• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel. 13 Jumlah Rumahtangga Tani Miskin Penggunan Lahan Pertanian di Kabupaten Muna Tahun 2006

5.2 Komoditas Perkebunan Unggulan masing-masing Kecamatan yang berperan dalam meningkatkan Perekonomian Perdesaan di

5.2.2 Analisis Kelayakan Finansial Perkebunan di Kabupaten Muna

Perhitungan analisis finansial usahatani perkebunan per hektar pertahun selama 15 tahun yang didasarkan pada umur produktif tanaman perkebunan secara ekonomis di Kabupaten Muna dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel. 17 Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Perkebunan di Kabupaten Muna

Komoditi Indikator Analisis Finansial

DF 12 % Keterangan Kelapa NPV Rp. 559.417,29 Layak untuk Net B/C Rp. 0,91 dikembangkan

IRR 15,97%

Kopi NPV Rp. 528.683,97 Layak untuk

Net B/C Rp. 0,89 dikembangkan

IRR 15,76%

Jambu mete NPV Rp. 2.886.725,48 Layak untuk Net B/C Rp. 2,14 dikembangkan

IRR 27,87%

Kemiri NPV Rp. 484.836,65 Layak untuk Net B/C Rp. 0,87 dikembangkan

IRR 15,48%

Coklat/kakao NPV Rp. 450.544,68 Layak untuk Net B/C Rp. 0,85 dikembangkan

Berdasarkan Tabel 17 memperlihatkan bahwa komoditi perkebunan kelapa, kopi, jambu mete, kemiri dan coklat/kakao layak untuk diusahakan karena nilai Net Present Value (NPV) masih mengguntungkan dengan tingkat suku bunga tabungan sebesar 12 persen yang berlaku dilokasi kajian.

5.2.2.1 Analisis Finansial Usahatani Kelapa

Pada usahatani kelapa di Kabupaten Muna secara finansial layak untuk diusahakan walaupun sangat sensitif karena nilai NPV yang diperoleh hanya Rp 559.417,29, nilai Net BC Ratio 0,91 serta nilai IRR 15,97 persen. Nilai IRR yang diperoleh masih sedikit besar dari suku bunga tabungan yang berlaku di lokasi kajian yaitu sekitar 12 persen. Artinya dari pada modal yang dimiliki disimpan di Bank maka akan lebih bermanfaat kalau diinvestasikan pada usahatani kelapa walaupun selisinya sangat kecil. Namun nilai IRR tersebut masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan suku bunga pinjaman yang berlaku dilokasi kajian yaitu sekitar 18 persen. Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa bila usahatani kelapa harus menggunakan dana pinjaman atau kredit Bank maka dapat dikatakan tidak layak untuk diusahakan. Nilai IRR tersebut dapat juga mengandung makna pada tingkat suku bunga atau tingkat diskonto sebesar nilai IRR tersebut maka manfaat (keuntungan) yang dihasilkan (NPV) adalah bernilai nol. Sedangkan nilai Net BC Ratio sebesar 0,91 mengandung makna untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat masing-masing sebesar Rp 0,91 atau dengan kata lain manfaat yang diperoleh adalah 0,91 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan.

Nilai NPV sebesar Rp 559.417,29, artinya usahatani kelapa rakyat di Kabupaten Muna memberikan keuntungan sebesar nilai NPV tersebut selama kurun waktu 15 tahun menurut nilai sekarang per satu hektar kebun kelapa. Nilai NPV tersebut relatif sangat rendah, jika dibandingkan dengan resiko kegagalan yang akan dihadapi selama kurun waktu produksi 15 tahun.

Dengan net B/C kecil (0,91) dan IRR besar (15,97%) serta NPV yang relatif rendah (Rp 559.417,29) belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan petani kelapa di Kabupaten Muna. Oleh karena itu nilai net B/C dan IRR dari usahatani kelapa perlu ditingkatkan melalui peningkatan teknologi, penciptaan pasar produk kelapa yang kompetitif, adanya diversifikasi produk dan pemanfaatan produk samping oleh petani akan dapat meningkatkan nilai tambah

dan pendapatan petani yang selanjutnya diharapkan akan dapat mengurangi kemiskinan petani kelapa.

Kecilnya nilai NPV tersebut karena harga kelapa yang masih rendah di tingkat petani yaitu sebesar Rp 1.500/kg. Kecilnya nilai NPV, net B/C dan IRR menunjukan bahwa usahatani yang diguluti oleh petani kelapa selama ini belum dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, hanya mampu mencukupi kebutuhan pokok minimal mereka. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani kelapa perlu memperbaiki teknologi dan posisi tawar terhadap mitra usaha. Selain itu tingkat produktivitas komoditi kelapa masih rendah yaitu rata-rata 0,75 ton/ha.

5.2.2.2 Analisis Finansial Usahatani Kopi

Pada usahatani kopi di Kabupaten Muna secara finansial layak untuk diusahakan walaupun sangat sensitif karena nilai NPV yang diperoleh hanya Rp 528.683,97, nilai Net BC Ratio 0,89 serta nilai IRR 15,76 persen. Nilai IRR yang diperoleh masih sedikit besar dari suku bunga tabungan yang berlaku di lokasi kajian yaitu sekitar 12 persen. Artinya dari pada modal yang dimiliki disimpan di bank maka akan lebih bermanfaat kalau diinvestasikan pada usahatani kelapa walaupun selisinya sangat kecil. Namun nilai IRR tersebut masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan suku bunga pinjaman yang berlaku dilokasi kajian yaitu sekitar 18 persen. Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa bila usahatani kopi harus menggunakan dana pinjaman atau kredit bank maka dapat dikatakan tidak layak untuk diusahakan. Nilai IRR tersebut dapat juga mengandung makna pada tingkat suku bunga atau tingkat diskonto sebesar nilai IRR tersebut maka manfaat (keuntungan) yang dihasilkan (NPV) adalah bernilai nol. Sedangkan nilai Net BC Ratio sebesar 0,89 mengandung makna untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat masing-masing sebesar Rp 0,89 atau dengan kata lain manfaat yang diperoleh adalah 0,89 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan.

Nilai NPV sebesar Rp 528.683,97, artinya usahatani kopi rakyat di Kabupaten Muna memberikan keuntungan sebesar nilai NPV tersebut selama kurun waktu 15 tahun menurut nilai sekarang per satu hektar kebun kopi. Nilai NPV tersebut relatif sangat rendah, jika dibandingkan dengan resiko kegagalan yang akan dihadapi selama kurun waktu produksi 15 tahun.

Dengan net B/C kecil (0,89) dan IRR besar (15,76%) serta NPV yang relatif rendah (Rp528.683,97) belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan petani kopi di Kabupaten Muna. Oleh karena itu nilai net B/C dan IRR dari usahatani kelapa perlu ditingkatkan melalui peningkatan teknologi, penciptaan pasar produk kelapa yang kompetitif, adanya diversifikasi produk dan pemanfaatan produk samping oleh petani akan dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani yang selanjutnya diharapkan akan dapat mengurangi kemiskinan petani kopi.

Kecilnya nilai NPV tersebut karena harga kopi yang masih rendah di tingkat petani yaitu sebesar Rp 3.000/kg. Kecilnya nilai NPV, net B/C dan IRR menunjukan bahwa usahatani yang diguluti oleh petani kopi selama ini belum dapat meningkatkan kesejahteraan petani, hanya mampu mencukupi kebutuhan pokok minimal mereka. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani kopi perlu memperbaiki teknologi dan posisi tawar terhadap mitra usaha. Selain itu tingkat produktivitas kopi masih rendah yaitu rata-rata 0,32 ton/ha.

5.2.2.3 Analisis Finansial Usahatani Jambu Mete

Pada usahatani jambu mete di Kabupaten Muna secara finansial sangat layak karena nilai NPV yang diperoleh cukup besar Rp 2.886.725,48, nilai net BC Ratio 2,14 serta nilai IRR 27,87 persen. Nilai IRR yang diperoleh cukup besar dari suku bunga tabungan yang berlaku di lokasi kajian yaitu sekitar 12 persen. Artinya daripada modal yang dimiliki disimpan di Bank maka akan lebih bermanfaat kalau diinvestasikan pada usahatani jambu mete karena selisinya cukup besar. Nilai IRR tersebut masih jauh lebih besar bila dibandingkan dengan suku bunga pinjaman yang berlaku dilokasi kajian yaitu sekitar 18 persen. Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa bila usahatani jambu mete harus menggunakan dana pinjaman atau kredit Bank maka dapat dikatakan layak untuk diusahakan. Nilai IRR tersebut dapat juga mengandung makna pada tingkat suku bunga atau tingkat diskonto sebesar nilai IRR tersebut maka manfaat (keuntungan) yang dihasilkan (NPV) adalah bernilai nol. Sedangkan nilai net BC Ratio sebesar 2,14 mengandung makna untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat masing-masing sebesar Rp 2,14 atau dengan kata lain manfaat yang diperoleh adalah 2,14 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan.

Nilai NPV sebesar Rp 2.886.725,48, artinya usahatani jambu mete rakyat di Kabupaten Muna memberikan keuntungan sebesar nilai NPV tersebut selama kurun waktu 15 tahun menurut nilai sekarang per satu hektar kebun jambu mete. Nilai NPV tersebut relatif cukup besar, jika dibandingkan dengan resiko kegagalan yang akan dihadapi selama kurun waktu produksi 15 tahun.

Dengan net B/C kecil (2,14) dan IRR besar (27,87 persen) serta NPV yang relatif cukup besar (Rp 2.886.725,48) namun belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan jambu mete di Kabupaten Muna . Oleh karena itu nilai net B/C dan IRR dari usahatani jambu mete perlu ditingkatkan melalui peningkatan teknologi, penciptaan pasar produk kelapa yang kompetitif, adanya diversifikasi produk dan pemanfaatan produk samping oleh petani akan dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani yang selanjutnya diharapkan akan dapat mengurangi kemiskinan petani jambu mete.

Kecilnya nilai NPV tersebut karena harga jambu mete yang masih rendah di tingkat petani yaitu sebesar Rp 5.000/kg. Kecilnya nilai NPV, net B/C dan IRR menunjukan bahwa usahatani yang diguluti oleh petani jambu mete selama ini belum dapat meningkatkan kesejahteraan petani, hanya mampu mencukupi kebutuhan pokok minimal mereka. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani jambu mete perlu memperbaiki teknologi dan posisi tawar terhadap mitra usaha. Selain itu tingkat produktivitas jambu mete masih rendah yaitu rata-rata 0,31 ton/ha.

5.2.2.4 Analisis Finansial Usahatani Kemiri

Pada usahatani kemiri di Kabupaten Muna secara finansial layak untuk diusahakan walaupun sangat sensitif karena nilai NPV yang diperoleh hanya Rp 484.836,65, nilai Net BC Ratio 0,87 serta nilai IRR 15,48 persen. Nilai IRR yang diperoleh masih sedikit besar dari suku bunga tabungan yang berlaku di lokasi kajian yaitu sekitar 12 persen. Artinya dari pada modal yang dimiliki disimpan di bank maka akan lebih bermanfaat kalau diinvestasikan pada usahatani kemiri walaupun selisinya sangat kecil. Namun nilai IRR tersebut masih jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan suku bunga pinjaman yang berlaku dilokasi kajian yaitu sekitar 18 persen. Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa bila usahatani kemiri harus menggunakan dana pinjaman atau kredit Bank maka dapat dikatakan tidak layak untuk diusahakan. Nilai IRR tersebut

sebesar nilai IRR tersebut maka manfaat (keuntungan) yang dihasilkan (NPV) adalah bernilai nol. Sedangkan nilai net BC Ratio sebesar 0,87 mengandung makna untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat masing-masing sebesar Rp 0,87 atau dengan kata lain manfaat yang diperoleh adalah 0,87 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan.

Nilai NPV sebesar Rp 484.836,65, artinya usahatani kemiri rakyat di Kabupaten Muna memberikan keuntungan sebesar nilai NPV tersebut selama kurun waktu 15 tahun menurut nilai sekarang per satu hektar kebun kemiri. Nilai NPV tersebut relatif sangat rendah, jika dibandingkan dengan resiko kegagalan yang akan dihadapi selama kurun waktu produksi 15 tahun.

Dengan net B/C kecil (0,87) dan IRR besar (15,48 persen) serta NPV yang relatif rendah (Rp 484.836,65) belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan petani kemiri di Kabupaten Muna . Oleh karena itu nilai Net B/C dan IRR dari usahatani kelapa perlu ditingkatkan melalui peningkatan teknologi, penciptaan pasar produk kemiri yang kompetitif, adanya diversifikasi produk dan pemanfaatan produk samping oleh petani akan dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani yang selanjutnya diharapkan akan dapat mengurangi kemiskinan petani kemiri.

Kecilnya nilai NPV tersebut karena harga kemiri yang masih rendah di tingkat petani yaitu sebesar Rp 1.750/kg. Kecilnya nilai NPV, net B/C dan IRR menunjukan bahwa usahatani yang diguluti oleh petani kemiri selama ini belum dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, hanya mampu mencukupi kebutuhan pokok minimal mereka. Untuk meningkatkan kesehateraan petani kemiri perlu memperbaiki teknologi dan posisi tawar terhadap mitra usaha. Selain itu tingkat produktivitas kemiri masih rendah yaitu rata-rata 0,77 ton/ha.

5.2.2.5 Analisis Finansial Usahatani Coklat/Kakao

Pada usahatani coklat/kakao di Kabupaten Muna secara finansial layak untuk diusahakan walaupun sangat sensitif karena nilai NPV yang diperoleh hanya Rp 450.544,68, nilai Net BC Ratio 0,85 serta nilai IRR 15,25 persen. Nilai IRR yang diperoleh masih sedikit besar dari suku bunga tabungan yang berlaku di lokasi kajian yaitu sekitar 12 persen. Artinya daripada modal yang dimiliki disimpan di Bank maka akan lebih bermanfaat kalau diinvestasikan pada usahatani coklat/kakao walaupun selisinya sangat kecil. Namun nilai IRR

pinjaman yang berlaku dilokasi kajian yaitu sekitar 18 persen. Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa bila usahatani coklat/kakao harus menggunakan dana pinjaman atau kredit Bank maka dapat dikatakan tidak layak untuk diusahakan. Nilai IRR tersebut dapat juga mengandung makna pada tingkat suku bunga atau tingkat diskonto sebesar nilai IRR tersebut maka manfaat (keuntungan) yang dihasilkan (NPV) adalah bernilai nol. Sedangkan nilai net BC Ratio sebesar 0,85 mengandung makna untuk setiap satu rupiah yang diinvestasikan atau dikeluarkan akan memberikan manfaat masing-masing sebesar Rp 0,85 atau dengan kata lain manfaat yang diperoleh adalah 0,85 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan.

Nilai NPV sebesar Rp 450.544,68, artinya usahatani coklat/kakao rakyat di Kabupaten Muna memberikan keuntungan sebesar nilai NPV tersebut selama kurun waktu 15 tahun menurut nilai sekarang per satu hektar kebun coklat/kakao. Nilai NPV tersebut relatif sangat rendah, jika dibandingkan dengan resiko kegagalan yang akan dihadapi selama kurun waktu produksi 15 tahun.

Dengan Net B/C kecil (0,85) dan IRR besar (15,25 persen) serta NPV yang relatif rendah (Rp 450.544,68) belum mampu mengatasi permasalahan kemiskinan petani coklat/kakao di Kabupaten Muna . Oleh karena itu nilai net B/C dan IRR dari usahatani coklat/kakao perlu ditingkatkan melalui peningkatan teknologi, penciptaan pasar produk kelapa yang kompetitif, adanya diversifikasi produk dan pemanfaatan produk samping oleh petani akan dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani yang selanjutnya diharapkan akan dapat mengurangi kemiskinan petani coklat/kakao.

Kecilnya nilai NPV tersebut karena harga coklat/kakao yang masih rendah di tingkat petani yaitu sebesar Rp 2.200/kg. Kecilnya nilai NPV, net B/C dan IRR menunjukan bahwa usahatani yang diguluti oleh petani selama ini belum dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, hanya mampu mencukupi kebutuhan pokok minimal mereka. Untuk meningkatkan kesejahteraan petani perlu memperbaiki teknologi dan posisi tawar terhadap mitra usaha. Selain itu tingkat produktivitas coklat/kakao juga masih rendah yaitu rata-rata 0,40 ton/ha. Masih ada peluang untuk memperbaiki melalui peningkatan teknologi budidaya sehingga produktivitasnya dapat mencapai kondisi optimal yaitu 2,5-3,0 ton per hektar (Brotosunaryo, 2002).

5.3 Pola Pemasaran Komoditi Perkebunan di Kabupaten Muna