• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) pada jaringan Hati dan Ginjal Tikus Model Diabetes: Studi Imunohistokimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) pada jaringan Hati dan Ginjal Tikus Model Diabetes: Studi Imunohistokimia"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI

(

Swietenia mahagoni

Jacq.) PADA JARINGAN HATI DAN GINJAL

TIKUS MODEL DIABETES: STUDI IMUNOHISTOKIMIA

EKA PRASETIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) pada Jaringan Hati dan Ginjal Tikus Model Diabetes: Studi Imunohistokimia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(3)
(4)

RINGKASAN

EKA PRASETIAWAN. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) pada jaringan Hati dan Ginjal Tikus Model Diabetes: Studi Imunohistokimia. Dibimbing oleh TUTIK WRESDIYATI dan I KETUT MUDITE ADNYANE.

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh kelainan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah. Penurunan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein pada kondisi DM disebabkan oleh defisiensi dan/atau resistensi insulin. Pada kondisi DM terjadi peningkatan produksi radikal bebas dan reactive oxygen spesies (ROS) yang mengakibatkan kondisi stres oksidatif, yaitu jumlah antioksidan lebih rendah dibandingkan jumlah radikal bebasnya. Sebagai alternatif penanganan kondisi stres oksidatif, penderita DM dapat mengkonsumsi tanaman tinggi antioksidan untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit akibat diabetes dan membantu menurunkan kadar gula darah. Salah satu tanaman yang memiliki kandungan antioksidan adalah biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Biji mahoni yang digunakan diperoleh dari daerah Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol biji mahoni, (2) mengukur jumlah konsumsi pakan tikus, berat badan tikus, dan kadar glukosa darah (KGD) tikus DM, (3) mengukur kadar malondialdehyde (MDA) pada jaringan hati dan ginjal tikus DM, serta (4) menganalisis kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dan ginjal tikus DM melalui studi imunohistokimia.

Penelitian ini menggunakan tikus jantan Rattus norvegicus galur Sprague Dawley yang dibagi dalam lima kelompok: (i) kontrol negatif/ non DM (K-), kontrol positif/ DM (K+), kelompok DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/kgBB (EM), kelompok DM yang diberi acarbose 2 mg/kgBB (KO), kelompok non DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni 500 mg/kgBB (KE). Kondisi DM (kecuali K- dan KE) didapatkan dengan induksi aloksan dosis 110 mg/KgBB yang diinjeksi secara intraperitoneal. Kemudian pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan glukometer dua hari setelah diinduksi aloksan. Darah diambil dengan menusuk bagian ujung ekor tikus menggunakan jarum frank. Selanjutnya masing-masing kelompok diberi perlakuan setiap hari sekali selama 28 hari dan diberikan pada pagi hari. Perlakuan diberikan dengan dicekok menggunakan jarum sonde. Ekstrak yang digunakan sebagai bahan uji adalah ekstrak etanol biji mahoni yang dimaserasi dengan pelarut etanol 96%. Penimbangan jumlah ransum dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran rutin kadar glukosa darah dan penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap empat hari sekali. Penimbangan jumlah ransum, berat badan dan pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setiap pagi hari sebelum pemberian perlakuan. Pada akhir perlakuan, tikus dibius dengan kombinasi ketamin (75 mg/kgBB) dan xylazine (8 mg/kgBB), selanjutnya diambil organ hati dan ginjal untuk dilakukan analisis kadar MDA dan analisis kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dengan teknik imunohistokimia.

(5)

Kelompok tikus DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni EM memiliki jumlah konsumsi ransum yang sama (P>0,05) dengan kelompok K-. Kondisi tersebut diikuti dengan terjadinya peningkatan berat badan pada kelompok EM yang sama dengan kelompok K-. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni juga dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus DM.

Pemberian ekstrak etanol biji mahoni dapat menekan kadar MDA jaringan hati dan ginjal pada kelompok EM dan KE sehingga hasilnya sama (P>0,05) dengan kelompok K-. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dan ginjal kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM dan KE) lebih tinggi dibandingkan kelompok K+. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah hepatosit dan sel tubuli renalis yang bereaksi positif kuat (+++) lebih tinggi (P<0,05) pada kelompok yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM dan KE) dibandingkan kelompok K+, serta jumlah sel yang bereaksi negatif (-) lebih rendah (P<0,05) pada kelompok EM dan KE dibandingkan kelompok K+.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni memiliki aktivitas antioksidan lemah. Namun pemberian ekstrak etanol biji mahoni dapat meningkatkan berat badan tikus, menurunkan kadar glukosa darah dan kadar MDA tikus, serta meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dan ginjal tikus.

(6)

SUMMARY

EKA PRASETIAWAN. The Antioxidant Activities of Ethanol Mahogany (Swietenia mahagoni Jacq.) Seeds Extract in the Liver and Kidney Tissues of Diabetic Experimental Rats: Immunohistochemical Study. Supervised by TUTIK WRESDIYATI and I KETUT MUDITE ADNYANE.

Diabetes mellitus (DM) is a syndrome metabolic disease that can be indicated with high of blood glucose levels. The decreasing of carbohydrate metabolism, protein, and lipid in DM caused by deficiency and resistance of insulin.The DM condition has increased production of free radical and reactive oxygen spesies (ROS) that create a situation of known as oxidative stress, which antioxidant is lower than the amount of free radicals. As an alternative to handle oxidative stress condition, the patients of DM can consume high antioxidant plant to prevent the complication of the disease due to diabetes and to help lower of blood sugar. Any one of plant which has the antioxidant is the mahogany seeds (Swietenia mahagoni Jacq.). The mahogany seeds were conducted from the Leuwiliang, Bogor Districts, West Java. The aim of this research were to: (1) analyze the antioxidant activity of an ethanol mahogany seeds extract, (2) measure the amount of feed consumption, body weight, and blood glucose levels of diabetic rats, (3) measure of malondialdehyde levels (MDA) of the liver and kidney tissues of diabetic rats, and (4) analyze the content of antioxidant Cu,Zn-SOD of the liver and kidney tissues of diabetic rats using immunohistochemical technique.

The study was used male Rattus norvegicus strain Sprague Dawley. The rats were divided into 5 groups: (i) negative control group/ non DM (K-), (ii) positive control group/ DM (K+), (iii) DM group was treated with 500 mg/kgBW of the ethanol mahogany seeds extract (EM), (iv) DM group was treated with 2 mg/kgBW of acarbose (KO), and (v) non DM group was treated with 500 mg/kgBW of the ethanol mahogany seeds extract (KE). The condition of DM was obtained by alloxan (110 mg/kgBW) induction that injected by intraperitoneal. The the measurement of blood glucose levels was used glucometer two days after alloxan induced. The blood has taken with piercing the tip of tail rats using a frank needle. Furthermore, each group has given extract treatment once a day in the morning for 28 days. The treatment has given using sonde needle. The extracts was used an ethanol mahogany seed extract macerated with 96% ethanol solvent. The weight of feed consumption was conducted every day, while the measurement of blood glucose levels and body weight of rats was conducted every four days. The weight of feed number, body weight and measurement of blood glucose levels should be done every morning before the provision of extract treatment. At the end of the treatment, the rats were anesthetized with ketamine (75 mg/kgBW) and xylazine (8 mg/kgBW). The liver and kidney tissues were conducted and analyzed for (a) the content of malondialdehyde (MDA) using thiobarbiturate acid reactive substance (TBARS) method and (b) the content of antioxidant Cu,Zn-SOD using immunohistochemical technique.

(7)

increasing of body weight on the EM group with the K- group. The provision of an ethanol mahogany seeds extract (EM) also be able to decrease blood glucose levels in DM rats.

The provision of an ethanol mahagony seeds extract can be reduce MDA levels of liver and kidney tissues in EM and KE group, so the results was similar (P>0.05) with K- group. The content of antioxidant Cu,Zn-SOD of the liver and kidney tissues rats has given an ethanol mahogany seeds extract (EM and KE) was higher than K+ group. It has shown with the number of hepatocyte and tubuli renalis cells which strong positive reaction (+++) (P<0.05) on the group has given an ethanol mahogany seeds extract (EM and KE) was higher than the K+ group, the number of cells which negative reaction (-) (P<0.05 ) in the EM and KE group than K+ group was lower than K+ group.

Based on these results can be concluded that an ethanol mahogany seeds extract that macerated using 96% ethanol solvent have a weak in antioxidant activity. However the provision of an ethanol mahagony seeds extract can be increase the body weight of rats, decrease blood glucose levels and MDA levels of rats, and increase the content of antioxidant Cu,Zn-SOD in the liver and kidney tissues of rats.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)
(10)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Anatomi dan Perkembangan Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

EKA PRASETIAWAN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI

(

Swietenia mahagoni

Jacq.) PADA JARINGAN HATI DAN GINJAL

(11)
(12)
(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 sampai Maret 2015 ini ialah Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) pada Jaringan Hati dan Ginjal Tikus Model Diabetes: Studi Imunohistokimia.

Selama proses penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan arahan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis banyak mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Ibu Prof Drh Tutik Wresdiyati, PhD, PAVet. dan Bapak Drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi PhD, PAVet. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, arahan, saran, evaluasi, perhatian dan motivasi selama perkuliahan dan penelitian hingga penyusunan tesis.

2. Bapak Drh Adi Winarto, PhD, PAVet. atas masukan dan saran yang diberikan selama penelitian.

3. Ibu Dr Drh Chairun Nisa’, MSi, PAVet. selaku Ketua Program Studi Anatomi

dan Perkembangan Hewan yang telah memberikan motivasi selama studi. 4. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) Kemenristek dan DIKTI

melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) 2013/2014 atas kepercayaannya telah memberikan beasiswa kuliah selama menempuh pendidikan pascasarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB).

5. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) Kemenristek dan DIKTI melalui Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Penelitian Dasar untuk Bagian Tahun 2014 atas nama Prof Drh Tutik Wresdiyati, PhD, PAVet. yang telah mendanai penelitian ini sehingga penelitian yang penulis lakukan dapat terlaksana dengan baik.

6. Bapak Iwan Rochmana, STP dan Bapak Maman selaku laboran di laboratorium Histologi FKH IPB serta Mbak Rini Kesenja, STP selaku laboran di laboratorium Biokimia dan pangan Fateta IPB atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian.

7. Orang tua dan keluarga tercinta atas do’a, motivasi dan kasih sayang yang diberikan hingga kini.

8. Segenap adik-adik Tim Penelitian Mahoni FKH ’48 (Tyas, Ajeng, Mimi, Rifa, Alam, Andi), serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas dukungan, kerja sama dan do’a kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Anatomi dan Perkembangan Hewan. Terima kasih.

Bogor, Agustus 2015

(15)
(16)

DAFTAR ISI

Stres Oksidatif pada Diabetes Melitus 4

Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) 6

Antioksidan 7

Malondialdehyde (MDA) 8

Hati Tikus 8

Ginjal Tikus 9

3 METODE 10

Waktu dan Lokasi Penelitian 10

Alat dan Bahan Penelitian 10

Prosedur Penelitian 10

A. Pembuatan Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) 10 B. Analisis Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni 11

C. Uji In Vivo pada Tikus Diabetes 11

D. Analisis Kadar Malondialdehyde (MDA) 12

E. Pemrosesan Jaringan Hati dan Ginjal 12

F. Analisis Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD pada Jaringan Hati dan Ginjal dengan Teknik Imunohistokimia

12

Analisis Statistik 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni 14 Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum Tikus Percobaan 15

Efek Hipoglikemik Ekstrak Etanol Biji Mahoni 17

Kadar Malondialdehyde (MDA) Jaringan Hati dan Ginjal 18 Profil Antioksidan Cu,Zn-SOD pada Jaringan Hati dan Ginjal 20

(17)

DAFTAR TABEL

1 Nilai IC50 ekstrak etanol biji mahoni 14

2 Jumlah konsumsi ransum pada tikus perlakuan selama 28 hari 16 3 Kadar MDA jaringan hati dan ginjal tikus perlakuan 18 4 Hasil pengamatan kualitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD

jaringan hati tikus perlakuan

20 5 Hasil pengamatan kuantitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD

pada jaringan hati tikus perlakuan

22 6 Hasil pengamatan kualitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD

jaringan ginjal tikus perlakuan

22 7 Hasil pengamatan kuantitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD

pada jaringan ginjal tikus perlakuan

24

DAFTAR GAMBAR

1 Biji mahoni tanpa kulit (A) dan dengan kulit (B) 6

2 Grafik berat badan pada tikus perlakuan 16

3 Grafik kadar glukosa darah pada tikus perlakuan 17 4 Fotomikrograf jaringan hati tikus perlakuan yang diwarnai secara

imunohistokimia terhadap kandungan Cu,Zn-SOD

21 5 Fotomikrograf jaringan ginjal tikus perlakuan yang diwarnai secara

imunohistokimia terhadap kandungan Cu,Zn-SOD

23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis statistik jumlah konsumsi ransum tikus perlakuan 30 2 Hasil analisis statistik kadar MDA jaringan hati tikus perlakuan 31 3 Hasil analisis statistik kadar MDA jaringan ginjal tikus perlakuan 32 4 Hasil analisis statistik terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD

pada jaringan hati tikus perlakuan

33 5 Hasil analisis statistik terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD

pada jaringan ginjal tikus perlakuan

(18)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

International Diabetes Federation (IDF) melaporkan bahwa jumlah penderita diabetes melitus (DM) di dunia pada tahun 2013 mencapai rekor tertinggi, yaitu sekitar 382 juta orang dan jumlah ini naik dari 371 juta orang pada tahun 2012. Organisasi tersebut juga memperkirakan bahwa pada tahun 2035 jumlah penderita DM akan melonjak sebesar 55% menjadi 592 juta orang. Saat ini jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2013 menempati urutan ke-7 di dunia setelah China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko, yakni mencapai 8,5 juta orang (International Diabetes Federation 2013).

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin maupun gangguan reseptor insulin (Gardner & Shoback 2007). Hiperglikemia merupakan suatu kondisi dimana kadar glukosa darah melebihi kadar normalnya. Defisiensi sekresi insulin dapat mengakibatkan glukosa yang mengalir dari darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel akan mencari sumber energi lainnya, seperti melalui penguraian lemak, penguraian protein (asam amino), dan penguraian gula otot (glukoneogenesis) (Manninen 2004). Selain menghasilkan energi, proses penguraian (metabolisme) tersebut juga akan menghasilkan produk samping seperti radikal bebas atau reactive oxygen spesies (ROS).

Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbit terluarnya (Singh 2006). Secara alamiah radikal bebas diproduksi oleh tubuh melalui proses metabolisme tubuh yang dalam kondisi normal berfungsi dalam ekspresi gen, pertumbuhan sel, pertahanan terhadap infeksi (immune system), dan transduksi sinyal (Kunwar & Priyadarsini 2011). Produksi radikal bebas dalam tubuh akan meningkat seiring dengan kondisi patologis yang terjadi pada tubuh sebagai akibat stres fisik atau psikologis, radiasi UV, xenobiotik serta kondisi dislipedemia atau hiperglikemia (Lei et al. 2007).

Jumlah radikal bebas yang berlebih dalam tubuh akan menyebabkan kondisi stres oksidatif. Peningkatan kondisi stres oksidatif pada penderita DM dapat terjadi melalui mekanisme glikasi-oksidasi protein dan lemak, peningkatan pembentukan advanced glycation end products (AGEs), aktivasi protein kinase C (PKC), jalur poliol-sorbitol, dan autooksidasi glukosa (Setiawan & Suhartono 2005; Giacco & Brownlee 2010). Kondisi stres oksidatif pada penderita DM dapat menyebabkan terjadinya kerusakan membran sel yang ditandai dengan rendahnya kadar antioksidan dan tingginya kadar malondialdehyde (MDA) dalam tubuh (Winarsi 2007).

(19)

2

Penelitian ini menggunakan biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang diperoleh dari daerah Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji mahoni memiliki efek farmakologis sebagai obat antiinflamasi (Ghosh et al. 2009) dan antidiare (Hajra et al. 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Debasis et al. (2011) dan Suryani et al. (2013) menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) bersifat hipoglikemik, dapat meningkatkan kadar insulin serta menurunkan ekspresi TNF-α pada tikus DM yang diinduksi dengan streptozotocin (STZ). Selanjutnya dalam penelitian lainnya juga dilaporkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) bersifat hipoglikemik pada tikus DM yang diinduksi aloksan (Hasan et al. 2011) dan tikus hiperglikemik yang diinduksi sukrosa, serta mampu menghambat aktivitas enzim α-glukosidase (Wresdiyati et al. 2015).

Selanjutnya Maiti et al. (2008) melaporkan berhasil mengisolasi berbagai macam senyawa fitokimia dari mahoni diantaranya sweitenin, sweitenolida, khayasin, andirobin, augustineolida, proseranolida, dan 6-O-asetil sweitonolida. Selain itu ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) juga memiliki kandungan senyawa fitokimia seperti flavonoid, saponin, dan triterpenoid (Wresdiyati et al. 2015). Sebagaimana diketahui bahwa flavonoid berperan sebagai senyawa antioksidan alami. Namun penelitian mengenai bagaimana status antioksidan (kadar MDA dan antioksidan SOD) jaringan hati dan ginjal tikus model DM setelah pemberian ekstrak etanol biji mahoni belum pernah dilakukan, sehingga perlu dilakukan penelitian tersebut terkait upaya menanggulangi kondisi stres oksidatif pada pada penderita DM.

Perumusan Masalah

(20)

3

Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Menguji potensi antioksidan ekstrak etanol biji mahoni pada tikus DM dalam upaya menanggulangi kondisi stres oksidatif.

b. Tujuan Khusus

1. Menganalisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol biji mahoni

2. Mengukur jumlah konsumsi pakan tikus, berat badan tikus, dan kadar glukosa darah (KGD) tikus model DM.

3. Mengukur kadar MDA pada jaringan hati dan ginjal tikus model DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni.

4. Menganalisis kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dan ginjal tikus model DM melalui studi imunohistokimia.

Hipotesa Penelitian

H0 : Ekstrak etanol biji mahoni tidak mampu menurunkan kadar glukosa darah

dan memperbaiki kelainan antioksidan superoksida dismutase pada jaringan hati dan ginjal tikus model DM.

H1 : Ekstrak etanol biji mahoni mampu menurunkan kadar glukosa darah dan

memperbaiki kelainan antioksidan superoksida dismutase pada jaringan hati dan ginjal tikus model DM.

Manfaat Penelitian

(21)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan sindrom multifaktorial metabolik yang dicirikan oleh adanya hiperglikemia serta terjadi perubahan progresif terhadap struktur sel beta pankreas sebagai akibat gangguan sekresi insulin maupun reseptor insulin (American Diabetes Association 2011; Prameswari & Widjanarko 2014). Diabetes melitus (DM) dapat dibedakan atas DM tipe 1 (DM-1) atau insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 (DM-2) atau noninsulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) dan diabetes mellitus gestasional (GDM) (International Diabetes Federation 2013).

Diabetes melitus tipe 1 merupakan kondisi diabetes yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi dikarenakan sekresi insulin yang rendah, sedangkan DM tipe 2 dapat terjadi akibat resistensi reseptor insulin (Takada et al. 2008). Resistensi insulin terjadi karena berbagai hal seperti kegagalan dalam transduksi signal, sekresi insulin yang abnormal, atau reseptor insulin yang gagal memberikan signal untuk translokasi transporter glukosa dari sitoplasma ke membran sel. Umumnya orang dengan diabetes tipe 2 mempunyai banyak insulin dalam tubuhnya, tetapi respon tubuhnya terhadap insulin dalam keadaan yang tidak normal. Sedangkan diabetes tipe GDM umumnya terjadi pada wanita hamil pada usia kehamilan 24 minggu sebagai akibat terhambatnya produksi atau kerja insulin oleh hormon yang diproduksi plasenta. Akan tetapi diabetes tipe ini akan hilang setelah proses kelahiran (International Diabetes Federation 2013).

Stres Oksidatif pada Diabetes Melitus

Radikal bebas merupakan molekul yang memiliki satu atau lebih elektron bebas/tidak berpasangan pada orbit terluarnya (Halliwell & Gutteridge 2006). Radikal bebas dihasilkan secara eksogen dan endogen. Secara endogen radikal bebas dihasilkan selama proses metabolisme normal tubuh, lipid peroksidasi, aktivitas fagositosis, dan transport elektron. Sebaliknya secara eksogen radikal bebas dihasilkan melalui paparan obat-obatan, radiasi ultraviolet (UV), asap rokok, dan polusi. Dalam kondisi normal radikal bebas berfungsi dalam ekspresi gen, pertumbuhan sel, pertahanan terhadap infeksi (immune system), dan transduksi sinyal (Kunwar & Priyadarsini 2011).

Produksi radikal bebas dalam tubuh dapat meningkat seiring dengan kondisi patologis yang terjadi pada tubuh sebagai akibat stres fisik atau psikologis, radiasi UV, xenobiotik serta kondisi dislipedemia atau hiperglikemia (Lei et al. 2007). Apabila jumlah radikal bebas yang terdapat dalam tubuh berlebihan (terjadi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas dengan antioksidan dalam tubuh) maka akan menyebabkan stres oksidatif (Vijay & Vimukta 2014).

(22)

5 oksidatif (Suarsana et al. 2013). Kerusakan tersebut dapat berimplikasi pada kerusakan sel atau jaringan seperti ginjal, hati, pankreas dan jantung yang dapat berakhir pada kematian (Kevin et al. 2006).

Peningkatan kondisi stres oksidatif pada penderita DM dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu sebagai berikut (Setiawan & Suhartono 2005; Giacco & Brownlee 2010):

1. Glikasi non enzimatik pada protein

Pada penderita DM, kondisi hiperglikemia menyebabkan terjadinya peningkatan produksi gula pereduksi seperti glukosa, fruktosa, dan glukosa-6-fosfat melalui glikolisis dan jalur poliol. Sebagaimana diketahui pada beberapa gula pereduksi seperti glukosa memiliki gugus karbonil aldehid dalam bentuk rantai lurusnya yang mampu berikatan secara kovalen pada berbagai macam protein melalui reaksi glikasi. Reaksi glikasi secara non enzimatis yang terjadi pada protein tersebut akan berlanjut pada reaksi browning dan oksidasi pada protein yang nantinya akan menghasilkan advanced glycation end products (AGEs). Produk AGEs yang dihasilkan merupakan marker terjadinya modifikasi protein sebagai akibat reaksi gula pereduksi dengan protein (asam amino). Pada kondisi diabetes, akumulasi AGEs merupakan sumber utama radikal bebas yang berperan dalam peningkatan stres oksidatif (Droge 2002).

2. Peningkatan pembentukan AGEs

Pembentukan AGEs terjadi melalui reaksi non enzimatik glukosa dan senyawa glikasi lainnya yang berasal dari glukosa dan oksidasi asam lemak dengan protein. Dalam kondisi DM, konsentrasi AGEs meningkat di sejumlah matriks ekstraseluler. Produksi intraseluler dari prekursor AGEs dapat menyebabkan kerusakan sel melalui 3 mekanisme. Pertama, protein intraseluler dimodifikasi oleh AGEs sehingga mengalami perubahan fungsi. Kedua, komponen matriks intraseluler yang dimodifikasi oleh prekursor AGEs akan berinteraksi secara abnormal dengan komponen matriks lainnya serta dengan reseptor matriks yang akan diekspresikan pada permukaan sel. Terakhir, protein plasma yang dimodifikasi oleh AGEs akan berikatan dengan reseptor AGE pada beberapa sel seperti makrofag, sel endotel, dan sel otot polos. Reseptor AGE (RAGE) yang berikatan akan menginduksi terbentuknya ROS. Hal ini mengakibatkan transkripsi dari nuclear factor (NF-KB) menjadi aktif, sehingga

mengakibatkan terjadinya perubahan patologis berbagai ekspresi gen (Giacco & Brownlee 2010).

3. Aktivasi protein kinase C (PKC)

(23)

6

4. Jalur poliol-sorbitol

Dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal, sebagian besar glukosa akan mengalami fosforilasi oleh enzim heksokinase. Glukosa yang tidak mengalami fosforilasi akan melewati jalur alternatif metabolisme glukosa yang disebut dengan jalur poliol. Melalui jalur tersebut, glukosa diubah menjadi sorbitol melalui reduksi gugus aldehid yang selanjutnya akan diubah menjadi fruktosa melalui enzim sorbitol dehidrogenase. Secara normal, konsentrasi sorbitol dalam sel rendah, namun pada kondisi DM konsentrasi sorbitol akan meningkat. Hal ini dikarenakan proses pengubahan sorbitol menjadi fruktosa yang berjalan lambat, sehingga terjadi penumpukan sorbitol dalam sel yang mengakibatkan peningkatan tekanan osmotik yang dapat merusak sel (Chung et al. 2003; Lorenzi 2007).

5. Autooksidasi glukosa

Proses autooksidasi glukosa umumnya akan menghasilkan senyawa oksigen reaktif (Soesilowati 2003). Proses ini terjadi pada fase I reaksi glikasi non enzimatik protein yang akan menghasilkan hidrogen peroksida dan radikal superoksida yang mampu menghambat aktivitas enzim Cu,Zn-SOD (Droge 2002).

Biji Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.)

Mahoni merupakan jenis tumbuhan tropis yang banyak tumbuh liar di hutan ataupun pinggiran jalan raya sebagai tanaman peneduh. Mahoni termasuk tanaman tahunan yang memiliki tinggi 5-25 m, kayu bergetah, berakar tunggang, dan memiliki banyak cabang. Tanaman mahoni memiliki daun berbentuk bulat telur dengan daun muda berwarna merah dan daun tua berwarna hijau. Buah tanaman mahoni berwarna coklat berlekuk lima dengan bentuk bulat telur, sedangkan bijinya berwarna putih (Gambar 1A) yang terbungkus oleh kulit biji berwarna coklat kehitaman (Gambar 1B) dengan salah satu ujungnya berbentuk pipih (seperti sayap biji). Umumnya biji mahoni memiliki rasa yang pahit (Harianja 2008).

Gambar 1 Biji mahoni tanpa kulit (A), dengan kulit (B)

(24)

7 atau ciminukku (India), cheriamahogany (Malaysia), mahogany (Inggris), caoba/caoba de santo/ domingo (Spanyol), dan mahoni (Indonesia), cimainukku atau mahagony (Tamil), mahokkani-baiyai atau mahokkani-bailek (Thailand) (Orwa et al. 2009).

Dalam kehidupan sehari-hari, umumnya masyarakat mengenal mahoni sebagai obat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol biji mahoni memiliki efek farmakologis sebagai antiinflamasi (Ghosh et al. 2009) dan antidiare (Hajra et al. 2012), sedangkan ekstrak etanol biji mahoni berpotensi sebagai antidiabetes (Hasan et al. 2011; Wresdiyati et al. 2015). Berbagai macam senyawa fitokimia telah berhasil diisolasi dari biji mahoni diantaranya swetenin, swietenolida, swietemahonin, khayasin, andirobin, augustineolida, 7-diasetoksi-7oksogedunin, proseranolida, 6-O-asetilswietonolida (Maiti et al. 2008) flavonoid, saponin, dan triterpenoid (Wresdiyati et al. 2015).

Antioksidan

Secara alami di dalam tubuh terdapat senyawa radikal bebas yang terbentuk secara terus-menerus, baik melalui aktivitas metabolisme sel, inflamasi, maupun akibat pengaruh dari lingkungan luar tubuh seperti polusi, radiasi UV serta senyawa xenobiotik yang masuk ke dalam tubuh (Lei et al. 2007). Hal ini tentunya akan meningkatkan jumlah radikal bebas dalam tubuh yang ditunjukkan dengan tingginya kadar MDA yang merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid dan rendahnya kadar antioksidan dalam tubuh (Tiwari et al. 2013). Kondisi ini dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif sebagai dampak reaktivitas radikal bebas dalam tubuh. Oleh karena itu, tubuh membutuhkan suatu substansi penting berupa antioksidan yang mampu melindungi tubuh dari radikal bebas.

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, melalui pengikatan radikal bebas sehingga kerusakan sel dapat dicegah (Kumar & Kumar 2009). Berdasarkan cara kerja, antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier. Antioksidan primer bekerja dengan mendonorkan atom hidrogen dan mengubah senyawa radikal menjadi bentuk yang lebih stabil. Antioksidan sekunder bekerja dengan memperlambat laju autooksidasi pada berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan ke bentuk lebih stabil, sedangkan antioksidan tersier bekerja dengan memperbaiki molekul-molekul yang telah mengalami kerusakan akibat radikal bebas (Tandon et al. 2005).

Secara umum, antioksidan bedakan atas antioksidan enzimatis dan antioksidan non enzimatis. Antioksidan enzimatis merupakan sistem pertahanan utama terhadap kondisi stres oksidatif dengan mencegah terbentuknya senyawa radikal baru. Aktivitas antioksidan ini sangat tergantung pada adanya logam berat seperti Fe, Cu, Zn, Se, maupun Mn. Beberapa contoh antioksidan jenis ini adalah superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase. Antioksidan non enzimatis disebut juga dengan antioksidan sekunder karena dapat diperoleh melalui asupan bahan makanan yang mengandung tinggi antioksidan, seperti

vitamin C, A, E, β-karoten, flavonoid, bilirubin dan glutation. Senyawa tersebut

(25)

8

diperlukan sebab antioksidan berperan penting terhadap kesehatan tubuh. Beberapa bahan pangan alami yang mengandung antioksidan dilaporkan Sikka (2004) mampu menekan proses oksidasi, peroksidasi lipid, dan meningkatkan status antioksidan. Pemberian antioksidan pada penderita DM dapat mengurangi kondisi stres oskidatif, menangkap senyawa radikal bebas, menurunkan ekspresi

TNF-α (Tiwari & Rao 2013).

Malondialdehyde (MDA)

Kondisi DM dapat menyebabkan terjadinya peningkatan produksi radikal bebas yang akan berdampak pada terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif merupakan keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan antara jumlah antioksidan dengan produksi radikal bebas dalam tubuh (Halliwell 2006). Stres oksidatif dapat menimbulkan terjadinya reaksi peroksidasi lipid yang merupakan reaksi berantai yang menghasilkan radikal bebas sehingga stres oksidatif memiliki kaitan terhadap mekanisme patogenesis beberapa penyakit, seperti diabetes melitus, gagal jantung, aterosklerosis, kanker, penuaan dan hipertensi (Ren et al. 2010).

Senyawa MDA merupakan produk akhir yang dihasilkan oleh senyawa radikal bebas melalui inisiasi asam lemak tak jenuh, sehingga sering digunakan sebagai biomarker terjadinya stres oksidatif (Grune & Berger 2007). Reaksi inisiasi tersebut terjadi secara berantai yang akan menghasilkan sejumlah radikal lipid dan bersifat sitotoksik. Toksisitas MDA ini akan meningkat seiring dengan reaktivitasnya yang tinggi, terutama pada protein dan DNA. Tingginya kadar MDA dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh kadar peroksidasi lipid, yang secara tidak langsung juga menunjukkan tingginya jumlah radikal bebas. Peningkatan jumlah radikal bebas akan meningkatkan pemakaian enzim intraseluler seperti SOD. Hal ini dikarenakan radikal bebas akan dinetralkan menjadi produk yang lebih stabil oleh enzim antioksidan intraseluler, seperti superoksida dismutase.

Hati Tikus

Hati merupakan kelenjar tubuh yang paling besar, dan khas karena memiliki multi fungsi kompleks, misalnya ekskresi (metabolit), sekresi (empedu), penyimpanan (lipid, vitamin A dan B, glikogen), sintesis (fibrinogen, globulin, albumin, protrombin), fagositosis (benda asing), detoksifikasi (obat yang larut dalam lipid), konjugasi (zar beracun, hormon steroid), esterifikasi (asam lemak bebas menjadi trigliserida), metabolisme (protein, hidrat arang, lemak, hemoglobin, obat), dan hemopoisis (Dellmann & Brown, 1992).

Hati pada tikus terdiri atas 4 lobus, yaitu lobus medial, lobus lateral kanan, lobus kiri (lobus terbesar), dan lobus kaudatus (Suckow et al. 2006). Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati yang berbentuk silindris. Lobulus hati terbentuk mengelilingi vena centralis yang mengalir ke vena hepatica dan kemudian ke vena cava (Samuelson 2007).

(26)

9 utamanya adalah sel hepatosit. Secara histologis, sel hepatosit memiliki bentuk polihedral dengan satu atau dua inti. Sel ini bersifat metabolik aktif dan memiliki banyak mitokondria, ribosom, rough endoplasmic reticulum, dan badan golgi. Hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati yang mengarah dari tepi lobulus ke pusat yang dipisahkan oleh sinusoid hati (Samuelson 2007).

Hati mengandung antioksidan SOD tertinggi, yang diikuti oleh organ atau jaringan lainnya seperti adrenal, ginjal, darah, limpa, pankreas, otak, paru-paru, lambung, usus, ovarium, timus, dan lemak. Akan tetapi dalam kondisi DM terjadi penurunan jumlah antioksidan SOD dalam hati. Sebagaimana Wresdiyati et al. (2003; 2010) melaporkan bahwa terjadi penurunan jumlah antioksidan Cu,Zn-SOD pada hati tikus dan Macaca fascicularis dengan kondisi DM.

Ginjal Tikus

Unit struktural dan fungsional terkecil dari ginjal disebut dengan nefron, yang terdiri atas corpusculum renalis dan tubulus renalis (Samuelson 2007). Corpusculum renalis terdiri atas glomerulus yang merupakan lempengan dari kapiler ginjal yang yang dibungkus oleh sel-sel epitel berlapis (podosit) yang disebut dengan kapsula bowman dan berfungsi sebagai filtrasi (Samuelson 2007). Glomerulus berhubungan dengan kapsula Bowman di bagian dalam melalui lapisan viseral yang tersusun oleh modifikasi sel-sel epitel yang disebut podosit (Eroschenko 2008). Dinding luar yang mengelilingi ruang Bowman tersusun oleh sel-sel epitel pipih selapis yang membentuk lapisan parietal. Ruangan dalam kapsula Bowman disebut ruang Bowman (ruang urinarius) yang menampung cairan yang disaring melalui dinding kapiler dan lapisan visceral (Gartner & Hiatt 2007).

(27)

10

lainnya adalah ansa Henle segmen tebal yang memiliki bentuk mirip dengan tubulus kontortus proksimal maupun distal tetapi memiliki garis tengah yang lebih kecil (Samuelson 2007). Seperti halnya organ hati, ginjal juga mengandung antioksidan SOD yang tinggi. Wresdiyati et al. (2010) melaporkan bahwa terdapat konsentrasi antioksidan Cu,Zn-SOD yang tinggi pada ginjal tikus normal dan tikus yang diberi ekstrak tepung Mamordica charantia 5% dan 10%. Akan tetapi terjadi penurunan jumlah antioksidan Cu,Zn-SOD pada ginjal tikus dengan kondisi DM.

3

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juli 2014 sampai Maret 2015 di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL); Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan; Laboratorium Kimia Pangan, Departemen Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, dan Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley (SD) yang diperoleh dari Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium (UPHL) Fakultas Kedokteran Hewan Intitut Pertanian Bogor, biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.) yang diperoleh dari daerah Leuwiliang Kabupaten Bogor, aloksan, ketamin, silasin, bouin, xylol, parafin, etanol, metanol, posphate buffer saline (PBS), larutan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH), trichloroacetic acid (TCA), thiobarbituric acid (TBA), butylated hydroxytoluene (BHT), larutan 1,1,3,3-tetraethoxypropane (TEP) larutan H2O2, Starr Trek Universal HRP

detection kitcontrol number: 901-STUHRP700-052009, jarum sonde, mikropipet, tabung eppendorf, sentrifuse, glukometer, spektrofotometer, tissue embedding console, mikrotom, dan program software McMaster Biophotonics Image J.

Prosedur Penelitian

(28)

11 pelarut etanol tersebut dimaserasi hingga diperoleh maserat yang jernih. Kemudian maserat tersebut diuapkan menggunakan rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak etanol yang kental. Ekstrak etanol biji mahoni yang diperoleh disimpan dalam botol kaca yang telah dilapisi alumunium foil.

B. Analisis Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni

Pengujian aktivitas antioksidan pada ekstrak etanol biji mahoni dilakukan dengan metode perendaman radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) (Yen & Chen 1995), dimana senyawa DPPH digunakan sebagai radikal bebas. Ekstrak etanol biji mahoni sebanyak 2 gram di-stirer dalam 10 ml metanol selama satu jam. Selanjutnya disaring dan dimasukkan ke dalam labu takar dengan penambahan metanol hingga volume mencapai 10 ml. Kemudian dilakukan pengenceran dengan membagi sampel dalam 5 faktor pengenceran, yaitu 2, 5, 10, 15, dan 20 kali (ekstrak : metanol). Lalu diambil 50 µl ekstrak dari masing-masing faktor pengenceran dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda yang telah berisi pelarut (2 ml buffer asetat; 3,75 ml metanol; dan 200 µl senyawa DPPH 1mM) di dalamnya. Selanjutnya campuran dihomogenkan lalu diinkubasi selama 20 menit dan diukur absorbasinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 517 nm. Kemudian hitung nilai % inhibisi (persen penghambatan aktivitas radikal bebas) dari ekstrak dengan menggunakan rumus berikut:

Persamaan regresi akan diperoleh dari hasil hubungan antara konsentrasi sampel dan besar persentase hambatan (inhibisi) dalam bentuk y = bx + c. Persamaan tersebut akan digunakan untuk memperoleh nilai inhibition concentration 50% (IC50), yaitu besar konsentrasi sampel yang menyebabkan

reduksi terhadap aktivitas senyawa DPPH sebesar 50%, dimana semakin kecil nilai IC50 maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi.

C. Uji In Vivo pada Tikus Diabetes

(29)

12

menggunakan air hangat, lalu bagian ekor tikus dipijat mengarah ke bagian ujung ekor. Selanjutnya ujung ekor tikus ditusuk menggunakan jarum frank, dan darah yang keluar diteteskan pada bagian strip glukometer. Tikus dengan kadar glukosa darah diatas 200 mg/dl3 dinyatakan menderita DM.

Selanjutnya masing-masing kelompok tikus diberi perlakuan setiap hari sekali selama 28 hari. Perlakuan ekstrak etanol biji mahoni, acarbose, dan akuades diberikan dengan cara dicekok menggunakan jarum sonde lambung setiap pagi hari. Ekstrak yang digunakan sebagai bahan uji adalah ekstrak etanol biji mahoni yang dimaserasi dengan pelarut etanol 96%. Penimbangan jumlah ransum dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran rutin kadar glukosa darah dan penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap empat hari sekali. Penimbangan jumlah ransum, berat badan dan pengukuran kadar glukosa darah dilakukan setiap pagi hari sebelum pemberian perlakuan. Pengambilan sampel organ hati dan ginjal dilakukan pada hari ke-29 dengan mengorbankan tikus perlakuan. Tikus dibius menggunakan kombinasi ketamin (75 mg/kgBB) dan xylazine (8 mg/kgBB), selanjutnya diambil organ hati dan ginjal untuk dilakukan analisis kadar MDA dan analisis kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dengan teknik imunohistokimia.

D. Analisis Kadar Malondialdehyde (MDA)

Analisis kadar MDA dilakukan dengan metode thiobarbiturate acid reactive substance (TBARS) (Suarsana et al. 2013). Organ hati dan ginjal digerus dalam posphate buffer saline (PBS), selanjutnya disentrifugasi (3500 rpm, 20 menit, suhu 25°C). Kemudian diambil supernatan dan ditambahkan dengan 4 ml HCl dingin yang mengandung 15% trichloroacetic acid (TCA), 0,38% thiobarbituric acid (TBA) dan 0,5% butylated hydroxytoluene (BHT). Campuran dipanaskan pada suhu 80°C selama satu jam, dilanjutkan dengan sentrifugasi (3500 rpm, 15 menit, suhu 25°C). Selanjutnya absorban diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang (532 nm) dan larutan standart yang digunakan adalah 1,1,3,3-tetraethoxypropane (TEP).

E. Pemrosesan Jaringan Hati dan Ginjal

(30)

13

F. Analisis Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD pada Jaringan Hati dan Ginjal dengan Teknik Imunohistokimia

Profil antioksidan Cu,Zn-SOD dideteksi secara imunohistokimia (Wresdiyati et al. 2014). Potongan jaringan yang telah dideparafinasi, direndam dalam H2O2 untuk memblok peroksidase endogen selama 15 menit, lalu dicuci

dengan PBS. Kemudian jaringan diinkubasi dalam normal serum 10% untuk memblok protein non spesifik selama 30-60 menit, lalu dicuci dengan PBS. Setelah itu, jaringan diinkubasi kembali dalam background sniper selama 15 menit. Selanjutnya jaringan diinkubasi dalam antibodi Cu,Zn-SOD selama 48 jam, lalu dicuci dengan PBS. Setelah itu, jaringan diinkubasi dalam Trekkie Universal Link selama 20 menit, lalu dicuci dengan PBS. Selanjutnya diinkubasi kembali dalam Trekk Avidin-HRP selama 10 menit, lalu dicuci dengan PBS. Kemudian hasil reaksi antara antigen dan antibodi divisualisasikan menggunakan diamino benzidine (DAB) dan counterstain dengan hematoksilin, Potongan jaringan didehidrasi dalam alkohol dan penjernihan dengan xylol. Selanjutnya, potongan jaringan di-mounting menggunakan entellan®.

Keberadaan Cu,Zn-SOD ditandai dengan adanya warna coklat pada inti dan sitoplasma sel. Pengamatan secara kualitatif dilakukan berdasarkan intensitas warna coklat yang terbentuk pada inti dan sitoplasma sel, dimana semakin tua dan meratanya warna coklat yang ditunjukkan maka semakin banyak kandungan Cu,Zn-SOD di dalamnya. Pengamatan secara kuantitatif dilakukan dengan menghitung jumlah inti sel hati (hepatosit) dan jumlah inti sel tubuli renalis (pada ginjal) yang bereaksi pada berbagai tingkatan Cu,Zn-SOD pada jaringan yang diamati, sedangkan sel yang tidak mengandung Cu,Zn-SOD akan bereaksi negatif yang ditunjukkan dengan munculnya warna biru (hematoksilin) dari counterstain. Untuk melihat perbedaan reaksi tersebut penghitungan dibagi menjadi tiga tingkatan intensitas warna untuk reaksi positif dan satu warna untuk untuk reaksi negatif. Reaksi positif pada berbagai tingkat kandungan terhadap Cu,Zn-SOD ditunjukkan oleh warna cokelat tua atau positif kuat (+++), cokelat sedang atau positif sedang (++), dan cokelat muda kebiruan atau positif lemah (+). Sedangkan reaksi negatif (-) ditunjukkan dengan warna biru yang berarti sel tidak mengandung Cu,Zn-SOD. Penghitungan jumlah inti sel hati dan ginjal tersebut menggunakan program software McMaster Biophotonics Image J.

Analisis Statistik

(31)

14

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Biji Mahoni

Keberadaan senyawa antioksidan dalam ekstrak etanol biji mahoni dapat diketahui melalui pengujian aktivitas antioksidan. Salah satu metode yang umumnya digunakan adalah dengan metode perendaman radikal bebas 1,1-diphenil-2-pycrylhidrazil (DPPH) (Prakash 2001). Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa antioksidan dengan mendonorkan atom hidrogennya ke senyawa antioksidan tersebut. Reaksi tersebut mengakibatkan larutan senyawa DPPH bersifat non-radikal yang tidak berbahaya, yang ditandai dengan berubahnya warna ungu pada larutan menjadi warna kuning pucat (Molyneax 2004).

Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol biji mahoni metode DPPH diperoleh dengan menghitung nilai absorbansi ekstrak. Nilai absorbansi tersebut dinyatakan dalam bentuk % inhibisi yang selanjutnya digunakan untuk mendapatkan persamaan regresi, sehingga diperoleh nilai IC50 dari masing-masing

ekstrak yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50% (Prakash 2001). Nilai IC50

dari masing-masing larutan sampel dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai IC50 ekstrak etanol biji mahoni

Jenis ekstrak Rata-rata IC50 (mg/ml)

EM 30% 275,6

EM 70% 350,6

EM 96% 354,2

EM = ekstrak etanol biji mahoni, IC50 = inhibition concentration 50%

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai IC50 dari masing-masing ekstrak adalah

EM 30% sebesar 275,6 mg/ml, EM 70% sebesar 350,6 mg/ml, dan EM 96% sebesar 354,3 mg/ml. Nilai IC50 terkecil pada penelitian ini dihasilkan oleh ekstrak

etanol biji mahoni yang dimaserasi dengan pelarut etanol 30%. Menurut Molyneax (2004), semakin kecil nilai IC50 dari suatu ekstrak, maka nilai aktivitas

antioksidannya semakin baik.

Perbedaan nilai IC50 dari setiap sampel yang diekstraksi dengan pelarut

(32)

15 meredam senyawa radikal bebas (Jagtap & Bapat 2010). Namun nilai aktivitas antioksidan dari ketiga ekstrak tersebut masih tergolong lemah. Suatu ekstrak tergolong memiliki aktivitas antioksidan lemah apabila nilai IC50 dari ekstrak

tersebut berada pada kisaran 50-200 mg/ml (Surinrut et al. 2005). Nilai IC50 dari

ketiga ekstrak dalam penelitian ini mendekati nilai maksimum 200 mg/ml sehingga aktivitas antioksidan ketiga ekstrak tersebut tergolong lemah.

Meskipun ekstrak etanol biji mahoni memiliki aktivitas antioksidan lemah, tetapi ekstrak tersebut berpotensi sebagai obat diabetes. Hal ini berdasarkan hasil analisis yang dilakukan oleh Wresdiyati et al. (2015) yang melaporkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni yang dimaserasi dengan pelarut etanol 96% memiliki daya hambat terbaik terhadap aktivitas enzim α-glukosidase dan bersifat hipoglikemik pada tikus hiperglikemia yang diinduksi sukrosa. Sehingga ekstrak etanol biji mahoni yang dimaserasi dengan pelarut etanol 96% dipilih untuk uji in vivo pada tikus model DM.

Berat Badan dan Jumlah Konsumsi Ransum Tikus Percobaan

Grafik perubahan berat badan tikus perlakuan selama 28 hari dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar tersebut menunjukkan terjadi kenaikan berat badan tikus pada setiap kelompok perlakuan, kecuali pada tikus kelompok K+ yang menunjukkan berat badan yang relatif tetap. Kelompok K+ merupakan kelompok tikus diabetes (DM) hasil induksi dengan aloksan. Berat badan tikus kelompok K+ yang relatif tetap kemungkinan disebabkan rendahnya produksi insulin oleh sel β pankreas, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Kondisi ini mengakibatkan glukosa tidak dapat diubah menjadi energi dan disimpan dalam bentuk glikogen maupun lemak. Akibat kondisi tersebut, tubuh akan menggunakan cadangan lemak, protein maupun glikogen sebagai alternatif untuk pemenuhan kebutuhan energi. Selanjutnya apabila terus terjadi penghambatan metabolisme glukosa dalam sel akan menyebabkan peningkatan penggunaan cadangan lemak, mobilisasi lemak dari jaringan, serta penurunan sintesis lemak yang secara tidak langsung dapat memicu terjadinya penurunan berat badan pada tikus (Dyahnugra & Widjanarko 2015).

(33)

16

Gambar 2 Grafik berat badan pada tikus perlakuan. K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni

Pengukuran jumlah konsumsi ransum tikus selama 28 hari perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ransum tikus kelompok K+ lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan tikus kelompok K- dan KE, tetapi tingginya jumlah konsumsi ransum pada tikus kelompok K+ tidak diikuti dengan peningkatan berat badan pada kelompok tersebut seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Hal ini dikarenakan rendahnya produksi insulin pada tikus kelompok K+ sebagai akibat kondisi DM, sehingga glukosa yang mengalir dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Kondisi tersebut berdampak pada berkurangnya energi bagi tubuh dan akan mempengaruhi rasa lapar serta terjadi peningkatan jumlah konsumsi ransum tikus. Seperti halnya dalam penelitian Inawati et al. (2006) yang melaporkan bahwa tikus hiperglikemik memiliki jumlah konsumsi ransum yang tinggi, akan tetapi berbanding terbalik dengan berat badan pada kelompok tikus tersebut yang relatif tetap atau menurun.

Tabel 2 Jumlah konsumsi ransum pada tikus perlakuan selama 28 hari Perlakuan Jumlah konsumsi ransum (gram)

K- 634,67 ± 96,19b

K+ 861,33 ± 80,01a

EM 727,33 ± 31,08ab

KO 722,33 ± 76,64ab

KE 650,00 ± 74,35b

K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni. Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

(34)

17 Demikian juga dengan tikus kelompok KE yang memiliki jumlah konsumsi ransum sama (P>0,05) dengan tikus kelompok K-, tetapi tikus kelompok KE memiliki pertumbuhan berat badan yang belum optimal, seperti halnya tikus kelompok K- (Gambar 3). Hal ini berkaitan dengan adanya kandungan senyawa flavonoid dalam ekstrak etanol biji mahoni yang memiliki potensi menghambat aktivitas enzim α-glukosidase (Wresdiyati et al. 2015) dalam proses pemecahan karbohidrat dan penyerapan glukosa di usus (Wu et al. 2012). Hal tersebut akan menghambat penguraian senyawa karbohidrat menjadi glukosa dan menunda penyerapan glukosa oleh usus halus (Adisakwattana & Chanathong 2011), sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan berat badan. Oleh karena itu penggunaan ekstrak etanol biji mahoni dalam kondisi non DM berpotensi dimanfaatkan sebagai obat alami untuk menurunkan berat badan.

Efek Hipoglikemik Ekstrak Etanol Biji Mahoni

Grafik perubahan kadar glukosa darah tikus perlakuan selama 28 hari dapat dilihat pada Gambar 3. Pada gambar tersebut menunjukkan terjadi penurunan kadar glukosa darah pada tikus kelompok DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM) dan acarbose (KO), sedangkan pada tikus kelompok K+ mengalami peningkatan kadar glukosa darah.

Gambar 3 Grafik kadar glukosa darah pada tikus perlakuan. K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni

(35)

18

flavonoid merupakan senyawa golongan fenol yang berfungsi sebagai inhibitor enzim α-glukosidase di usus (Pereira et al. 2011). Penghambatan terhadap kerja enzim ini akan menunda proses pemecahan dan penyerapan glukosa di membran brush border usus halus yang secara tidak langsung akan menekan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah (Bösenberg & Zyl 2008).

Senyawa flavonoid juga berpotensi sebagai antioksidan melalui scavenging senyawa radikal bebas (Lukacinova et al. 2008) dan memperbaiki kerusakan jaringan pankreas yang disebabkan oleh aktivitas radikal bebas (Wresdiyati et al. 2008; Suryani et al. 2013). Adanya perbaikan tersebut, jaringan pankreas melalui sel β pulau Langerhans dapat meningkatkan sekresi insulin. Hal ini menyebabkan glukosa dapat diserap ke dalam sel dan secara tidak langsung terjadi penurunan kadar glukosa darah dalam sirkulasi tubuh.

Demikian juga dengan kelompok tikus DM yang diberi acarbose (KO) menunjukkan terjadinya penurunan kadar glukosa darah. Sebagaimana diketahui bahwa acarbose telah banyak digunakan sebagai obat untuk terapi diabetes. Hal ini tidak terlepas dari peran acarbose sebagai inhibitor enzim α-glukosidase (Sivakumar et al. 2012). Penghambatan terhadap enzim ini menyebabkan penghambatan penguraian senyawa karbohidrat menjadi glukosa dan menunda penyerapan glukosa oleh usus halus (Adisakwattana & Chanathong 2011; Wu et al. 2012), sehingga dapat mengembalikan kadar glukosa darah tikus DM pada batas normal.

Kadar Malondialdehyde (MDA) Jaringan Hati dan Ginjal

Malondialdehyde (MDA) merupakan produk akhir peroksidasi lipid oleh aktivitas senyawa radikal bebas melalui inisiasi asam lemak tak jenuh, dan sering digunakan sebagai biomarker terjadinya stres oksidatif. (Tiwari et al. 2013). Analisis kadar MDA pada jaringan hati dan ginjal tikus perlakuan dilakukan dengan metode TBARS. Metode ini didasarkan pada reaksi antara kompleks MDA dengan TBA dalam suasana asam yang membentuk kompleks MDA-TBA yang berwarna merah jambu yang kemudian diukur intensitasnya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm (Conti et al. 1991). Hasil analisis kadar MDA pada jaringan hati dan ginjal tikus perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kadar MDA jaringan hati dan ginjal tikus perlakuan

(36)

19 Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar MDA jaringan hati dan ginjal pada kelompok K+ lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan kelompok K-. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi DM dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif yang dapat menstimulasi peningkatan produksi radikal bebas dalam tubuh (Tiwari et al. 2013). Peningkatan tersebut dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, seperti melalui mekanisme glikasi-oksidasi protein dan lemak, peningkatan pembentukan advanced glycation end product (AGEs), aktivasi protein kinase C (PKC), jalur poliol-sorbitol, dan autooksidasi glukosa (Giacco & Brownlee 2010). Adanya peningkatan produksi dan aktivitas radikal bebas dalam tubuh dapat memicu terjadinya kerusakan peroksidasi lipid yang akan menghasilkan produk akhir berupa MDA.

Kelompok EM dan KE memiliki kadar MDA jaringan hati dan ginjal yang sama (P>0,05) dengan kelompok K+. Artinya pada kelompok tersebut (EM dan KE) juga terjadi kerusakan peroksidasi lipid melalui aktivitas radikal bebas yang secara alamiah dihasilkan oleh tubuh melalui proses metabolisme tubuh. Organ hati dan ginjal menjadi sasaran utama radikal bebas dikarenakan fungsi hati sebagai agen detoksifikasi senyawa atau bahan toksik yang masuk ke dalam tubuh, sehingga mudah difiltrasi dan dikeluarkan melalui ginjal (Dellman & Brown 1992). Dalam proses ini kemungkinan terbentuknya senyawa radikal bebas sangat besar. Senyawa radikal bebas yang terbentuk dapat menyerang lipid sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan peroksidasi lipid dan berujung pada terbentuk MDA.

Meskipun demikian melalui pemberian ekstrak etanol biji mahoni pada kelompok EM dan KE, kerusakan peroksidasi lipid oleh radikal bebas pada jaringan hati dan ginjal dapat ditekan sehingga kadar MDA jaringan hati dan ginjal pada kelompok tersebut sama (P>0,05) dengan kadar MDA jaringan hati dan ginjal pada kelompok K-. Penghambatan terjadinya kerusakan peroksidasi lipid pada kelompok EM dan KE diduga diperantarai oleh senyawa flavonoid yang terkandung dalam ekstrak etanol biji mahoni. Senyawa flavonoid tersebut bertindak sebagai antioksidan alami dengan mengeliminasi senyawa-senyawa radikal bebas berlebih dalam tubuh sehingga dapat menghambat reaksi radikal bebas pada oksidasi lipid (Matos et al. 2015). Dengan demikian kadar MDA jaringan hati dan ginjal yang merupakan produk peroksidasi lipid dapat ditekan.

(37)

20

antioksidan. Hal ini terlihat dari pemberian acarbose pada kelompok KO yang tidak dapat memberikan efek terhadap penghambatan kerusakan peroksidasi lipid oleh aktivitas radikal bebas pada jaringan hati dan ginjal.

Profil Antioksidan Cu,Zn-SOD pada Jaringan Hati dan Ginjal

Pengamatan profil antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dan ginjal dilakukan melalui pengamatan kualitatif dan kuantitatif. Pengamatan kualitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dilihat dari perbedaan intensitas warna yang terbentuk pada bagian inti dan sitoplasma hepatosit dan pada bagian korteks serta medula jaringan ginjal. Sementara pengamatan kuantitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dilihat dari jumlah inti hepatosit (hati) dan inti sel tubuli renalis (ginjal) yang bereaksi pada berbagai intensitas warna/kandungan Cu,Zn-SOD

menggunakan program software McMaster Biophotonics Image J. Perbedaan intensitas warna/kandungan Cu,Zn-SOD yang terbentuk dibagi atas tiga tingkatan intensitas warna untuk reaksi positif dan satu intensitas warna untuk reaksi negatif. Reaksi positif kuat (+++) ditunjukkan dengan warna coklat tua, reaksi positif sedang (++) ditunjukkan dengan warna coklat sedang, dan reaksi positif lemah (+) ditunjukkan dengan warna coklat muda, sedangkan reaksi negatif (-) ditunjukkan dengan warna biru.

Hasil pengamatan kualitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati tikus DM dengan pewarnaan imunohistokimia (Gambar 4) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil pengamatan kualitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan hati tikus perlakuan

Kelompok Intensitas warna coklat yang terbentuk pada inti dan

(38)

21

Gambar 4 Fotomikrograf jaringan hati tikus perlakuan yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap kandungan Cu,Zn-SOD. K- = non DM; K+ = DM; EM = DM + ekstrak biji mahoni, KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada hati tikus DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM) menunjukkan lebih tinggi dibandingkan pada kelompok tikus DM (K+). vc = vena centralis, h = hepatosit. Skala 50 µm.

Pengamatan kuantitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dilakukan dengan menghitung jumlah inti hepatosit pada berbagai kandungan Cu,Zn-SOD, yang hasil uji analisisnya ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati kelompok K+ lebih rendah dibandingkan kelompok K-, EM dan KE. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah inti hepatosit yang bereaksi positif kuat (+++) lebih rendah (P<0,05) pada kelompok K+ dibandingkan kelompok K-, EM dan KE, serta jumlah inti hepatosit yang bereaksi negatif (-) lebih tinggi (P<0,05) pada kelompok K+ dibandingkan kelompok K-, EM, KO dan KE.

K

v v

v v

h h

h h

h

(39)

22

Tabel 5 Hasil pengamatan kuantitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan hati tikus perlakuan

Kelompok

Jumlah inti hepatosit yang mengandung antioksidan Cu,Zn-SOD pada berbagai kandungan

K- = kontrol negatif (non DM); K+ = kontrol positif (DM); EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; dan KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni. Positif kuat (+++), positif sedang (++), positif lemah (+), dan reaksi negatif (-). Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM dan KE) lebih tinggi dibandingkan pada kelompok K+. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah inti hepatosit yang bereaksi positif kuat (+++) lebih tinggi (P<0,05) pada kelompok yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM dan KE) dibandingkan kelompok K+, serta jumlah inti hepatosit yang bereaksi negatif (-) lebih rendah (P<0,05) pada kelompok EM dan KE dibandingkan pada kelompok K+.

Sementara kelompok KO memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati yang sama dengan kelompok K+ yang ditunjukkan dengan jumlah inti hepatosit yang bereaksi positif kuat (+++) sama (P>0,05) dengan kelompok K+. Meskipun demikian, pemberian acarbose pada kelompok KO dapat menurunkan kadar glukosa darah yang secara tidak langsung dapat menekan produksi radikal bebas sehingga penggunaan antioksidan intrasel dalam meredam radikal bebas dapat lebih efisien. Hal ini terlihat dari jumlah inti hepatosit yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok KO menunjukkan hasil yang sama (P>0,05) dengan kelompok EM dan KE, serta jumlah hepatosit yang bereaksi negatif (-) lebih rendah (P<0,05) pada kelompok KO dibandingkan kelompok K+.

Hasil pengamatan kualitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus DM dengan pewarnaan imunohistokimia (Gambar 5) dapat dilihat pada Tabel 6.

(40)

23 Hasil pengamatan kualitatif menunjukkan bahwa kandungan antioksidan Cu,Zn-SODpada jaringan ginjal tikus kelompok K+ lebih rendah dibandingkan jaringan ginjal tikus kelompok K-, sedangkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan ginjal tikus kelompok EM dan KE menunjukkan kandungan yang lebih tinggi dibandingkan jaringan ginjal tikus kelompok K+. Hal ini ditunjukkan dengan intensitas warna coklat yang terbentuk pada jaringan ginjal kelompok K-, EM, dan KE terutama pada bagian korteks jaringan ginjal menunjukkan intensitas warna coklat yang lebih tinggi dibandingkan pada kelompok K+, sedangkan bagian medula jaringan ginjal antara kelompok K+ dengan kelompok K-, EM, dan KE menunjukkan intensitas warna coklat yang sama. Sementara kelompok KO memiliki kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dalam jumlah sedang. Hal ini ditunjukkan dengan intensitas warna coklat yang terbentuk pada jaringan ginjal yang menunjukkan intensitas warna coklat lebih rendah dibandingkan kelompok K- baik pada bagian korteks maupun medula jaringan ginjal.

Gambar 5 Fotomikrograf jaringan ginjal tikus perlakuan yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap kandungan Cu,Zn-SOD. K- = non DM; K+ = DM; EM = DM + ekstrak biji mahoni, KO = DM + acarbose; KE = non DM + ekstrak biji mahoni. Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD pada ginjal tikus DM yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM) menunjukkan lebih tinggi dibandingkan kelompok tikus DM (K+). g = glomerulus, t = tubuli renalis. Skala 50 µm.

g g

g g

g g t

t

t

t

(41)

24

Pengamatan kuantitatif terhadap kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan ginjal dilakukan dengan menghitung jumlah inti sel tubuli renalis pada berbagai kandungan Cu,Zn-SOD. Hasil pengamatannya ditunjukkan pada Tabel 7. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan ginjal kelompok K+ lebih rendah dibandingkan kelompok K-, EM dan KE. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif kuat (+++) lebih rendah (P<0,05) pada kelompok K+ dibandingkan kelompok K-, EM dan KE, serta jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi negatif (-) lebih tinggi (P<0,05) pada kelompok K+ dibandingkan kelompok K-, EM, KO dan KE. Tabel 7 Hasil pengamatan kuantitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan

ginjal tikus perlakuan Kelompok

Jumlah inti sel tubuli renalis yang mengandung antioksidan Cu,Zn-SOD pada berbagai kandungan K- = kontrol negatif (non DM), K+ = kontrol positif (DM); EM = DM + ekstrak etanol biji mahoni; KO = DM + acarbose; and KE = non DM + ekstrak etanol biji mahoni. Positif kuat (+++), positif sedang (++), positif lemah (+), dan reaksi negatif (-). Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan ginjal kelompok tikus yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM dan KE) lebih tinggi dibandingkan pada kelompok K+. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif kuat (+++) lebih tinggi (P<0,05) pada kelompok yang diberi ekstrak etanol biji mahoni (EM dan KE) dibandingkan kelompok K+ dan KO, serta jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi negatif (-) lebih rendah (P<0,05) pada kelompok EM dan KE dibandingkan pada kelompok K+ dan KO. Selanjutnya kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan ginjal tikus kelompok KO sama dengan kelompok K+. Hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah inti sel tubuli renalis yang bereaksi positif kuat (+++) pada kelompok KO sama (P>0,05) dengan kelompok K+.

Antioksidan Cu,Zn-SOD merupakan salah satu antioksidan endogen yang terdapat dalam sel yang berperan sebagai pertahanan dengan menghambat reaksi oksidasi terhadap aktivitas radikal bebas yaitu dengan mengubahnya menjadi senyawa yang lebih stabil (Valko et al. 2006). Peningkatan jumlah radikal bebas dalam tubuh akan meningkatkan penggunaan antioksidan intrasel sehingga menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan Cu,Zn-SOD sebagai salah satu sistem antioksidan endogen dalam tubuh.

(42)

25 dengan radikal bebas, pengkelasian ion logam, maupun melalui penghambatan secara enzimatis terhadap pembentukan senyawa radikal bebas baru (Lukacinova et al. 2008; Han et al. 2012). Flavonoid dalam ekstrak etanol biji mahoni akan bekerja secara sinergis dengan antioksidan Cu,Zn-SOD endogen dalam menetralkan aktivitas senyawa radikal bebas. Dengan demikian kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD dalam jaringan hati dan ginjal tikus dapat dipertahankan pada kondisi DM.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan dari hasil penelitian ini adalah (1) ekstrak etanol biji mahoni yang dimaserasi dengan pelarut etanol 30%, 70%, dan 96% memiliki nilai IC50

masing-masing sebesar 275,6 mg/ml, 350,6 mg/ml, dan 354,2 mg/ml yang aktivitas antioksidan ketiganya tergolong lemah, (2) pemberian ekstrak etanol (96%) biji mahoni mampu meningkatkan berat badan tikus, menurunkan kadar glukosa darah, (3) menurunkan kadar MDA pada jaringan hati dan ginjal, serta (4) meningkatkan kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan hati dan ginjal tikus model DM.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji potensi ekstrak etanol biji mahoni sebagai obat/suplemen antidiabetes.

DAFTAR PUSTAKA

[ADA] American Diabetes Association. 2011. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care.34(1):62-69.

Adisakwattana S, Chanathong B. 2011. α-glucosidase inhibitory activity and

lipid-lowering mechanisms of Moringa oleifera leaf extract. European Review for Medical and Pharmacological Sciences. 15:803-808.

Bösenberg LH, Zyl DGV. 2008. The mechanism of action of oral antidiabetic drugs: A review of recent literature. The Journal of Endocrinology, Metabolism and Diabetes of South Africa. 13(3):80-88.

Chung SSM, Ho ECM, Lam KSL, Chung SK. 2003. Contribution of polyol pathway to diabetes-induced oxidative stress. Journal of the American Society of Nephrology. 14:S233-S236.

Conti M, Morand PC, Levillain P, Lemonnier A. 1991. Improved fluorometric determination of malondialdehyde. Clinical Chemistry. 37(7):1273-1275. Debasis De, Chatterje K, Ali KM, Bera TK, Ghosh D. 2011. Antidibetic

Gambar

Grafik berat badan pada tikus perlakuan
Gambar 2  Grafik berat badan pada tikus perlakuan. K- = kontrol negatif; K+ = DM; EM =
Gambar 4 Fotomikrograf jaringan hati tikus perlakuan yang diwarnai secara imunohistokimia
Tabel 6 Hasil pengamatan kualitatif kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD jaringan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hipotesis yang penulis ajukan adalah “Diduga kinerja keuangan pada PT.(Persero) Angkasa Pura 1 Bandara Adi Soemarmo Solo cukup baik dilihat dari rasio keuangan yang

PREDIKSI BANYAKNYA PENDERITA DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KOTA SURAKARTA DENGAN MODEL REGRESI SPASIAL LAG.. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

[8] Freescale Semiconductor , “ Integrated Silicon Pressure Sensor On-Chip Signal.. Conditioned, Temperature Compensated and Calibrated ”, diunduh

Di terbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang mengamanatkan partisipasi dari masyarakat mulai dari

Dapat membantu pembelajar untuk lebih memahami penggunaan kalimat imperatif bahasa Jepang dilihat dari hubungan antara pembicara dan lawan bicara, dan respon lawan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa teknik kompresi dengan menggunakan metode Fractal dapat diterapkan untuk melakukan kompresi video dan foto, pada proses

perkembangan anak usia 36 minggu ”.Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Fisioterapi di Program Studi Fisioterapi Fakultas

Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap pengaruh dari partisipasi penyusunan anggaran, motivasi dan komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial di PDAM Delta Tirta