Berdasarkan berbagai contoh kasus itikad tidak baik dalam pendaftaran merek
di atas, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pemohon yang beritikad
baik dalam pendaftaran merek adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara
layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru atau menjiplak
ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada
pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan
konsumen.
Lawan dari prinsip itikad baik adalah itikad tidak baik yakni suatu tindakan
pihak lain atau pihak ketiga yang mendaftarkan mereknya di Dirjen HKI secara tidak
layak dan tidak jujur karena ada niat buruk untuk membonceng, meniru atau
menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat
kerugian pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh
dengan merek yang telah terdaftar dan merek itu bertentangan pula dengan moralitas
agama, kesusilaan, serta ketertiban umum.86
Terhadap perbuatan demikian, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 71 ayat (1)
UU Merek, pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan
mencoret merek yang bersangkutan dari DUM dengan memberi catatan tentang
alasan dan tanggal pembatalan tersebut, yang mengakibatkan berakhirnya
perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan. Pembatalan merek dalam hal ini
diajukan melalui gugatan gugatan pembatalan pendaftaran merek yang diajukan oleh
pihak yang berkepentingan yakni Pengadilan Niaga, setelah mengajukan permohonan
kepada Direktorat Jenderal dengan menyebutkan alasan-alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, 5 dan 6.
Ketentuan itikad tidak baik dalam pendaftaran merek, diatur dalam Pasal 4
UU Merek yang ditentukan bahwa, ”Merek tidak dapat didaftar atas dasar
Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik”. Tidak dapat
didaftarkan atau dapat dibatalkan menurut Pasal 5 UU Merek, apabila mengandung
salah satu unsur yakni:
1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas
agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
2) Tidak memiliki daya pembeda;
3) Telah menjadi milik umum; atau
86
4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarannya.
Penilaian persamaan merek yang diperbandingkan hakim dalam mengadili,
didasarkan pada ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Merek yang memberikan indikator
tentang persamaan pada keseluruhannya yaitu merek yang diperbandingkan sama
persis dnegan merek yang terdaftar sebelumnya dan terdapat persamaan pada
pokoknya. Penilaian persamaan pada pokoknya, hakim harus memperhatikan
kemiripan yang disebabkan oleh unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu
dengan merek yang lain, sehingga dapat menimbulkan kesan terdapatnya persamaan
baik bentuknya, cara penempatan, cara penulisan, kombinasi unsur-unsur maupun
persamaan bunyi ucapan.87 Merek lain atau merek yang pertama terdaftar dalam
DUM adalah merek terkenal dalam arti sudah dikenal dalam masyarakat atau
konsumen.
Ukuran suatu merek terkenal didasarkan pada penjelasan Pasal 6 ayat (1)
huruf b UU Merek yang menjelaskan bahwa:
Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Disamping itu diperhatikan pula reputasi Merek terkenal yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara didunia yang dilakukan oleh pemiliknya dan disertai bukti pendaftaran Merek tersebut dibeberapa negara. Apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya Merek yang menjadi dasar penolakan.
87
Berdasarkan penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf b UU Merek di atas, bahwa
untuk menentukan suatu merek terkenal dilakukan dengan memperhatikan
pengetahuan umum masyarakat mengenai merek di bidang usaha yang bersangkutan.
Selain itu, diperhatikan pula reputasi merek terkenal yang diperoleh melalui promosi
yang gencar dan besar-besaran, investasi di berbagai negara di dunia dan bukti
pendaftaran merek di beberapa negara, apabila hal-hal di atas belum dianggap cukup,
Hakim Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk
melakukan survey guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya
merek tersebut. Dalam hal lembaga yang bersifat mandiri melakukan survey atas
perintah Hakim Pengadilan Niaga, hakim berwenang untuk melakukan penetapan
sementara.88
Penetapan sementara oleh Hakim Pengadilan Niaga merupakan hal baru
dalam bidang HKI khususnya merek karena ketentuan tentang merek sebelum
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tidak diatur mengenai
penetapan sementara pengadilan. Ketentuan ini diatur sebagai konsekuensi logis
negara Indonesia menjadi anggota WTO yang didalamnya terdapat perjanjian TRIPs
dan dalam prakteknya di beberapa negara, penetapan sementara pengadilan dikenal
dengan injuction. Pengaturan tentang injuction merupakan bentuk perlindungan
terhadap merek terkenal dari tindakan-tindakan importasi produk hasil pelanggaran
yang memiliki persamaan dengan merek terkenal, termasuk di dalamnya kemasan
88
produk merek terkenal.89 Kasus yang dapat dijadikan sebagai rujukan pengaturan
penetapan sementara pengadilan adalah kasus Anton Piller Order di Inggris. Dalam
kasus ini, pengadilan memberikan penetapan atas permintaan pemilik merek untuk
menahan barang masuk dari luar Inggris yang merupakan hasil pelanggaran tehadap
merek terkenal.90
Pengaturan injuction di Indonesia, diatur dalam ketentuan Pasal 85 UU Merek
yang disebutkan syarat-syarat untuk mengajukan permohonan penetapan sementara
pengadilan yaitu seorang pemilik merek terdaftar dapat mengajukan permohonan
kepada Pengadilan Niaga untuk meneluarkan penetapan sementara yang isinya
memuat pencegahan masuknya barang dan/atau jasa yang berkaitan dengan
pelanggaran hak atas merek dan penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan
pelanggaran merek.91
Sejak berlakunya UU Merek menurut Direktorat Merek HKI, belum ada
penetapan sementara pengadilan sehubungan dengan dugaan pelanggaran merek
khususnya tentang itikad tidak baik. Hal ini disebabkan karena belum ada hukum
acara yang mengatur tentang permohonan pengajuan penetapan sementara. Oleh
sebab itu, pengadilan tidak dapat melakukan penetapan sementara. Padahal,
pengaturan tentang penetapan sementara pengadilan sangat penting sebab merupakan
89
Ibid.
90
Routledge Cavendish, Intellectual Property Law, Fifth Edition, (New York: Cavendish Publishing, 2006), hal. 143.
91
Permohonan penetapan sementara diikuti dengan uang jaminan kepada pengadilan, apabila dugaan terhadap barang-barang impor hasil pelanggaran tidak benar, uang jaminan diberikan kepada pihak yang dipersengkatan, tetapi apabila benar, uang jaminan diberikan kepada pemohon sebagai biaya untuk pengajuan gugatan.
langkah antisipasi terhadap tindakan persaingan curang dalam hal itikad tidak baik
yang dilakukan kompetitor dengan melakukan tindakan importasi, akan tetapi dengan
diaturnya secara normatif ketentuan penetapan sementara dalam Pasal 85 UU Merek,
negara telah menciptakan hukum untuk memberikan perlindungan terhadap merek
terkenal. Ketentuan penetapan sementara dalam Pasal 85 UU Merek menjadi tidak
berarti jika tidak dapat dilaksanakan oleh penegak hukum karena tidak terdapat aturan
pelaksananya.92
Pertimbangan pengadilan dalam putusan atas merek-merek sengketa hanya
membandingkan antara merek yang terdaftar yang satu dengan yang lainnya. Konsep
itikad tidak baik hanya dikaitkan dengan terdaftarnya merek yang didasarkan alasan
mendompleng merek yang sudah terdaftar lebih dahulu atau merek terkenal.
Ketentuan mengenai merek terkenal dalam Pasal 2 WIPO Joint Recommendation
Concerning Provisons on the Protection of Well Known Mark 1999 yang antara lain menentukan merek terkenal dengan mempertimbangkan tingkat pengetahuan
masyarakat, jangka waktu, luas cakupan, wilayah penggunaan, pengiklanan merek,
perluasan tingkat merek dan nilai atas merek.93
Pertimbangan dalam putusan hakim dalam hal pembatalan merek karena
terdapatnya itikad tidak baik, hakim kurang mempertimbangkan unsur kemasan sebab
hakim hanya membandingkan unsur ”persamaan pada pokoknya” dan ”tidak terdapat
92
Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di
Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, (Bandung: Yrama Widya, 2002), hal. 98. 93
WIPO Joint Recommendation Concerning Provisons on the Protection of Well Known
unsur pembeda” antara merek yang terdaftar lebih dahulu dengan merek lain, oleh
sebab itu, tidak memberikan kepastian hukum karena tidak menyentuh objek sengketa
yang sangat mendasar yaitu persoalan kemasan. Setidak-tidaknya, hakim harus
mempertimbangkan aspek kemasan sebagai bagian dari persaingan curang. Hakim-
hakim di Pengadilan Niaga tidak memiliki persepsi yang sama dalam hal
sebagaimana dijelaskan di atas.94 Pengadilan harus mempertimbangkan atau
membuat penafsiran yang luas tentang itikad tidak baik dikaitkan dengan praktek
persaingan curang terutama menyangkut peniruan kemasan produk.
Hakim Pengadilan Niaga dalam memutus sengketa merek dalam hal
terjadinya persaingan curang yakni itikad tidak baik yang dimaksud dalam Pasal 4
UU Merek, harus membatalkan merek pihak lain yang sengaja meniru merek terkenal
dengan mempertimbangkan hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 5 Undang – Undang
Merek yakni:
1) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;
2) Tidak memiliki daya pembeda; 3) Telah menjadi milik umum; atau
4) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.
Pembatalan juga didasarkan kepada Pasal 6 yang intinya adalah merek harus
ditolak dengan alasan-alasan berikut:
94
Insan Budi Maulana, Kompilasi Undang-Undang Hak Cipta, Paten, Merek dan
Terjemahan Konvensi-Konvensi di Bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), (Bandung: Citra
1) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
2) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya;
3) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi- geografis yang sudah dikenal;
4) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;
5) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; dan 6) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, pemohon yang mendaftarkan mereknya
harus ditolak dan dinyatakan batal. Oleh sebab itu, terhadap merek yang ditolak dan
dibatalkan, negara tidak bisa memberikan perlindungan hukum terhadap merek-
merek yang berkaitan dengan alasan-alasan di atas. Pihak pemohon yang mereknya
ditolak dan dibatalkan dapat pula mengajukan gugatan pembatalan merek terdaftar
melalui Pengadilan Niaga dan apabila ada putusan dari pengadilan niaga, maka upaya
hukum yang dilakukannya hanya bisa diajukan kasasi. Setelah putusan memiliki
kekuatan hukum yang tetap, Direktorat Jenderal HKI harus mencoret merek yang
bersangkutan dari DUM dengan memberikan catatan tentang alasan-alasan dan
tanggal pembatalannya serta memberikan pemberitahuan secara tertulis kepada
pemilik dan/atau kuasanya.95
95