BAB V ANALISIS DATA
V.2. Analisis Indikator atau Faktor yang Mempengaruhi Dampak Program Raskin Di Kecamatan Medan Tembung
Melihat penjelasan mengenai evaluasi dampak kebijakan pemerintah terkait program raskin di Kecamatan Medan Tembung, maka dapat dilihat bahwa program raskin bagi masyarakat memang sudah berjalan baik namun masih kurang mampu berkontribusi dalam membawa dampak perubahan kesejahteraan masyarakat miskin.
Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana dampak program raskin bagi masyarakat guna pemenuhan kebutuhan pangan pokok di Kecamatan Medan Tembung dapat dilihat dari beberapa variabel yang mempengaruhi, yakni:
V.2.1. Efektifitas
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner penelitian, program raskin di kecamatan medan tembung sudah berjalan cukup efektif. Ini dapat dilihat dari tanggapan masyarakat tentang adanya program raskin dimana sebanyak 47 orang (78,33%) responden menyatakan sangat setuju dengan adanya program raskin, kemudian sebanyak 13 orang (21,67%) responden mengatakan setuju. Tidak ada seorang pun responden yang menyatakan kurang atau tidak setuju terhadap program raskin karena raskin dapat membantu meringankan beban kebutuhan pangan beras selama beberapa waktu dan hal ini juga diperkuat oleh jawaban dari hasil wawancara dengan kasi pembangunan yang mengatakan bahwa target dari program raskin ini ialah masyarakat miskin dengan indikator-indikator tertentu yang telah ditetapkan, sedangkan untuk tujuannya ialah untuk membantu masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pangan (dalam hal ini beras) yang diberikan tiap bulannya. Tidak hanya itu, berjalan efektifnya program raskin ini juga dipengaruhi oleh sikap dan kinerja para pelaksana dalam hal pendistribusian raskin dimana mayoritas responden yaitu sebanyak 39 orang (65,00%) mengatakan bahwa kinerja aparatur dalam menjalankan program raskin sudah baik, lalu sebanyak 12 orang (20,00%) responden mengatakan sangat baik. Namun terdapat sebanyak 8 orang (13,33%) responden mengatakan kurang baik dan satu orang (1,67%) responden mengatakan bahwa kinerja aparatur kelurahan dalam pembagian raskin ini tidak baik. Menurut keterangan kasi pembangunan para implementor raskin memang sudah menyadari tugas mereka sebagai pelayan public. Hal ini dapat dilihat ketika warga datang untuk menebus raskin maka mereka dengan segera melayaninya sehingga waktu penebusan raskin dikelurahan
per individu tidak memakan waktu lama dan proses yang rumit. Dalam hal sosialisasi raskin dapat dilihat bahwa sebanyak 43 orang (56,67%) responden mengatakan bahwa sosialisasi (komunikasi) yang dilakukan aparatur kelurahan kepada masyarakat terkait program raskin sudah sangat membantu. Kemudian sebanyak 22 orang (36,67%) responden mengatakan cukup membantu. Namun, sebanyak 4 orang (6,67%) responden mengatakan sosialisasi yang dilakukan kurang membantu. Berdasarkan hasil wawancara dengan kasi pembangunan masing-masing kelurahan, sosialisasi yang dilakukan biasanya berupa top-down maupun buttom up. Ini terbukti dari seringnya pihak-pihak yang terlibat dalam program raskin mulai dari tingkat kecamatan sampai pada lingkungan melakukan komunikasi dalam hal pemberian dan penyampaian kembali informasi kepada masyarakat, dalam artian akses masyarakat terhadap informasi semakin dekat sehingga masyarakat terbantu dan tidak merasa kesulitan mendapatkan informasi.Untuk kelurahan misalnya, pihak kelurahan memberi informasi kepada masing-masing kepala lingkungan perihal raskin dan pendataannya di awal tahun maupun saat turunnya raskin pada tahun berjalan sehingga masyarakat terbantu dan tidak selalu datang ke kelurahan menanyakan informasi.Dalam hal ini tentunya pelayanan public sudah lebih dekat ke masyarakat.
Adapun perihal harga tebus raskin mayoritas responden mengatakan harga raskin sangat terjangkau. Hal ini dapat dilihat pada tabel mengenai harga tebus raskin dimana dapat diketahuisebanyak 27 orang (45,00%) responden mengatakan bahwa harga tebus raskin sangat terjangkau sehingga sangat membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan beras untuk beberapa waktu lamanya, sebanyak 12 orang (20,00%) responden mengatakan cukup terjangkau, kemudian
sebanyak 21 orang (35,00%) responden mengatakan bahwa harga tebus raskin kurang terjangkau. Jika dilihat dari harga tebus yang hanya sebesar Rp 1.600,00/kg raskin seharusnya memang dikategorikan sebagai beras yang paling murah. Namun ketika dilakukan wawancara kepada responden beberapa dari mereka mengatakan alasan mengapa harga raskin kurang terjangkau ialah karena pengaruh keterlambatan turunnya raskin.Raskin yang turun sering tidak diketahui kapan.Kadang turun sampai dua atau tiga bulan sekali dan ketika turun jatah yang turun langsung dua atau tiga bulan sekaligus. Akibatnya masyarakat kewalahan menyiapkan dana dan sering mengeluh kepada aparatur kelurahan.
Dalam hal pelaksanaanya, program raskin memang sudah berjalan cukup efektif, namun perlu juga menyorot kualitas suatu program karena suatu program akan dikatakan berhasil apabila berhasil dalam hal mutu juga. Berbicara mengenai kualitas raskin tampaknya memang menjadi suatu masalah yang perlu mendapatkan perhatian serius.Menurut keterangan kasi pembangunan, sampai saat ini kualitas raskin masih kurang bagus.Standar mutu beras keluaran bulog ini masih belum mengalami peningkatan, namun karena biaya hidup yang semakin tinggi dan tidak sebanding dengan jumlah pendapatan dan jumlah anggota keluarga maka raskin yang ada diterima oleh masyarakat. Sikap tulus dari masyarakat yang sadar akan harga beras yang murah dibandingkan dengan beras yang dijual dipasaran menjadikan mereka terima akan kondisi tersebut. Hal ini juga sejalan dengan pendapat masyarakat mengenai kualitas raskin dimana sebanyak43 orang (71,67%) mengatakan bahwa kualitas raskin yang dibagikan kepada masyarakat kurang bagus. Kemudian sebanyak 14 orang (23,33%) responden mengatakan kualitas raskin cukup bagus dan layak untuk dikonsumsi,
sedangkan sisanya sebanyak 3 orang (5,00%) responden mangatakan kualitas raskin yang dibagikan tidak bagus. Berdasarkan pendapat mayoritas responden, raskin yang dibagikan bentuknya memang sama dengan beras yang dijual dipasaran namun ketika sudah dimasak, hasilnya jauh berbeda. Beras raskin memiliki tekstur yang keras dan cepat menghitam. Sebagian dari responden menyiasatinya dengan mencampur beras raskin dengan beras yang dibeli di pasaran ketika akan dimasak sehingga dapat mengurangi teksturnya yang kasar dan dapat lebih mudah dicerna.Jika dilihat dari ketentuan kualitas raskin yang ditetapkan, Kualitas beras yang diserahkan sesuai dengan standar kualitas Bulog.Namun meskipun kurang bagus masyarakat mengatakan setidaknya beras raskin masih layak untuk dikonsumsi.
Kemudian mengenai adanya pungutan tambahan layaknya juga harus mendapat perhatian khusus karena tujuan raskin pada dasarnya ialah membantu bukan dengan menambah sejumlah pengeluaran dan berdasarkan tabel mengenai ada tidaknya pungutan tambahan yang pernah dibebankan kepada masyarakat ketika menebus raskindapat dilihat sebanyak 30 orang (50,00%) responden mengatakan bahwa adanya biaya tambahan yang dipungut aparatur kelurahan ketika menebus raskin dan sebanyak 30 orang (50,00%) responden mengatakan tidak ada. Jika dilihat dari tabel tampak bahwa responden yang mengatakan ada pungutan tambahan sama banyaknya dengan responden yang mengatakan tidak. Hal ini disebabkan karena responden yang menjawab adanya pungutan tambahan berasal dari sampel kedua yaitu kelurahan indrakasih dimana ketika peneliti melakukan wawancara dengan kasi pembangunan, beliau membenarkan bahwa pungutan tambahan sebesar Rp 2.000,00 dilakukan guna pembiayaan operasional
seperti membayar kuli angkut atau becak guna mengangkat beras dari truk yang digunakan Bulog ke kelurahan. Hal ini disebabkan karena letak kelurahan indrakasih yang agak menjorok ke dalam gang sehingga memang memerlukan tenaga tambahan untuk mengangkat beras yang tidak sedikit. Sedangkan responden yang menjawab tidak berasal dari sampel pertama yaitu kelurahan sidorejo hilir yang sama sekali tidak dibebankan biaya tambahan. Jadi ketika menebus raskin biaya yang mereka keluarkan hanya sebesar 15xRp1.600,00 yaitu hanya sebesar Rp 24.000,00
Adapun kendala-kendala yang berasal dari keluhan masyarakat memang menjadi alasan mengapa raskin menjadi program yang lemah yang bahkan dapat dikatakan hanya berjalan di tempat karena persoalan yang sama dari waktu ke waktu yaitu keterlambatan dan kuota data RTS yang sangat terbatas dan tidak sebanding dengan kenyataan sesungguhnya di lapangan.
V.2.2. Kecukupan
Indicator kecukupan digunakan untuk melihat seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah. Berdasarkan hasil temuan penelitian yang telah disajikan maka dapat dikatakan bahwa program raskin memang bertujuan positif guna meningkatkan ketahanan pangan masyarakat miskin, namun masih kurang mampu dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan pokok keluarga mikin. Hal ini dapat dibuktikan dari jawaban mayoritas responden pada tabel mengenai apakah raskin mencukupi kebutuhan pangan rumah tangga yang berbanding lurus dengan kepuasan masyarakat terhadap jatah raskin.
Sebanyak 37 orang (61,67%) responden mengatakan bahwa raskin masih kurang mencukupi kebutuhan pangan rumah tangga sasaran, kemudian sebanyak 21 orang (35,00%) responden mengatakan tidak mencukupi dan sebanyak 2 orang (3,33%) responden mengatakan raskin memang sangat tidak mencukupi kebutuhan pangan rumah tangga dikarenakan banyaknya junlah anggota keluarga sehingga beban kebutuhan beras juga banyak. Mayoritas responden mengatakan Raskin hanya dapat mencukupi maksimal hingga pertengahan bulan saja.Hal ini juga dipertegas dengan keterangan dari kasi pembangunan masing-masing kelurahan yang mengatakan jatah raskin memang belum dapat mencukupi kebutuhan pangan masyarakat, terlebih masyarakat Indonesia yang notabene merupakan masyarakat yang konsumsi utamanya beras. sudah pasti jatah beras sebanyak 15kg/bulan itu tidak cukup, belum lagi jika dilihat dari jumlah anggota keluarga penerima manfaat yang cukup banyak dan jadwal turunnya raskin yang sering datang mengalami keterlambatan. Untuk itu sebagai upaya meningkatkan program, pemerintah memang sudah berhasil menambah kuantitas turunnya raskin menjadi 14 atau 15 kali dalam setahun, namun kembali kepada permasalahan utama yaitu ketepatan waktu yang kurang sehingga bagaimanapun ketergantungan masyarakat terhadap raskin, mereka tetap saja tidak bisa selalu mengharap sepenuhnya beras ini. Jadi, dapat dikatakan bahwa program raskin sesungguhnya merupakan program yang cukup tepat dalam menjawab masalah kebutuhan pangan pokok masyarakat miskin namun masih belum mampu dalam menjawab kecukupan ketahanan pangan mereka.
Ketidakcukupan dan beberapa kendala ini kemudian ikut mempengaruhi tingkat ketergantungan masyarakat terhadap raskin dalam memenuhi kebutuhan
beras sehari-hari. Hal ini dapat dilihat pada tabel dimana sebanyak 22 orang (36,67%) responden mengatakan bahwa mereka kurang tergantung dengan raskin dalam memenuhi kebutuhan beras rumah tangga sehari-hari. Kemudian sebanyak 20 orang sangat mengaku sangat tergantung karena himpitan ekonomi yang cukup sulit. 12 orang (20,00%) responden mengaku cukup tergantung dan selebihnya sebanyak 6 orang (10,00%) responden mengaku tidak tergantung dengan raskin dalam memenuhi kebutuhan beras. Adapun alasan mayoritas responden yang mengaakan kurang tergantung terhadap raskin ini dikarenakan raskin hanya bersifat bantuan peringanan dan bukan keseluruhan.Selain itu keterlambatan raskin membuat masyarakat diharuskan mandiri dan tidak terlalu berharap dengan raskin karena jadwal turun yang sering terlambat dan tidak tentu. Alasan mengenai keterlambatan raskin ini dijelaskan oleh kasi pembangunan indrakasih yang mengatakan bahwa keterlambatan raskin khususnya awal tahun sering terjadi karena belum keluarnya SK Gubernur mengenai program Raskin ini, dan karena penentuan pagu raskin untuk jangka waktu satu tahun diputuskan berdasarkan SK Gubernur dan SK gubernur akan keluar jika data dari BPS juga sudah keluar. jadi apabila SK Gubernur belum keluar, TIM BULOG tidak tahu berapa pagu Raskin pada tahun ini sehingga belum bisa mendistribusikan beras kepada kecamatan.Namun terkait masalah kekurangan jatah, pihak kecamatan sendiri mengatakan bahwa pagu raskin kecamatan medan tembung tidak pernah mengalami kekurangan. Raskin yang turun sesuai dengan jumlah penerima manfaat keseluruhan di kecamatan medan tembung.
Kemudian mengenai bagaimana kemampuan raskin dalam mengurangi beban pengeluaran rumah tangga dapat dilihat dari jawaban responden pada tabel
dimana sebanyak32 orang (53,33%) responden mengatakan program raskin masih kurang mampu dalam mengurangi beban pengeluaran rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok, kemudian sebanyak 24 orang (40,00%) responden mengatakan cukup mampu dan selebihnya sebanyak 4 orang (6,67%) responden mengatakan bahwa program raskin sama sekali tidak mampu dalam mengurangi beban pengeluaran rumah tangga. Adapun mayoritas responden yang mengatakan raskin kurang mampu mengurangi beban pengeluaran, sangat dipengaruhi oleh banyaknya jumlah anggota keluarga RTS dan penghasilan responden per bulan.Namun, masyarakat mengatakan sejak adanya raskin biaya kebutuhan pangan untuk beberapa saat dapat dialihkan kepada kebutuhan lainnya seperti biaya sekolah anak, dll.Adapun biaya pengurangan yang mereka rasakan berkisar sebesar Rp 126.000,00. Hal ini mereka simpulkan dari selisih harga beras yang seharusnya mereka beli dipasaran yaitu sekitar Rp 10.000,00 dengan harga tebus raskin yaitu Rp 1.600,00 dimana apabila masing-masing dikalikan dengan jumlah raskin yang diterima tiap turun yaitu sebanyak 15 kg, maka hasilnya Rp 150.000,00 – Rp 24.000,00 = Rp 126.000,00. Dalam artian seberapa besar maupun kecilnya bantuan pemerintah akan dihargai oleh masyarakat karena hal yang paling utama ialah adanya “good will” pemerintah yang memperhatikan dan mengusahakan kesejahteraan rakyatnya dan salah satunya ialah melalui program raskin yang diharapkan memiliki nilai manfaat bagi masyarakat.
V.2.3. Pemerataan
Pemerataan merujuk kepada sebuah program yang biaya dan manfaatnya didistribusikan merata kepada kelompok sasaran.berasarkan hasil temuan
pemerataan. Ini terbukti dari adanya kesesuaian antara jumlah, harga dan banyaknya rumah tangga sasaran penerima manfaat raskin dengan yang telah ditetapkan. Berdasarkan tabel distribusi jawaban responden mengenai ada tidaknya penerima raskin yang tidak terdaftar sebagai rumah tangga sasaran, terdapat sebanyak 49 orang (81,7%) responden mengatakan tidak ada masyarakat penerima raskin yang tidak terdaftar sebagai rumah tangga sasaran karena masing-masing penerima manfaat mendapat kartu raskin sebagai tiket untuk menebus raskin. Namun terdapat sebanyak 11 orang (18,3%) responden yang mengatakan ada penerima raskin yang memang tidak terdaftar sebagai penerima manfaat namun mereka tidak mengetahui bagaimana cara masyarakat yang tidak terdaftar itu mendapat raskin. Hal ini juga dipertegas dengan keterangan yang diberikan oleh kasi pembangunan yang mengatakan bahwa tidak ada masyarakat penerima raskin yang termasuk dalam kelompok sasaran karena syarat untuk menebus raskin ialah dengan membawa kartu tebus sebagai bukti bahwa yang bersangkutan ialah masyarakat penerima manfaat yang namanya terdaftar sebagai RTS. Adapun bentuk kartu tebus raskin dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 4. Kartu Tebus Raskin
Namun, lain hal apabila yang bersangkutan membeli raskin dan menjualnya kembali kepada orang lain maka hal itu menjadi tanggung jawab pribadi yang bersangkutan. Dalam hal pembagian raskin, aparatur pelaksana memberikan ketegasan terhadap masyarakat perihal waktu penebusan raskin karena mereka tidak bisa membiarkan beras berada lama di kantor karena akan mengundang stigma negative dari masyarakat lain, pemerintah kecamatan sebagai penanggung jawab wilayah, dan media massa. Jadi apabila masyarakat tidak menebus raskin sampai batas waktu yang cukup lama maka bagaimanapun bentuk dan kualitas raskin yang berubah bukan menjadi tanggung jawab kelurahan, dan apabila yang bersangkutan tidak juga menebus raskin yang menjadi miliknya, sebagian pemerintah mampu melawan standard dan prosedur yang berlaku demi tujuan social yaitu membantu masyarakat miskin lain dengan menjual kembali raskin yang tidak ditebus pemiliknya kepada mereka dalam jumlah dan harga yang sama dan hal ini sudah lama disosialisasikan aparatur kelurahan kepada masyarakatnya sehingga masyarakat menjadi lebih disiplin dan mampu menerima resiko apabila tidak menebus raskin. Menurut kasi pembangunan kelurahan sidorejo yang melakukan hal di atas, suatu program dapat dikatakan berhasi apabila dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun bukan berarti peraturan tersebut harus kaku. Dalam artian ketentuan sebuah program dapat ditambah maupun dikurangi sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat suatu daerah dengan terlebih dahulu dibicarakan untuk disepakati bersama.Dengan itu program dapat lebih dinikmati masyarakat karena peraturan lebih fleksibel dan bertanggung jawab.
Kemudian mengenai ada tidaknya kelompok/individu yang lebih diutamakan ketika membagi raskin, seluruh responden mengatakan tidak ada satupun individu ataupun kelompok yang lebih didahulukan ketika pembagian raskin.Para aparatur kelurahan Dalam hal ini bertindak adil terhadap penerima manfaat. Untuk menghindari terjadinya desak-desakan antar warga, para pelaksana mengambil sikap tegas dengan mengamalkan budaya antre ketika penebusan raskin, sehingga siapa warga yang duluan datang, maka orang tersebut yang akan duluan dilayani. Adanya sikap seperti ini nyatanya membentuk budaya positif bagi masyarakat penerima manfaat, sehingga ketika akan menebus raskin mereka sudah mengerti dan paham mengenai etika dan budaya antre. Hal ini juga diperkuat berdasarkan hasil wawancara dengan kasi pembangunan yang mengatakan bahwa tidak ada individu yang diduluankan setiap melakukan penebusan raskin karena masyarakat sasaran harus mengantre sehingga individu yang datang lebih cepat akan duluan dilayani. Pendistribusian raskin dilakukan secara aman dan tertib. Satu hal positif yang membedakan program ini dengan bantuan social lainnya ialah dalam hal pembagiannya yang tidak ricuh seperti program-program bantuan social yang lain. masyarakat mampu menciptakan budaya antre dan tidak saling berdesak-desakan karena tidak ada istilah kekurangan jatah yang diberikan oleh provinsi. Jadi masyarakat tidak perlu khawatir dengan jatah raskin yang ada
Kemudian mengenai adakah perbedaan jumlah dan harga raskin yang ditebus antara warga satu dengan warga lainnya, seluruh responden juga mengatakan tidak ada perbedaan jumlah dan harga raskin yang ditebus antara
warga satu dengan warga lainnya. Semuanya mendapatkan hak yang sama rata dan adil. .
V.2.4. Responsivitas
Indikator responsivitas digunakan untuk melihat apakah sebuah kebijakan/program memuat preferensi/nilai kelompok sasaran dan dapat memuaskan mereka.Dalam artian bagaimana program yang telah dilaksanakan mampu menjawab kepuasan kelompok sasaran.berdasarkan hasil temuan penelitian dapat disimpulkan bahwa program raskin memang bermanfaat bagi masyarakat kurang mampu dalam mengurangi beban pengeluaran mereka namun belum mampu menjawab kepuasan masyarakat karena persoalan dasar yang sampai saat ini masih sama. Hal ini dapat dilihat pada tabel mengenai kepuasan RTS terhadap program raskin dimana sebanyak 38 orang (63,33%) responden merasa kurang puas terhadap program raskin ini. Hal ini disebabkan karena ketidakcukupan raskin yang masih belum mampu menjawab pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat miskin. Kemudian sebanyak 22 orang (36,67%) responden merasa cukup puas, dan tidak ada satupun responden yang sama sekali merasa tidak puas dengan program raskin ini.
Kemudian menyangkut kepuasan masyarakat sasaran terhadap kinerja aparatur pelaksana raskin dalam hal pendistribusian beras, sebanyak sebanyak 39 orang (65,00%) responden merasa cukup puas dengan kinerja aparatur kelurahan dalam hal pendistribusian raskin, sebanyak 12 orang (20,00%) mengaku sangat puas. Namun terdapat sebanyak 8 orang (13,33%) responden merasa kurang puas
dan satu orang (1,67%) responden merasa tidak puas dengan kinerja aparatur kelurahan tersebut. Hal ini disebabkan para aparatur kelurahan sangat bersikap tegas terhadap responden yang lama menebus raskin sementara kondisi ekonomi responden yang sering tidak memungkinkan untuk menebus raskin. Hal ini juga dipertegas berdasarkan hasil wawancara dengan masing-masing kasi pembangunan yang mengatakan bahwa dalam hal kinerja, aparatur pelaksana raskinsadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Tidak hanya itu, pembagian raskin juga dilakukan secara transparan, cepat, dan disiplin sehingga dalam pelaksanaan raskin dapat dikatakan sudah baik karena ketika raskin tiba di kelurahan, hanya kemampuan masyarakat untuk menebus yang menjadi kendala mengapa terkadang raskin sampai lama berada di kantor lurah.Aparatur kelurahan juga sering melakukan koordinasi dan komunikasi ke kantor camat perihal kapan saatnya beras turun, karena kantor Bulog hanya menginformasikan datangnya beras ke kecamatan dan melakukan konfirmasi jumlah kartu tebus Raskin agar tidak kurang dalam hal jumlah. Ketika beras sudah turun ke kelurahan maka kepala lingkungan akan menginformasikan kepada warganya untuk menebus raskin.
Responsivitas juga dapat dilihat dari kepuasan masyarakat terhadap pendataan yang dilakukan BPS terkait penerima raskin dimana mayoritas responden mengatakan puas terhadap pendataan yang dilakukan BPS. Berdasarkan tabel, sebanyak 27 orang (45,00%) responden merasa puas dengan hasil pendataan yang dilakukan BPS. Sedangkan sebanyak 24 orang (40,00%) responden menyatakan merasa kurang puas. Sebanyak 2 orang (3,33%) responden mengatakan tidak puas dan sebanyak 7 orang (11,67%) responden yang merasa
puas terhadap pendataan yang dilakukan BPS. Adapun ketidakpuasan masyarakat dilihat dari keterangan hasil wawancara dengan masing-masing kasi pembangunan yang mengatakan bahwa sebelum terdaftar menjadi penerima manfaat, sebelumnya kepala lingkungan masing-masing mendata masyarakatnya yang kurang mampu.Setelah itu dibawa ke kelurahan untuk dimufakatkan.Setelah itu, data calon penerima diajukan ke BPS untuk diproses.Kemudian pihak BPS melakukan survey ke lapangan guna mengkonfirmasi kebenaran data tersebut.Namun, pendataan yang dilakukan BPS sering dilakukan secara tiba-tiba, dan tidak ada komunikasi kepada pihak kelurahan sehingga ketika melakukan survey, banyak masyarakat yang tidak sedang berada di rumah ataupun merasa takut.Akibatnya banyak masyarakat tidak terdaftar lagi sebagai penerima manfaat padahal masyarakat tersebut memang layak untuk mendapat manfaat. Selain itu, jumlah masyarakat miskin yang tidak sebanding dengan jumlah penerima manfaat menjadi persoalan yang kerap menimbulkan kecemburuan social antara satu dengan yang lain. Salah satu contoh apabila penerima manfaat merupakan penerima yang telah terdaftar selama dua tahun dan untuk tahun ketiga, ia tidak lagi terdaftar sebagai penerima. Jika saja ada komunikasi, pihak kelurahan akanmenginformasikan kepada tiap kepala lingkungan terkait survey yang akan dilakukan BPS tersebut.
Kemudian mengenai ada tidaknya Unit Pengaduan Masyarakat (UPM)