• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KASUS

Dalam dokumen MAKALAH Case Tumor Parotis (Halaman 45-50)

Pasien adalah seorang laki-laki berusia 40 tahun, sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa tumor parotis lebih sering pada laki-laki dengan insidensi sekitar 1.41 kasus per 100.000 laki-laki, dibandingkan dengan perempuan yang hanya 1.00. Tumor parotis bisa mengenai semua umur, namun kebanyakan pasien didiagnosis pada usia >64 tahun. Baik adenoma pleomorfik maupun adenoid kistik karsinoma, insiden keduanya dapat terjadi pada semua umur. Pasien bekerja sebagai pegawai swasta, dimana pasien tidak sering terpapar oleh sinar radiasi yang menjadi faktor risiko tumor parotis.

Pasien datang dengan keluhan benjolan soliter dekat telinga kanan yang baru disadari oleh pasien sejak ±4 bulan SMRS. Gejala tumor parotis adalah adanya benjolan di pre/infra/retro aurikula. Adenoma pleomorfik merupakan tumor tersering pada kelenjar liur dan paling sering terjadi pada kelenjar parotis, sedangkan adenoid kistik karsinoma yang jarang biasanya terjadi pada kelenjar liur mayor ataupun minor. Pasien tidak mengeluh nyeri, nyeri biasanya dirasakan pada pasien yang mengalami keganasan tumor parotis. Pada adenoid kistik karsinoma biasanya tidak ada keluhan nyeri pada lesi yang dini karena pertumbuhannya yang lambat. Benjolan awalnya kecil, kira-kira sebesar kelereng, makin lama makin membesar, menjadi sebesar telur puyuh, menunjukkan bahwa adanya progresivitas dari sel tumor namun lambat, hal ini sesuai dengan adenoid kistik karsinoma yang pertumbuhannya lambat. Tidak terasa hangat, tidak memerah, tidak demam, menunjukkan bahwa ini bukan reaksi peradangan/inflamasi. Keluhan lain seperti bibir mencong, muka asimetris, dan sulit menutup mata tidak ada, hal ini berarti tidak ada keterlibatan nervus fasialis yang biasanya terjadi pada keganasan tumor parotis. Pasien tidak mengeluh sulit menelan, nyeri tenggorok, dan gangguan pendengaran disangkal, menunjukkan bahwa lobus profundus parotis tidak terlibat. Benjolan di leher dan di tempat lain juga disangkal, hal ini menunjukkan tidak adanya metastasis ke kelenjar limfe dan di organ jauh. Terdapat penurunan nafsu makan namun penurunan berat badan tidak diketahui pasien menunjukkan adanya penyakit kronik. Paman pasien mengalami keluhan benjolan pada daerah pipi, ini untuk mengetahui faktor risiko pasien, yaitu genetik. Pasien tidak pernah

menjalani radioterapi pada daerah kepala dan leher sebelumnya, yang merupakan faktor risiko terjadinya tumor parotis.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada regio infraaurikula dekstra terdapat benjolan, soliter, ukuran 5x3x2cm, padat kistik, batas tegas, permukaan licin rata, immobile, tidak nyeri, suhu dan warna seperti jaringan sekitar. Tumor parotis pada umumnya hanya berupa benjolan soliter. Konsistensinya kenyal padat/kistik, permukaan licin, berbatas tegas, tampak berkapsul, tidak nyeri, dapat digerakkan, dan ukuran terbesarnya jarang melebihi 6 cm merupakan ciri-ciri adenomapleomorfik. Dari pemeriksaan neurologis tidak didapatkan parese nervus VII, VII, IX, X, XII, dan XII, hal ini menunjukkan bahwa lobus profunda tidak terlibat.

Dari pemeriksaan FNAB didapatkan hasil terlihat beberapa kelompok-kelompok kecil sel yang terdiri atas sel berinti bulat/oval, inti tampak uniform, kromatin tersebar merata. Tampak pula fragmen-fragmen menyerupai chondromyroid. Yang menggambarkan kesan adenoma pleomorfik.

Pasien didiagnosis dengan tumor parotis superfisial dekstra susp benigna. Kemudian pasien direncanakan terapi operatif berupa parotidektomi, saat intraoperatif didapatkan tumor berasal dari lobus superfisial sehingga akhirnya dilakukan parotidektomi superfisial. Lalu dipasang drain untuk mengalirkan darah dan cairan post op.

Instruksi post operasi Awasi TNSP, hitung produksi drain / 24 jam, diet biasa, IVFD KaenMg3/RL = 3:1 / 24 jam, ceftriakson 1 x 2 gr iv sebagai antibiotik profilaksis, ketesse 3 x 1 ampul iv sebagai analgesik dan pemeriksaan PA post-operasi.

Pada follow up tidak didapatkan gangguan motorik pada pasien. Hal ini menunjukkan pasien tidak mengalami komplikasi.

Pada hasil pemeriksaan PA didapatkan penampang irisan sebagian putih, padat, sebagian tidak teratur kecoklatan, agak rapuh. Sediaan tumor parotis menunjukkan massa tumor dengan arsitektur yang bervariasi tubuler, tubulokistik dengan massa amorf eusinofilik dalam lumen, solid dan cribriform. Sel pleomorfik, hyperkromatik. Mitosis mudah ditemukan. Kesimpulan adenoid cystic carcinoma yang merupakan tumor ganas. Pasien masih memerlukan tatalaksana lebih lanjut yaitu berupa terapi radiasi.

KESIMPULAN

Umumnya, tumor kelenjar liur jarang terjadi, dan jika terjadi, sebagian besar tumor pada kelenjar liur terjadi pada kelenjar parotis, dimana 75% - 85% dari seluruh tumor berasal dari parotis dan 80% dari tumor ini adalah adenoma pleomorphic jinak (benign pleomorphic

adenomas). 1,2

Gambaran klinis tumor kelenjar liur baik itu jinak atau ganas akan muncul sebagai suatu massa berbentuk soliter, berkembang diantara sel-sel pada kelenjar yang terkena. Pertumbuhan yang cepat dari massa dan rasa sakit pada lesi itu berkaitan dengan perubahan ke arah keganasan, tetapi bukan sebagai alat diagnostik. Keterlibatan saraf fasialis (N.VII) umumnya sebagai indikator dari keganasan,walaupun gejala ini hanya nampak pada 3% dari seluruh tumor parotis dan prognosisnya buruk. 4,7

Tumor parotis dapat dibagi menjadi 2 yaitu jinak dan ganas. Tumor kelenjar jinak yang paling sering ditemui adalah adenoma Pleomorfik dan Limfomatosum Adenokistoma Papilar (Tumor Warthin), sedangkan tumor ganas kelenjar liur paling sering pada anak adalah karsinoma mukoepidermoid, biasanya derajatnya rendah. Pada dewasa dapat berupa Karsinoma mukoepidermoid, Karsinoma sel skuamosa, Adenokarsinoma yang tidak berdiferensiasi, Karsinoma adenokistik (silindroma). 4,6,7

Untuk terapi dilakukan tergantung stadiumnya, ada tumor yang masih dapat dioperasi ada pula yang memerlukan terapi lain. Terapi tambahan berupa radiasi pasca operasi atau kemoterapi. Untuk prognosis sesudah terapi adekuat pada tumor benigna terjadi residif lokal kurang dari 1% kasus. Namun, jika tumor benigna tidak diangkat secara luas, sering timbul residif lokal. 12,13,14

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong W. Tumor Kelenjar Liur. Dalam : R Samsuhidajat, Warko Karnadihardja, Theddeus OH Prasetyono, Reno Rudiman, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. h. 469-70.

2. F Christopher Holsinger, Dana T Bui. Anatomy, Function, and Evaluation of Salivary Glands. In: Myers EN, Ferris RL editors. Salivary Gland Disorders. Springer: Berlin; 2007. h 1-14.

3. Susan, Standring. Grays Anatomy: The Anatomical Basis of Clinical Practise. USA: Elsevier; 2005. h. 515-18.

4. Arthur C Guyton, John E Hall. Fungsi Sekresi dari Saluran Pencernaan. Dalam : Luqman Yanur Rachman, Huriawati hartanto, Andita Novrianti, Nanda Wulandari, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007. h. 1013-14.

5. William F Ganong. Fungsi Endokrin Pankreas & Pengaturan Metabolisme Karbohidrat. Dalam: M Djauhari Widjajakusumah, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2002. h. 320-39. 6. Satish Keshav. In: The Gastrointestinal System At A Glance. Australia: Blackwell

Science Ltd; 2004. h. 14-15.

7. Vinay Kumar, Ramzi S Cotran, Stanley L Robbins. Pankreas. Dalam: Huriawati Hartanto, Nurwani Darwaniah, Nanda Wulandari, editor. Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta; 2007. h. 711-16.

8. Kimberley Ho, Helen Lin, David K Ann, Peiguo G Chu, Yun Yen. An Overview of The Rare Parotid Gland Cancer. Head & Neck Onconlogy 2011. h. 1-7.

9. Mulholland dkk. Greenfield's Surgery: Scientific Principles and Practice. Edisi 4. Lippincott Williams & Wilkins; 2006.

10. Shu, Xiaochen; Ahlbom, Anders; Feychting, Maria. Incidence Trends of Malignant Parotid Gland Tumors in Swedish and Nordic Adults 1970 to 2009.Epidemiology: September 2012. Volume 2. h. 766-67.

11. C Ungari, F Paparo, W Colangeli, G Iannetti. Parotid Glands Tumours: Overview Of A 10-Years Experience With 282 Patients, Focusing On 231 Benign Epithelial Neoplasms. European Review for Medical and Pharmacological Sciences 2008; 12: h. 321-325.

12.Claudia-Patricia Mejía-Velázquez, Marco-Antonio Durán-Padilla, Erick Gómez-Apo, Daniel Quezada- Rivera, Luis-Alberto Gaitán-Cepeda. Tumors of the salivary gland in Mexicans. A re-trospective study of 360 cases. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2012 Mar 1;17 (2): h. 183-9.

13. Edge SB, Byrd DR, Compton CC, et al., eds.: AJCC Cancer Staging Manual. 7th ed. New York: Springer; 2010. h. 79-86.

14.A Mag, S Cotulbea, S Lupescu, H tefãnescu, C Doros, et al. Parotid Gland Tumors. Journal of Experimental Medical and Surgical Research 2010; 4: 259-63.

15. Albar, Zafiral Azdi. Protokol PERABOI 2003 edisi 1 Cetakan 1. Bandung : 2004 16. Ali SN, et al. diagnostic accuracy of fine needle aspiration cytology in parotid

lesion. International Scholarly Research Network. Volume 2011.

17. Moonis G. Et al. Imaging Characteristic of Recurrent Pleomorphic Adenoma of the Parotid Gland. Am J Neuroradiol 2007; 105: h. 1532-36. `

18. Scott, Vanderheiden. ed. Malignant Parotid Tumor Imaging. Emedicine 2011 may 27.

19. Jeannon JP, Calman F, Gleeson M, et al; Management of advanced parotid cancer. A systematic review. Eur J Surg Oncol 2008 Nov 20.

20. Samson NG, Cathy Torjek, Allan Hovan. Management of Frey Syndrome Using Botulinum Neurotoxin: A Case Report. CJDA November 2009; 75: h. 651-54. 21. Lumongga F. Temuan Kasus-kasus Yang Didiagnosa Secara Histopatologi Sebagai

Cylindroma Sejak 1 Januari 1997-31 Oktober 2007. 2008. (diakses 22 Mei 2013). Tersedia dari:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2046/1/09E01468.pdf

Dalam dokumen MAKALAH Case Tumor Parotis (Halaman 45-50)

Dokumen terkait