Dari sini dapat terlihat bahwa Subjek memiliki keinginan untuk mengembangkan diri dan memiliki kesibukan lain selain menjadi ibu rumah
4.2.3. Analisis Intra Subjek III
4.2.3.1. Gambaran Observasi Subjek III
Pertemuan I : 14 Mei 2008, pukul 15.30 – 18.20 di Masjid Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia, Depok.
Pertemuan II : 21 Mei 2008, pukul 17.00 – 18.40 di Masjid Ukhuwah Islamiyah Universitas Indonesia, Depok.
Pertemuan III : 25 Juni 2008, pukul 18.00 – 18.30 di Rumah subjek.
Pertemuan IV : 26 Juni 2008, pukul 14.00 – 17.00 di Rumah Subjek
Pada pertemuan pertama dan kedua peneliti bertemu dengan subjek di selasar masjid Ukhuwah Islamiyah, tempat yang sama ketika peneliti pertama kali berkenalan dengan subjek. Subjek menggunakan jubah panjang berwarna biru gelap, bergok berwarna senada yang menjulur melewati pinggul sampai ke lutut
dan cadar berwarna hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Subjek juga menggunakan kaos kaki dan sarung tangan berwarna hitam. Dari sebagian wajah dekat mata, terlihat bahwa subjek memiliki kulit putih khas sunda dengan alis mata yang tipis. Tinggi badan subjek sekitar 160 cm. Subjek juga menggunakan kacamata yang berukir berwarna coklat. Saat itu subjek datang dengan menggendong putrinya yang berusia tiga bulan. Subjek sebenarnya saat itu datang bersama suaminya, namun saat wawancara dilakukan suami subjek sedang mengikuti kajian di masjid, sehingga peneliti dapat leluasa berbicara dengan subjek.
Kesan pertama yang ditangkap oleh peneliti adalah keramahan subjek.
Walaupun peneliti tidak dapat melihat wajah subjek secara keseluruhan, kesan tersebut dapat ditangkap dari nada suara subjek yang ramah dan hangat. Subjek senang bercerita tentang pengalaman hidupnya. Semua pertanyaan yang diutarakan oleh peneliti dijawab oleh subjek dengan lancar.
Subjek adalah orang yang cukup ekspresif dan emosional, beberapa kali peneliti menanyakan pertanyaan terkait pengalaman hidup subjek, suara subjek terdengar bergetar dan mata subjek berkaca-kaca. Bahkan beberapa kali subjek terlihat menangis dan menyeka air matanya ketika sedang menjawab pertanyaan peneliti. Selama menjawab pertanyaan subjek terlihat santai dan gamblang dalam menceritakan kisah hidupnya.
Pada pertemuan ketiga dan keempat, peneliti mendatangi rumah subjek yang berada di daerah Pasar Rebo. Wawancara dilakukan di ruang tamu rumah subjek yang berukuran 1 x 2 meter. Rumah subjek terlihat sangat sederhana, ukurannya sangat kecil dan minim akan perabot rumah. Ketika proses wawancara dilakukan subjek tidak menggunakan cadar, sehingga peneliti dapat melihat keseluruhan wajahnya. Wawancara berjalan sangat lancar karena dilakukam di tempat yang sangat kondusif dan jauh dari keramaian. Di akhir proses wawancara subjek meminta saran kepada peneliti terhadap permasalahan yang kini Ia hadapi.
4.2.3.2. Gambaran Umum Subjek III
Astuti saat ini berusia 20 tahun. Ia dilhirkan di Cirebon pada tanggal 27 September 1987. Astuti adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ia memiliki
satu orang kakak angkat laki-laki, adik laki-laki dan satu adik perempuan yang saat ini tengah menginjak bangku sekolah dasar. Ayah Astuti meninggal pada bulan Maret tahun 2008 yang lalu dikarenakan sakit liver.
Semenjak kecil Astuti menempuh pendidikan di pondok pesantren modern Al Ikhlas cabang dari pondok pesantren Gontor di Cirebon. Peraturan yang terdapat di pondok pesantren secara tidak disengaja membiasakan diri Astuti untuk memberikan batasan pada dirinya ketika berinteraksi dengan lawan jenis.
Ketika menginjak tingkat akhir di pondok pesantren tersebut Astuti dilamar oleh seorang laki-laki yang masih memiliki hubungan kerabat dengan dirinya.
Astuti sebenarnya mengenal cadar sejak berada di pondok pesantren. Pada awalnya Astuti merasa nyaman ketika melihat perempuan bercadar atau perempuan berjilbab panjang. Saat berada di pondok pesantren pun Astuti kerap berdiskusi dengan akhwat salafy, akhirnya bertekad untuk terus memperdalam ilmu agama dan mencari kebenaran.
Astuti telah bernadzar untuk menggunakan cadar semenjak 5 tahun yang lalu. Ia juga berharap dapat menikah dengan seorang laki-laki yang mendukung Ia dan cadarnya. Sebelum menggunakan cadar, subjek kerap berdiskusi dengan akhwat LIPIA yang telah menggunakan cadar, mengikuti dauroh-dauroh (rangkaian acara keagamaan) yang diadakan oleh Wahdah Islamiyah sehingga pada akhirnya semakin mantap dengan keputusan untuk bercadar. Hanya saja pertimbangan terberat yang menangguhkan dirinya untuk bercadar datang dari pihak keluarga yang belum menyetujui tindakannya tersebut. Hingga pada suatu saat, suami Astuti mengingatkan dirinya bahwa cadar adalah syariat dan pada saat itu Astuti tidak memiliki alasan yang diperbolehkan oleh syariat untuk tidak meggunakan cadar. Akhirnya Astuti pun menggunakan cadar sejak tahun 2006 hingga saat ini. Kendati begitu pihak keluarga Astuti hingga detik ini belum dapat menerima cadar yang Ia gunakan. Tak jarang Astuti mendapatkan cercaan dari pihak keluarga dan paksaan untuk melepaskan cadar yang Ia gunakan.
Saat ini Astuti menempuh pendidikan di Lembaga Pengetahuan Islam Arab (LIPIA). Aktivitas keseharian Astuti diisi dengan perannya sebagai ibu rumah tangga, mengurus anak dan suaminya. Semenjak memiliki anak, Astuti
tidak lagi aktif mengikuti ta’lim-ta’lim keagamaan seperti dulu. Astuti memperdalam ilmu agama langsunng melalui pengajaran suaminya.
4.2.3.3. Motif Penggunaan Cadar
Astuti adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Sejak kecil, Astuti dibesarkan dalam lingkungan pondok pesantren. Astuti mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Al-Ikhlas yang merupakan cabang Pondok Pesantren Gontor di Cirebon. Semenjak berada di pondok pesantren, Astuti sudah terbiasa dengan nuansa pemisahan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu Astuti juga telah menggunakan jilbab yang berukuran pendek.
Mengenal Syariat Menutup Aurat Melalui Majalah
Ketika masih berada di tingkat Aliyah, Astuti sering membeli majalah dari koperasi sekolahnya. Dari majalah tersebut, Astuti memperoleh informasi tentang syariat agama yang mengatur tentang menutup aurat serta adanya batasan dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan. Astuti tertarik dan kagum pada ilustrasi syariat agama yang dipaparkan di majalah tersebut.
“Dulu ana baca annida. Baca tentang ikhwan akhwat kayaknya adem banget tiap baca sampe nangis Dari situ ana nyari. Oh berarti ikhwan sama akhwat gak boleh bareng oh yang menutup aurat yang berjilbab panjang. Yang baik-baik ana ambil”
Keyakinan Kewajiban Cadar Terhalang Keluarga