• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Pemasaran Komoditi Perkebunan di Kabupaten Muna .1 Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Kelapa

Tabel. 13 Jumlah Rumahtangga Tani Miskin Penggunan Lahan Pertanian di Kabupaten Muna Tahun 2006

5.3 Pola Pemasaran Komoditi Perkebunan di Kabupaten Muna .1 Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Kelapa

Saluran pemasaran komoditi kelapa yang dikembangkan di Kabupaten Muna, secara umum menunjukkan ada tiga model pemasaran yang dimulai dari tingkat petani sampai ke pedagang eksportir yang berlokasi di Ujung Pandang. Uraian selengkapnya mengenai saluran pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 32.

Gambar 32. Saluran Pemasaran Komoditi Kelapa (BPMD Kabupaten Muna)

Pada Gambar 32, menunjukan bahwa dari tiga saluran pemasaran komoditi kelapa yang terpanjang adalah saluran pemasaran pertama (I) yang melibatkan lima pelaku pasar yaitu : petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang kabupaten, pedagang besar dan pedagang eksportir yang berkedudukan di Ujung Pandang. Saluran pemasaran tipe I umumnya ditemukan kabupaten dalam lokasi kajian. Karakteristik dalam saluran ini dicirikan oleh : kendala yang dihadapi petani baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi yang rendah, modal untuk biaya pengangkutan dan jarak ketempat penjualan jauh. Harga jual yang diterima petani sangat rendah yaitu Rp 1.000-Rp 1.500 per biji kelapa, dengan kualitas kadar air berkisar antara 7%–15%.

Saluran pemasaran II dimana petani langsung menjual hasil produksi kelapa ke pedagang tingkat Kabupaten. Karakteristik dalam saluran pemasaran ini ditandai oleh petani yang mempunyai produksi lebih banyak, mempunyai

Petani

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Pedagang Tingkat Kabupaten

Pedagang Besar Eksportir IIII II Rp. 1.000 – 1.500 Rp. 1.500 – 1.600 Rp. 1.600 – 1.800 I

tempat penjualan ke pedagang tingkat kabupaten. Harga jual komoditi kelapa berkisar antara Rp 1.500-Rp 1.600 per biji (kadar air sekitar 7 persen), persentase kerusakan produksi rendah dan jumlah penawaran secara agregat. Jumlah penawaran secara agregat ini artinya tingkat penawaran kopra sangat tinggi dalam skala propinsi (panen awal) sedang tingkat permintaan rendah, sehingga harga yang terbentuk cenderung lebih rendah.

Saluran pemasaran III, merupakan kelanjutan saluran pemasaran tipe II, dimana hasil produk kopra dari petani dijual oleh pedagang kabupaten ke tingkat pedagang ekspor yang umumnya berlokasi di Provinsi Sulawesi Selatan tanpa melalui pedagang besar, pola pemasaran demikian umumnya juga bersifat temporer (hanya saat produksi banyak/panen awal). Harga jual komoditi kopra berkisar Rp 1.600-Rp 1.800 per biji

5.3.2 Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Kopi

Saluran pemasaran komoditi kelapa yang dikembangkan di Kabupaten Muna, secara umum menunjukkan ada empat model pemasaran yang dimulai dari tingkat petani sampai ke pedagang eksportir yang berlokasi di Ujung Pandang. Uraian selengkapnya mengenai saluran pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 33.

Gambar 33. Saluran Pemasaran Komoditi Kopi (BPMD Kabupaten Muna) Petani

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Pedaganga Tingkat Kabupaten

Pedagang Besar Eksportir IIII II Rp. 1.000 – 1.500 Rp. 1.500 – 1.600 Rp. 1.600 – 1.800 I IV Rp. 1.800 – 2.000

Pada Gambar 33 dari keempat saluran pemasaran komoditi kelapa yang terpanjang adalah saluran pemasaran pertama (I) yang melibatkan lima pelaku pasar yaitu : petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang kabupaten, pedagang besar dan pedagang eksportir yang berkedudukan diujung pandang. Saluran pemasaran tipe ini umumnya ditemukan diempat kabupaten dalam lokasi kajian. Karakteristik dalam saluran ini dicirikan oleh : petani mempunyai kendala baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi yang rendah, modal untuk biaya pengangkutan dan jarak ketempat penjualan jauh. Harga jual yang diterima petani sangat rendah yaitu Rp 1.000-Rp 1.500 per biji kelapa, dengan kualitas kadar air berkisar antara 7 persen – 15 persen.

Saluran pemasaran II dimana petani langsung menjual hasil produksi kelapa ke pedagang tingkat Kabupaten. Karakteristik dalam saluran pemasaran ini ditandai oleh petani yang mempunyai produksi lebih banyak, mempunyai modal untuk biaya pengangkutan dan biasanya lokasi petani dekat dengan tempat penjualan ke pedagang tingkat kabupaten. Harga jual komoditi kelapa berkisar antara Rp 1.500-Rp 1.600 per biji (kadar air sekitar 7 persen)

Saluran pemasaran III, agaknya spesifik karena letaknya yang terlalu jauh ke tempat pegadang besar di Siwa (salah satu lokasi pedagang besar di Ujung Pandang). Tingkat harga yang diperoleh petani pada saluran ini lebih besar yaitu sekitar Rp 1.600-Rp 1.800 per biji (pedagang pengumpul di Siwa). Apabila petani mampu menjual langsung ke pedagang besar maka harga yang diterima cenderung lebih besar yaitu sekitar Rp 1.800-Rp 2.000 per biji, dimana semakin baik kualitas produksi (kadar air kurang 7 persen), harga yang diterima semakin tinggi, namun saluran ini hanya berlaku bagi petani yang mampu baik dari segi modal maupun jaringan pemasaran yang telah dibina sebelumnya dengan pengusaha besar.

Saluran pemasaran IV sifatnya temporer yang disebabkan dua keadaan yaitu pertama, saat panen produksi kelapa sangat banyak, dan kedua pada saat permintaan akan produk kelapa tinggi untuk memenuhi kuota ekspor pengusaha. Pemasaran kelapa pada tipe ini, para eksportir langsung turun ke lokasi-lokasi produksi untuk membeli hasil panen petani. Setelah panen berkurang atau permintaan rendah, dengan sendirinya saluran pemasaran ini tidak berfungsi dalam rantai tataniaga komoditi kelapa. Harga yang diterima petani cukup kompotetif yaitu sekitar Rp 2.000-Rp 2.100 per bijinya

5.3.3 Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Jambu Mete

Saluran pemasaran komoditi jambu mete yang dikembangkan di Kabupaten Muna, secara umum menunjukkan ada tiga model pemasaran yang dimulai dari tingkat petani sampai ke pedagang eksportir yang berlokasi di Surabaya. Uraian selengkapnya mengenai saluran pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 34.

I

Gambar 34. Saluran Pemasaran Komoditi Jambu Mete (BPMD Kabupaten Muna)

Pada Gambar 34, menunjukan bahwa dari tiga saluran pemasaran komoditi jambu mete yang terpanjang adalah saluran pemasaran pertama (I) yang melibatkan lima pelaku pasar yaitu : petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang kabupaten, pedagang besar dan pedagang eksportir yang berkedudukan di Ujung Pandang dan Surabaya. Saluran pemasaran tipe I umumnya ditemukan kabupaten dalam lokasi kajian. Karakteristik dalam saluran ini ditandai oleh : petani mempunyai kendala baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi yang rendah, modal untuk biaya pengangkutan dan jarak ketempat penjualan jauh. Harga jual yang diterima petani sangat rendah yaitu Rp 4.500-Rp 5.000 per kilogram, dengan kualitas kadar air berkisar antara 7%–10%. Saluran pemasaran II dimana petani langsung menjual hasil produksi jambu mete ke pedagang tingkat Kabupaten. Karakteristik dalam saluran pemasaran ini ditandai oleh petani yang mempunyai produksi lebih banyak, mempunyai modal untuk biaya pengangkutan dan biasanya lokasi petani dekat dengan tempat penjualan ke pedagang tingkat kabupaten. Harga jual komoditi

Petani

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Pedaganga Tingkat Kabupaten

Pedagang Besar Eksportir IIII II Rp. 4.500 – 5.000 Rp. 5.000 – 5.200 Rp. 5.200 – 5.500 I

tingkat kekeringan (kadar air sekitar 7 persen), presentase kerusakan buah rendah dan jumlah penawaran secara agregat. Jumlah penawaran secara agregat ini artinya bahwa semakin banyak penawaran mete dalam skala provinsi (panen awal) cenderung tingkat harga lebih rendah.

Saluran pemasaran III, merupakan kelanjutan saluran pemasaran tipe II, dimana hasil produk mete dari petani dijual oleh pedagang kabupaten ke tingkat pedagang ekspor di Surabaya tanpa melalui pedagang besar di Ujung Pandang, pola pemasaran demikian umumnya juga bersifat temporer (hanya

saat produksi banyak/panen awal). Kecuali pada pedagang tertentu seperti PT. Sekar Alam yang konsisten dalam saluran pemasaran ini. Harga jual

komoditi kopra berkisar Rp 5.200-Rp 5.500 per kilogram.

Dari saluran pemasaran diatas dapat memberikan gambaran bahwa pola perubahan harga naik atau turun sepenuhnya ditentukan oleh pedagang ekspor dan juga cenderung ada gejala monopoli pasarmulai dari pedagang pengumpul tingkat desa sampai ke pedagang besar yang sepenuhnya dimodali oleh pedagang eksportir sehingga dalam kondisi tertentu pola yang demikian akan merugikan petani, sebab kemampuan untuk memperoleh harga yang lebih tinggi semakin sulit akibat lemahnya posisi petani dalam struktur pemasaran produksi.

5.3.4 Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Kemiri

Saluran pemasaran komoditi kemiri yang dikembangkan di Kabupaten Muna, secara umum menunjukkan ada empat model pemasaran yang dimulai dari tingkat petani sampai ke pedagang eksportir yang berlokasi di Ujung Pandang.

Pada Gambar 35 dari keempat saluran pemasaran komoditi kemiri yang terpanjang adalah saluran pemasaran pertama (I) yang melibatkan lima pelaku pasar yaitu : petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang kabupaten, pedagang besar dan pedagang eksportir yang berkedudukan di Ujung Pandang. Saluran pemasaran tipe ini umumnya ditemukan diempat kabupaten dalam lokasi kajian. Karakteristik dalam saluran ini dicirikan oleh : petani mempunyai kendala baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi yang rendah, modal untuk biaya pengangkutan dan jarak ketempat penjualan jauh. Harga jual yang diterima petani sangat rendah yaitu Rp 1.500-Rp 1.750 per kilogram, dengan

kualitas kadar air berkisar antara 7 persen – 15 persen. Uraian selengkapnya mengenai saluran pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 35.

Gambar 35. Saluran Pemasaran Komoditi Kemiri (BPMD Kabupaten Muna)

Saluran pemasaran II dimana petani langsung menjual hasil produksi kelapa ke pedagang tingkat Kabupaten. Karakteristik dalam saluran pemasaran ini ditandai oleh petani yang mempunyai produksi lebih banyak, mempunyai modal untuk biaya pengangkutan dan biasanya lokasi petani dekat dengan tempat penjualan ke pedagang tingkat kabupaten. Harga jual komoditi kemiri berkisar antara Rp 1.750-Rp 1.800 per kilogram (kadar air sekitar 7 persen)

Saluran pemasaran III, agaknya spesifik karena letaknya yang terlalu jauh ke tempat pegadang besar di Siwa (salah satu lokasi pedagang besar di Ujung Pandang). Tingkat harga yang diperoleh petani pada saluran ini lebih besar yaitu sekitar Rp 1.800-Rp 1.850 per kilogram (pedagang pengumpul di Siwa). Apabila petani mampu menjual langsung ke pedagang besar maka harga yang diterima cenderung lebih besar yaitu sekitar Rp 1.850-Rp 2.000 per kilogram, dimana semakin baik kualitas produksi (kadar air kurang 7 persen), harga yang diterima semakin tinggi, namun saluran ini hanya berlaku bagi petani yang mampu baik dari segi modal maupun jaringan pemasaran yang telah dibina sebelumnya dengan pengusaha besar.

Petani

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Pedaganga Tingkat Kabupaten

Pedagang Besar Eksportir IIII II Rp. 1.500 – 1.750 Rp. 1.750 – 1.800 Rp. 1.800 – 1.850 I IV Rp. 2.000 – 2.200

Saluran pemasaran IV sifatnya temporer yang disebabkan dua keadaan yaitu pertama, saat panen produksi kemiri sangat banyak, dan kedua pada saat permintaan akan produk kemiri tinggi untuk memenuhi kuota ekspor pengusaha. Pemasaran kemiri pada tipe ini, para eksportir langsung turun ke lokasi-lokasi produksi untuk membeli hasil panen petani. Setelah panen berkurang atau permintaan rendah, dengan sendirinya saluran pemasaran ini tidak berfungsi dalam rantai tataniaga komoditi kemiri. Harga yang diterima petani cukup kompotetif yaitu sekitar Rp 2.000-Rp 2.200 per kilogram.

5.3.5 Saluran Pemasaran dan Harga Komoditi Coklat/Kakao

Saluran pemasaran komoditi coklat/kakao yang dikembangkan di Kabupaten Muna, secara umum menunjukkan ada empat model pemasaran yang dimulai dari tingkat petani sampai ke pedagang eksportir yang berlokasi di Ujung Pandang. Uraian selengkapnya mengenai saluran pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36. Saluran Pemasaran Komoditi coklat/kakao (BPMD Kabupaten Muna)

Pada Gambar 36 dari keempat saluran pemasaran komoditi coklat/kakao yang terpanjang adalah saluran pemasaran pertama (I) yang melibatkan lima pelaku pasar yaitu : petani, pedagang pengumpul tingkat desa,

Petani

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa

Pedaganga Tingkat Kabupaten

Pedagang Besar Eksportir IIII II Rp. 2.000 – 2.200 Rp. 2.200 – 2.300 Rp. 2.300 – 2.400 I II Rp. 2.300 – 2.500

berkedudukan di Ujung Pandang. Saluran pemasaran tipe ini umumnya ditemukan diempat kabupaten dalam lokasi kajian. Karakteristik dalam saluran ini dicirikan oleh : petani mempunyai kendala baik dari segi kuantitas maupun kualitas produksi yang rendah, modal untuk biaya pengangkutan dan jarak ketempat penjualan jauh. Harga jual yang diterima petani sangat rendah yaitu Rp 2.000-Rp 2.200 per kilogram, dengan kualitas kadar air berkisar antara 7 persen – 15 persen.

Saluran pemasaran II dimana petani langsung menjual hasil produksi kelapa ke pedagang tingkat Kabupaten. Karakteristik dalam saluran pemasaran ini ditandai oleh petani yang mempunyai produksi lebih banyak, mempunyai modal untuk biaya pengangkutan dan biasanya lokasi petani dekat dengan tempat penjualan ke pedagang tingkat kabupaten. Harga jual komoditi coklat/kakao berkisar antara Rp 2.200-Rp 2.300 per kilogram (kadar air sekitar 7 persen)

Saluran pemasaran III, agaknya spesifik karena letaknya yang terlalu jauh ke tempat pegadang besar di Siwa (salah satu lokasi pedagang besar di Ujung Pandang). Tingkat harga yang diperoleh petani pada saluran ini lebih besar yaitu sekitar Rp 1.800-Rp 1.850 per kilogram (pedagang pengumpul di Siwa). Apabila petani mampu menjual langsung ke pedagang besar maka harga yang diterima cenderung lebih besar yaitu sekitar Rp 2.200-Rp 2.400 per kilogram, dimana semakin baik kualitas produksi (kadar air kurang 7 persen), harga yang diterima semakin tinggi, namun saluran ini hanya berlaku bagi petani yang mampu baik dari segi modal maupun jaringan pemasaran yang telah dibina sebelumnya dengan pengusaha besar.

Saluran pemasaran IV sifatnya temporer yang disebabkan dua keadaan yaitu pertama, saat panen produksi coklat/kakako sangat banyak, dan kedua pada saat permintaan akan produk coklat/kakao tinggi untuk memenuhi kuota eksport pengusaha. Pemasaran coklat/kakao pada tipe ini, para eksportir langsung turun ke lokasi-lokasi produksi untuk membeli hasil panen petani. Setelah panen berkurang atau permintaan rendah, dengan sendirinya saluran pemasaran ini tidak berfungsi dalam rantai tataniaga komoditi kemiri. Harga yang diterima petani cukup kompotetif yaitu sekitar Rp 2.300-Rp 2.500 per kilogram.

Dari saluran pemasaran diatas dapat memberikan gambaran bahwa pola perubahan harga naik atau turun sepenuhnya ditentukan oleh pedagang ekspor dan juga cenderung ada gejala monopoli pasarmulai dari pedagang pengumpul tingkat desa sampai ke pedagang besar yang sepenuhnya dimodali oleh pedagang eksportir sehingga dalam komndisi tertentu pola yang demikian akan merugika petani, sebab kemampuan untuk memperoleh harga yang lebih tinggi semakin sulit akibat lemahnya posisi petani dalam struktur pemasaran produksi