• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

KAB LUWU TIMUR

8.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan bertujuan untuk menjamin kondisi bangunan (menata dan mengatur) karena akan dijadikan dasar pada masa yang akan datang. Jika ditinjau dari intensitas bangunan yang ada saat ini, maka penataan bangunan belum dilakukan dengan baik. Rencana penataan bangunan dan lingkungan terutama pada daerah yang sudah terbangun harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Untuk itu, maka pada beberapa daerah yang peruntukannya sebagai lahan bebas bangunan akan dijadikan sebagai open space untuk memberikan nuansa nuansa lingkungan yang asri. Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL oleh Kab/Kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010 yaitu :

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

b. RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) Kawasan Malili.

Panduan bangunan Kawasan Malili yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta membuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan Kawasan Malili. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kab Luwu Timur meliputi :

1) Program Bangunan dan Lingkungan

Visi Pembangunan dan Pengembangan Kawasan adalah me- revitalisasi dan meningkatkan citra kawasan (pusat kota) Malili

FINAL REPORTVlll-35 sebagai kawasan berbasiskan pusat pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial ekonomi, perdagangan dan jasa yang didukung oleh kegiatan dan permukiman yang serasi, nyaman dan berwawasan lingkungan guna mendukung terwujudnya kota Malili sebagai kawasan strategis pertumbuhan.

2) Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan Konsep utama pengembangan struktur kawasan dari Kawasan Malili adalah penataan kembali dari struktur linier dimana semua pergerakan dan fungsi-fungsi kawasan berorientasi pada jalur jalan utamanya menjadi suatu struktur kawasan yang kompak dan diarahkan untuk memiliki nilai-nilai kualitas perancangan kawasan.

3) Konsep Komponen Perancangan Kawasan

Pengembangan kawasan perencanaan sebagai urban epicentrum dipahami sebagai sebuah kawasan yang menjadi titik pusat orientasi Kabupaten Luwu Timur yang di dalamnya berkembang fungsi-fungsi pelayanan skala regional antara lain pusat pelayanan jasa dan pemerintahan, perdagangan serta pariwisata perkotaan. Karakter kawasan urban epicentrum memperlihatkan ciri-ciri sebuah kawasan yang hidup (liveable dan vibrant) dengan ragam kegiatan di dalamnya yang berlangsung sangat intensif. Pengembangan dan pembangunan kawasan perencanaan harus mampu memadukan unsur-unsur serta nuansa kesejarahan dan budaya ke dalam sektor-sektor pembangunan serta Harus mampu mewadahi aspirasi-aspirasi masyarakat. Dalam perkembangannya, kawasan perencanaan ini diharapkan menjadi atau memiliki perbedaan dengan kawasan lainnya di

FINAL REPORTVlll-36 Kota Malili, baik secara fisik, visual, lingkungan maupun suasana tempatnya.

4) Blok Pengembangan Kawasan dan Program Penanganannya Zona dan blok pengembangan kawasan di Luwu Timur dibagi kedalam 3 pusat utama pertumbuhan yaitu : Kecamatan Malili, Kecamatan Nuha, dan Kecamatan Wotu

5) Rencana Umum Dan Panduan Rancangan Struktur Peruntukan Lahan

Upaya menegaskan Kawasan Malili sebagai kawasan urban epicentrum sekaligus mem-vital-kannya secara optimal dan efisien, memerlukan suatu upaya untuk menambahkan fungsi-fungsi lainnya yang dapat mendukung fungsi dan kegiatan utama pusat kota.

6) Rencana Perpetakan

Rencana perpetakan lahan pada Kawasan perencanaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perepetakan tanah berupa sistem blok yang terdiri dari gabungan beberapa persil, dan sistem kapling/persil.

7) Rencana Tapak

Rencana tapak pada wilayah perencanaan, secara umum tidak banyak mengalami perubahan, yaitu sebagai kawasan kawasan pusat kota. Namun untuk menunjang peranannya sebagai kawasan pusat kota maka perlu diciptakan suatu karakter khas pada masing-masing blok perencanaan. Hal yang dapat dilakukan adalah :

 jaringan jalan (jalan kendaraan atau jalan untuk pedestrian) di beberapa bagian blok, yang dapat membuka wilayah perencanaan dengan wilayah lain di sekitarnya.

FINAL REPORTVlll-37 semua unit perencanaan sehingga tercipta pedestrian freedom.

 Mengupayakan agar bantaran bisa menjadi urban green space.

 Menetapkan jarak bangungan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga tercipta building alignment yang serasi.

 Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof-lineyang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang closure.

 Untuk memperkuat „entrance masuk‟ pada kawasan dapat dibuat „Gerbang‟ sebagai focal point untuk kawasan melalui pengarahan ketinggian bangunan di sisi kiri-kanan jalan, sehingga bisa membentuk image sebagai gerbang, juga dapat dilakukan dengan membuka node yang ada serta menempatkan landmark berupa patung dan sejenisnya pada bundaran jalan (roundabout).

 Memberikan link antar bangunan berupa pedestrian shelter/ koridor bagi pejalan kaki, sehingga wilayah perencanaan bisa disebut sebagai kawasan yang pedestrian friendly. 8) Intensitas Pemanfaatan lahan

Konsep pengendalian intensitas kawasan urban epicentrum Malili adalah tercapainya pemanfaatan lahan yang lebih merata dan seimbang sesuai dengan tujuan peruntukan kawasan. Intensitas Pemanfaatan Lahan adalah perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah perpetakan / daerah perencanaan yang sesuai dengan rencana kota. Intensitas pemanfaatan lahan erat hubungannya dengan konsep peruntukkan lahan, terutama menyangkut besaran ruang yang ditempati oleh peruntukkan yang telah ditetapkan.

FINAL REPORTVlll-38 Intensitas pemanfaatan lahan merupakan luas lantai maksimum yang dapat dibangun di atas sebidang lahan, hal tersebut memberi gambaran tentang skala pembangunan bagi kawasan Malili.

Koefisien Lantai Bangunan adalah perbandingan jumlah total luas bangunan terhadap luas lantai dasar. Ketinggian bangunan ini perlu diatur agar terjadi keselarasan dan keharmonisan antar bangunan dan lingkungan. Penetapan besar KLB di kawasan perencanaan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :

 Harga lahan

 Ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan)

 Dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan

 Ekonomi dan pembiayaan

Rencana ketinggian bangunan maksimum yang dapat diterapkan di kawasan perencanaan adalah sebagai berikut :

 Di sepanjang jalan arteri diperbolehkan maksimum berkisar antara 3 – 4 lantai (KLB maks = 4 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum 20 meter dari lantai dasar.

 Di sepanjang jalan kolektor diperbolehkan maksimum berkisar antara 2 – 3 lantai (KLB maks = 3 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum 18 meter dari lantai dasar.

 Di sepanjang jalan lokal diperbolehkan maksimum 2 lantai (KLB maks = 2 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum 12 meter dari lantai dasar.

Koefisien Dasar Bangunan adalah perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dan luas total keseluruhan tapak. Dengan menyisakan luasan beberapa meter persegi pada tapak

FINAL REPORTVlll-39 dimaksudkan agar masih terdapat bidang-bidang peresapan air hujan di dalam tapak tersebut. Dengan menyisakan luasan kapling agar tidak didirikan bangunan, juga berdampak secara psikologis. Apabila seluruh kapling dipenuhi bangunan, maka kesan padat dan sesak akan sangat terasakan. Penetapan besar KDB di kawasan perencanaan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :

 Tingkat pengisian / peresapan air (water recharge)

 Besar pengaliran air

 Jenis penggunaan lahan dan Harga lahan

Rencana intensitas pemanfaatan lahan kawasan Malili :

 Permukiman, terdiri dari perumahan dengan KDB 50 – 80 %

 Fasilitas Pendidikan, terdiri dari TK, SD, SLTP, SLTA, Akademi/PT, dan Pesantren dengan KDB 45 – 50 %.

 Fasilitas Kesehatan, terdiri dari rumah sakit bersalin, puskesmas, apotik, dan balai pengobatan dengan KDB 40 – 50 %.

 Fasilitas Peribadatan, terdiri dari masjid, langgar / musholla, gereja, dan vihara dengan KDB 40 – 50 %.

 Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan, terdiri dari kantor pemerintahan kota, kecamatan, balai desa, dan lain-lain dengan KDB 40 – 50 %.

 Fasilitas Perdagangan dan Jasa, terdiri dari pasar, pertokoan, pasar swalayan, warung/kios, koperasi dengan KDB maksimum 70 % disesuaikan dengan lokasi dan karakteristik kegiatannya.

 Fasilitas Rekreasi dan Olah Raga, terdiri dari gedung gedung pertemuan, penginapan/losmen, hotel, rumah makan, dan sarana rekreasi lainnya dengan KDB 80 – 70 %.

FINAL REPORTVlll-40

 Taman dan Ruang Terbuka Hijau, berupa taman kota, taman lingkungan, lapangan olah raga dan lahan konservasi dengan KDB 5 – 10 %.

9) Rencana Investasi

 Kegiatan pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan lingkungan kawasan Malili dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Luwu Timur, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dan masyarakat Kabupaten Luwu Timur.

 Seluruh kegiatan pembangunan harus mengacu kepada panduan Tata Bangunan dan Lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Luwu Timur.

 Pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat melalui pembangunan fisik bangunan di dalam lahan yang dikuasainya, termasuk pembangunan ruang terbuka hijau, ruang terbuka, dan sirkulasi pejalan kaki dengan tetap mengacu pada syarat dan ketentuan berlaku.

10) Ketentuan Pengendalian Rencana

 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan diantaranya; penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disensitif, serta pengenaan sanksi.

 Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan penegendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

 Izin dalam pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang penataan ruang diatur oleh pemerintah Kabupaten Luwu Timur berdasarkan

FINAL REPORTVlll-41 kewenangan dan ketentuan yang berlaku. Disamping itu dalam hal perizinan pemerintah dapat membatalkan izin apabila melanggar ketentuan yang berlaku.

 Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Luwu Timur sesuai dengan kewenangannya.

 Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai rencana tata ruang.

 Izin pemanfaatan ruang diatur dan ditertibkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Luwu Timur sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda.

 Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut, antara lain dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan.

 Disisentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan

FINAL REPORTVlll-42 yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan, penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti.

 Pemberian insentif dan disisentif dalam pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan supaya pemanfaatan ruang yang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang sudah di tetapkan.

 Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata tuang, berupa :

- keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;

- pembangunan serta pengadaan infrastruktur; - kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

- pemberian penghargaan kepada masyarakat,

- swasta dan/atau pemerintah daerah.

 Disinsetif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa :

- pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau

- pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti;

 Insentif dan disisentif dalam penataan bangunan dan lingkungan diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat.

FINAL REPORTVlll-43

 Guna tercapainya keberhasilan operasionalisasi RTBL, dilaksanakan melalui pemasyarakatan secara menyeluruh, yaitu :

- Pemasyarakatan bagi keseluruhan dinas-dinas sektoral maupun instansi vertikal.

- Pemasyarakatan kepada masyarakat luas melalui pemerintah kabupaten dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Peran serta masyarakat dapat berbentuk :

 Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan.

 Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTBL;

 Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;

 Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTBL;

 Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan atau kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

 Peran Pemerintah Daerah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam memasyarakatkan RTBL mempunyai pengaruh besar, yang akan menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaannya.

12) Program Pengendalian Pelaksanaan

 Program-program yang menjadi prioritas utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 direkomendasikan

FINAL REPORTVlll-44 berdasarkan kebutuhan dari stakeholder kabupaten dan berawal dari permasalahan utama kawasan yang membutuhkan solusi yang tepat dan inovatif.

 Pelaksanaan RTBL kawasan Malili dapat dikendalikan dari kesesuaian dengan arahan kebijakan tata ruang yang lebih makro, ketepatan sasaran program, adanya dukungan legal, serta adanya “good governance”.

a. RISPK ( Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran ) Kawasan Malili.

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 28 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.

Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun.

FINAL REPORTVlll-45 RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

c. Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah Kawasan tradisional/bersejarah memiliki refleksi nilai budaya yang tinggi. Di sisi lain kawasan disekitarnya seringkali dijumpai tidak tertata dengan baik bahkan mengalami penurunan kualitas lingkungan. Demi menjaga kelestarian nilai budaya dari masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan dibutuhkan upaya revitaliasasi kawasan tradisional. Beberapa kawasan yang perlu segera dilakukan penataan, antara lain:

1. Dukungan PSD Penataan dan Revitalisasi Kawasan Budaya

2. Kws Permukiman Tradisional dan Bersejarah yang Meningkat Kualitasnya Revitalisasi Kawasan Bola Soba. 3. Penyusunan desain revitalisasi Kawasan Tradisional

- StandarPelayananMinimal(SPM) No JenisPelayananDasar StandarPelayanan Minimal Waktu Pen- capaian Keterangan Indikator Nilai VI. Penataan Bangunan dan Lingkungan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) 15. Terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMBdi kabupaten/ kota. 100

% 2014 Dinas yang membidangi Perijinan (IMB).

FINAL REPORTVlll-46 Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN) 16. Tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara di kabupaten/kota. 100% 2014 Dinas yang membidangi Pekerjaan Umum. VIII. Penataan

Ruang Penyediaan Ruang Terbuka Hijau(RTH) Publik 23. Tersedianya luasan RTH publik sebesar20% dari luaswilayah kota/ kawasan perkotaan. 25% 2014 Dinas/SKPD yang membidangi Penataan Ruang.

1. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

b. Lingkungan perkantoran/ instansi pemerintah berada pada kawasan yang bertopografi rendah sehingga cenderung mengalami banjir pada musim hujan, dan sebagian kondisi fisk bangunan sebagian sudah tua sehingga perlu relokasi sedangkan di daerah perdesaan cukup baik.

c. Pelaksanaan kebijakan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara beserta lingkungannya mengacu pada norma, standart, prosedur dan kriteria yang ada; Pelaksanaan pembangunan dan pembinaan teknis penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara serta penataan bangunan dan lingkungannya; Pelaksanaan pembinaan teknis penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dan rumah negara beserta lingkungannya; Pelaksanaan pembinaan dan pemberdayaan jasa konstruksi serta pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara;

2. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

FINAL REPORTVlll-47 (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal. [Dikutip dari : Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005]

Permasalahan kemiskinan di Kabupaten Luwu Timur sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu.

Disadari bahwa selama ini banyak pihak lebih melihat persoalan kemiskinan hanya pada tataran gejala-gejala yang tampak terlihat dari luar atau di tataran permukaan saja, yang mencakup multidimensi, baik dimensi politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari dimensi- dimensi dari gejala-gejala kemiskinan tersebut muncul dalam berbagai bentuk, seperti antara lain :

a. Dimensi Politik, sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses yang

FINAL REPORTVlll-48 memadai ke berbagai sumber daya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi;

b. Dimensi Sosial, sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya warga miskin ke dalam institusi sosial yang ada,terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang merusak kualitas manusia dan etos kerja mereka, serta pudarnya nilai-nilai kapital sosial;

c. Dimensi Lingkungan sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara pandang yang tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman;

d. Dimensi Ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak; dan e. Dimensi Aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan

masyarakat miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau perumahan, dan sebagainya.

Karakteristik kemiskinan seperti tersebut di atas dan krisis ekonomi yang terjadi telah menyadarkan semua pihak bahwa pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah pengokohan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi masyarakat warga yang benar-benar mampu menjadi wadah

FINAL REPORTVlll-49 perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman.

Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam „melembagakan' dan „membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP), sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi P2KP secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta sarana dasar perumahan dan permukiman.

FINAL REPORTVlll-50 Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman meraka maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di tiap kelurahan sasaran.

Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, P2KP cukup mampu mendorong dan memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai “gerakan masyarakat”, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat.

StandarPelayananMinimal(SPM) Tabel8.21KebutuhansektorPenataanBangunandanLingkungan No Uraian Satuan Kebutuhan Ket Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) I Kegiatan PenataanLingkunganPermukiman 1. RuangTerbuka Hijau(RTH) M2 2. RuangTerbuka M2

FINAL REPORTVlll-51 3. PSD unit 4. PS Lingkungan unit 5. HSBGN laporan 6. PelatihanTeknis Tenaga Pendata HSBGN laporan 7. lainnya No Uraian Satuan Kebutuhan Ket Tahun I Tahun II Tahun

Dokumen terkait