• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kelayakan finansial pola pemulihan fungsi ekosistem di HLG Sungai Bram Itam

A. Kegiatan di Hutan Lindung Gambut Sei Londerang 1. Revegetasi

2. Analisis kelayakan finansial pola pemulihan fungsi ekosistem di HLG Sungai Bram Itam

Memperhatikan permasalahan di atas, maka dilakukan beberapa analisis kelayakan finansial untuk membandingkan pola pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat dengan pola penanaman dalam demplot yang dilakukan Puslitbang Hutan. Ada beberapa pola yang dilakukan analisis finansial:

a. Pola tanam sawit monokultur (Pola tanam 1)

b. Pola campuran antara tanaman asli gambut (25%) dengan pinang (75%) (Pola tanam 2)

c. Pola campuran antara tanaman asli gambut (50%) dengan pinang (50%) (Pola tanam 3)

d. Pola campuran antara tanaman asli gambut (75%) dengan pinang (25%) (Pola tanam 4)

a. Pola tanam sawit monokultur (Pola tanam 1)

Pola tanam 1 ini merupakan komposisi tanaman yang dilakukan masyarakat yang merambah di HLG Sungai Bram Itam. Jarak tanam tanaman sawit 8 x 9 m atau 9 x 9 m (jumlah perhektar berkisar 125 sd 150 batang) (Pola tanam 1)

b. Pola tanam dengan beberapa kombinasi tanaman kehutanan dan tanaman pinang

Tanaman asli gambut di sini berupa jeltung rawa, balangeran, medang putih, medang mangga, jambu-jambu, kelat, laban, dan kayu teluk (Illex cymosa). Pola tanam dilakukan dengan sistem jalur yang diselang-seling antara tanaman kehutanan dengan

50 tanaman pinang. Jarak tanamnya adalah 3 x 3 m. Total tanaman dalam 1 hektar sebanyak 1.100 batang. Komposisi pola tanam disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Skenario pola tanam yang diterapkan di HLG Sungai Bram Itam

Pola tanam

Komposisi (per Haktar) Tanaman kehutanan asli

gambut (Batang) Pinang (Batang)

Pola tanam 2 275 825

Pola tanam 3 550 550

Pola tanam 4 825 275

c. Komposisi biaya

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, maka diperoleh data dan infomrasi berupa biaya yang dikeluarkan pada pola pemanfaatan lahan saat ini. Lahan gambut yang sudah dirambah telah membuat parit utama dan parit cacing. Jika parit utama ini disekat, maka akan menimbulkan masalah dengan masyarakat karena parit utama digunakan juga untuk sarana transportasi. Untuk menyelesaikan permasalahan lahan gambut yang telah terlanjur dirambah tersebut, maka perlu dicari solusinya yaitu menerapkan skenario pola tanam campuran seperti pada Tabel 3. Untuk besarnya biaya yang diperlukan disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Biaya yang dikeluarkan untuk budidaya sawit di HLG Sungai Bram Itam

No Komponen kegiatan dan barang lainnya Jumlah (Rp) 1. Penebangan kayu dan tebas 3.500.000/ha 2. Pembuatan parit utama 1.275.000/ha 3. Pembuatan parit cacing 3.750.000/ha 4. Penebangan kayu dan tebas 3.500.000/ha 5. Pembelian bibit sawit 25.000/batang 6. Penanaman sawit (melorong, memancang, menanam) 3.750.000/ha 7. Tebas gulma (3 kali setahun) 4.500.000/ha/tahun

8. Dolomit 250.000/ha

9. Herbisida 1.080.000/ha

10. Ongkos semprot herbisida 1.000.000/ha

11. Ongkos unduh sawit 200/kg

51 Tabel 5. Biaya yang diperlukan dalam revegetasi lahan gambut di HLG Sungai Bram

Itam

No Komponen kegiatan dan barang lainnya Jumlah (Rp) 1. Penebangan kayu dan tebas 3.500.000/ha 2. Pembuatan parit utama 1.275.000/ha 3. Pembuatan parit cacing 3.750.000/ha 4. Pembelian bibit pinang 5.500/batang 5. Pembelian bibit tanaman kehutanan 5.500/batang 6. Penanaman tanaman kehutanan dan pinang (lubang

tanam, langsir bibit, mengajir, menanam)

6.000.000/ha

7. Urea 600.000/ha

8. Dolomit 750.000/ha

9. Herbisida 1.050.000/ha

10. Penyemprotan 1.000.000/ha

10. Pupuk untuk buah 1.200.000/ha 11. Pemeliharaan 3 kali setahun sampai tahun ke-3 4.500.000/ha/tahu

n 12. Pemeliharaan 2 kali setahun mulai tahun ke-4 3.000.000/ha/tahu

n 13. Biaya panen pinang per kg buah pinang basah 200/kg 14. Biaya angkut pinang basah per kg buah pinang basah 200/kg 15. Biaya belah, cungkil, jemur menjadi biji pinang kering 2000/kg d. Pendapatan

Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, maka diperoleh data dan infomrasi berupa pendapatan yang diperoleh pada pola pemanfaatan lahan jika ditanami sawit secara monokultur saat ini seperti disajikan pada Tabel 6, sedangkan perkiraan produksi dan pendatan dari buah pinang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 6. Produktivitas sawit di lahan gambut di HLG Sungai Bram Itam

Produksi buah tandan sawit segar Produktivitas (ton/ha/tahun)

Tahun ke-3 6 Tahun ke-4 12 Tahun ke-5 18 Tahun ke-6 24 Tahun ke-7 24 Tahun ke-8 24 Tahun ke-9 24

52 Tahun ke-10 24 Tahun ke-11 24 Tahun ke-12 24 Tahun ke-13 18 Tahun ke-14 12 Tahun ke-15 6

Tabel 7. Perkiraan pendapatan dari tanaman pinang

Pinang Produktivitas biji pinang kering (kg/ pohon/20 hari) Tahun ke-4 0,3 kg Tahun ke-5 0,6 kg Tahun ke-6 0,9 kg Tahun ke-7 0,9 kg Tahun ke-8 0,9 kg Tahun ke-9 0,9 kg Tahun ke-10 0,9 kg Tahun ke-11 0,9 kg Tahun ke-12 0,9 kg Tahun ke-13 0,9 kg Tahun ke-14 0,9 kg Tahun ke-15 0,9 kg

Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis finansial:

(1) Suku bunga sebagai discount rate (tingkat diskon) sebesar 9% (sesuai dengan suku bunga kredit usaha rakyat di Propinsi Jambi)

(2) Umur produktif tanaman sawit mencapai 15 tahun (3) Umur produktif tanaman pinang mencapai 15 tahun (4) Harga sawit ditingkat petani sebesar Rp. 600/kg

(5) Harga biji pinang kering di tingkat petani sebesar Rp. 11.000/kg (6) Tanaman pinang mulai dipanen pada umur 4 tahun

(7) Tanaman sawit mulai panen umur 3 tahun (8) Masa panen pinang 20 hari sekali

(9) Masa panen sawit 15 hari sekali

(10) Produktivitas tanaman pinang perpohon 0,9 kg pinang kering (pinang beras)/panen

53 (11) Produktivitas sawit rata-rata antara 1- 1,5 ton/panen/ha

(12) Dalam analisis ini, pohon asli gambut tidak menghasilkan secara ekonomi Hasil analisis finansial jika menerakan pola tanam di HLG Sungai Bram Itam, Kab. Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisis kelayakan finansial berdasarkan skenario jika akan diterapkan berbagai pola tanam di HLG Sungai Bram Itam (per hektar)

Skenario NPV BCR IRR Pendapatan

pertahun

Pendapatan perbulan Pola tanam sawit murni

(Pola tanam 1

-23.203.594 0,72 - rugi Rugi Pola tanam 1 dengan harga

sawit Rp 800

6.772.239 1,08 13% 451.483 17.624 Pola tanam 1 dengan harga

sawit Rp 2.000

145.799.671 2,75 56% 9.582.343 792.529 Pola tanam 1 dengan

produksi naik 50% dan harga sawit Rp 2.000

237.358.188 3,24 73% 15.598.392 1.299.866

Pola tanam 2 437.543.393 2,60 69% 29.169.560 2.430.797 Pola tanam 3 273.930.530 2,37 55% 18.262.035 1.521.836 Pola tanam 4 108.887.819 1,85 35% 7.259.188 604.932 Pola tanam 2 produksi turun

20%

338.946.721 2,47 61% 22.596.448 1.883.037 Pola tanam 3 produksi turun

20%

207.484.491 2,21 48% 13.832.299 1.152.692 Pola tanam 4 produksi turun

20%

76.022.262 1,67 29% 5.068.151 422.346 Pola tanam 2 harga turun

20%

295.219.156 2,08 57% 19.681.277 1.640.106 Pola tanam 3 harga turun

20%

179.047.706 1,89 45% 11.936.514 994.709 Pola tanam 4 harga turun

20%

61.446.407 1,48 26% 4.096.427 341.369

Dengan membandingkan dengan kebutuhan rumah tangga di Kab. Tanjabar sebesar Rp. 2.500.000 juta sampai dengan Rp. 3.500.000. Pola tanam 1 merupakan pola tanam sawit secara monokultur yang dilakukan oleh masyarakat di HLG Sungai Bram Itam. Harga buah tandan sawit segar saat ini sebesar Rp 600. Dari hasil analisis finansial menunjukkan bahwa pada kondisi harga buah tandan sawit Rp 600 per kg, maka pola tanam sawit monokultur di lahan gambut tidak layak secara finansial. Jika

54 harga sawit Rp 800, maka pola tanam 1 mulai untung pada tahun ke-12 tetapi belum layak untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Apabila harga sawit Rp 2.000, maka mengusahakan sawit secara monokultur seluas 1 hektar di lahan gambut layak secara finansial, namun belum bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga. Jika mengusahakan sawit secara monokultur dengan luas minimal 4 hektar ternyata baru mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Dari hasil analisis finansial dengan menerapkan skenario campuran antara tanaman kehutanan asli gambut dan tanaman pinang, maka pola tanam 2 (275 batang tanaman kehutanan asli di gambut + 825 batang tanaman pinang) dan pola tanam 3 (550 batang tanaman kehutanan asli gambut + 550 batang tanaman pinang) layak secara finansial dan mampu memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi dengan syarat luas lahan yang diusahakan minimal 1,75 hektar per kepala keluarga. Pola tanam 2 dan 3 bisa diterapkan dalam kegiatan restorasi lahan gambut di HLG Sungai Bram Itam.

Dengan demikian, pola tanam 2 dan pola tanam 3 menjadi solusi kegiatan restorasi di HLG Sungai Bram Itam terutama pada aspek revegetasi dan revitalisasi kehidupan masyarakat sekitar hutan. Pola tanam tersebut cocok diterapkan di HLG Sungai Bram Itam pada blok pemanfaatan yang saat ini telah dirambah masyarakat seluas ± 5.000 hektar. Di areal blok inti direkomendasikan untuk direhabilitasi dengan menggunakan jenis-jenis tanaman kehutanan asli gambut yaitu jelutung rawa (Dyeara

lowii), balangeran (Shorea balangeran), kelat (Sizigium campanulatum), jambu-jambu

(Sizigium accuminata), laban (Vitex pinnata), kayu teluk (Illex cymosa), medang putih (Litsea caiseapolia), dan medang mangga (Litsea robusta).

55 IV. KESIMPULAN

Dari kegiatan revegetasi yang dilakukan di HLG Sungai Londerang terdapat indikasi untuk jenis-jenis yang tahan terhadap genangan yaitu balangeran, jelutung rawa, bira-bira, bintaro, beriang, keranji, dan meranti rawa. Untuk jenis jelutung rawa dan balangeran kurang bagus apabila berada pada genangan yang cukup lama, sedangkan untuk jenis bira-bira, bintaro, beriang dan meranti rawa cukup tahan berada pada genangan yang cukup lama. Jenis jelutung rawa walaupun cukup adaptif namun kurang disarankan untuk dikembangkan di daerah Tanjung Jabung Timur dikarenakan pada saat awal penanaman sudah cukup banyak diganggu oleh hama tikus (batangnya digigit), dan pada saat batangnya sudah cukup besar banyak diganggu oleh hama babi. Berdasarkan kajian kegiatan paludikultur di masyarakat di telah diperoleh jenis-jenis komoditas yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi seperti : bira-bira, pinang dan kopi liberika yang telah memiliki saluran pemasaran. Untuk jenis kayu bira-bira saluran pemasarannya masih bersifat lokal yaitu di Kecamatan Muara Sabak, sedangkan untuk komoditas pinang dan kopi gambut pemasarannya sudah mencapai luar dari provinsi Jambi. Masing-masing komoditas (bira-bira, pinang dan kopi) memiliki lembaga-lembaga pemasaran serta saluran pemasaran.

Kegiatan revegetasi yang dilakukan di HLG Sungai Bram Itam dengan menggunakan jenis tanaman hutan yaitu jelutung rawa (Dyeara lowii), balangeran (Shorea balangeran), kelat (Sizigium campanulatum), jambu-jambu (Sizigium

accuminata), laban (Vitex pinnata), kayu teluk (Illex cymosa), medang putih (Litsea caiseapolia), dan medang mangga (Litsea robusta) mampu tumbuh baik di lahan

gambut tersebut. Selai itu, tanaman pinang bisa dikembangkan sebagai tanaman agroforestri dengan 8 jenis tanaman hutan asli gambut dengan pola tanam jalur yang ditanam secara diselang-seling, namun tanaman kopi liberika kurang cocok dikembangkan pada lahan gambut dengan kedalaman > 75 cm.

Mengusahakan sawit secara monokultur seluas 1 hektar di HLG Sungai Bram Itam dengan harga buah tandan sawit Rp 600 per kg, maka tidak layak secara finansial. Jika harga buah tandan sawit Rp 2.000 per kg baru layak secara finansial tetapi belum

56 mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga, dan baru bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga per kepala keluarga apabila luas lahan yang diusahakan lebih dari 4 hektar. Pola tanam agroforestri dengan menerapkan pola tanam 2 (275 tanaman kehutanan+ 825 pinang) dan pola tanam 3 (555 tanaman kehutanan+555 pinang), maka layak secara finansial dan mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan syarat luas lahan yang diusahakan minimal 1,75 ha.

57 V. DAFTAR PUSTAKA

Agus F, Hairiah K, Mulyani A. 2011. Pengukuran Cadangan Karbon Tanah Gambut. Petunjuk Praktis. World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Bogor, Indonesia. 58 p.

Arbi M dan Prayitno M B. 2009. Kondisi Sosial Ekonomi dan Hubungan dengan Perilaku Masyarakat Sekitar Lahan Gambut Kawasan HPT di Kayu Agung. J-SEP Vol. 3 No.3 Nopember 2009 : 15-24.

Atmoko, T. (2011). Potensi regenerasi dan penyebaran Shorea balangeran (Korth.) Burck di sumber benih Saka Kajang, Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Dipterokarpa. 5(2):21-36.

BPS Provinsi Jambi. 2017. Kabupaten Tanjung Jabung Timur Dalam Angka. BPS Darwo, & Bogidarmanti, R. (2016b). Prospek Pembangunan Hutan Tanaman

Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) Burck.) di Lahan Grambut. Dalam: Prosiding Seminar Nasional XVIII. Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia. Bandung. Hal.: 374-380.

Diana E. 2014. Liberika Tungkal Komposit, Kopi Khas Gambut. Komunitas Konservasi Indonesia Warsi.

Julianto. 2016. Restorasi dan Rehabilitasi Gambut. Tabloid Sinartani.com. http://tabloidsinartani.com/content/read/restorasi-dan-rehabilitasi-gambut/. Diakses pada 10 Desember 2017.

Lisnawati, Y., Haryono, S., Erny, P., dan Musyafa., 2015. Dampak Pembangunan Hutan Tanaman Industri Acacia crassicarpa Di Lahan Gambut Terhadap Tingkat Kematangan dan Laju Penurunan Permukaan Tanah. Jurnal Manusia Dan Lingkungan. 22(2): 179-186.

Possel, M., Jenkins, M., Bell, T.L., Adams, M.A. (2015). Emissions from Prescribed Fires in Temperate Forest in South-East Australia: Implication for Carbon Accounting. Biogeosciences, 12, 257 – 268. doi: 10.5194/bg-12-257-2015. Prayitno, M.B., & Bakri. (2014). Dampak perubahan tata guna lahan terhadap

cadangan karbon di lahan sub-optimal. Dalam: Prosiding Seminar Nasional

Lahan ITTO Suboptimal. Palembang 26-27 September 2014. Pp: 453-461. http://pur-plso.unsri.ac.id/userfiles/81_%20bambangbakri_revisi%201(1).pdf Suryadiputra, I.N.N., Dohong, A., Waspodo, R.S.B., Muslihat, L., Lubis, I.R.,

Hasudungan, F., et al. (2005). A guide to the blocking of canals and ditched in

conjunction with the community. Bogor: Wetlands International Indonesia

Programme and Wildlife Habitat Canada.

Tata HL dan Susmianto A. 2016. Prospek Paludikultur Ekosistem Gambut Indonesia. Forda Press.

Tata, H.L, van Noordwijck, M., Ruysschaert, D., Mulia, R., Rahayu S., Mulyoutami, E., Widayati, A., Ekadinata, A., Zen, R., Darsoyo, A., Oktaviani, R., Dewi, S. (2013). Will Funding to Reduce Emissions from Deforestation and (forest) Degradation (REDD+) Stop Conversion of Peat Swamps to Oil Palm in

58 Orangutan Habitat in Tripa in Aceh, Indonesia? Mitigation and Adaptation Strategies for Global Change. Doi 10.1007/s11027-013-9524-5.

Tata, H.L., dan Susmianto, A., 2016. Prospek paludikultur ekosistem Gambut Indonesia. Bogor, Indonesia: Forda Press.

Taufik M, Setiawan BI, van Lanen HAJ. 2015. Modification of a fire drought index for tropical wetland ecosystems by including water table depth. Agricultural and

Forest Meteorology. 203:1-10.

Turetsky, M.R., Benscoter, B., Page, S., Rein, G., van der Werf, G., Watts, A., 2014. Global vulnerability of peatlands to fire and carbon loss.Nature Geoscience. Published online: 23 December 2014. DOI: 10.1038/NGEO2325.

Dokumen terkait