• Tidak ada hasil yang ditemukan

704/Pdt.G/2015/PN.Mdn ) Kasus Posisi :

Kasus Putusan Pengadilan Negeri No. 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn :

Salembal perempuan, Kewarganegaraan Indonesia, lahir di Medan, tanggal 12 September 1965, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, beralamat Jl. Antariksa Gang Palem No. 16 Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan yang disebut sebagai Penggugat yang mengajukan gugatan kepada Shanto Wijaya laki-laki, Kewarganegaraan Indonesia, lahir di Medan, tanggal 09 Mei 1970, pekerjaan Wiraswasta, beralamat di Jl. Brigadier Jenderal Katamso No. 142, Kelurahan Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan yang disebut sebagai Tergugat dan NotarisMariama, SH perempuan, warga negara Indonesia, pekerjaan Notaris, beralamat di Jalan Sikambing Nomor 1-E Kelurahan Silalas, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan selanjutnya disebut Turut Tergugat.

Penggugat merupakan rekan kerja sama dari Tergugat dimana Penggugat bersama-sama dengan Tergugat membuat suatu perjanjian kerja sama dan bagi hasil dihadapan Mariama SH Notaris di Medan, yang sebagai Turut Tergugat, Penggugat bersama dengan Tergugat telah membuat dan menandatangani akte kerja sama dan bagi hasil tertanggal 11 April 2008 No.37 di hadapan Mariama SH Notaris di Medan sebagai Turut Tergugat.

Bahwa pada tanggal 18 Maret 2008 Penggugat ada menerima Persetujuan dan Kuasa dari sdr. Arifin untuk mengurus tanah miliknya seluas 10.267 M2 ( sepuluh ribu dua ratus enam puluh tujuh ribu ) meter persegi yang terletak di Jalan Stasiun Desa Lalang, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, yaitu sesuai dengan AKTA PERNYATAAN PERSETUJUAN DAN KUASA Nomor 17 Tanggal 18 Maret 2008 yang diperbuat dihadapan Notaris Mariama SH di Medan.

Kemudian atas dasar itu pada tanggal 11 April 2008 Penggugat ada membuat Perjanjian Kerja Sama dan Bagi Hasil dengan tergugat yaitu menyangkut masalah tanah milik sdr. Arifin, yang seluas 10.267 M2 ( sepuluh ribu dua ratus enam puluh tujuh ribu ) meter persegi yang terletak di Jalan Stasiun Desa Lalang, Kecamatan Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Hal ini dikuatkan dengan adanya Surat Pernyataan/Pengakuan dari sdr. Arifin tanggal 21 Desember 2015 yang telah dilegalisasi dibawah nomor 339/L/NOT/DB/XII/2015 oleh Notaris Dana Barus SH.

Berdasarkan perjanjian Akta Perjanjian Kerja Sama dan Bagi Hasil Nomor 37 tanggal 11 April 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH. Dimana

Tergugat dalam perjanjian kerja sama dan bagi hasil tersebut Tergugat menyanggupi Kepada Penggugat akan menyediakan modal kerja sama sebesar Rp. 3.500.000.000,- ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ).

Bahwa dalam akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil Nomor 37 tanggal 11 April 2008 tersebut Tergugat juga menyanggupi kepada Penggugat pembayarannya dilakukan secara bertahap dalam bentuk uang tunai.

Bahwa dalam perkara gugatan yang diajukan penggugat adalah bahwa dari hasil kerja sama tersebut Penggugat merasa Tergugat telah melakukan Wanprestasi yaitu Tergugat tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud didalam pasal 3 akta Perjanjian Kerja Sama dan Bagi Hasil Nomor 37 tanggal 11 April 2008 khususnya pada saat pembayaran tahap pertama dan tahap kedua hanya diberikan oleh Tergugat kepada Penggugat sebesar Rp. 140.000.000 ( seratus empat puluh juta rupiah ),. Yang seharusnya adalah sebesar Rp. 375.000.000 ( tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah ) dari tenggang waktu pembayaran Tergugat yang diperjanjikan dari tanggal 11 April 2008 s/d 11 April 2010 ( selama 2 tahun ) atau 24 bulan.

Sejak Tahun 2011 penggugat telah berulang kali menegur kepada Tergugat untuk membayar lagi kekurangannya sesuai perjanjian tetapi Tergugat tidak menghiraukannya. Bahwa dalam gugatan Penggugat dinyatakan Tergugat telah Wanprestasi yaitu tidak memenuhi di dalam syarat-syarat perjanjian dan tidak melakukan kewajibannya yang telah disepakati bersama maka konsekuensinya Penggugat hanya berkewajiban untuk mengembalikan uang milik Tergugat sebesar yang diterimanya dan akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil batal.

Sebagaimana yang dikemukakan diatas sejalan dengan Pasal 1265 menghentikan perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan, hanya lah ia mewajibkan si berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya apabila peristiwa yang dimaksudkan terjadi.” Juga sejalan dengan Pasal 1266 KUHPerdata yang berbunyi “syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan yang bertimbal balik mana kala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dan 1249 KUHPerdata yaitu “jika suatu dalam perikatan ditentukannya bahwa si yang lalai memenuhinya sebagai ganti rugi harus membayar jumlah uang tertentu maka kepada pihak yang lain tidak boleh diberikan suatu jumlah yang lebih maupun yang kurang dari pada jumlah itu”.

Analisis Putusan Perkara Perdata ( Study Putusan No.

704/Pdt.G/2015/PN.Mdn )

Gugatan Penggugat adalah kabur atau Obscuur Libel bahwa penggugat telah melakukan penggabungan gugatan yang bertentangan dengan ketentuan hukum acara yang berlaku pada peradilan. Dalam surat gugatan Penggugat diuraikan pada pokoknya Penggugat mendalilkan Tergugat telah melakukan perbuatan Wanprestasi dan Penggugat juga jelas-jelas menyebutkan “menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji atau Wanprestasi namun dilain hal secara bersamaan dalam suatu surat gugatan, Penggugat juga meminta menyatakan batal dan tidak berkekuatan hukum akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil Nomor 37 Tanggal 11 April 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH.

Penggugat telah melanggar ketentuan yang berlaku pada peradilan yaitu dengan menggabungkan gugatan wanprestasi dan gugatan pembatalan perjanjian dalam satu surat gugatan. Bahwa dalam ketentuan hukum acara yang berlaku pada peradilan salah satu syarat harus terpenuhi adanya dalam suatu penggabungan gugatan adalah adanya hubungan yang erat/keterkaitan antara gugatan yang satu dengan gugatan yang lainnya dan terdapat hubungan koneksitas yang erat.

Bahwa Penggugat telah menggabungkan 2 jenis gugatan yang berbeda sama sekali yang tidak mempunyai hubungan yang erat ( innerlijke samen hang ) yakni ternyata dalam surat gugatan Penggugat dalam uraiannya yang pada pokoknya penggugat mendalilkan Tergugat telah melakukan perbuatan Wanprestasi demikian juga pada petitum gugatan Penggugat jelas menyebutkan “menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan ingkar janji atau Wanprestasi namun dilain hal secara bersamaan dalam 1 surat gugatan Penggugat juga meminta dalam petitum “menyatakan batal dan tidak berkekuatan hukum akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil Nomor 37 Tanggal 11 April 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH.

Sehingga menurut Tergugat, Penggugat telah melanggar ketentuan lazimnya yang berlaku pada peradilan dengan menngabungkan gugatan Wanprestasi dan gugatan pembatalan perjanjian dalam satu surat gugatan. Bahwa suatu perbuatan wanprestasi sangat berbeda alasan maupun sebab hukumnya dengan alasan hukum dalam pembatalan suatu perjanjian atau perikatan timbal balik atau 2 arah.

Bahwa alasan lain lagi gugatan Penggugat adalah kabur adalah sebagai berikut bahwa dalam surat gugatannya penggugat mendalilkan bahwa berdasarkan

perjanjian akta perjanjian kerja sama dan bagi hasil nomor 37 Tanggal 11 April 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH dimana Shanto Wijaya dalam perjanjian kerja sama dan bagi hasil tersebut Tergugat menyanggupi kepada penggugat akan menyediakan modal kerja sama sebesar Rp. 3.500.000.000 ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ).

Bahwa dalam posita surat gugatan, penggugat lebih lanjut mendalilkan bahwa tergugat juga menyanggupi kepada penggugat dengan cara pembayarannya dilakukan secara bertahap dalam bentuk uang tunai dengan rincian sebagaimana yang dimaksud dalam akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil nomor 37 tanggal 11 April tahun 2008 dalam pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut :

Tahap I dalam bentuk uang tunai sebesar Rp. 500.000.000 ( lima ratus juta rupiah ) dengan sistem pembayaran ;

a. Tanda jadi sebesar Rp. 125.000.000 ( seratus dua puluh lima juta rupiah ) dan telah dibayar penuh sebelum penanda tanganan akta ini.

b. Sebesar Rp. 375.000.000 ( tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah ) akan dibayarkan tergugat setelah selesai sertifikat.

Tahap II dalam bentuk uang tunai sebesar Rp. 250.000.000 ( dua ratus lima puluh juta rupiah ) yang dipergunakan masing-masing untuk :

a. Sebesar Rp. 150.000.000 ( seratus lima puluh juta rupiah ) yang dibayar pengurusan sertifikat dan diserahkan sesuai kebutuhan.

b. Sebesar Rp. 100.000.000 ( seratus juta rupiah ) dipergunakan untuk pengurusan penyelesaian dan pencabutan sertifikat hak milik nomor 126 tersebut diatas dan diserahkan sesuai kebutuhan, untuk keperluan ini telah

dipergunakan sebesar Rp. 25.000.000 ( dua puluh lima juta rupiah ) maka tersisa sebesar Rp. 75.000.000 ( tujuh puluh lima juta rupiah ).

Tahap III dalam bentuk bangunan sebesar Rp. 2.750.000.000 ( dua miliar tujuh ratus lima puluh juta rupiah ) dimana penentuan bahagian yang diterima oleh masing-masing pihak akan dibuat tersendiri dalam suatu gambar yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan merupakan bahagian dari perjanjian ini.

Bahwa berdasarkan uraian diatas, jelaslah gugatan penggugat kabur atau ( obscuur libel ) adanya dan oleh karenanya patut dan beralasan kiranya menurut hukum jika gugatan penggugat ditolah seluruhnya atau setidaknya dinyatakan tidak dapat diterima ( niet onvanklijke verklaard ).

Bahwa gugatan penggugat tidak mempunyai dasar ( rechtsgrond ) sebab ternyata penggugat tidak punya suatu hak yang didasarkan pada hak mendapatkan modal kerja dari tergugat yang disebut penggugat sebesar Rp. 3.500.000.000 ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ) karena memang tidak ada hubungan hukum antara penggugat dengan tergugat dalam hal pemberian modal kerja karena hubungan hukum yang terjadi antara penggugat dengan tergugat adalah dalam hal konpensasi jumlah uang sebesar Rp. 3.500.000.000 ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ) yang harus diserahkan oleh tergugat kepada penggugat dalam bentuk atau cara tiga tahap sebagaimana tahap I, tahap II, dan tahap III yang telah diuraikan diatas.

Bahwa dengan tidak adanya dasar ( rechtsgrond ) dalam posita gugatan penggugat maka jelaslah tidak ada suatu feitelijkegrond antara penggugat dan tergugat karena ternyata tidak ada sesuatu perbuatan apapun yang dilakukan

tergugat yang bersifat melanggar hak penggugat. Sehingga dengan tidak adanya hubungan hukum mengenai kewajiban tergugat menyediakan modal kerja sama kepada penggugat sebesar Rp. 3.500.000.000 ( tiga miliar lima ratus juta rupiah ) maka jelaslah secara hukum tidak dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi terhadap penggugat.

Bahwa pada kenyataannya dalam perjanjian antara penggugat dengan tergugat sebagaimana dalam akta perjanjian kerja sama dan bagi hasil nomor 37 tanggal 11 April tahun 2008 yang dibuat dihadapan Notaris Mariama SH tidaklah pernah ada mengatur tentang ketentuan waktu pembayaran maupun waktu berlangsungnya perjanjian diperjanjikan dari tanggal 11 April 2008 s/d 11 April 2010, karena yang ada di perjanjikan adalah “jangka waktu perjanjian kerja sama dan bagi hasil ini adalah selama kurang lebih 2 tahun atau 24 bulan lamanya terhitung mulai pada saat izin mendirikan bangunan dan sertifikat diterbitkan oleh instansi yang berwenang”.

Bahwa oleh karena akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil tanggal 11 April tahun 2008, yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris Mariama SH selaku notaris di Medan tersebut dibuat sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka patut dan beralasan kiranya menurut hukum jika akter perjanjian dan kerja sama ini dinyatakan sah dan berkekuatan hukum adanya serta mengikat bagi penggugat dan tergugat.

Selanjutnya dalam pasal 8 dalam akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil ini disepakatin pula suatu klausula yang berbunyi “setelah perjanjian ini ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka salah satu pihak tidak bias mencabut

atau membatalkannya, dan jika ternyata salah satu pihak melakukannya juga maka segala kerugian yang diderita oleh pihak lainnya menjadi tanggungan dan pembayaran oleh yang melakukan pencabutan atau pembatalan tersebut berapapun jumlah kerugian tersebut.

Bahwa ternyata penggugat telah melakukan pembatalan sepihak atas perjanjian kerja sama dan bagi hasil tanpa seizing atau tanpa persetujuan dari tergugat. Oleh karena pembatalan sepihak yang dilakukan oleh penggugat tidak atas persetujuan atau tidak atas seizin dari tergugat maka penggugat telah melakukan wanprestasi terhadap tergugat, oleh karenanya patut dan beralasan kiranya menurut hukum jika penggugat dinyatakan telah melakukan perbuatan wanprestasi.

Bahwa atas gugatan penggugat tersebut, turut tergugat juga telah mengkualifikasikan penggugat melakukan perbuatan melawan hukum :

1. Bahwa pertama-tama keberatan dimasukkan sebagai turut tergugat dalam permasalahan Nyonya Salembal dengan Shanto Wijaya oleh karena selaku Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah membuat akte berdasarkan permintaan atau kesepakatan dari pihak-pihak yang datang menghadap.

2. Dalam akte tersebut jelas disebutkan pihak Penggugat memberi izin kepada pihak tergugat untuk memanfaatkan lahan milik Penggugat untuk mengkavling dan membuat bangunan diatas tanag tersebut dan kesepakatan mana penggugat dan tergugat datang untuk memperkuat perjanjian tersebut dihadapan Notaris.

3. Bahwa dalam akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil sudah terang dan jelas tentang hal-hal yang diperjanjiakn oleh penggugat dan tergugat sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 akte tersebut yang berbunyi “jangka waktu perjanjian sampai dua tahun terhitung izin mendirikan bangunan diterbitkan oleh instansi terkait, sedangkan pengurusan izin mendirikan bangunan baru terlaksana jika sertifikat telah selesai”.

4. Bahwa pada Pasal 4 ayat terakhir dari perjanjian kerja dan bagi hasil ini dikatakan jika sertifikat atas tanah tersebut benar-benar tidak bias diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Deli Serdang baru semua biaya-biaya yang diterima oleh pihak pertama dari pihak kedua dikembalikan seluruhnya.

5. Bahwa sudah terang dan jelas semua di atas dalam perjanjian kerja sama dan bagi hasil tersebut, maka secara hukum tidak ada celah Penggugat mengajukan gugatan terhadap Tergugat, apalagi secara hukum dalam hal ini perlu dipertanyakan apakah sertifikat sudah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Deli Serdang atas nama sdr Arifin dan apabila belum terbit juga maka Penggugat harus memberi penjelasan terhadap Tergugat agar perjanjian diperpanjang sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja sama dan bagi hasil sesuai dengan Pasal 5 ayat 3.

6. Bahwa belum pernah Penggugat dan Tergugat membuat akte lagi setelah pembuatan akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil.

7. Bahwa dengan adanya gugatan penggugat terhadap tergugat dan memasukkan Notaris juga turut tergugat, menimbulkan dugaan terhadap

penggugat atas ketidakmampuannya untuk mengurus sertifikat di Badan Pertanahan Nasional Deli Serdang atau juga sangkaan seolah-olah penggugat menutupi ketidakmampuannya tersebut dengan jalan mengajukan gugatan sehingga membuat kabur perjanjian kerja sama dan bagi hasil tersebut.

Bahwa perkara yang diajukan oleh penggugat dengan daftar Putusan Nomor 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn adalah perkara yang belum selesai diperiksa dan objek yang dipersengketakan tingakat putusan pengadilan negeri maupun tingkat banding adalah sama. Dan objek yang dipersengketakan tinggat Putusan Pengadilan Negeri maupun Tingkat Banding adalah sama yakni masalah tanah yang terletak di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara di Jalan Stasiun Desa Lalang, Kecamatan Sunggal dan belum berkekuatan hukum karena pihak penggugat dan pihak tergugat masih dalam proses banding.

Bahwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Medan Majelis Hakim memutuskan dengan mengingat Pasal-pasal dari Undang-undang serta peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan perkara ini mengadili :

1. Menyatakan eksepsi yang diajukan oleh tergugat tidak dapat diterima.

2. Menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya.

3. Menyatakan Akte Perjanjian Kerja Sama dan Bagi Hasil nomor 37 tanggal 11 April 2008, yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris Mariama SH Notaris di Medan sah secara hukum.

Dengan hal tersebut diatas maka dapat ditarik garis besar bahwasanya gugatan dengan perkara Nomor 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn yang diajukan oleh

penggugat terhadap tergugat dan turut tergugat tentang pengembalian uang yang diterima dan pembatalan akte perjanjian kerja sama dan bagi hasi nomor 37 tanggal 11 April 2008 adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Hal tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum dikarenakan menurut ketentuan bahwa perjanjian kerja sama dan bagi hasil sebagai mana diatur dalam KUHPerdata adalah sebuah perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi menyerahkan sejumlah modal dan pihak yang satu menyanggupi untuk menyerahkan pemakaian tanah setelah diterbitkan sertifikat atas tanah tersebut sehingga pelaksanaan pembatalan akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil adalah wewenang ketua pengadilan, maka karenanya tuntutan tentang pembatalan dinyatakan ditolak.

Maka dalam hal tersebut penggugat menurut hukum adalah pihak yang dikalahkan dikarenakan tergugat dan turut tergugat telah berhasil membuktikan dalil-dalil sangkalannya terhadap gugatan yang diajukan oleh penggugat.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penulisan skripsi ini dapat disimpulkan beberapa hal mengenai pembatalan akta perjanjian kerja sama dan bagi hasil sebagai berikut :

1. Proses permbuatan akta dimulai dengan adanya kehendak dari pihak-pihak yang datang menghadap notaris untuk dicatatkan/dibuatkan kesepakatan pihak-pihak agar mempunyai kekuatan dan kepastian hukum. Bahwa Notaris dalam pembuatan perjanjian antara pemilik tanah dan pemilik modal harus berhati-hati jangan sampai ada pihak yang dirugikan yang mengakibatkan timbulnya perselisihan. Proses pembuatan akta perjanjian antara pemilik tanah dan pemilik modal sesuai ketentuan UU adalah dihadapan notaris. Notaris mempunyai kedudukan dan peran yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena mempunyai kewenangan atau authority yang ada ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan, kewenangan notaris telah ditentukan dalam Pasal 15 UU No.2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU No.30 Tahun 2004, Tentang Jabatan Notaris.

2. Akte perjanjian yang dibuat dengan system bangun bagi jelas mempunyai kekuatan hukum karena dibuat dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris. Hukum tentang perjanjian mempunyai sifat system terbuka maksudnya dalam hukum perikatan/perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada subjek hukum untuk mengadakan perjanjian yang

berisi apa saja, asalkan tidak melanggar perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Dalam pembuatan akte perjanjian banyak masyarakat yang tidak sabar yang menimbulkan iktikat tidak baik sehingga berakibat timbulnya permasalahan dalam perjanjian bangun bagi ini.

3. Kasus Perkara Perdata Nomor 704/Pdt.G/2015/PN.Mdn yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat dan turut tergugat tentang pengembalian uang yang diterima dan pembatalan akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil nomor 37 tanggal 11 April 2008 adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Hal tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum dikarenakan menurut ketentuan bahwa perjanjian kerja sama dan bagi hasil sebagai mana diatur dalam KUHPerdata adalah sebuah perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi menyerahkan sejumlah modal dan pihak yang satu menyanggupi untuk menyerahkan pemakaian tanah setelah diterbitkan sertifikat atas tanah tersebut sehingga pelaksanaan pembatalan akte perjanjian kerja sama dan bagi hasil adalah wewenang ketua pengadilan, maka karenanya tuntutan tentang pembatalan dinyatakan ditolak dan menurut hukum penggugat adalah pihak yang dikalahkan dikarenakan tergugat dan turut tergugat telah berhasil membuktikan dalil-dalil sangkalannya terhadap gugatan yang diajukan oleh penggugat.

B. Saran

1. Sebaiknya notaris sebelum penanda tanganan akte menekankan secara tegas kepada pihak-pihak untuk tetap beriktikat baik dengan tidak mencari-cari kesalahan demi untuk kepentingan pribadi. Dalam pembuatan akte

perjanjian yang berhubungan dengan pensertifikatan tanah sebaiknya notaris memberi pemberitahuan kepada instansi yang terkait dan agar tidak memperlambat proses persertifikatan karena berdampak kepada masyarakat yang telah terikat dengan perjanjian.

2. Kepada instansi yang menerbitkan sertifikat seharusnya bekerja secara profesional dengan tidak memperlambat atau mempersulit penerbitan sertifikat yang hal ini besar dampaknya terhadap masyarakat.

3. Kepada masyarakat dihimbau agar bekerja secara profesional, tidak mudah terpengaruh dengan bisikan-bisikan yang bertujuan pengingkaran akte.

Dokumen terkait