• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Faktor Protektif

Dalam dokumen 4. ANALISIS HASIL DAN INTERPRETASI (Halaman 27-30)

Ketika masih mengenyam pendidikan di SPK dan STIBA, Ida termasuk siswa yang berprestasi. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya Ida berhasil lulus dengan predikat yang sangat memuaskan. Selain itu Ida tidak memiliki masalah dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, dalam hal ini Ida memiliki beberapa orang teman dekat ketika bersekolah hingga saat ini. Sejak kecil pun Ida menjadi anak yang paling disayang oleh sang Ayah. Bahkan kerap dimanjakan bila dibandingkan dengan saudari-saudarinya yang lain. Ida pun mengakui kasih sayangnya yang begitu besar pada sang Ayah. Semenjak kematian Ayahnya Ida memiliki harapan akan masa depan yang lebih baik dimana Ia bisa melakukan sesuatu yang berarti demi membalas kebaikan sang Ayah, berbakti kepada Ibu serta menjaga nama baik keluarga. Ciri-ciri yang ada pada diri Ida sesuai dengan ciri dari sumber daya positif yang terdapat pada individu yang resilien yang diungkapkan oleh Bernard (1991), dimana seorang individu yang resilien memiliki kemampuan untuk bekerja dengan baik, bermain dengan

baik, mencintai orang lain dengan baik serta memiliki harapan akan masa depan yang lebih baik.

Ida tergabung dalam sebuah komunitas resilien yang pada akhirnya memberikan dukungan psikologis pada dirinya selama Ia menghadapi berbagai macam hambatan sebagai konsekuensi atas keputusannya untuk menggunakan cadar. Semenjak berada di Makasar, Ida sudah tergabung dalam sebuah organisasi masyarakat bernama Wahdah Islamiyah. Dalam hal ini, Wahdah Islamiyah menjadi sebuah tempat dimana individu dapat bersosialisasi dengan orang lain.

Keberadaan Ormas Wahdah Islamiyah membuat Ida merasa diterima dan dihargai keberadaannya. Ida merasakan hubungan dan dukungan yang membantunya dalam beradaptasi dengan kondisi dan mengatasi konsekuensi negatif yang ada.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Krovetz (1999), Wahdah Islamiyah memiliki tiga buah sifat komunitas yang resilien :

1. Sangat memperhatikan dan memberikan kasih sayang kepada anggotanya. Ketika Ida telah menggunakan cadar, teman-teman perempuan dari Ormas tersebut, kerap membantu Ida untuk melakukan pendekatan terhadap keluarga Ida yang saat itu masih menentang cadar yang Ia gunakan.

Proses ta’aruf dan pernikahan Ida dengan suaminya saat ini merupakan sesuatu yang direncanakan oleh pimpinan Ormas tersebut dan istrinya yang saat itu selain menjadi staf pengajar juga menjagi guru tahsin Ida. Hal ini menunjukkan perhatian Ormas tersebut terhadap masa depan anggotanya, dalam hal ini kaitannya dengan pasangan hidup anggotanya.

“Lewat ustad. Saya ga tau, kok bisa saya gitu,. istrinya ustad itu yang orang pertama di LIPIA. Ustadzah-ustadzah ana yang lanjutin kuliah di LIPIA itu yang musyawarah dan akhirnya milih saya”

2. Memiliki harapan dan dukungan yang tinggi. Ida sebenarnya sengaja dipersiapkan oleh organisasi tersebut untuk pada akhirnya dapat menjadi salah satu pengajar di Unhas. Dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi tersebut Ida kerap ditunjuk sebagai sekretaris dengan tujuan pembelajaran. Pun ketika akhirnya pindah ke

Jakarta, Ida langsung diberikan tugas untuk memegang satu kelompok pengajian dan jumlahnya pun terus bertambah hingga saat ini.

“kalo saya bisa ngebaca ya, pada saat itu saya baru mau disiapkan. Tapi, saya kemudian langsung dipetik ke sini, di sini, ee, baru benar-benar, jadi selama di Makassar tu, selain naqibah, selain ketua sen, eh ketua senat, sekretaris, ana juga udah disiapin untuk ngajar di Unhas terus, e..., ketika ada acar-acara besar misalnya, ana ditunjuk jadi sekretarisnya...”

3. Memberikan kesempatan yang selalu terbuka untuk ikut berpatisipasi seluas-luasnya pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh komunitas tersebut. Ida mengikuti pengajian dan ta’lim-ta’lim yang diadakan Ormas tersebut. Selain itu, Ida juga aktif menjadi pengurus dari Ormas tersebut.

’’Bukan, di yayasan yang tempat saya, bukan yayasan sih sekarang, sekarang udah jadi ormas. Disitu, kalo disitu udah yang, itu yang tadi, jadi MR, jadi apa. Tapi kan selain jadi MR (murobbiah / ustadzah) juga kita masuk juga di struktur organisasi”.

Disamping itu, kondisi keluarga yang stabil dan mendukung juga menjadi salah satu faktor protektif yang sangat berpengaruh. Bila pada keluarga kerabat Ida mendapat pertentangan, sebaliknya keluarga inti yang Ida bentuk setelah menikah sangat memberikan support kepada Ida dalam menghadapi hambatan-hambatan yang Ia temui. Dalam hal ini, suami Ida memiliki peranan yang sangat penting. Semua permasalahan yang ditemui oleh Ida kerap didiskusikan dengan pihak suami. Suami menjadi tempat satu-satunya bagi Ida untuk berkeluh kesah.

’’Paling, suami sih, karna buat saya, suami udah tau, saya kayak gimana, jadi, sama beliau aja, blak-blakannya ama beliau, gitu..’’

’’Kalo dari keluarga, otomatis semua yang ada di rumah, saya sama abahnya Aisyah yang tanggung. Gitu kan? Sumpek ya? Ya udah saya sumpek abahnya sumpek, ya ketemu. Enggak sih, semua masalah tu emang, milik kita gitu. orang lain nggak…’’

Dalam membina hubungan dengan para tetangga pun, Ida sangat termotivasi oleh suaminya. Hal ini dikarenakan suami Ida termasuk orang yang sangat ingin menjaga hubungan dengan orang lain.

’’Dan ana juga alhamdulillah punya suami yang sangat menjaga, hubungan dengan orang lain tu sangat menjaga beliau. Jadi, dari beliau juga, saya termotivasi, udah, jaga, gitu ’’.

Ketika berpergian jauh, Ida selalu ditemani oleh suaminya. Hal ini dilakukan oleh suaminya, untuk menjaga Ida dari sebagian masyarakat yang belum dapat menerima keberadaan perempuan bercadar.

’’Karna kalo biasa kan ada, laki-laki misalnya ngeliat saya aneh tuh, ngeliatinnya ampe ngeliatin banget. Jadi kadang, suami yang, apaan tuh liat-liatin kamu gitu ?’’

Peranan suami yang sangat pentimg dalam hidup Ida ini, pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan Ida sebagai perempuan dewasa muda dalam membina komitmen dengan orang lain.

Dalam dokumen 4. ANALISIS HASIL DAN INTERPRETASI (Halaman 27-30)