• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD pada Jaringan Hati dan Ginjal dengan Teknik Imunohistokimia

2 TINJAUAN PUSTAKA

F. Analisis Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD pada Jaringan Hati dan Ginjal dengan Teknik Imunohistokimia

Profil antioksidan Cu,Zn-SOD dideteksi secara imunohistokimia (Wresdiyati et al. 2014). Potongan jaringan yang telah dideparafinasi, direndam dalam H2O2 untuk memblok peroksidase endogen selama 15 menit, lalu dicuci dengan PBS. Kemudian jaringan diinkubasi dalam normal serum 10% untuk memblok protein non spesifik selama 30-60 menit, lalu dicuci dengan PBS. Setelah itu, jaringan diinkubasi kembali dalam background sniper selama 15 menit. Selanjutnya jaringan diinkubasi dalam antibodi Cu,Zn-SOD selama 48 jam, lalu dicuci dengan PBS. Setelah itu, jaringan diinkubasi dalam Trekkie Universal Link selama 20 menit, lalu dicuci dengan PBS. Selanjutnya diinkubasi kembali dalam Trekk Avidin-HRP selama 10 menit, lalu dicuci dengan PBS. Kemudian hasil reaksi antara antigen dan antibodi divisualisasikan menggunakan diamino benzidine (DAB) dan counterstain dengan hematoksilin, Potongan jaringan didehidrasi dalam alkohol dan penjernihan dengan xylol. Selanjutnya, potongan jaringan di-mounting menggunakan entellan®.

Keberadaan Cu,Zn-SOD ditandai dengan adanya warna coklat pada inti dan sitoplasma sel. Pengamatan secara kualitatif dilakukan berdasarkan intensitas warna coklat yang terbentuk pada inti dan sitoplasma sel, dimana semakin tua dan meratanya warna coklat yang ditunjukkan maka semakin banyak kandungan Cu,Zn-SOD di dalamnya. Pengamatan secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung jumlah inti sel hati (hepatosit) dan jumlah inti sel tubuli renalis (pada ginjal) yang bereaksi pada berbagai tingkatan Cu,Zn-SOD pada jaringan yang diamati, sedangkan sel yang tidak mengandung Cu,Zn-SOD akan bereaksi negatif yang ditunjukkan dengan munculnya warna biru (hematoksilin) dari counterstain. Untuk melihat perbedaan reaksi tersebut penghitungan dibagi menjadi tiga tingkatan intensitas warna untuk reaksi positif dan satu warna untuk untuk reaksi negatif. Reaksi positif pada berbagai tingkat kandungan terhadap Cu,Zn-SOD ditunjukkan oleh warna cokelat tua atau positif kuat (+++), cokelat sedang atau positif sedang (++), dan cokelat muda kebiruan atau positif lemah (+). Sedangkan reaksi negatif (-) ditunjukkan dengan warna biru yang berarti sel tidak mengandung Cu,Zn-SOD. Penghitungan jumlah inti sel hati dan ginjal tersebut menggunakan program software McMaster Biophotonics Image J.

Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan jumlah tikus yang digunakan sebanyak 25 ekor yang terdiri atas lima perlakuan. Data kuantitatif yang didapatkan diuji analysis of varian (ANOVA). Apabila hasil uji menunjukkan perbedaan yang nyata/sangat nyata (P<0,05 atau P<0,01) maka dilanjutkan dengan uji duncan. Sedangkan data kualitatif disajikan secara deskriptif berupa gambar.

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni

Keberadaan senyawa antioksidan dalam ekstrak etanol biji mahoni dapat diketahui melalui pengujian aktivitas antioksidan. Salah satu metode yang umumnya digunakan adalah dengan metode perendaman radikal bebas 1,1-diphenil-2-pycrylhidrazil (DPPH) (Prakash 2001). Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa antioksidan dengan mendonorkan atom hidrogennya ke senyawa antioksidan tersebut. Reaksi tersebut mengakibatkan larutan senyawa DPPH bersifat non-radikal yang tidak berbahaya, yang ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat (Molyneax 2004).

Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol biji mahoni metode DPPH diperoleh dengan menghitung nilai absorbansi ekstrak. Nilai absorbansi tersebut dinyatakan dalam bentuk % inhibisi yang selanjutnya digunakan untuk mendapatkan persamaan regresi, sehingga diperoleh nilai IC50 dari masing-masing ekstrak yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50% (Prakash 2001). Nilai IC50

dari masing-masing larutan sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai IC50 ekstrak etanol biji mahoni

Jenis ekstrak Rata-rata IC50 (mg/ml)

EM 30% 275,6

EM 70% 350,6

EM 96% 354,2

EM = ekstrak etanol biji mahoni, IC50 = inhibition concentration 50%

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai IC50 dari masing-masing ekstrak adalah EM 30% sebesar 275,6 mg/ml, EM 70% sebesar 350,6 mg/ml, dan EM 96% sebesar 354,3 mg/ml. Nilai IC50 terkecil pada penelitian ini dihasilkan oleh ekstrak etanol biji mahoni yang dimaserasi dengan pelarut etanol 30%. Menurut Molyneax (2004), semakin kecil nilai IC50 dari suatu ekstrak, maka nilai aktivitas antioksidannya semakin baik.

Perbedaan nilai IC50 dari setiap sampel yang diekstraksi dengan pelarut yang berbeda kemungkinan berhubungan dengan perbedaan kandungan metabolit sekunder yang terekstrak dari masing-masing sampel. Perbedaan kandungan metabolit sekunder yang terekstrak dari masing-masing pelarut kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan polaritas dari masing-masing pelarut etanol 30%, 70%, dan 96%. Salah satu kandungan metabolit sekunder yang lebih banyak terekstrak dengan pelarut etanol 30% adalah senyawa saponin. Hal ini dikarenakan senyawa saponin memiliki gugus heksosa yang dapat larut dalam air (Lindeboom 2005), sehingga ketika sampel dimaserasi dengan pelarut etanol 30% yang konsentrasi airnya lebih tinggi dibandingkan konsentrasi etanolnya menyebabkan senyawa saponin lebih banyak terekstrak pada sampel yang dimaserasi dengan pelarut etanol 30% dibandingkan dengan pelarut etanol 70% dan 96%. Selain bersifat hipoglikemik pada kondisi DM (Smith & Adanlawo 2012), senyawa saponin juga bersifat antioksidan, sehingga senyawa ini dapat

15 meredam senyawa radikal bebas (Jagtap & Bapat 2010). Namun nilai aktivitas antioksidan dari ketiga ekstrak tersebut masih tergolong lemah. Suatu ekstrak tergolong memiliki aktivitas antioksidan lemah apabila nilai IC50 dari ekstrak tersebut berada pada kisaran 50-200 mg/ml (Surinrut et al. 2005). Nilai IC50 dari ketiga ekstrak dalam penelitian ini mendekati nilai maksimum 200 mg/ml sehingga aktivitas antioksidan ketiga ekstrak tersebut tergolong lemah.

Meskipun ekstrak etanol biji mahoni memiliki aktivitas antioksidan lemah, tetapi ekstrak tersebut berpotensi sebagai obat diabetes. Hal ini berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Wresdiyati et al. (2015) yang melaporkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni yang dimaserasi dengan pelarut etanol 96% memiliki daya hambat terbaik terhadap aktivitas enzim α-glukosidase dan bersifat hipoglikemik pada tikus hiperglikemia yang diinduksi sukrosa. Sehingga ekstrak etanol biji mahoni yang dimaserasi dengan pelarut etanol 96% dipilih untuk uji in vivo pada tikus model DM.

Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum Tikus Percobaan

Grafik perubahan berat badan tikus perlakuan selama 28 hari dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar tersebut menunjukkan terjadi kenaikan berat badan tikus pada setiap kelompok perlakuan, kecuali pada tikus kelompok K+ yang menunjukkan berat badan yang relatif tetap. Kelompok K+ merupakan kelompok tikus diabetes (DM) hasil induksi dengan aloksan. Berat badan tikus kelompok K+ yang relatif tetap kemungkinan disebabkan rendahnya produksi insulin oleh sel β

pankreas, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Kondisi ini mengakibatkan glukosa tidak dapat diubah menjadi energi dan disimpan dalam bentuk glikogen maupun lemak. Akibat kondisi tersebut, tubuh akan menggunakan cadangan lemak, protein maupun glikogen sebagai alternatif untuk pemenuhan kebutuhan energi. Selanjutnya apabila terus terjadi penghambatan metabolisme glukosa dalam sel akan menyebabkan peningkatan penggunaan cadangan lemak, mobilisasi lemak dari jaringan, serta penurunan sintesis lemak yang secara tidak langsung dapat memicu terjadinya penurunan berat badan pada tikus (Dyahnugra & Widjanarko 2015).

Tikus kelompok EM dan KO memiliki berat badan yang meningkat dibandingkan tikus kelompok K+, namun peningkatan berat badan pada tikus kelompok EM dan KO tersebut masih dibawah pertumbuhan berat badan tikus kelompok K- dan KE. Tikus kelompok EM merupakan tikus DM yang diberi perlakuan ekstrak etanol biji mahoni, sedangkan tikus kelompok KO merupakan tikus DM yang diberi perlakuan acarbose. Pertumbuhan berat badan tikus kelompok EM dan KO yang lebih rendah dibandingkan tikus kelompok K- dan KE dikarenakan pemberian perlakuan ekstrak etanol biji mahoni (kelompok EM) dan acarbose (kelompok KO) yang bersifat menghambat kerja enzim α -glukosidase dalam proses pemecahan karbohidrat. Penghambatan terhadap kerja enzim tersebut dapat menghambat penyerapan glukosa di usus halus. Dengan demikian terjadi penghambatan metabolisme glukosa menjadi glikogen serta lemak, sehingga secara tidak langsung terjadi penghambatan pula terhadap peningkatan berat badan pada tikus kelompok EM dan KO dibandingkan tikus kelompok K- dan KE.

16

Gambar 2 Grafik berat badan pada tikus perlakuan. K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni

Pengukuran jumlah konsumsi ransum tikus selama 28 hari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum tikus kelompok K+ lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan tikus kelompok K- dan KE, tetapi tingginya jumlah konsumsi ransum pada tikus kelompok K+ tidak diikuti dengan peningkatan berat badan pada kelompok tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Hal ini dikarenakan rendahnya produksi insulin pada tikus kelompok K+ sebagai akibat kondisi DM, sehingga glukosa yang mengalir dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Kondisi tersebut berdampak pada berkurangnya energi bagi tubuh dan akan mempengaruhi rasa lapar serta terjadi peningkatan jumlah konsumsi ransum tikus. Seperti halnya dalam penelitian Inawati et al. (2006) yang melaporkan bahwa tikus hiperglikemik memiliki jumlah konsumsi ransum yang tinggi, akan tetapi berbanding terbalik dengan berat badan pada kelompok tikus tersebut yang relatif tetap atau menurun.

Tabel 2 Jumlah konsumsi ransum pada tikus perlakuan selama 28 hari Perlakuan Jumlah konsumsi ransum (gram)

K- 634,67 ± 96,19b

K+ 861,33 ± 80,01a

EM 727,33 ± 31,08ab

KO 722,33 ± 76,64ab

KE 650,00 ± 74,35b

K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Pada kelompok tikus DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM) dan acarbose (KO) memiliki jumlah konsumsi ransum yang sama (P>0,05) dengan tikus kelompok K-. Hasil tersebut juga ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan berat badan pada tikus kelompok EM dan KO (Gambar 2) yang sama dengan tikus kelompok K-. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya peningkatan produksi insulin pada tikus DM setelah pemberian ekstrak etanol biji mahoni (EM) dan acarbose (KO) sehingga ransum yang dikonsumsi (dalam bentuk glukosa) dapat masuk ke dalam sel. Kemudian glukosa tersebut dapat dimetabolisme menjadi energi dan sebagian disimpan dalam bentuk glikogen serta lemak, sehingga secara tidak langsung terjadi peningkatan berat badan pada tikus kelompok EM dan KE.

17 Demikian juga dengan tikus kelompok KE yang memiliki jumlah konsumsi ransum sama (P>0,05) dengan tikus kelompok K-, tetapi tikus kelompok KE memiliki pertumbuhan berat badan yang belum optimal, seperti halnya tikus kelompok K- (Gambar 3). Hal ini berkaitan dengan adanya kandungan senyawa flavonoid dalam ekstrak etanol biji mahoni yang memiliki potensi menghambat aktivitas enzim α-glukosidase (Wresdiyati et al. 2015) dalam proses pemecahan karbohidrat dan penyerapan glukosa di usus (Wu et al. 2012). Hal tersebut akan menghambat penguraian senyawa karbohidrat menjadi glukosa dan menunda penyerapan glukosa oleh usus halus (Adisakwattana & Chanathong 2011), sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan berat badan. Oleh karena itu penggunaan ekstrak etanol biji mahoni dalam kondisi non DM berpotensi dimanfaatkan sebagai obat alami untuk menurunkan berat badan.

Efek Hipoglikemik Ekstrak Etanol Biji Mahoni

Grafik perubahan kadar glukosa darah tikus perlakuan selama 28 hari dapat dilihat pada Gambar 3. Pada gambar tersebut menunjukkan terjadi penurunan kadar glukosa darah pada tikus kelompok DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM) dan acarbose (KO), sedangkan pada tikus kelompok K+ mengalami peningkatan kadar glukosa darah.

Gambar 3 Grafik kadar glukosa darah pada tikus perlakuan. K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni

Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar glukosa darah pada tikus DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM) mengalami penurunan. Hal ini juga telah dilaporkan oleh Hasan et al. (2011) bahwa ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) bersifat hipoglikemik, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus DM yang diinduksi aloksan. Penurunan ini disebabkan oleh senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak etanol biji mahoni seperti flavonoid dan saponin yang bersifat hipoglikemik (Wresdiyati et al. 2015). Senyawa saponin yang terkandung dalam ekstrak etanol biji mahoni juga memiliki peran penting dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus DM. Saponin akan mencegah terjadinya peningkatan penyerapan glukosa di usus halus melalui pengaktivasian enzim-enzim yang berperan dalam pemanfaatan glukosa (Smith & Andanlawo 2012). Sementara

18

flavonoid merupakan senyawa golongan fenol yang berfungsi sebagai inhibitor enzim α-glukosidase di usus (Pereira et al. 2011). Penghambatan terhadap kerja enzim ini akan menunda proses pemecahan dan penyerapan glukosa di membran brush border usus halus yang secara tidak langsung akan menekan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah (Bösenberg & Zyl 2008).

Senyawa flavonoid juga berpotensi sebagai antioksidan melalui scavenging senyawa radikal bebas (Lukacinova et al. 2008) dan memperbaiki kerusakan jaringan pankreas yang disebabkan oleh aktivitas radikal bebas (Wresdiyati et al. 2008; Suryani et al. 2013). Adanya perbaikan tersebut, jaringan pankreas melalui sel β pulau Langerhans dapat meningkatkan sekresi insulin. Hal ini menyebabkan glukosa dapat diserap ke dalam sel dan secara tidak langsung terjadi penurunan kadar glukosa darah dalam sirkulasi tubuh.

Demikian juga dengan kelompok tikus DM yang diberi acarbose (KO) menunjukkan terjadinya penurunan kadar glukosa darah. Sebagaimana diketahui bahwa acarbose telah banyak digunakan sebagai obat untuk terapi diabetes. Hal ini tidak terlepas dari peran acarbose sebagai inhibitor enzim α-glukosidase (Sivakumar et al. 2012). Penghambatan terhadap enzim ini menyebabkan penghambatan penguraian senyawa karbohidrat menjadi glukosa dan menunda penyerapan glukosa oleh usus halus (Adisakwattana & Chanathong 2011; Wu et al. 2012), sehingga dapat mengembalikan kadar glukosa darah tikus DM pada batas normal.

Kadar Malondialdehyde (MDA) Jaringan Hati dan Ginjal

Malondialdehyde (MDA) merupakan produk akhir peroksidasi lipid oleh aktivitas senyawa radikal bebas melalui inisiasi asam lemak tak jenuh, dan sering digunakan sebagai biomarker terjadinya stres oksidatif. (Tiwari et al. 2013). Analisis kadar MDA pada jaringan hati dan ginjal tikus perlakuan dilakukan dengan metode TBARS. Metode ini didasarkan pada reaksi antara kompleks MDA dengan TBA dalam suasana asam yang membentuk kompleks MDA-TBA yang berwarna merah jambu yang kemudian diukur intensitasnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm (Conti et al. 1991). Hasil analisis kadar MDA pada jaringan hati dan ginjal tikus perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kadar MDA jaringan hati dan ginjal tikus perlakuan

Kelompok Kadar MDA (µmol/gram)

Jaringan Hati Jaringan Ginjal

K- 0,81 ± 0,17b 0,53 ± 0,15b

K+ 1,19 ± 0,26a 0,92 ± 0,20a

EM 1,10 ± 0,04ab 0,76 ± 0,12ab

KO 0,95 ± 0,13ab 0,82 ± 0,11a

KE 0,92 ± 0,01ab 0,79 ± 0,03ab

K- = kontrol negatif (non DM); K+ = kontrol positif (DM); EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; dan KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

19 Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar MDA jaringan hati dan ginjal pada kelompok K+ lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan kelompok K-. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi DM dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif yang dapat menstimulasi peningkatan produksi radikal bebas dalam tubuh (Tiwari et al. 2013). Peningkatan tersebut dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, seperti melalui mekanisme glikasi-oksidasi protein dan lemak, peningkatan pembentukan advanced glycation end product (AGEs), aktivasi protein kinase C (PKC), jalur poliol-sorbitol, dan autooksidasi glukosa (Giacco & Brownlee 2010). Adanya peningkatan produksi dan aktivitas radikal bebas dalam tubuh dapat memicu terjadinya kerusakan peroksidasi lipid yang akan menghasilkan produk akhir berupa MDA.

Kelompok EM dan KE memiliki kadar MDA jaringan hati dan ginjal yang sama (P>0,05) dengan kelompok K+. Artinya pada kelompok tersebut (EM dan KE) juga terjadi kerusakan peroksidasi lipid melalui aktivitas radikal bebas yang secara alamiah dihasilkan oleh tubuh melalui proses metabolisme tubuh. Organ hati dan ginjal menjadi sasaran utama radikal bebas dikarenakan fungsi hati sebagai agen detoksifikasi senyawa atau bahan toksik yang masuk ke dalam tubuh, sehingga mudah difiltrasi dan dikeluarkan melalui ginjal (Dellman & Brown 1992). Dalam proses ini kemungkinan terbentuknya senyawa radikal bebas sangat besar. Senyawa radikal bebas yang terbentuk dapat menyerang lipid sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan peroksidasi lipid dan berujung pada terbentuk MDA.

Meskipun demikian melalui pemberian ekstrak etanol biji mahoni pada kelompok EM dan KE, kerusakan peroksidasi lipid oleh radikal bebas pada jaringan hati dan ginjal dapat ditekan sehingga kadar MDA jaringan hati dan ginjal pada kelompok tersebut sama (P>0,05) dengan kadar MDA jaringan hati dan ginjal pada kelompok K-. Penghambatan terjadinya kerusakan peroksidasi lipid pada kelompok EM dan KE diduga diperantarai oleh senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol biji mahoni. Senyawa flavonoid tersebut bertindak sebagai antioksidan alami dengan mengeliminasi senyawa-senyawa radikal bebas berlebih dalam tubuh sehingga dapat menghambat reaksi radikal bebas pada oksidasi lipid (Matos et al. 2015). Dengan demikian kadar MDA jaringan hati dan ginjal yang merupakan produk peroksidasi lipid dapat ditekan.

Sama halnya dengan kelompok EM dan KE, kelompok KO juga memiliki kadar MDA jaringan hati dan ginjal yang sama (P>0,05) dengan kelompok K+. Artinya kelompok tersebut (KO) juga mengalami kerusakan peroksidasi lipid akibat kondisi DM. Namun kadar MDA jaringan hati pada kelompok KO menunjukkan hasil yang sama (P>0,05) dengan kadar MDA jaringan hati pada kelompok K-, sedangkan kadar MDA jaringan ginjal pada kelompok KO menunjukkan hasil yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan kadar MDA jaringan ginjal kelompok K-. Perbedaan ini dikarenakan dalam jaringan hati masih terdapat kandungan antioksidan endogen Cu,Zn-SOD yang cukup untuk meredam (scavenger) aktivitas radikal bebas, sehingga dapat menghambat terjadinya kerusakan peroksidasi lipid yang secara tidak langsung dapat menekan kadar MDA jaringan hati pada kelompok KO. Sementara jumlah kandungan antioksidan endogen Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal kelompok KO lebih sedikit, sehingga tidak mampu meredam aktivitas radikal bebas di jaringan ginjal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa acarbose tidak dapat bertindak sebagai senyawa

20

antioksidan. Hal ini terlihat dari pemberian acarbose pada kelompok KO yang tidak dapat memberikan efek terhadap penghambatan kerusakan peroksidasi lipid oleh aktivitas radikal bebas pada jaringan hati dan ginjal.

Profil Antioksidan Cu,Zn-SOD pada Jaringan Hati dan Ginjal

Pengamatan profil antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dan ginjal dilakukan melalui pengamatan kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan kualitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dilihat dari perbedaan intensitas warna yang terbentuk pada bagian inti dan sitoplasma hepatosit dan pada bagian korteks serta medula jaringan ginjal. Sementara pengamatan kuantitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dilihat dari jumlah inti hepatosit (hati) dan inti sel tubuli renalis (ginjal) yang bereaksi pada berbagai intensitas warna/kandungan Cu,Zn-SOD

menggunakan program software McMaster Biophotonics Image J. Perbedaan intensitas warna/kandungan Cu,Zn-SOD yang terbentuk dibagi atas tiga tingkatan intensitas warna untuk reaksi positif dan satu intensitas warna untuk reaksi negatif. Reaksi positif kuat (+++) ditunjukkan dengan warna coklat tua, reaksi positif sedang (++) ditunjukkan dengan warna coklat sedang, dan reaksi positif lemah (+) ditunjukkan dengan warna coklat muda, sedangkan reaksi negatif (-) ditunjukkan dengan warna biru.

Hasil pengamatan kualitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus DM dengan pewarnaan imunohistokimia (Gambar 4) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengamatan kualitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan hati tikus perlakuan

Kelompok Intensitas warna coklat yang terbentuk pada inti dan

sitoplasma hepatosit K- +++ K+ + EM +++ KO ++ KE +++

K- = kontrol negatif (non DM); K+ = kontrol positif (DM); EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; dan KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni. (+) = menunjukkan keberadaan antioksidan Cu,Zn-SOD pada inti dan sitoplasma hepatosit jaringan hati. Hasil pengamatan kualitatif menunjukkan bahwa kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus kelompok K+ lebih rendah dibandingkan dengan tikus kelompok K-, sedangkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus kelompok EM dan KE menunjukkan kandungan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok K+. Hal ini ditunjukkan dengan intensitas warna coklat yang terbentuk pada inti dan sitoplasma hepatosit jaringan hati kelompok K-, EM, dan KE menunjukkan intensitas warna coklat yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok K+. Sementara kelompok KO memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dalam jumlah sedang. Hal ini ditunjukkan dengan intensitas warna coklat yang terbentuk pada inti dan sitoplasma hepatosit jaringan hati yang menunjukkan intensitas warna coklat yang lebih rendah dibandingan kelompok K-.

21

Gambar 4 Fotomikrograf jaringan hati tikus perlakuan yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap kandungan Cu,Zn-SOD. K- = non DM; K+ = DM; EM = DM + ekstrak biji mahoni, KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada hati tikus DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM) menunjukkan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok tikus DM (K+). vc = vena centralis, h = hepatosit. Skala 50 µm.

Pengamatan kuantitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dilakukan dengan menghitung jumlah inti hepatosit pada berbagai kandungan Cu,Zn-SOD, yang hasil uji analisisnya ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati kelompok K+ lebih rendah dibandingkan kelompok K-, EM dan KE. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah inti hepatosit yang bereaksi positif kuat (+++) lebih rendah (P<0,05) pada kelompok K+ dibandingkan kelompok K-, EM dan KE, serta jumlah inti hepatosit yang bereaksi negatif (-) lebih tinggi (P<0,05) pada kelompok K+ dibandingkan kelompok K-, EM, KO dan KE.

K

v v v v h h h h h v

22

Tabel 5 Hasil pengamatan kuantitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan hati tikus perlakuan

Kelompok

Jumlah inti hepatosit yang mengandung antioksidan Cu,Zn-SOD pada berbagai kandungan

(+++) (++) (+) (-) K- 50,2 ± 5,56a 132,2 ± 41,54a 151,7 ± 16,91a 63,7 ± 20,83c K+ 18,5 ± 3,78c 101,7 ± 7,67a 103,2 ± 13,76b 138,7 ± 11,47a EM 31,5 ± 6,45b 99,2 ± 18,99a 164,5 ± 33,7a 76 ± 13,39c KO 25,5 ± 3,10bc 101,5 ± 24,56a 135,2 ± 33,65ab 100 ± 8,75b KE 29,2 ± 5,37b 106,7 ± 13,42a 172,5 ± 28,45a 57,7 ± 14,75c

K- = kontrol negatif (non DM); K+ = kontrol positif (DM); EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; dan KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni. Positif kuat (+++), positif sedang (++), positif lemah (+), dan reaksi negatif (-). Huruf yang berbeda pada kolom yang sama

Dokumen terkait