• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KONTRAK PENGADAAN BARANG DAN JASA

C. Analisis Hukum Kemungkinan Kontrak Bermasalah

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), buku III tentang perikatan, disebutkan bahwa perikatan dapat lahir karena undang-undang atau perjanjian. Perikatan yang lahir karena perjanjian Pasal 1338 KUH Perdata

menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang mempunyai kekuatan hukum sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Maksudnya, semua perjanjian

mengikat mereka yang tersangkut bagi yang membuatnya, mempunyai hak yang oleh perjanjian itu diberikan kepadanya dan berkewajiban melakukan hal-hal yang ditentukan dalam perjanjian.

Perjanjian dalam pengadaan barang/jasa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima suatu harga tertentu. Perjanjian merupakan dasar pelaksanaan kegiatan.

Setiap orang atau badan hukum dapat mengadakan perjanjian, asalkan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam KUH Perdata. Syarat-syarat yang ditetapkan dalam KUH Perdata tercantum dalam Pasal 1320 sebagai berikut.:

1. kata sepakat antara mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

3. suatu hal tertentu; dan 4. suatu sebab yang halal.

Jadi untuk sahnya suatu perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dimaksud. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa setiap orang bebas mengadakan perjanjian asal memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Karena itu, perjanjian

mempunyai “sistem terbuka”. Perjanjian dapat dilakukan oleh setiap subjek hukum. Berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah, dimana penulis mengambil studi kasus di Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai bentuk perjanjiannya berupa kontrak pengadaan barang/jasa yaitu dalam bentuk perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia Barang/Jasa. Pengadaan barang/ jasa tersebut melalui pelaksanaan lelang. Pasca pelelangan diikuti oleh 3 peserta calon Penyedia barang/jasa yaitu

NO PERUSAHAAN PENAWARAN (RP) BOBOT KOMIBINASI KETERANGAN 1. CV. SHAFIRA 905.770.800,00 88,39 LULUS

2. CV. CITRA PRATAMA 910.998.000,00 88,22 LULUS

Secara evaluasi teknis dan evaluasi administratisi ketiga peserta memenuhi persyaratan dan jumlah yang ditawarkan sesuai dengan spesifikasi. Dan berdasarkan penawaran terendah maka CV. SHAFIRA ditetapkan oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai Tahun Anggara 2010 sebagai pemenang lelang dalam kegiatan pengadaan sarana prasarana puskesmas yang diadakan oleh Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai. Pengumuman Hasil Pelelangan di umumkan Pada Tanggal 23 September 2010. Dengan Nomor. 21/PL-ALKES/IX/2010.

Dalam kerangka dan isi pengadaan barang dan jasa seperti ditentukan oleh Keppres Nomor 80 Tahun 2003, serta melihat dokumen sebenarnya atas kontrak pengadaan barang/jasa di Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, selanjutnya dihubungkan dengan syarat-syarat sahnya perjanjian seperti yang diatur oleh Pasal 1320 KUHPerdata, maka dapat disimpulkan bahwa dalam kontrak /perjanjian pengadaan barang/jasa telah memenuhi syarat-syarat sahnya kesepakatan para pihak , yaitu antara pihak Pejabat Pembuat Komitmen(sebagai perwakilan dari instansi dan yang memiliki pekerjaan) yaitu dr. H. Syafnir Chazwan sebagai Pejabat Pengguna Anggaran (PPA) Kegiatan Pengadaan Sarana Prasarana Puskesmas Bersumber Dana DAK/DAU APBD Tahun Anggaran 2010 pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai dan pihak Penyedia Barang/Jasa yaitu M. Nur Haitamy, Sebagai Direktur CV. SHAFIRA. Dimana para pihak tersebut jelas mempunyai kapasitas melakukan perbuatan hukum karena telah memenuhi kualifikasi sebagaimana ditentukan undang-undang (untuk syarat kecakapan untuk membuat perjanjian). Sedangkan untuk syarat objektif pun telah memenuhi, dimana mengenai objek perjanjiannya secara jelas dan tegas dinyatakan dalam

judul setiap dokumen pengadaan, juga dalam pencantuman nama maupun lingkup pekerjaan, serta isi perjanjiannya pun telah ditentukan oleh undang-undang ketertiban umum, maupun kesusilaan sebagaimana disyaratkan dalam syarat-syarat adanya suatu sebab (causa) yang halal.

Pada wawancara dengan Bapak Subroto, SE selaku Sekertaris pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai yang mengatakan Pengadaan Barang (alat Kesehatan) sama halnya dengan kegiatan jual beli. Dimana ada barang maka ada harga. Namun versi pemerintahnya harus memenuhi persyaratan dan prosedur yang ditentukan oleh undang-undang dalam hal ini Keppres No 80 Tahun 2010 dan Perpres No. 54 Tahun 2010.

Pasal 1457 KUHPerdata menyebutkan pengertian perjanjian jual beli,

yaitu “suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain membayar harga yang telah diperjanjikan. Jadi unsur dari perjanjian jual beli adalah adanya pihak penjual dan pembeli, serta barang dan harga. Pihak pembeli berhak menerima barang yang telah dibelinya serta berkewajiban menyerahkan harga kepada pihak penjual. Begitu pula sebaliknya si penjual berhak menerima harga dan berkewajiban menyerahkan barang yang dijualnya kepada pihak pembeli. Harga yang dimaksud disini ialah pembayaran dengan sejumlah uang. Jika tidak dengan uang maka perjanjian tukar menukar.

Apabila unsur hak dan kewajiban penjual dan pembeli tersebut diterapkan pada perjanjian pengadaan barang/ jasa yang diuraikan sebagai berikut :

a. Pihak pejabat Pembuat Komitmen (Pembeli) berkewajiban membayar sejumlah harga atas barang/jasa yang dibelinya kepada pihak Penyedia barang/jasa (Penjual), dan berhak menerima barang/jasa dari pihak penyedai Barang/jasa;

b. Pihak penyedia Barang/Jasa berkewajiban menyerahkan barang/jasa (hasil pekerjaan) kepada pihak Pejabat Pembuat Komitmen, serta berhak menerima sejumlah harga/ uang dari pejabat Pembuat Komitmen.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dapat dikualifikasikan sebagai perjanjian jual beli sebagaimana diatur dalam Buku III Bagian V KUHPerdata, dan dengan demikian pula dapat digolongkan sebagai Perjanjian Bernama/ Khusus/ Nominat. Perjanjian pengadaan barang/jasa pemerintah dapat disebut pula sebagai perjanjian jual beli standard, karena mengenai bentuk maupun isi perjanjian telah diatur secara khusus oleh keppres No 80 Tahun 2003 dan Perpres No 4 Tahun 2015. Ketentuan Undang-Undang berlaku secara umum juga standard untuk semua perjanjian pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dari APBN/APBD. Selain itu juga bercirikan sebagai perjanjian timbal balik, karena masing-masing mempunyai hak/ kewajiban. Juga sebagai perjanjian-perjanjian konsensuil karena lahir dengan adanya kata sepakat. Sebagai perjanjian atas beban karena memberikan beban kepada masing-masing pihak berupa memberi atau berbuat sesuatu. Dan juga sebagai perjanjian formalitas tertentu maupun bentuk tertentu yang ditentukan oleh undang-undang. Oleh karena perjanjian pengadaan barang/jasa merupakan perjanjian jual beli, dan sesuai sifat dari Buku III KUHPerdata yang bersifat terbuka dan melengkapi, maka dengan sendirinya

ketentuan-ketentuan yang ada dalam buku III KUHPerdata akan melengkapi, maka ketentuan Keppres No 80 Tahun 2003 dan Perpres No 54 Tahun 2010. Atau dengan perkataan lain, sepanjang Keppres dan Perpres tersebut tidak mengaturnya maka Ketentuan buku III KUHPerdata dengan sendirinya akan tetap berlaku. Sifat ini dapat diterapkan pada isi kontrak yang telah ditentukan oleh Keppres No 80 Tahun 2003 dimana ternyata tidak mencantumkan misalnya perihal menanggung kenikmatan/ ketentraman atas barang. Yang meliputi menanggung kenikmatan terhadap dari pihak ketiga danmenanggung terhadap cacat tersembunyi, yaitu cacat tidak mudah diatur oleh pembeli pada umumnya (Pasal 1504 KUHPerdata). Dengan demikian ketentuan ini dengan sendirinya akan melengkapi setiap kontrak/perjanjian pengadaan barang/jasa.

Sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan Sekertaris Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai yang ikut dalam Daftar Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK-SKPD) Perprogram /Kegiatan APBD TA.2010 Pada Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai yaitu Bapak Subroto,SE., maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam praktek penyelenggaraan kegiatan pengadaan alat-alat kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai, adakalanya kontrak dapat bermasalah apabila tidak bersesuaian dengan ketentuan Keppres 80 tahun 2003 dan Perpres No 54 tahun 2010 mengenai prosedur dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Adapun yang menjadi masalah ialah apabila :

1) Pihak Panitia Pengadaan Barang dan jasa

a) Tidak dibuatnya dokumen penjelasan dokumen pelelangan, dengan tidak dilakukannya prosedur pengambilan dokumen pelelangan dan pemasukan prakualifikasi ;

b) Tidak diberikannya penjelasan dokumen pelelangan, dengan tidak ada di berita acara penjelasan ;

c) Tidak dilakukannya penetapan calon penyedia barang/jasa dipapan pengumuman resmi;

d) Tidak diberikannya alokasi waktu untuk sanggahan dari masyarakat umum dunia usaha, maka menutup kemungkinan adanya tuntutan.

Disamping itu terdapat pula pelaksanaan prosedur pada tahapan Pra kontrak/ perjanjian pendahuluan, khususnya pada pengadaan dengan metode pelelangan yang dalam melaksanakannya tidak sesuai atau menyimpang dari ketentuan.seperti :

(1) Harga Perkiraan Sendiri (HPS) disusun dan dibuat menyesuaikan atau didasarkan pada penawaran dari calon penyedia barang/ jasa;

(2) Surat Permintaan Penawaran langsung dikirim oleh Rekanan/ calon Penyedia Barang/Jasa tanpa didahului prosedur pengambilan dokumen pelelangan dan penjelasan;

(3) Prosedur prakualifikasi dilaksanakan bersamaan dengan pemasukan surat penawaran;

(4) Barang atau jasa telah dikirim/ dikerjakan oleh penyedia barang dan jasa tanpa terlebih dahulu melakukan prosedur tahapan Pra Kontrak/ Perjanjian Pendahuluan. Yang artinya barang/jasa dikirim/dikerjakan lebih dahulu dan untuk proses administrasi Pra Kontraknya dilakukan kemudian.

Sebelum melakukan proses pengadaan barang dan jasa ditentukan oleh Keppres No 80 tahun 2003 harus terlebih dahulu melalui tahap persiapan. Seperti

perencanaan pemaketan pekerjaan (dengan larangan adanya pemecahaan pekerjaan untuk barang sejenis). Penyusunan dan pengesahan harga perkiraan sendiri (HPS) berasarkan kriteria tertentu, pengumuman rencana pengadaan barang/jasa di media massa. Pada kenyataanya penulis memperoleh data bahwa pada tahap tersebut pada tahapan tersebut, pada umumnya tidak dilakukan atau sebagian dilakukan atau sebagian dilakukan tetapi tidak sesuai/ penyimpangan dengan ketentuan yang berlaku, seperti :

(a).Tidak dilakukan perencanaan pemaketan pekerjaan secararusnya dilakukan dea keseluruhan;

(b).Rencana paket pekerjaan sejenis yang seharusnya dilakukan dengan metode pelelangan umum/pelelangan terbatas/pemilihan langsung, dibuat dan dipecah agara dapat dilakukan dengan metode penunjukan langsung dengan rekayasa dilaksanakan seolah-olah untuk triwulan I,II,III dan seterusnya ;

(c).Tidak dilakukannya penyusunan HPS terlebih dahulu;

(d).Tidak dilakukannya pengumuman rencana pengadaan barang/jasa dimedia massa sehingga masyarakat luas didunia usaha tidak mengetahuinya.

Dengan tidak dilaksanakannya sebagian prosedur dalam tahap Pra Kontrak / perjanjian pendahuluan dan/dalam melaksanakannya tidak sesuai atau melanggar ketentuan undang-undang, jika hal ini dikaitkan dengan syarat-syarat sahnya kontrak/ perjanjian seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, maka ini jelas menyangkut syarat adanya suatu sebab yang halal. Dengan perkataan lain, bahwa dengan tidak dilaksanakannya prosedur dalam Tahap Pra Kontrak/ Perjanjian Pendahuluan dan dalam melaksanakannya tidak sesuai/ melanggar ketentuan undang-undang itu adalah merupakan bentuk tidak

dipenuhinya syarat adanya suatu sebab yang halal itu harus tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, serta kesusilaan. Padahal jelas bahwa dengan tidak melaksanakan prosedur dalam tahap Pra Kontrak/ Perjanjian Pendahuluan dan dalam melaksanakannya tidak sesuai / menyimpang ketentuan yang berlaku adalah jelas merupakan bentuk pelanggaran terhadap undang-undang (Keppres No 80 Tahun 2003 dan Perpres No 54 tahun 2010). Karena adanya unsur pelanggaran terhadap undang-undang itulah maka dengan sendirinya perjanjian pengadaan barang dan jasa yang dibuat pada pihak menurut hemat penulis adalah tidak memenuhi syarat objektif, maka sebagai konsekuensi hukumnya menurut KUHPerdata adalah batal demi hukum, dan atau dapat dimintakan pembatalan perjanjian oleh terutama para calon penyedia barang/jasa lainnya yang menjadi peserta atau salah satu pihak pada saat dilaksanakannya tahapan Pra Kontrak/ Perjanjian Pendahuluan.

Tidak dilaksanakannya prosedur dalam tahapan Pra Kontrak/ Perjanjian Pendahuluan dan/dalam melaksanakannya tidak sesuai / melanggar dari ketentun undang-undang, bahkan sejak dari tahapan persiapan seperti tersebut diatas, adalah jelas menjadi faktor penyebab ketidaklancaran dalam penyelenggaran pengadaan barang/ jasa pemerintah atau dapat dikatakan sebagai penyebab terjadinya penyimpangan. Hal ini terjadi oleh karena (terutama) faktor sumberdaya manusia (SDM), dimana person yang diangkat dan ditetapkan sebagai pelaksana pengadaan barang/jasa pemerintah (dalam hal ini merupakan Pejabat Pembuat Komitmen dan Panita Pengadaan) ternyata pada umumnya tidak atau belum memenuhi sepenuhnya atas ketentuan dalam Keppres No 80 Tahun

2003 beserta Perpres No 54 Tahun 2010 sehingga berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum seperti disebut diatas.

2) Penyedia Barang dan Jasa

Faktor penghambat lainnya adalah terletak pada para calon Penyedia Barang/Jasa yang melakukan kesalahan-kesalahan seperti :

a) Penyedia barang dan jasa pada umumnya atau bahkan hampir semuanya juga tidak atau belum memahami sepenuhnya atas ketentuan Keppres 80 Tahun 2003 beserta semua perubahan terakhir, sehingga tidak ada upaya mengajukan sanggahan/ proses atau penyimpangan prosedur yang diketahuinya.

b) Penyedia barang dan jasa tidak melakukan pekerjaan sesuai yang ditentukan dalam kontrak. Apabila terjadi hal demikian maka sesuai dengan Pasal 7 Surat Perjanjian Pekerjaan (kontrak) Pengadaan Sarana dan Prasarana Puskesmas Dinas Kesehatan Kota Tanjungbalai Tahun Anggaran 2010 Nomor : 800/1945.H/ Um.Kp/X/2010, dimana mengenai sanksi dimana jika Penyedia Barang/ jasa melanggar/ melebihi batas waktu pelaksanaan pengadaan yang ditetapkan, maka ditetapkan, maka setiap hari keterlambatan Penyedia barang/jasa dikenakan denda sebesar 1 %o (satu perseribu) per hari dari harga kontrak (jumlah harga borongan) maksimal 60 hari kalender. Begitu pula jika dalam penyerahan alat dari Penyedia barang/jasa kepada pengguna anggaran terjadi kerusakan atau cacat dan penyedia barang/ jasa telah di perintahkan untuk mengganti/ memperbaiki alat/ maksud, namun sampai batas waktu yang telah ditetapkan alat tersebut tidak diserahkan Penyedia barang/jasa, maka Penyedia barang dan jasa dikenakan biaya denda kelalaian sebesar 1%o (satu

perseribu) per hari dari harga kontrak (jumlah harga borongan) maksimal 60 hari kalender.

c) Pekerjaan yang di lakukan oleh pihak kedua tidak sesuai dengan klasifikasi teknis. apabila terjadi hal yang demikian maka akan dilakukan pemutusan kontrak dan bisa juga dilanjutkan sampai ke pengadilan negeri.

d) Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan yang tertera didalam kontrak. Apabila terjadi hal seperti ini maka pihak kedua (penyedia barang/jasa) akan dikenakan denda / ganti kerugian.

e) Adakalanya harga barang berubah ubah sebelum dilakukan kontrak dan pada saat kontrak tersebut sedang berjalan, dimana harga barang tersebut naik. Apabila terjadi hal demikian maka dilakuan addendum (perubahan terhadap isi kontrak mengenai harga barang tersebut)

f) Pihak kedua sering memindahtangankan pekerjaan kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan pihak pertama. Apabila ini terjadi maka akan dilakukan pemutusan kontak dan bisa juga dituntut ke pengadilan negeri.

3) Isi kontak

a) Ada kalanya isi kontrak masih sulit dimengerti oleh para pihak, sehingga terjadi masalah dikemudian hari.

b) Adanya pasal-pasal yang masih rancu, menimbukan penafsiran-penafsiran yang berbeda-beda dari para pihak, atau tidak diberikan gambaran secara spesifik sehingga menyulitkan pihak-pihak.

Dokumen terkait