ROA atau ROI = Rata‐rata PV EBIT Initial Investment
2.2.4. Analisis Industri
Dalam melakukan kajian strategi pengembangan manufaktur pupuk organik berbahan baku sampah kota, maka digunakan Model Industry Analysis yang dikembangkan oleh Michael Porter, sebagaimana diagram berikut. Gambar 2.25. Industry Analysis (Porter)
Industri pupuk organik berbahan baku sampah kota, memberikan 4 manfaat, yaitu :
• Memenuhi kebutuhan pupuk nasional yang akhir‐akhir ini mengalami kesulitan dalam memenuhi pupuk kimia akibat kelangkaan dan kenaikan harga gas alam;
• Pemakaian pupuk organik akan memperbaiki tingkat kesuburan tanah yang telah rusak akibat pemakaian pupuk kimia berkepanjangan;
• Penggunaan pupuk organik akan lebih disukai oleh konsumen pangan, karena tidak mengandung bahan‐bahan kimia yang akan diserap oleh tanaman; dan
• Industri pupuk organik berbahan baku sampah kota akan dapat menyelesaikan persoalan pengelolaan sampah di kota‐kota besar yang hingga kini belum tersolusikan
Potential New Entrance
Kebutuhan investasi pada industri pupuk organik yang sekaligus mampu menyelesaikan persoalan pengelolaan sampah kota yang relatif tinggi, sehingga memberi implikasi sedikitnya para investor termasuk Pemerintah untuk memulai bisnis ini.
Teknologi sistem proses pemisahan fraksi komponen organik dari sampah dan teknologi sistem proses aerobic digestion belum diterapkan di Indonesia dalam skala manufaktur. Kondisi ini juga memberikan implikasi belum tersentuhnya potensi sampah kota sebagai bahan baku pupuk organik, kalaupun ada masih dalam skala kecil dengan teknologi sederhana dan produk yang dihasilkan hanya berupa kompos yang kurang efektif sebagai pupuk tanaman.
Dengan pertimbangan tersebut di atas, dapat diartikan bahwa ancaman terhadap pemain baru pada industri ini, atau Threat of New Entrance masih rendah.
Buyers
Pengguna pupuk sebagai customers adalah para petani tanaman pangan &
hortikultura dan perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan
besar, oleh karena itu harga menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan rencana pengembangan industri ini.
Belum tersosialisasinya penggunaan pupuk organik secara baik di tingkat petani dan perkebunan akibat terlambatnya Pemerintah dalam mendorong penggunaan pupuk organik, akan memberikan implikasi secara psikologis terhadap produk pupuk organik.
Atas pertimbangan tersebut, dengan demikian Bargaining Power of Buyers akan tinggi.
Strategi yang akan ditempuh adalah melalui kerjasama dengan industri pupuk Nasional yang ada melalui kontrak penjualan. Konsep kerjasama pembelian pupuk organik ini telah dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik dengan beberapa produsen pupuk organik skala kecil (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah – UMKM), dengan merk dagang Petroganik.
Konsep kerjasama sebagaimana yang telah dilakukan oleh PT. Petrokimia Gresik untuk pupuk organik, juga akan dilakukan oleh produsen‐produsen pupuk nasional lainnya, sebagaimana amanat Peraturan Menteri Pertanian No. 76/Permentan/O.T.140/12/2007 tentang Subsidi Pupuk Organik yang dialokasikan secara khusus untuk sektor Tanaman Pangan, dengan total alokasi sebesar 345 ribu ton untuk tahun 2008. Product Substitution Pupuk organik merupakan produk substitusi dari pupuk kimia NPK, dimana akhir‐akhir ini telah mengalami berbagai persoalan kelangkaan pupuk, baik yang disebabkan oleh kelangkaan gas alam sebagai bahan baku pupuk kimia, maupun oleh perubahan strategi kebijakan pembangunan pertanian yang mendorong penggunaan pupuk organik. Oleh karena itu produk substitusi pupuk organik, atau ancaman dari produk‐ produk substitusi – Threat of Substitute Product dapat diartikan rendah. Suppliers
Pemerintah Daerah sebagai instansi yang menanggungjawabi pengelolaan sampah kota adalah sebagai supplier pada industri pupuk organik berbahan baku sampah kota. Dengan adanya gagasan pengembangan pengolahan sampah kota menjadi pupuk organik, maka Pemerintah Daerah sangat
diuntungkan dalam hal tidak perlu lagi mengalami kesulitan mencari lokasi
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah.
Dengan adanya industri pengolahan sampah menjadi pupuk organik, maka Pemerintah Daerah akan memperoleh biaya penjualan (tipping fee) atas sampah yang akan diolah sebagai bahan baku pupuk organik. Hal ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan jika hanya dibuang pada TPA di wilayah administratif daerah lain yang harus membayar, sebagai contoh Pemerintah DKI
Jakarta membayar sebesar Rp 86.000 per ton sampah yang dibuang di TPA Bantar Gebang, Bekasi.
Konsep lain yang memungkinkan untuk dikerjasamakan antara Pemerintah Daerah dengan Industri Pupuk Organik Berbahan Baku Sampah (Swasta) :
1. Pemerintah Daerah melakukan investasi pada Industri Pemisahan Fraksi Organik Sampah, sehingga akan memperoleh penjualan Fraksi Organik Sampah dari Industri Pupuk Organik dan penjualan recycable
materials seperti plastik, kertas, dan besi
2. Swasta melakukan investasi pada proses manufacturing pupuk organik, dimana bahan baku fraksi organik sampah dibeli dari Pemerintah Daerah Dengan demikian Bargaining Power of Suppliers dalam hal pengadaan bahan baku atau sampah dapat dikategorikan rendah.
Stakeholders
Pemerintah Pusat dalam hal ini Departemen Pertanian telah memberikan kesempatan dan dorongan terhadap penggunaan pupuk organik melalui beberapa peraturan dan kebijakan yang telah dikeluarkan, yaitu :
1. Rencana Pembangunan Pertanian Tahun 2005‐2009, yang
mencanangkan program peningkatan produktivitas pertanian dengan memanfaatkan pupuk organic;
2. Keputusan Menteri Pertanian No. 01/Kpts/SR.130/I/2006 tentang Rekomendasi Pemupukan NPK Pada Padi Sawah Spesifik Lokasi, yang mengatur tatacara perimbangan penggunaan pupuk kimia dan pupuk organik pada padi sawah sesuai dengan kondisi tanah di seluruh Indonesia;
3. Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.060/2/2006 tentang Pupuk Organik dan Pembenah Tanah, yang mengatur produksi dan distribusi pupuk organik di Indonesia;
4. Peraturan Menteri Pertanian No. 76/Permentan/O.T.140/12/2007 tentang
Subsidi Pupuk Organik yang dialokasikan secara khusus untuk sektor
Tanaman Pangan, dengan total alokasi sebesar 345 ribu ton untuk tahun 2008
Dengan demikian Departemen Pertanian sebagai institusi yang
menanggungjawabi pembangunan pertanian, telah memberikan dorongan terhadap penggunaan pupuk organik.
Industri ini juga akan memberikan kontribusi terhadap keberhasilan Pemerintah Daerah dalam mengatasi persoalan sampah kota, yang pada akhirnya dapat memberikan kebersihan dan keindahan kota serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dari bahaya penyebaran penyakit
akibat sampah, pencemaran airtanah, dan pencemaran udara akibat pembakaran sampah, serta meniadakan ketergantungan lahan TPA yang harus berpindah‐pindah.
Penggunaan pupuk organik pada tanaman yang bebas bahan kimia, akan mendukung program bahan pangan organik, seperti padi organik dan sayur organik yang akhir‐akhir ini sangat diminati oleh konsumen.
Dengan demikian, dapat diartikan bahwa Stakeholders memberikan support terhadap gagasan pengembangan industri pupuk organik berbahan baku sampah kota.
Kondisi Persaingan
Produk‐produk pupuk organik yang beredar di Indonesia saat ini masih dalam kemasan kecil, baik dalam bentuk cair maupun granule yang digunakan untuk segmen market terbatas pada tanaman hias dan pertanian sayur hidrofonik. Tingginya harga produk pupuk organik yang beredar menjadikan mustahil untuk digunakan dalam skala pertanian dan perkebunan yang lebih besar.
Pupuk organik yang diproduksi dalam skala manufaktur dengan harga terjangkau oleh petani dan perkebunan, antara Rp 2.500 hingga Rp 4.000 per kg, saat ini baru mulai diperkenalkan oleh PT. Petrokimia Gresik, dengan merk
Petroganik, melalui mekanisme kerjasama dengan UKM (Usaha Kecil dan
Menengah). Bahan baku bagi pupuk organik yang diperkenalkan tersebut berasal dari kotoran hewan (manure) dan limbah ampas tebu. Dengan keterbatasan jenis bahan baku tersebut, memberikan implikasi kecepatan produksi akan lebih lambat dibandingkan dengan sampah kota sebagai bahan baku.
Berdasarkan analisis tentang kondisi persaingan tersebut di atas, maka dapat diartikan bahwa Rivalry Among Existing Firms dalam industri pupuk organik masih sangat rendah. Adapun ringkasan Analisis Industri Manufaktur Pupuk Organik Berbahan Baku Sampah Kota adalah sebagaimana disajikan pada
Gambar 2.26. berikut. Gambar 2.26. Analisis Industri Manufaktur Pupuk Organik Berbahan Baku Sampah Kota