantai Selat Madura Kabupaten Bangkalan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Methods For The
Examination of Water and Wastewater. United Book Press Inc,
Maryland.
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi: Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, Medan.
Barus, T.A., S.S. Sinaga, dan R. Tarigan. 2008. Produktivitas Primer
Fitoplankton dan Hubungannya Dengan Faktor Fisik-Kimia Air di Perairan Parapat, Danau Toba. Jurnal Biologi Sumatera 3 : 11 – 12.
Brower, J.E dan J.H. Zar. 1990. Field and Laboratory Methods For General
Ecology. Brown Publisher, Iowa.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Elfinurfajri, F. 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Keterkaitannya
Dengan Kualitas Perairan di Lingkungan Tambak Udang Intensif.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.
Graham, L.E dan L.W. Wilcox. 2000. Algae. Prentice Hall, New York.
Hidayat, Y. 2001. Tingkat Kesuburan Perairan Berdasarkan Kandungan Unsur
Hara N dan P Serta Struktur Komunitas Fitoplankton di Situ Tonjong, Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Indrawati, I., Sunardi, dan I. Fitriyyah. 2010. Perifiton Sebagai Indikator Biologi
Pada Pencemaran Limbah Domestik di Sungai Cikuda Sumedang.
Prosiding Seminar Nasional Limnologi V. 76 – 77.
Indrayani, N. 2000. Tingkat Kesuburan Perairan Situ Cigudeg Serta Hubungan
Antara Produktivitas Primer dan Unsur Hara. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Larastri, R. 2006. Studi Biomassa Diatom Perifitik Pada Substrat Biocrete
Lukman. 2010. Faktor-faktor Pertimbangan Dalam Penetapan Tata Ruang
Perairan Danau: Studi Kasus Danau Toba. Prosiding Seminar Nasional
Limnologi V. 362 – 364.
Madubun, U. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Kaitannya Dengan
Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Muara Jaya Teluk Jakarta. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Mizuko, T. 1979. Illustrations of The Freshwater Plankton of Japan. Hoikusha Publishing, Japan.
Natalia, U. 2000. Struktur Komunitas Perifiton Pada Padang Lamun di Perairan
Teluk Hurun, Teluk Lampung, Lampung Selatan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Needham, J.G and P.R. Needham. 1962. A Guide To The Study of Fresh-Water
Biology. Holden-Day, San Francisco.
Nofdianto, N and A. Dauta. 2006. Photosynthesis of Periphyton: Relationships
Between Light and Age of Algal Mat. Limnotek 13 : 44 – 45.
Nontji, A. 2007. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.
Nuraini, D. 2005. Pengaruh Substrat Terhadap Pertumbuhan Perifiton di Waduk
Cirata, Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. T. Samingan. Gadjah Mada University Press. Basic Ecology. Yogyakarta.
Rudiyanti, S. 2009. Kualitas Perairan Sungai Banger Pekalongan Berdasarkan
Indikator Biologis. Jurnal Saintek Perikanan 4 : 46 – 47.
Sanaky, A. 2003. Struktur Komunitas Fitoplankton Serta Hubungannya Dengan
Parameter Fisika dan Kimia Perairan di Muara Sungai Bengawan Solo, Ujung Pangkah, Gresik, Jawa Timur. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sitinjak, F.R. 2009. Produktivitas Primer Fitoplankton Pada Musim Kemarau
Tahun 2008 di Muara Sungai Cisadane, Kabupaten Tangerang, Banten.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Smith, R.L. 1992. Elements of Ecology. HarperCollins Publishers, New York.
Sofia, Y., Tontowi, dan S. Rahayu. 2010. Penelitian Pengolahan Air Sungai yang
Tercemar Oleh Bahan Organik. Jurnal Sumber Daya Air 6 : 145 – 146.
Sunarto, S. Astuty, dan H. Hamdani. 2004. Efisiensi Pemanfaatan Cahaya
Matahari Oleh Fitoplankton Dalam Proses Fotosintesis. Jurnal Akuatika
2 : 1 – 3.
Suparlina, E.R.N. 2003. Struktur Komunitas Perifiton Pada Beberapa Substrat di
Tambak Intensif Bersubstrat Pasir. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Taqwa, A. 2010. Analisis Produktivitas Primer Fitoplankton dan Struktur
Komunitas Fauna Makrobenthos Berdasarkan Kerapatan Mangrove di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan Kota Tarakan, Kalimantan Timur. Semarang: Universitas Diponegoro.
Weitzel, R.L. 1979. Methods and Measurements of Periphyton Communities: A
Review. American Society For Testing and Materials, Philadelphia.
Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Saunders College Publishing, United States of America.
Wetzel, R.G. 2001. Limnology: Lake and River Ecosystems. Elsevier Academic Press, USA.
Whitton, B.A. 1975. River Ecology: Studies in Ecology. Blackwell Scientific Publications, London.
Wibowo, H. 2004. Tingkat Eutrofikasi Rawa Pening Dalam Kerangka Kajian
Produktivitas Primer Fitoplankton. Semarang: Universitas Diponegoro.
Widdyastuti, R. 2011. Produktivitas Primer Perifiton di Sungai Ciampea, Desa
Ciampea Udik, Bogor Pada Musim Kemarau 2010. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Wijaya, H.K. 2009. Komunitas Perifiton dan Fitoplankton Serta Parameter
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April – Juni 2013. Penelitian ini
terdiri atas dua tahap yaitu penelitian lapangan yang meliputi pengukuran
parameter fisika-kimia perairan yaitu suhu, arus, kecerahan, pH, DO dan
produktivitas primer, serta analisis di laboratorium meliputi kelimpahan perifiton
dan unsur hara (nitrit, nitrat, amoniak dan ortofosfat) seperti pada Tabel 5.
Penelitian di lapangan dilaksanakan di Sungai Naborsahan, Desa Ajibata,
Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Peta lokasi penelitian seperti pada
Gambar 2. Analisis di laboratorium dilaksanakan di Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Kelas I Medan dan Laboratorium Kimia
Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Universitas Sumatera
Utara.
Tabel 5. Pengukuran Parameter Kualitas Air dan Metode yang Digunakan
No Parameter Satuan Metode/Alat Analisis
A Fisika
3 NO2 mg/l Sulfanilamide/Spektofotometer ex situ
4 NO3 mg/l Brucine/Spektrofotometer ex situ
5 NH3 mg/l Phenol/Spektofotometer ex situ
6 PO42- mg/l Ascorbic Acid/Spektofotometer ex situ C Biologi
1 Produktivitas
Primer mgO2/l/jam Oksigen/Botol Terang-Gelap in situ
2 Perifiton ind/cm2 Sensus/Mikroskop ex situ
Gambar 2. Peta lokasi penelitian (Badan Koordinasi Pengelolaan Ekosistem Kawasan Danau Toba, 2010)
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah termometer, pH meter, bola duga, botol
sampel, botol BOD, gelas ukur, erlenmeyer, GPS, plankton net, sedgewick rafter
counting cell, cool box, kuas, kertas label, pipa paralon, tali rafia, mikroskop,
kamera digital dan alat-alat tulis yang mendukung pelaksanaan penelitian. Adapun
bahan yang digunakan adalah karpet plastik, MnSO4, KI, KOH, H2SO4, Na2S2O3,
amilum, lugol dan aquades.
Pelaksanaan Penelitian A. Penentuan Stasiun
Stasiun pengamatan terdiri dari dua stasiun yaitu stasiun 1 (Gambar 3)
dengan koordinat 02o3906.89LU dan 098o5611.59BT. Stasiun 1 terletak di
yang dilakukan oleh warga di daerah ini adalah kegiatan domestik seperti mandi,
mencuci pakaian, mencuci peralatan makan dan minum, kegiatan penambangan
pasir dan kegiatan menjala ikan.
Gambar 3. Stasiun 1
Stasiun 2 (Gambar 4) dengan koordinat 02o3910.66LU dan 098o5608.86BT.
Stasiun 2 terletak di daerah tengah sungai dimana terdapat pemukiman warga di
sekitarnya. Aktivitas yang dilakukan oleh warga di daerah ini adalah kegiatan
domestik seperti mandi, mencuci pakaian, mencuci peralatan makan/minum dan
kegiatan menjala ikan. Terdapat perbedaan kecepatan arus dan kedalaman sungai
di antara kedua stasiun pengamatan. Jarak lokasi antara stasiun 1 dan stasiun 2
B. Pembuatan Substrat
Substrat yang digunakan dalam penelitian ini adalah karpet plastik yang
terbuat dari bahan polypropylene (PP) yang diletakkan tegak lurus dengan arus
sungai pada masing-masing stasiun. Substrat berupa karpet plastik yang
digunakan berukuran 17,5 cm x 5 cm. Pemilihan karpet plastik sebagai substrat
buatan yang digunakan adalah karena karpet plastik terbuat dari bahan sintetis
yang tidak mudah terdegradasi di perairan sehingga diperkirakan akan tahan lama
ketika digunakan sebagai substrat selama penelitian dan mempunyai permukaan
yang pipih sehingga akan memudahkan perifiton untuk menempel di substrat
tersebut. Selain itu, penggunaan karpet plastik akan memudahkan pengerikan
sampel perifiton.
C. Pengamatan
Pengamatan dilakukan sebanyak empat kali yaitu hari ke-7, ke-14, ke-21
dan ke-28. Kualitas air yang diukur secara langsung pada waktu pengamatan
adalah kecepatan arus, suhu, kecerahan perairan, pH, DO, sedangkan unsur hara
(nitrogen dan fosfor) dan kelimpahan perifiton diukur di laboratorium. Nilai
produktivitas primer diukur dengan pendekatan oksigen karena metode ini yang
umumnya digunakan dalam melakukan penelitian-penelitian yang sejenis. Selain
analisis perifiton, sampel plankton yang terdapat di masing-masing stasiun
pengamatan juga diambil sebagai data pendukung penelitian. Identifikasi
jenis-jenis perifiton dan plankton yang didapat selama pengamatan menggunakan buku
Metode Pengumpulan Data A.Perifiton
Pengambilan sampel perifiton dilakukan dengan mengerik perifiton yang
tumbuh pada substrat dengan menggunakan kuas. Hasil kerikan dimasukkan ke
dalam botol sampel yang telah berisi aquades. Hasil kerikan untuk pengamatan
keanekaragaman perifiton diawetkan dengan 3 – 5 tetes larutan lugol pro analisis
(Pa). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan pada
masing-masing stasiun.
Kelimpahan Perifiton
Sampel perifiton dianalisis untuk mendapatkan data jenis dan kelimpahan
perifiton. Kelimpahan perifiton dihitung dengan menggunakan rumus APHA
(2005) sebagai berikut:
K = Keterangan:
K = Kelimpahan perifiton (ind/cm2) N = Jumlah perifiton yang diamati (ind)
At = Luas penampang permukaan cover glass (mm2) Vt = Volume botol sampel (30 ml)
Ac = Luas amatan (mm2)
Vs = Volume sampel yang diamati (ml)
As = Luas substrat yang dikerik untuk perhitungan perifiton (cm2)
Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi
Indeks keanekaragaman menunjukkan keseimbangan dalam pembagian
jumlah individu tiap jenis dan menggambarkan kekayaan jenis dalam suatu
komunitas. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman
H = - ∑
Keterangan:
H = Indeks keanekaragaman pi = ni/N
ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu
Indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan
penyebaran jumlah individu pada tiap jenis organisme dalam suatu komunitas.
Rumus yang digunakan yaitu rumus indeks keseragaman menurut Brower dan Zar
(1990) sebagai berikut:
kecil keseragaman populasi yang berarti penyebaran jumlah individu setiap
spesies tidak sama dan ada kecenderungan terjadi dominansi oleh satu spesies.
Semakin besar nilai E berarti tidak ada spesies yang mendominasi.
Indeks dominansi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya organisme
dominansi, maka digunakan rumus indeks dominansi Simpson (Odum, 1993)
sebagai berikut:
C = ∑
Keterangan:
C = Indeks dominansi Simpson pi = ni/N
ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu
Nilai indeks dominansi ini berkisar antara 0 – 1. Apabila C mendekati 0 artinya
struktur komunitas biota yang diamati tidak terdapat spesies yang ekstrim
mendominasi spesies-spesies lainnya. Apabila C mendekati 1 artinya struktur
komunitas yang sedang diamati ada dominansi dari satu atau beberapa spesies.
B. Produktivitas Primer
Untuk menentukan nilai produktivitas primer perifiton pada penelitian ini,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan oksigen. Botol BOD yang
digunakan sebanyak tiga botol untuk setiap stasiun. Satu botol digunakan sebagai
botol inisial (BI), satu botol digunakan sebagai botol terang (BT) dan satu botol
digunakan sebagai botol gelap (BG).
Substrat buatan dimasukkan ke dalam botol BOD yang telah berisi air
sungai yang sebelumnya telah disaring dengan plankton net untuk mengurangi
fitoplankton dan zooplankton. Botol terang dan gelap yang telah berisi substrat
buatan kemudian diletakkan di dalam air sungai pada kedalaman dimana sampel
diukur kandungan oksigen terlarutnya dengan menggunakan metode modifikasi
Winkler seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Bagan alir pengukuran nilai produktivitas primer perifiton
Setelah diperoleh kadar oksigen terlarut pada botol terang, botol gelap dan
botol inisial, selanjutnya dianalisis nilai produktivitas primer bersih dari perifiton.
Produksi primer bersih atau Net Primary Production (NPP) merupakan kelebihan
bahan organik yang disimpan dalam jaringan setelah dikurangi dengan jumlah
yang terpakai untuk respirasi. Nilai produktivitas primer dihitung berdasarkan
rumus APHA (2005) yakni sebagai berikut:
Diinkubasi selama empat jam di dalam air sungai
R = - t
Keterangan:
NPP = Produktivitas primer bersih (mgO2/l/jam) GPP = Produktivitas primer kotor (mgO2/l/jam) R = Respirasi (mgO2/l/jam)
BT = Kandungan oksigen terlarut dalam botol terang (mg/l) BI = Kandungan oksigen terlarut dalam botol inisial (mg/l) BG = Kandungan oksigen terlarut dalam botol gelap (mg/l) t = Lama inkubasi (jam)
C. Kandungan Bahan Organik
Kandungan bahan organik dari perifiton dapat dihitung berdasarkan rumus
APHA (2005) dengan mengkonversikan nilai produktivitas primer bersih yang
telah diperoleh ke dalam karbon yakni sebagai berikut:
C = NPP x 0,37536 x PQ x b s x 3 Keterangan:
C = Kandungan bahan organik (mgC/m3/hari) NPP = Produktivitas primer bersih (mgO2/l/jam)
PQ = Photosynthetic Quotient yaitu 12 (dengan asumsi hasil metabolisme sebagian besar disebabkan oleh fitoplankton/perifiton (Strickland dan Parson, 1965)
Vb = Volume botol BOD yang dipakai (l)
Ls = Luas permukaan tali rafia yang dikerik (m2)
Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik
untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan dan produktivitas primer
perifiton serta hubungannya dengan parameter fisika, kimia dan biologi perairan.
Analisis data dilakukan secara komputasi dengan menggunakan program
Analisis hubungan parameter utama dengan masing-masing parameter
pendukung dilakukan dengan regresi linear berganda. Parameter utama yang
dianalisis adalah produktivitas primer perifiton. Sedangkan parameter pendukung
adalah parameter kualitas air yang terdiri dari parameter fisika (suhu, arus dan
kecerahan), parameter kimia (pH, DO, NO3 dan PO42-) dan parameter biologi
(kelimpahan perifiton) perairan. Parameter pendukung digunakan untuk
melengkapi data parameter utama yang diperoleh selama penelitian.
Menurut Sugiyono (2001), regresi linear berganda adalah analisis regresi
yang digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel bebas
terhadap variabel terikat. Dari persamaan regresi, akan diperoleh koefisien
determinasi (R2) dan koefisien korelasi (R). Nilai koefisien determinasi (R2)
menyatakan ketepatan model yang diperoleh dalam menjelaskan keragaman
peubah terikatnya. Koefisien korelasi (R) menunjukkan keeratan dan pola
hubungan peubah bebas dan peubah terikat.
Nilai koefisien korelasi (R) berkisar antara -1 sampai 1. Nilai R = +1 atau R
= -1 menunjukkan hubungan linear yang sempurna (sangat erat) sedangkan nilai R
= 0 menunjukkan tidak ada hubungan linear antara kedua peubah. Nilai positif
pada koefisien korelasi (R) menunjukkan hubungan yang searah antara kedua
peubah dan sebaliknya. Sugiyono (2001) membagi koefisien korelasi (R) menjadi
beberapa tingkatan seperti pada Tabel 6.
Tabel 6. Interval Korelasi dan Tingkatan Hubungan Antar Faktor
Interval Koefisien Korelasi (R) Tingkat Hubungan
0,000 – 0,199 Sangat Rendah
0,200 – 0,399 Rendah
0,400 – 0,599 Sedang
0,600 – 0,799 Kuat
Menurut Matjik dan Sumertajaya (2002) dalam Sitinjak (2009) menyatakan
bahwa bentuk persamaan dalam regresi linear berganda adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + ... + bnXn
Keterangan:
Y = Peubah terikat (parameter utama) a = Konstanta
b1,b2 = Koefisien regresi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
A.Struktur Komunitas Perifiton 1. Keanekaragaman Jenis Perifiton
Perifiton yang ditemukan di substrat buatan selama penelitian pada stasiun 1
terdiri dari 40 genera yang terbagi dalam lima kelas yaitu Bacillariophyceae (22
genera), Chlorophyceae (12 genera), Cyanophyceae (3 genera), Euglenoida (2
genera) dan Rotatoria (1 genera). Pada stasiun 2 terdiri dari 44 genera yang
terbagi dalam empat kelas yaitu Bacillariophyceae (22 genera), Chlorophyceae
(17 genera), Cyanophyceae (3 genera) dan Euglenoida (2 genera) (Gambar 6).
(a)
(b)
Gambar 6. Keanekaragaman jenis perifiton di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan: (a) Stasiun 1 dan (b) Stasiun 2
Selama pengamatan di Sungai Naborsahan, informasi tentang jenis-jenis
plankton yang terdapat pada masing-masing stasiun juga diketahui (Gambar 7).
(a)
(b)
Gambar 7. Keanekaragaman jenis plankton di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan: (a) Stasiun 1 dan (b) Stasiun 2
Plankton yang ditemukan selama penelitian pada stasiun 1 terdiri dari 41
genera yang terbagi dalam delapan kelas yaitu Bacillariophyceae (17 genera),
Chlorophyceae (14 genera), Euglenophyceae (2 genera), Heterotrichea (2 genera),
Hydrozoa (2 genera), Rotatoria (2 genera), Chloromonadophyceae (1 genera) dan
Rhizopodea (1 genera). Pada stasiun 2 terdiri dari 39 genera yang terbagi dalam
tujuh kelas yaitu Bacillariophyceae (19 genera), Chlorophyceae (13 genera),
Heterotrichea (2 genera), Hydrozoa (2 genera), Maxillopoda (1 genera),
2. Kelimpahan Perifiton
Kelimpahan perifiton selama pengamatan di Sungai Naborsahan berkisar
antara 79,20 – 329,76 ind/cm2. Pada stasiun 1, kelimpahan perifiton tertinggi
sebesar 250,56 ind/cm2 dan terendah sebesar 79,20 ind/cm2 sedangkan pada
stasiun 2, kelimpahan perifiton tertinggi sebesar 329,76 ind/cm2 dan terendah
sebesar 92,16 ind/cm2 (Gambar 8).
Gambar 8. Kelimpahan perifiton di Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan
Kelimpahan perifiton di kelas Bacillariophyceae dapat dilihat pada
Gambar 9.
Gambar 9. Kelimpahan perifiton kelas Bacillariophyceae
Gambar 10. Kelimpahan perifiton kelas Chlorophyceae
Kelimpahan perifiton di kelas Cyanophyceae dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Kelimpahan perifiton kelas Cyanophyceae
Kelimpahan perifiton di kelas Euglenoida dapat dilihat pada Gambar 12.
Perifiton dari kelas Rotatoria baru dan hanya ditemukan pada pengamatan
hari ke-7 di stasiun 1 yaitu 0,72 ind/cm2. Genus yang ditemukan adalah Rotaria.
3. Kondisi Komunitas Perifiton
Kondisi komunitas perifiton dapat digambarkan dengan nilai indeks
keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi
Kondisi Komunitas Stasiun Pengamatan
1 2
Indeks Keanekaragaman (H) 2,903 2,971
Indeks Keseragaman (E) 0,789 0,792
Indeks Dominansi (C) 0,078 0,093
B.Produktivitas Primer Perifiton
Produktivitas primer perifiton selama pengamatan di Sungai Naborsahan
berkisar antara 57,140 – 571,405 mgC/m3/hari (Gambar 13).
Gambar 13. Produktivitas primer perifiton di masing-masing stasiun pengamatan
C.Parameter Kualitas Air
Nilai-nilai dari parameter kualitas air pada masing-masing stasiun
Tabel 8. Hasil Pengukuran Kualitas Air Pada Masing-masing Stasiun Pengamatan
D.Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton
1. Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton
Hubungan parameter fisika, kimia dan biologi perairan (X) seperti suhu,
arus, kecerahan, pH, DO dan kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer
perifiton (Y) dianalisis dengan regresi linear berganda (Tabel 9).
Tabel 9. Analisis Regresi Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton
No Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi Stasiun 1 Stasiun 2
2. Hubungan Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton
Hubungan unsur hara (X) seperti NO3 dan PO42- dengan produktivitas
primer perifiton (Y) pada stasiun 1 dan stasiun 2 di analisis dengan regresi linear
Tabel 10. Analisis Regresi Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton
Parameter Komponen Hasil Analisis Regresi Stasiun 1 Stasiun 2
Berdasarkan Gambar 6, keanekaragaman jenis perifiton yang terdapat di
Sungai Naborsahan pada masing-masing stasiun pengamatan didominasi oleh
kelas Bacillariophyceae yang memiliki proporsi yang tertinggi berkisar 50 – 55%.
Menurut Whitton (1975), pada perairan yang berarus kuat, alga bentik yang
mendominasi dikarakteristikan dengan kelompok diatoma. Selain itu, Wetzel
(2001) mengemukakan bahwa keberadaan kelompok Bacillariophyceae di
perairan sering mendominasi dan kelimpahannya sangat tinggi.
Persentase jenis perifiton dari kelas lainnya adalah Chlorophyceae berkisar
antara 30 – 38,64%, Cyanophyceae 6,82 – 7,5%, Euglenoida 4,54 – 5% dan
Rotatoria 0 – 2,5%. Kelas Euglenoida dan Rotatoria terdapat dalam jumlah
komposisi yang sangat sedikit. Menurut Hynes (1972) dalam Wijaya (2009),
kelompok alga perifitik yang sering ditemukan melimpah terutama berasal dari
kelas Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Rhodophyceae.
Kelas Euglenophyceae dan Chrysophyceae mempunyai kelimpahan yang sangat
kecil disebabkan organisme tersebut memiliki alat gerak yang berupa flagella
sehingga jarang ditemukan sebagai perifiton.
Berdasarkan Gambar 7, keanekaragaman jenis plankton yang terdapat di
kelas Bacillariophyceae yang memiliki proporsi yang tertinggi berkisar 41,46 –
48,72%. Dominasi plankton dari kelas Bacillariophyceae ini sama halnya dengan
dominasi perifiton dari kelas yang sama selama penelitian. Terdapat empat kelas
plankton yang ditemukan sama dengan perifiton selama pengamatan yaitu
Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Euglenophyceae/Euglenoida dan Rotatoria.
2. Kelimpahan Perifiton
Berdasarkan Gambar 8, kelimpahan perifiton pada awal pengamatan di
masing-masing stasiun yaitu 79,20 ind/cm2 (stasiun 1) dan 92,16 ind/cm2 (stasiun
2). Kelimpahan perifiton tersebut semakin meningkat dengan bertambahnya
waktu. Perifiton sudah mulai ditemukan pada pengamatan hari ke-7 hingga
pengamatan hari ke-28. Pada masing-masing stasiun pengamatan, nilai
kelimpahan perifiton meningkat mulai pada hari ke-7 hingga hari ke-21. Setelah
itu, nilai kelimpahan perifiton menurun hingga hari ke-28.
Puncak dari kelimpahan perifiton yaitu pada hari pengamatan ke-21 yaitu
masing-masing 250,56 ind/cm2 (stasiun 1) dan 329,76 ind/cm2 (stasiun 2). Hal ini
sesuai dengan penelitian Widdyastuti (2011) yang melakukan pengamatan
sebanyak tiga kali dalam jangka waktu 17 hari yaitu pengamatan hari ke-7, 12,
dan 17 yang memperoleh nilai kelimpahan tertinggi pada hari ke-12
masing-masing sebesar 2640 ind/cm2 dan 2040 ind/cm2. Menurut Uehlinnger (2000)
dalam Widdyastuti (2011), kelimpahan perifiton yang berfluktasi secara tidak
teratur pada skala hari dan minggu terlihat bersatu di titik keseimbangan dalam
skala waktu yang lebih lama. Kelimpahan organisme tersebut antara lain
Kelas Bacillariophyceae selalu ditemukan dalam jumlah yang melimpah
selama pengamatan. Berdasarkan Gambar 9, kelimpahan perifiton kelas
Bacillariophyceae pada hari ke-7 masing-masing stasiun adalah 68,40 ind/cm2
(stasiun 1) dan 79,20 ind/cm2 (stasiun 2). Pada stasiun 2, kelimpahan ini semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya waktu sehingga mencapai puncaknya
pada hari ke-21 yaitu 212,40 ind/cm2. Pada hari selanjutnya, kelimpahan perifiton
semakin menurun. Pada stasiun 1, puncak kelimpahan perifiton pada pengamatan
hari ke-28 yaitu 149,76 ind/cm2. Genus yang selalu ditemukan dan melimpah
pada setiap pengamatan adalah Epithemia, Navicula dan Synedra.
Berdasarkan Gambar 10, kelas Chlorophyceae sudah mulai ditemukan pada
hari ke-7 masing-masing sebesar 10,08 ind/cm2 (stasiun 1) dan 12,96 ind/cm2
(stasiun 2). Puncak kelimpahan yaitu pada pengamatan hari ke-21 yaitu
masing-masing 109,44 ind/cm2 (stasiun 1) dan 110,88 ind/cm2 (stasiun 2). Genus yang
selalu ditemukan dan melimpah pada setiap pengamatan adalah Gonatozygon.
Berdasarkan Gambar 11, kelas Cyanophyceae mulai ditemukan pada
pengamatan hari ke-14 masing-masing sebesar 16,56 ind/cm2 (stasiun 1) dan 9,36
ind/cm2 (stasiun 2). Pada pengamatan hari ke-21, kelimpahan perifiton kelas
Cyanophyceae di stasiun 1 sama dengan pengamatan hari ke-14 yaitu 16,56
ind/cm2 sedangkan pada stasiun 2 mengalami penurunan yaitu 2,88 ind/cm2. Pada
pengamatan hari ke-28, kelimpahan perifiton kelas Cyanophyceae di stasiun 1
mengalami penurunan yaitu 3,60 ind/cm2 sedangkan pada stasiun 2 mengalami
peningkatan secara drastis yaitu 67,68 ind/cm2. Genus yang ditemukan dalam
Berdasarkan Gambar 12, pada stasiun 1, perifiton kelas Euglenoida mulai
ditemukan pada pengamatan hari ke-21 sebesar 5,04 ind/cm2 dan merupakan
puncak tertinggi pertumbuhan perifiton di kelas tersebut. Setelah itu mengalami
penurunan pada pengamatan hari ke-28 yaitu 2,16 ind/cm2. Pada stasiun 2,
perifiton kelas Euglenoida baru ditemukan pada pengamatan hari ke-14 sebesar
7,92 ind/cm2 dan mengalami penurunan pada hari ke-21 yaitu 3,60 ind/cm2.
Setelah itu, perifiton kelas Euglenoida tidak ditemukan lagi. Genus yang
ditemukan selama pengamatan adalah Euglena dan Pandorina.
3. Kondisi Komunitas Perifiton
Berdasarkan nilai indeks keanekaragaman (H) yang diperoleh selama
pengamatan pada Tabel 7, maka dapat dikategorikan bahwa keanekaragaman
perifiton pada masing-masing stasiun pengamatan tergolong sedang yaitu berkisar
antara 2,903 – 2,971. Hal ini sesuai dengan kisaran kategori menurut Brower dan
Zar (1990) yaitu keanekaragaman sedang dan kestabilan komunitas sedang
dengan kisaran 2,3062 6,9078. Hal ini diduga karena adanya faktor
lingkungan yang menyebabkan stabilitas komunitas sedang, yaitu arus. Hanya
jenis-jenis tertentu saja yang mampu beradaptasi terhadap perubahan kecepatan
arus untuk dapat hidup dan berkembang di daerah Sungai Naborsahan.
Indeks keseragaman (E) menunjukkan tingkat kesamaan penyebaran jumlah
individu suatu jenis dalam suatu komunitas. Berdasarkan Tabel 7, kisaran indeks
antara kedua stasiun relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran
individu tiap jenis cenderung merata.
Indeks dominansi (C) menunjukkan peranan masing-masing genera dalam
suatu komunitas sehingga dapat diketahui bahwa pada suatu komunitas tertentu
terdapat dominansi genera perifiton tertentu atau tidak. Berdasarkan Tabel 7,
kisaran nilai indeks dominansi pada masing-masing stasiun adalah 0,078 – 0,093.
Menurut Odum (1993), apabila indeks dominansi (C) > 0,5 maka struktur
komunitas yang sedang diamati ada dominansi dari satu atau beberapa spesies.
Berdasarkan nilai indeks dominansi pada masing-masing stasiun pengamatan
diketahui bahwa tidak terdapat spesies yang ekstrim mendominasi spesies-spesies
lainnya.
B.Produktivitas Primer Perifiton
Berdasarkan Gambar 13, pada stasiun 1 produktivitas primer tertinggi
sebesar 342,843 mgC/m3/hari dan terendah sebesar 57,140 mgC/m3/hari
sedangkan pada stasiun 2 produktivitas primer tertinggi sebesar 571,405
mgC/m3/hari dan terendah sebesar 114,281 mgC/m3/hari. Nilai produktivitas
primer perifiton pada kedua stasiun mencapai nilai tertinggi pada pengamatan hari
ke-21. Hal ini diduga terjadi karena perifiton sebagai penghasil bahan organik di
kedua stasiun memiliki kelimpahan tertinggi pada hari ke-21. Menurut Kevern
dkk., (1966) dalam Widdyastuti (2011), tingkat pertumbuhan dalam waktu singkat
pada perifiton dapat dijadikan sebagai perkiraan dari produktivitas perifiton.
Nilai produktivitas primer perifiton pada stasiun 2 lebih tinggi daripada
diduga karena kelimpahan perifiton pada stasiun 2 lebih tinggi daripada stasiun 1
sehingga ketersediaan klorofil banyak yang menyebabkan proses fotosintesis
dengan bantuan cahaya matahari semakin tinggi yang mempengaruhi nilai
produktivitas primer perifiton juga yang semakin tinggi.
C.Parameter Kualitas Air
Berdasarkan Tabel 8, suhu perairan di stasiun 1 berkisar antara 20 – 23oC
dan stasiun 2 berkisar antara 21 – 23oC. Berdasarkan data di atas, dapat diketahui
bahwa di antara kedua stasiun pengamatan memiliki rentang suhu yang relatif
sama dimana tidak menunjukkan variasi yang besar. Hal ini dimungkinkan karena
kondisi cuaca selama pengamatan yang relatif sama. Nilai suhu yang didapat
selama pengamatan masih tergolong dalam kisaran yang menunjang kehidupan
perifiton yang diperoleh. Menurut Effendi (2003), alga dari filum Chlorophyta
dan Bacillariophyta akan tumbuh baik pada kisaran suhu 30 – 35oC dan 20 –
30oC. Sedangkan jenis Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu
lebih tinggi.
Berdasarkan Tabel 8, kecepatan arus selama pengamatan di stasiun 1
berkisar antara 0,29 – 0,31 m/s dan stasiun 2 berkisar antara 0,45 – 0,5 m/s. Hal
ini menunjukkan bahwa kecepatan arus pada masing-masing stasiun selama
pengamatan tergolong sedang. Menurut Welch (1980) dalam Widdyastuti (2011),
kategori untuk perairan yang berarus sedang berkisar antara 0,25 – 0,5 m/s. Di
pengamatan. Kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun 2. Hal ini disebabkan
karena perbedaan topografi di antara kedua stasiun.
Kecepatan arus juga dapat mempengaruhi jenis-jenis perifiton yang hidup di
dalamnya. Dari hasil pengamatan, alga bentik yang mendominasi perairan pada
stasiun pengamatan di antaranya adalah Synedra, Nitzschia, Navicula dan
Oscillatoria. Menurut Round (1964) dalam Wijaya (2009), tipe komunitas
perairan yang berarus < 0,2 – 1 m/s didominasi oleh alga epipelik dan epifitik
seperti Nitzschia, Navicula, Caloines, Eunotia, Tabellaria, Synedra, Oscillatoria,
Oedogonium dan Bulbochaete.
Menurut Effendi (2003), nilai kecerahan perairan tergantung pada warna air
dan kekeruhan. Berdasarkan Tabel 8, kecerahan perairan di stasiun 1 berkisar
antara 38 – 56 cm dan stasiun 2 berkisar antara 40 – 90 cm. Kisaran kecerahan
perairan pada stasiun 1 lebih rendah dari pada stasiun 2 karena daerah di stasiun 1
lebih dangkal daripada stasiun 2.
Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran pH di stasiun 1 berkisar antara 5,9 –
7,2 dan di stasiun 2 berkisar antara 6,3 – 7,0. Nilai pH di stasiun 1 selama
penelitian memiliki rata-rata sebesar 6,75 dan stasiun 2 sebesar 6,55. Menurut
Effendi (2003), kisaran nilai tersebut termasuk dalam perairan alami. Berdasarkan
hasil pengamatan, nilai pH yang didapat tidak menunjukkan perbedaan yang
cukup besar. Besarnya nilai pH sangat menentukan dominansi perifiton di
perairan. Menurut Effendi (2003), kisaran pH tersebut masih berada pada kisaran
nilai yang baik untuk kehidupan biota perairan. Pada umumnya alga biru hidup
6) dan diatom pada kisaran pH yang netral akan mendukung keanekaragaman
jenisnya (Weitzel, 1979). Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat bahwa pada
kisaran pH yang netral tersebut keanekaragaman jenis dari kelas
Bacillariophyceae yang terdapat tinggi.
Berdasarkan Tabel 8, hasil pengukuran oksigen terlarut di stasiun 1 berkisar
antara 7,2 – 8,0 mg/l dan stasiun 2 berkisar antara 6,4 – 7,6 mg/l. Kisaran nilai
DO yang didapat selama penelitian masih mendukung kehidupan organisme
akuatik yang terdapat di sekitar itu. Menurut Wibowo (2004),
organisme-organisme akuatik biasanya membutuhkan oksigen pada kisaran 5 – 8 mg/l untuk
dapat hidup secara normal. Nilai kelarutan oksigen dipengaruhi salah satunya oleh
suhu air. Rentang kisaran suhu yang didapat selama penelitian tergolong rendah
sehingga membuat nilai kelarutan oksigen yang tinggi.
Berdasarkan Tabel 8, pada stasiun 1, kisaran nilai nitrit (NO2) 0,001 – 0,003
mg/l, nitrat (NO3) 0,298 – 0,475 mg/l, amoniak (NH3) 0,142 – 0,172 mg/l, dan
ortofosfat (PO42-) 0,037 – 0,061 mg/l. Sedangkan stasiun 2, kisaran nilai nitrit
(NO2) 0,002 – 0,003 mg/l, nitrat (NO3) 0,365 – 0,582 mg/l, amoniak (NH3) 0,142
– 0,283 mg/l, dan ortofosfat (PO42-) 0,039 – 0,058 mg/l. Fluktuasi nutrien pada
kedua stasiun disebabkan karena fluktuasi limbah pertanian, limbah PDAM dan
limbah domestik yang berasal dari bagian hulu sungai maupun dari aktivitas
masyarakat di sekitar sungai tersebut. Berdasarkan Tabel 8, nilai amoniak yang
didapat selama penelitian termasuk tinggi yaitu berkisar 0,142 – 0,283 mg/l. Nilai
Menurut Effendi (2003), kadar amoniak di perairan alami tidak lebih dari
0,1 mg/l. Hal ini mengindikasikan telah terjadi masukan bahan organik terutama
berasal dari limpasan pertanian. Namun, perifiton masih dapat mentoleransi
kandungan amoniak tersebut dalam perairan. Widdaystuti (2011) menyatakan
bahwa batas toleransi perifiton terhadap kandungan amoniak di perairan
adalah < 0,2 mg/l.
Nitrat merupakan bentuk utama dari nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Berdasarkan Tabel
8, kisaran nilai nitrat selama pengamatan yaitu 0,298 – 0,582 mg/l. Kandungan
nilai nitrat ini sudah tidak berada pada kondisi yang tidak alami lagi namun tidak
mencerminkan kondisi pencemaran yang antropogenik. Namun, perairan tersebut
masih menunjang untuk pertumbuhan perifiton. Menurut Effendi (2003), perairan
yang alami memiliki kandungan nitrat < 0,1 mg/l dan kondisi pencemaran yang
antropogenik > 5 mg/l, kisaran nitrat yang baik untuk pertumbuhan perifiton
antara 0,01 – 5 mg/l.
Berdasarkan Tabel 8, kisaran nilai ortofosfat selama pengamatan sebesar
0,037 – 0,061 mg/l. Fosfat memiliki peranan penting sebagai penyedia sumber
energi dalam proses fotosintesis. Menurut Millero dan Sohn (1992) dalam
Madubun (2008), pertumbuhan semua jenis alga tergantung pada konsentrasi
ortofosfat. Berdasarkan kisaran nilai ortofosfat yang didapat selama pengamatan,
maka perairan tersebut tergolong dalam kategori perairan yang eutrofik. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Widdyastuti (2011) yang menyatakan bahwa perairan
D.Analisis Hubungan Parameter Kualitas Air Dengan Produktivitas Primer Perifiton
1. Hubungan Parameter Fisika, Kimia dan Biologi Perairan Dengan Produktivitas Primer Perifiton
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil
analisis suhu (X1) dan arus (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah
Y = -11,435 – 71,997X1 + 5828,354X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan
bahwa apabila nilai dari suhu dan arus adalah nol, maka diperkirakan akan
menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 11,435 mgC/m3/hari.
Setiap kenaikan suhu satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton
akan menurun sebesar 71,997 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kecepatan arus
tidak berubah. Setiap pertambahan kecepatan arus satu satuan, maka nilai dari
produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 5828,354 mgC/m3/hari
dengan asumsi bahwa suhu perairan tidak berubah.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)
sebesar 0,914 yang menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan arus terhadap
produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien
determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,836 menunjukkan bahwa suhu dan arus
memberikan pengaruh sebesar 83,6% terhadap produktivitas primer perifiton
sedangkan 16,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil
analisis suhu (X1) dan arus (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah
Y = 3394,569 – 156,607X1 + 846,526X2. Persamaan regresi tersebut
menunjukkan bahwa apabila nilai dari suhu dan arus adalah nol, maka
3394,569 mgC/m3/hari. Setiap kenaikan suhu satu satuan, maka nilai dari
produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar 156,607 mgC/m3/hari
dengan asumsi bahwa kecepatan arus tidak berubah. Setiap pertambahan
kecepatan arus satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan
meningkat sebesar 846,526 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa suhu perairan
tidak berubah.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)
sebesar 0,770 yang menunjukkan bahwa hubungan antara suhu dan arus terhadap
produktivitas primer perifiton tergolong kuat (Tabel 6). Nilai koefisien
determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,594 menunjukkan bahwa suhu dan arus
memberikan pengaruh sebesar 59,4% terhadap produktivitas primer perifiton
sedangkan 40,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2), diketahui bahwa terdapat
perbedaan di antara kedua stasiun. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu
sebesar 0,836. Suhu mempengaruhi derajat metabolisme dan aktivitas fotosintesis
organisme nabati di dalam perairan sedangkan arus dapat mempengaruhi
penyebaran organisme perifiton.
Suhu merupakan salah satu faktor abiotik yang memegang peranan penting
bagi kehidupan organisme perairan. Dalam ekosistem perairan, suhu dapat
mempengaruhi produktivitas primer yaitu derajat metabolisme dan fotosintesis
dimana peningkatan suhu yang masih ditoleransi oleh organisme nabati akan
diikuti oleh kenaikan derajat metabolisme dan aktivitas fotosintesis perifiton yang
ada di dalamnya. Menurut Barus (2004), arus air adalah faktor yang mempunyai
Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas terlarut dan mineral
yang terdapat di dalam air. Pada perairan lotik, arus mempunyai peranan yang
sangat penting.
Pada stasiun 1, rentang suhu yang didapat selama penelitian lebih luas
daripada stasiun 2 sehingga menyebabkan komposisi kelas dari perifiton yang
ditemukan lebih banyak. Hal ini disebabkan karena kisaran suhu perairan stasiun
1 mendukung kehidupan organisme tersebut. Menurut Effendi (2003), suhu
optimum untuk pertumbuhan perifiton berkisar antara 20 – 30oC. Menurut Abel
(1985) dalam Sanaky (2003), perubahan suhu perairan akan mempengaruhi
proses-proses biologis yang terjadi di dalam air dan pada akhirnya akan
mempengaruhi komunitas biologi di dalamnya. Kecepatan arus pada stasiun 1
lebih rendah daripada stasiun 2 sehingga juga menyebabkan komposisi kelas dari
perifiton yang ditemukan lebih banyak. Menurut Whitton (1975), kecepatan arus
yang besar mengurangi jenis flora yang dapat tinggal sehingga menyebabkan
hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat bertahan.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil
analisis pH (X1) dan DO (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah
Y = -7114,004 + 372,279X1 + 629,845X2. Persamaan regresi tersebut
menunjukkan bahwa apabila nilai dari pH dan DO adalah nol, maka diperkirakan
akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 7114,004
mgC/m3/hari. Setiap kenaikan pH satu satuan, maka nilai dari produktivitas
primer perifiton akan meningkat sebesar 372,279 mgC/m3/hari dengan asumsi
produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 629,845 mgC/m3/hari
dengan asumsi bahwa pH tidak berubah.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)
sebesar 0,992 yang menunjukkan bahwa hubungan antara pH dan DO terhadap
produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien
determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,984 menunjukkan bahwa pH dan DO
memberikan pengaruh sebesar 98,4% terhadap produktivitas primer perifiton
sedangkan 1,6% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil
analisis pH (X1) dan DO (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y) adalah
Y = 567,596 – 399,984X1 + 338,081X2. Persamaan regresi tersebut menunjukkan
bahwa apabila nilai dari pH dan DO adalah nol, maka diperkirakan akan
meningkatkankan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar 567,596
mgC/m3/hari. Setiap kenaikan pH satu satuan, maka nilai dari produktivitas
primer perifiton akan menurun sebesar 399,984 mgC/m3/hari dengan asumsi
bahwa DO tidak berubah. Setiap kenaikan DO satu satuan, maka nilai dari
produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 338,081 mgC/m3/hari
dengan asumsi bahwa pH tidak berubah.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)
sebesar 0,997 yang menunjukkan bahwa hubungan antara pH dan DO terhadap
produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien
determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,994 menunjukkan bahwa pH dan DO
memberikan pengaruh sebesar 99,4% terhadap produktivitas primer perifiton
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh, diketahui
bahwa pH dan DO pada stasiun 2 memberikan pengaruh yang besar produktivitas
primer perifiton daripada stasiun 1 dengan nilai R2 sebesar 0,994. Hal ini
disebabkan karena nilai kisaran pH dan DO dapat mendukung kelangsungan
hidup perifiton di dalamnya sehingga aktivitas metabolisme dan proses
fotosintesis akan berlangsung dengan baik sehingga mempengaruhi produktivitas
primer yang dihasilkan oleh perifiton.
pH merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan produktivitas
suatu perairan. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa nilai pH air yang optimum
untuk pertumbuhan fitoplankton berkisar antara 6,5 – 8. Kondisi perairan yang
bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan
hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan
respirasi (Barus, 2004).
Oksigen terlarut dalam perairan sangat penting untuk mendukung kehidupan
organisme perairan dan proses-proses yang terjadi di dalamnya. Menurut
Indrayani (2000), oksigen terlarut penting untuk respirasi organisme perairan.
Oksigen terlarut dalam perairan merupakan faktor penting sebagai pengatur
metabolisme tubuh organisme untuk tumbuh dan berkembang biak. Sumber
oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer,
arus atau aliran air melalui air hujan serta aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air
dan fitoplankton. Menurut Masters (1991) dalam Wibowo (2004), oksigen terlarut
merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan kualitas air.
merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan terutama
sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air di
antaranya perifiton. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air
terutama adalah dalam proses respirasi (Barus, 2004). Apabila nilai dari oksigen
terlarut suatu perairan mendukung untuk proses kehidupan perifiton maka akan
dapat mempengaruhi kelimpahan perifiton.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil
analisis kecerahan (X1) dan kelimpahan perifiton (X2) terhadap produktivitas
primer perifiton (Y) adalah Y = -455,336 + 6,462X1 + 1,809X2. Persamaan regresi
tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari kecerahan dan kelimpahan
perifiton adalah nol, maka diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas
primer perifiton sebesar 455,336 mgC/m3/hari. Setiap pertambahan kecerahan
perairan satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan
meningkat sebesar 6,462 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kelimpahan perifiton
tidak berubah. Setiap peningkatan kelimpahan perifiton satu satuan, maka nilai
dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1,809 mgC/m3/hari
dengan asumsi bahwa kecerahan perairan tidak berubah.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)
sebesar 0,977 yang menunjukkan bahwa hubungan antara kecerahan dan
kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat
(Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,955
menunjukkan bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton memberikan pengaruh
sebesar 95,5% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 4,5% lainnya
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil
analisis kecerahan (X1) dan kelimpahan perifiton (X2) terhadap produktivitas
primer perifiton (Y) adalah Y = 251,022 – 9,753X1 + 2,697X2. Persamaan regresi
tersebut menunjukkan bahwa apabila nilai dari kecerahan dan kelimpahan
perifiton adalah nol, maka diperkirakan akan meningkatkan nilai dari
produktivitas primer perifiton sebesar 251,022 mgC/m3/hari. Setiap pertambahan
kecerahan perairan satu satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan
menurun sebesar 9,753 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa kelimpahan perifiton
tidak berubah. Setiap peningkatan kelimpahan perifiton satu satuan, maka nilai
dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 2,697 mgC/m3/hari
dengan asumsi bahwa kecerahan perairan tidak berubah.
Berdasarkan Tabel 9, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)
sebesar 0,994 yang menunjukkan bahwa hubungan antara kecerahan dan
kelimpahan perifiton terhadap produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat
(Tabel 6). Nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,988
menunjukkan bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton memberikan pengaruh
sebesar 98,8% terhadap produktivitas primer perifiton sedangkan 1,2% lainnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh, diketahui
bahwa kecerahan dan kelimpahan perifiton pada stasiun 2 memberikan pengaruh
yang besar terhadap produktivitas primer perifiton daripada stasiun 1 dengan nilai
R2 sebesar 0,988. Kecerahan perairan berkaitan dengan penetrasi cahaya
berlangsung selama masih ada cahaya matahari. Cahaya matahari dibutuhkan oleh
tumbuhan air (fitoplankton) untuk proses asimilasi.Nilai penetrasi cahaya sangat
dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, kekeruhan air serta kepadatan
plankton suatu perairan (Barus, 2004). Apabila proses fotosintesis perifiton
berlangsung baik maka akan dapat mempengaruhi kelimpahan perifiton di suatu
perairan.
2. Hubungan Unsur Hara Dengan Produktivitas Primer Perifiton
Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 1 diperoleh persamaan regresi dari hasil
analisis NO3 (X1) dan PO42- (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y)
adalah Y = 272,338 + 1151,539X1 – 11742,692X2. Persamaan regresi tersebut
menunjukkan bahwa apabila nilai dari NO3 dan PO42- adalah nol, maka
diperkirakan akan meningkatkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar
272,338 mgC/m3/hari. Setiap peningkatan NO3 satu satuan, maka nilai dari
produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1151,539 mgC/m3/hari
dengan asumsi bahwa PO42- perairan tidak berubah. Setiap peningkatan PO42- satu
satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan menurun sebesar
11742,692 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa NO3 perairan tidak berubah.
Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 1 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)
sebesar 0,868 yang menunjukkan bahwa hubungan antara NO3 dan PO42- terhadap
produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien
determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,753 menunjukkan bahwa NO3 dan
PO42- memberikan pengaruh sebesar 75,3% terhadap produktivitas primer
Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 2 diperoleh persamaan regresi dari hasil
analisis NO3 (X1) dan PO42- (X2) terhadap produktivitas primer perifiton (Y)
adalah Y = -731,339 + 1857,956X1 + 5348,752X2. Persamaan regresi tersebut
menunjukkan bahwa apabila nilai dari NO3 dan PO42- adalah nol, maka
diperkirakan akan menurunkan nilai dari produktivitas primer perifiton sebesar
731,339 mgC/m3/hari. Setiap peningkatan NO3 satu satuan, maka nilai dari
produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar 1857,956 mgC/m3/hari
dengan asumsi bahwa PO42- perairan tidak berubah. Setiap peningkatan PO42- satu
satuan, maka nilai dari produktivitas primer perifiton akan meningkat sebesar
5348,752 mgC/m3/hari dengan asumsi bahwa NO3 perairan tidak berubah.
Berdasarkan Tabel 10, pada stasiun 2 diperoleh nilai koefisien korelasi (R)
sebesar 0,920 yang menunjukkan bahwa hubungan antara NO3 dan PO42- terhadap
produktivitas primer perifiton tergolong sangat kuat (Tabel 6). Nilai koefisien
determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,846 menunjukkan bahwa NO3 dan
PO42- memberikan pengaruh sebesar 84,6% terhadap produktivitas primer
perifiton sedangkan 15,4% lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) di antara kedua stasiun
pengamatan, NO3 dan PO42- pada stasiun 2 memberikan pengaruh yang besar
terhadap produktivitas primer perifiton. Hal ini disebabkan karena ketersediaan
nutrien ini mampu dimanfaatkan oleh perifiton untuk proses pertumbuhannya dan
mempengaruhi produksi perifiton dalam proses fotosintesis sehingga mampu
mempengaruhi pula tingginya produktivitas primer yang dihasilkan. Hal ini sesuai
unsur N dan P ketersediaannya di perairan di bawah kebutuhan minimum, maka
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Nilai keanekaragaman perifiton berkisar antara 2,903 – 2,971 dengan nilai
keanekaragaman tertinggi pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 1.
Kelimpahan perifiton berkisar antara 79,20 – 329,76 ind/cm2 dengan
kelimpahan tertinggi pada stasiun 2 pengamatan hari ke-21 dan terendah pada
stasiun 1 pengamatan hari ke-7.
2. Nilai produktivitas primer perifiton berkisar antara 57,140 – 571,405
mgC/m3/hari dengan produktivitas primer tertinggi pada stasiun 2
pengamatan hari ke-21 dan terendah pada stasiun 1 pengamatan hari ke-7.
3. Berdasarkan analisis regresi linear diperoleh bahwa pada stasiun 1, pH dan
DO memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap produktivitas primer
perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,984 sedangkan NO3
dan PO42- memberikan pengaruh yang rendah terhadap produktivitas primer
perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,753. Pada stasiun 2,
pH dan DO memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap produktivitas
primer perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu 0,994
sedangkan suhu dan arus memberikan pengaruh yang rendah terhadap
produktivitas primer perifiton dengan nilai koefisien determinasi (R2) yaitu
Saran
1. Perlu adanya penambahan stasiun pengamatan untuk mengetahui
keanekaragaman jenis perifiton yang lebih banyak lagi di Sungai
Naborsahan.
2. Perlu adanya perbandingan antara beberapa substrat sebagai media tumbuh
perifiton agar mengetahui kelimpahan perifiton pada masing-masing substrat
di Sungai Naborsahan.
3. Perlu dilakukan pengukuran intensitas cahaya matahari pada masing-masing
stasiun pengamatan agar dapat diketahui korelasi antara intensitas cahaya
matahari dengan kelimpahan perifiton dan bahan organik yang dihasilkan
oleh perifiton.
4. Perlu adanya perhatian dan pengawasan dalam pemanfaatan di sekitar Sungai
Naborsahan oleh masyarakat dan pemerintah setempat agar kondisi perairan
TINJAUAN PUSTAKA
Sungai
Perairan umum tawar alami dikenal sebagai sungai, rawa dan danau.
Perairan sungai merupakan suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan
adanya aliran air yang cukup kuat sehingga digolongkan ke dalam perairan
mengalir (perairan lotik). Pada perairan sungai biasanya terjadi percampuran
massa air secara menyeluruh dan tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air
seperti pada perairan lentik. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif
kencang, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola aliran air. Kecepatan
arus, erosi dan sedimentasi merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai
sehingga kehidupan flora dan fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga
variabel tersebut (Effendi, 2003).
Odum (1993) menyatakan bahwa ada dua zona utama pada aliran air
(sungai), yaitu:
1. Zona air deras merupakan daerah yang dangkal dimana kecepatan arus cukup
tinggi untuk menyebabkan dasar sungai bersih dari endapan dan materi lain
yang lepas, sehingga dasarnya padat. Zona ini dihuni oleh bentos yang
beradaptasi khusus atau organisme perifitik yang dapat melekat atau berpegang
dengan kuat pada dasar yang padat dan oleh ikan yang kuat berenang. Zona ini
umumnya terdapat pada hulu sungai di daerah pegunungan.
dasar, sehingga dasarnya lunak, tidak sesuai untuk bentos permukaan tetapi
cocok untuk penggali, nekton dan plankton.
Sungai yang mengalir cepat ditandai oleh tipe substrat berbatu dan
berkerikil, sedangkan sungai yang mengalir lambat ditandai dengan tipe substrat
berpasir dan berlumpur. Faktor pengontrol utama produktivitas pada ekosistem
tersebut adalah arus yang merupakan pembatas bagi jumlah dan tipe organisme
autotrof (Wijaya, 2009).
Odum (1993) menyatakan bahwa salah satu bentuk adaptasi dari organisme
komunitas air deras untuk mempertahankan posisi pada air yang mengalir adalah
melekat permanen pada substrat yang kokoh, seperti batu, kayu, atau massa daun.
Dalam kategori ini termasuk tanaman produsen utama dari aliran air berupa
ganggang hijau yang melekat, seperti Cladophora yang mempunyai serabut yang
panjang; Diatomae yang bertutup keras yang menutupi berbagai permukaan; dan
lumut air dari marga Fontinalis dan beberapa marga yang lain yang menutupi batu
bahkan pada aliran air yang paling deras.
Organisme autotrof pada sistem ekosistem perairan terdiri dari berbagai
macam kumpulan alga dan tanaman air. Produsen primer di sungai, danau dan
waduk terdiri dari fitoplankton, bakteri, alga bentik (perifiton) dan makrofita.
Pada kondisi perairan berarus, perifiton lebih berperan sebagai produsen primer.
Namun, pada sungai yang dalam dan besar, fitoplankton cenderung lebih berperan
dan lebih dominan. Meningkatnya ukuran sungai serta menurunnya kemiringan
dan kecepatan arus umumnya akan meningkatkan produksi fitoplankton (Whitton,
Perifiton
Welch (1980) dalam Natalia (2000) menyatakan bahwa perifiton adalah
mikroflora yang tumbuh di atas substrat di bawah permukaan air. Wetzel dan
Westlake (1974) dalam Widdyastuti (2011) menyatakan bahwa perifiton
mencakup semua organisme tanaman, kecuali makrofita berakar yang tumbuh
pada material di bawah permukaan air. Material tersebut meliputi semua substrat,
seperti sedimen, batu, puing-puing dan organisme hidup. Pennak (1964) dalam
Nuraini (2005) mengartikan perifiton sebagai aufwuchs yaitu seluruh kelompok
organisme (umumnya mikroskopis) yang hidup menempel pada benda atau pada
permukaan tumbuhan air yang terendam, tidak menembus substrat, diam atau
bergerak di permukaan substrat tersebut.
Graham dan Wilcox (2000) menyatakan bahwa ada lima kelompok besar
pembagian perifiton berdasarkan tempat menempel, yaitu:
1. Epilitik yaitu menempel di permukaan batuan.
2. Epipsammik yaitu hidup dan bergerak di antara butir-butir pasir.
3. Epipelik yaitu menempel di permukaan sedimen.
4. Epifitik yaitu menempel di permukaan tumbuhan.
5. Epizooik yaitu menempel di permukaan hewan.
Substrat benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses
pertumbuhan dan kematian sehingga keberadaan perifiton juga ikut dipengaruhi
oleh keberadaannya. Pada substrat benda mati, keberadaan perifiton akan lebih
mantap (permanen), meskipun pembentukan komunitas terjadi secara lambat
Perifiton dapat tumbuh pada substrat buatan seperti plexiglass, gelas obyek,
kayu dan blok-blok beton. Keuntungan dari penggunaan substrat buatan dalam
penelitian adalah mudah standarisasinya, laju pertumbuhan perifiton dapat
ditentukan dengan cepat dan pengumpulan datanya mudah. Perifiton ini juga
dapat menjadi petunjuk yang peka bagi kualitas air. Kerugian penggunaan substrat
buatan adalah bahwa spesies yang hidup secara alami mungkin tidak ikut
terambil, laju akumulasi tidak produktif karena pertumbuhan dimulai pada tempat
yang kosong (Larastri, 2006).
Ada tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam menggunakan substrat
buatan, yaitu waktu pemaparan (akan mempengaruhi perluasan pertumbuhan),
kecepatan arus (dapat menguntungkan beberapa taksa) dan musim. Faktor waktu
pemaparan merupakan yang paling penting karena dapat mengakibatkan fluktuasi
yang besar terhadap biomassa yang tidak berhubungan dengan gangguan fisik
atau kualitas air (Nuraini, 2005).
Faktor-faktor yang umumnya dipertimbangkan sebagai pembatas, hal-hal
yang diperlukan serta penting untuk perkembangan perifiton meliputi tipe
perairan (danau, sungai, atau laut), ketersediaan cahaya (lama penyinaran,
kecerahan, kekeruhan), tipe substrat (kondisi, lokasi, kedalaman), pergerakan air
(arus dan kecepatan), pH, alkalinitas, kesadahan, unsur hara (N, P, C),
bahan-bahan terlarut (Ca, S, Si), logam dan logam kelumit (Fe, Cu, Cr, V, Se), juga
suhu, salinitas, oksigen dan CO2 (Weitzel, 1979).
Perkembangan perifiton dapat dianggap sebagai proses akumulasi, yaitu
proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan
perifiton dan alat penempelnya. Keberadaan substrat sangat menentukan
perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya. Kemampuan
perifiton menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian
oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahkannya (Wijaya, 2009).
Natalia (2000) menyatakan bahwa zonasi yang terbentuk di perairan
mempengaruhi struktur komunitas perifiton yang ada. Ada tiga zonasi yang
berperan dalam membentuk struktur komunitas perifiton, yaitu:
a. Zona eulitoral yaitu daerah pinggiran yang masih dalam jangkauan percikan
air. Zona ini ditumbuhi oleh perifiton yang mampu bertahan terhadap
perubahan lingkungan yang cukup ekstrim. Jenis-jenis perifiton yang dapat
berkembang di antaranya Tilopothrix parietina dan Scytonema myochorus.
b. Zona sublitoral atas yaitu zona air yang masih tembus sinar matahari dengan
nilai suhu serupa dengan di wilayah eufotik dengan perubahan kecil dan tidak
berarti. Zona ini memiliki komunitas dengan komposisi yang paling kaya.
c. Zona sublitoral bawah yaitu zona air yang kurang menerima sinar matahari.
Intensitas cahaya dan suhu menurun menurut wilayah termoklin. Pada kondisi
ini, komunitas perifiton alga hijau secara kuantitatif menurun, namun masih
layak untuk alga coklat, alga biru dan alga merah. Jenis-jenis yang dapat
berkembang di antaranya adalah kelompok Diatomae, Pleurocapsis,
Chroocopsis, Lyngbya dan Hildenbrandia.
d. Zona profundal yaitu zona air gelap. Pada zona ini, komunitas perifiton jenis
alga autotrof semakin menghilang dan digantikan oleh jenis heterotrof.