• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kasus-Kasus Merek Melalui UU No.15 Tahun 2001

Berdasarkan berbagai contoh kasus itikad tidak baik dalam pendaftaran merek

di atas, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pemohon yang beritikad

baik dalam pendaftaran merek adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara

layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru atau menjiplak

ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada

pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan

konsumen.

Lawan dari prinsip itikad baik adalah itikad tidak baik yakni suatu tindakan

pihak lain atau pihak ketiga yang mendaftarkan mereknya di Dirjen HKI secara tidak

layak dan tidak jujur karena ada niat buruk untuk membonceng, meniru atau

menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat

kerugian pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh

dengan merek yang telah terdaftar dan merek itu bertentangan pula dengan moralitas

agama, kesusilaan, serta ketertiban umum.86

Terhadap perbuatan demikian, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 71 ayat (1)

UU Merek, pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan

mencoret merek yang bersangkutan dari DUM dengan memberi catatan tentang

alasan dan tanggal pembatalan tersebut, yang mengakibatkan berakhirnya

perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan. Pembatalan merek dalam hal ini

diajukan melalui gugatan gugatan pembatalan pendaftaran merek yang diajukan oleh

pihak yang berkepentingan yakni Pengadilan Niaga, setelah mengajukan permohonan

kepada Direktorat Jenderal dengan menyebutkan alasan-alasan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4, 5 dan 6.

Ketentuan itikad tidak baik dalam pendaftaran merek, diatur dalam Pasal 4

UU Merek yang ditentukan bahwa, ”Merek tidak dapat didaftar atas dasar

Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik”. Tidak dapat

didaftarkan atau dapat dibatalkan menurut Pasal 5 UU Merek, apabila mengandung

salah satu unsur yakni:

1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas

agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

2) Tidak memiliki daya pembeda;

3) Telah menjadi milik umum; atau

86

4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang

dimohonkan pendaftarannya.

Penilaian persamaan merek yang diperbandingkan hakim dalam mengadili,

didasarkan pada ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Merek yang memberikan indikator

tentang persamaan pada keseluruhannya yaitu merek yang diperbandingkan sama

persis dnegan merek yang terdaftar sebelumnya dan terdapat persamaan pada

pokoknya. Penilaian persamaan pada pokoknya, hakim harus memperhatikan

kemiripan yang disebabkan oleh unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu

dengan merek yang lain, sehingga dapat menimbulkan kesan terdapatnya persamaan

baik bentuknya, cara penempatan, cara penulisan, kombinasi unsur-unsur maupun

persamaan bunyi ucapan.87 Merek lain atau merek yang pertama terdaftar dalam

DUM adalah merek terkenal dalam arti sudah dikenal dalam masyarakat atau

konsumen.

Ukuran suatu merek terkenal didasarkan pada penjelasan Pasal 6 ayat (1)

huruf b UU Merek yang menjelaskan bahwa:

Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Disamping itu diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara didunia yang dilakukan oleh pemiliknya dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut dibeberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.

87

Berdasarkan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Merek di atas, bahwa

untuk menentukan suatu merek terkenal dilakukan dengan memperhatikan

pengetahuan umum masyarakat mengenai merek di bidang usaha yang bersangkutan.

Selain itu, diperhatikan pula reputasi merek terkenal yang diperoleh melalui promosi

yang gencar dan besar-besaran, investasi di berbagai negara di dunia dan bukti

pendaftaran merek di beberapa negara, apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup,

Hakim Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk

melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya

merek tersebut. Dalam hal lembaga yang bersifat mandiri melakukan survey atas

perintah Hakim Pengadilan Niaga, hakim berwenang untuk melakukan penetapan

sementara.88

Penetapan sementara oleh Hakim Pengadilan Niaga merupakan hal baru

dalam bidang HKI khususnya merek karena ketentuan tentang merek sebelum

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak diatur mengenai

penetapan sementara pengadilan. Ketentuan ini diatur sebagai konsekuensi logis

negara Indonesia menjadi anggota WTO yang didalamnya terdapat perjanjian TRIPs

dan dalam prakteknya di beberapa negara, penetapan sementara pengadilan dikenal

dengan injuction. Pengaturan tentang injuction merupakan bentuk perlindungan

terhadap merek terkenal dari tindakan-tindakan importasi produk hasil pelanggaran

yang memiliki persamaan dengan merek terkenal, termasuk di dalamnya kemasan

88

produk merek terkenal.89 Kasus yang dapat dijadikan sebagai rujukan pengaturan

penetapan sementara pengadilan adalah kasus Anton Piller Order di Inggris. Dalam

kasus ini, pengadilan memberikan penetapan atas permintaan pemilik merek untuk

menahan barang masuk dari luar Inggris yang merupakan hasil pelanggaran tehadap

merek terkenal.90

Pengaturan injuction di Indonesia, diatur dalam ketentuan Pasal 85 UU Merek

yang disebutkan syarat-syarat untuk mengajukan permohonan penetapan sementara

pengadilan yaitu seorang pemilik merek terdaftar dapat mengajukan permohonan

kepada Pengadilan Niaga untuk meneluarkan penetapan sementara yang isinya

memuat pencegahan masuknya barang dan/atau jasa yang berkaitan dengan

pelanggaran hak atas merek dan penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan

pelanggaran merek.91

Sejak berlakunya UU Merek menurut Direktorat Merek HKI, belum ada

penetapan sementara pengadilan sehubungan dengan dugaan pelanggaran merek

khususnya tentang itikad tidak baik. Hal ini disebabkan karena belum ada hukum

acara yang mengatur tentang permohonan pengajuan penetapan sementara. Oleh

sebab itu, pengadilan tidak dapat melakukan penetapan sementara. Padahal,

pengaturan tentang penetapan sementara pengadilan sangat penting sebab merupakan

89

Ibid.

90

Routledge Cavendish, Intellectual Property Law, Fifth Edition, (New York: Cavendish Publishing, 2006), hal. 143.

91

Permohonan penetapan sementara diikuti dengan uang jaminan kepada pengadilan, apabila dugaan terhadap barang-barang impor hasil pelanggaran tidak benar, uang jaminan diberikan kepada pihak yang dipersengkatan, tetapi apabila benar, uang jaminan diberikan kepada pemohon sebagai biaya untuk pengajuan gugatan.

langkah antisipasi terhadap tindakan persaingan curang dalam hal itikad tidak baik

yang dilakukan kompetitor dengan melakukan tindakan importasi, akan tetapi dengan

diaturnya secara normatif ketentuan penetapan sementara dalam Pasal 85 UU Merek,

negara telah menciptakan hukum untuk memberikan perlindungan terhadap merek

terkenal. Ketentuan penetapan sementara dalam Pasal 85 UU Merek menjadi tidak

berarti jika tidak dapat dilaksanakan oleh penegak hukum karena tidak terdapat aturan

pelaksananya.92

Pertimbangan pengadilan dalam putusan atas merek-merek sengketa hanya

membandingkan antara merek yang terdaftar yang satu dengan yang lainnya. Konsep

itikad tidak baik hanya dikaitkan dengan terdaftarnya merek yang didasarkan alasan

mendompleng merek yang sudah terdaftar lebih dahulu atau merek terkenal.

Ketentuan mengenai merek terkenal dalam Pasal 2 WIPO Joint Recommendation

Concerning Provisons on the Protection of Well Known Mark 1999 yang antara lain menentukan merek terkenal dengan mempertimbangkan tingkat pengetahuan

masyarakat, jangka waktu, luas cakupan, wilayah penggunaan, pengiklanan merek,

perluasan tingkat merek dan nilai atas merek.93

Pertimbangan dalam putusan hakim dalam hal pembatalan merek karena

terdapatnya itikad tidak baik, hakim kurang mempertimbangkan unsur kemasan sebab

hakim hanya membandingkan unsur ”persamaan pada pokoknya” dan ”tidak terdapat

92

Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di

Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, (Bandung: Yrama Widya, 2002), hal. 98. 93

WIPO Joint Recommendation Concerning Provisons on the Protection of Well Known

unsur pembeda” antara merek yang terdaftar lebih dahulu dengan merek lain, oleh

sebab itu, tidak memberikan kepastian hukum karena tidak menyentuh objek sengketa

yang sangat mendasar yaitu persoalan kemasan. Setidak-tidaknya, hakim harus

mempertimbangkan aspek kemasan sebagai bagian dari persaingan curang. Hakim-

hakim di Pengadilan Niaga tidak memiliki persepsi yang sama dalam hal

sebagaimana dijelaskan di atas.94 Pengadilan harus mempertimbangkan atau

membuat penafsiran yang luas tentang itikad tidak baik dikaitkan dengan praktek

persaingan curang terutama menyangkut peniruan kemasan produk.

Hakim Pengadilan Niaga dalam memutus sengketa merek dalam hal

terjadinya persaingan curang yakni itikad tidak baik yang dimaksud dalam Pasal 4

UU Merek, harus membatalkan merek pihak lain yang sengaja meniru merek terkenal

dengan mempertimbangkan hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 5 Undang – Undang

Merek yakni:

1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;

2) Tidak memiliki daya pembeda; 3) Telah menjadi milik umum; atau

4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Pembatalan juga didasarkan kepada Pasal 6 yang intinya adalah merek harus

ditolak dengan alasan-alasan berikut:

94

Insan Budi Maulana, Kompilasi Undang-Undang Hak Cipta, Paten, Merek dan

Terjemahan Konvensi-Konvensi di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), (Bandung: Citra

1) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

2) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya;

3) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi- geografis yang sudah dikenal;

4) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

5) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; dan 6) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang

digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, pemohon yang mendaftarkan mereknya

harus ditolak dan dinyatakan batal. Oleh sebab itu, terhadap merek yang ditolak dan

dibatalkan, negara tidak bisa memberikan perlindungan hukum terhadap merek-

merek yang berkaitan dengan alasan-alasan di atas. Pihak pemohon yang mereknya

ditolak dan dibatalkan dapat pula mengajukan gugatan pembatalan merek terdaftar

melalui Pengadilan Niaga dan apabila ada putusan dari pengadilan niaga, maka upaya

hukum yang dilakukannya hanya bisa diajukan kasasi. Setelah putusan memiliki

kekuatan hukum yang tetap, Direktorat Jenderal HKI harus mencoret merek yang

bersangkutan dari DUM dengan memberikan catatan tentang alasan-alasan dan

tanggal pembatalannya serta memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada

pemilik dan/atau kuasanya.95

95

Dokumen terkait