• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu pada Kondisi Optimal

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 28-35)

5.5. Analisis Kelayakan Usaha

5.5.2. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu pada Kondisi Optimal

Setelah mengetahui keberhasilan usaha dari analisis usaha yang dilakukan pada kondisi aktual, maka selanjutnya dilakukan analisis pada kondisi optimal. Disadari bahwa banyak kegiatan yang menimbulkan adanya manfaat eksternal maupun biaya eksternal yang timbul karena adanya aspek lingkungan yang harus diperhitungkan, maka analisis kelayakan usaha pada kondisi optimal dilakukan dengan memasukan faktor biaya dan manfaat.

Jumlah keramba pada kondisi optimal sebanyak 225 unit keramba, dengan jarak antar keramba 50 m. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 225 unit keramba sebesar Rp.3.320.190.000,00. Apabila jarak per unit keramba dinaikan menjadi 100 meter, maka jumlah unit yang dapat ditempatkan di kawasan Teluk Levun pada kondisi optimal sebanyak 66 unit. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 66 unit keramba sebesar Rp.973.922.400,00. (diasumsikan ukuran KJA = 6 x 6 m2). Perhitungan analisis yang dilakukan yaitu menghitung kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dengan skenario modal sendiri dan modal pinjaman Bank. Bunga

pinjaman Bank diketahui 12% dan angsuran pinjaman dilakukan selama 5 tahun. Diasumsikan besar bantuan pinjaman yang dilakukan sebesar 50% dari total unit pada kondisi optimal. Besar dana sendiri dan dana pinjaman yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha budidaya ikan kerapu pada kondisi optimal di Teluk Levun, disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27. Besar Dana Sendiri dan Dana Pinjaman yang Dibutuhkan untuk Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Teluk Levun pada Kondisi Optimal. No Jumlah KJA yang ditambahkan Jarak per unit (meter) Besar Dana Sendiri (Rp) Besar Dana Pinjaman (Rp) Keterangan 1 225 50 3.320.190.000 1.680.000.000 Kondisi 2 66 100 973.922.400 495.000.000 Optimal

Berdasarkan jumlah unit keramba pada kondisi optimal, selanjutnya dihitung kelayakan usaha dari kegiatan budidaya ikan kerapu. Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui usaha budidaya tersebut layak/tidak layak dikembangkan. Analisis kelayakan usaha pada kondisi optimal tersebut, dilakukan dengan menggunakan skenario investasi yaitu: (1). Analisis investasi dengan modal sendiri, (2). Analisis investasi dengan modal pinjaman Bank. Perhitungan kelayakan usaha dilakukan dengan kendala jarak antar masing masing keramba yaitu 50 meter dan 100 meter. Nilai pinjaman sebesar total biaya investasi yang dibutuhkan dan diasumsikan sebesar 50% dari total unit yang akan ditempatkan pada luasan optimal.

Analisis dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan dari net present value

(NPV), net benefit cost (Net B/C), dan internal rate of return (IRR), diasumsikan

kondisi harga ikan kerapu dalam keadaan stabil, umur proyek 5 tahun, tingkat suku bunga 10% (mengacu pada tingkat suku bunga pinjaman untuk program pemerintah daerah per tahun sebagai social discount rate). Sedangkan untuk menghitung bunga pinjaman yang berasal dari Bank digunakan suku bunga sebesar 12%. Penentuan kelayakan usaha budidaya (pembesaran) ikan kerapu mengacu pada pada Kadariah (2001). Nilai masing-masing hasil perhitungan

NPV, Net B/C, dan IRR menunjukkan bahwa usaha budidaya kerapu dengan

karena nilai NPV, Net B/C dan IRR memenuhi syarat kelayakan. Hasil perhitungan

NPV, Net B/C dan IRR secara lengkap disajikan pada Lampiran 10 dan Tabel 28.

Tabel 28. Nilai NPV, Net B/C dan IRR Budidaya Ikan Kerapu pada Kondisi Optimal di Teluk Levun

Skenario Jumlah Unit Jarak/Unit NPV Net B/C IRR (%) (m) (Rp) Modal Sendiri 225 50 10.927.694.067,03 3,29 70 Pinjaman Bank 225 50 6.746.359.339,48 2,63 72 Modal Sendiri 66 100 3.191.643.662,21 2,28 69 Pinjaman Bank 66 100 2.002.361.065,39 3,18 76

Hasil analisis kelayakan yang disajikan pada Tabel 28, menunjukkan skenario 1 (modal sendiri), nilai NPV sebesar Rp.10.927.694.067,03 pada kondisi optimal dengan jarak antar unit 50 meter, nilai NPV sebesar Rp.3.191.643.662,21 pada skenario 1 dengan jarak unit 100 meter. Sementara skenario 2 (pinjaman Bank) nilai NPV sebesar Rp.6.746.359.339,48 pada jarak antar unit 50 meter, nilai NPV sebesar Rp.2.002.361.065,39 pada jarak unit 100 meter. Nilai NPV yang ditunjukan oleh skenario 1 (modal sendiri) lebih besar dari nilai NPV yang ditunjukan oleh skenario 2 (modal pinjaman).

Nilai NPV yang diperoleh dari masing-masing luasan memberi gambaran bahwa besarnya nilai saat ini untuk uang yang diterima atau dibayar di masa yang akan datang (jangka waktu 5 tahun) pada tingkat suku bunga 10%. Nilai NPV yang dihasilkan oleh biaya sendiri lebih besar dari nilai NPV yang diperoleh dari pinjaman Bank. Artinya skenario 1 (modal sendiri) memiliki keuntungan yang lebih bila dibandingkan dengan skenario 2 (pinjaman Bank). Net Present Value (NPV) yang diperlihatkan dari skenario 1 dan skenario 2 menunjukkan bahwa nilai manfaat dan biaya yang seluruhnya dinyatakan dalam nilai sekarang, dengan tingkat bunga 10% menunjukkan usaha kerapu dengan metode KJA adalah layak. Besarnya Net B/C yang diperlihatkan menunjukkan bahwa untuk skenario 1 (modal Sendiri) lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai Net B/C yang diperlihatkan skenario 2 (pinjaman Bank). Nilai Net B/C dengan menggunakan skenario 1 (modal sendiri) pada jarak 50 m, sebesar 3,29. Artinya setiap Rp.1.000,00 cost yang dikeluarkan dari usaha yang dilakukan akan memberikan

manfaat bersih sebesar Rp.3.290,00 pada tingkat social discount rate 10%, dari investasi sebesar Rp.3.320.190.000,00. Nilai Net B/C dengan menggunakan skenario 2 (modal pinjaman) pada jarak 50 m, sebesar 2,63. Artinya setiap Rp.1.000,00 cost yang dikeluarkan dari usaha yang dilakukan akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp.2.630,00 pada tingkat suku bunga 10%, dari investasi sebesar Rp.973.922.400,00. Hal ini berlaku pula pada skenario dengan jarak 100 m. Berdasarkan kriteria kelayakan, maka kedua skenario tersebut pada usaha budidaya ikan kerapu dengan metode KJA di Teluk Levun layak dikembangkan karena menghasilkan Nilai Net B/C > 1. Nilai Net B/C yang ditunjukan dari kedua skenario terlihat bahwa skenario dengan pinjaman Bank lebih besar nilai Net B/C dari pada nilai yang ditunjukan oleh skenario modal sendiri.

Analisis IRR dimaksudkan untuk menentukan nilai diskonto atau tingkat hasil usaha yang dapat diharapkan dari suatu proyek tertentu. Jika tingkat bunga yang dihasilkan lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku, maka investasi menguntungkan dan sebaliknya kalau lebih kecil merugikan.Semakin tinggi nilai IRR akan semakin baik manfaat proyek tersebut. Skenario 1 (modal sendiri) memberikan nilai IRR sebesar 70% pada jarak 50 meter. Skenario 2 (modal Pinjaman) memberikan nilai IRR sebesar 59% pada jarak 50 meter. Skenario 1 (modal sendiri) memberikan nilai IRR sebesar 72% pada jarak 100 meter. Skenario 2 (modal Pinjaman) memberikan nilai IRR sebesar 59% pada jarak 100 meter.

Nilai IRR yang diperoleh dari masing-masing lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Jika dibandingkan antara skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman) maka terlihat bahwa IRR dengan modal pinjaman Bank memberikan nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan modal sendiri. Nilai IRR yang diperoleh dari hasil perhitungan baik modal sendiri maupun modal pinjaman dapat dikatakan bahwa usaha budidaya kerapu di Teluk Levun layak (feasible) karena tingkat bunga yang dihasilkan lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku yaitu 10% per tahun. Nilai NPV, Net B/C, IRR untuk skenario modal sendiri dan modal pinjaman dengan jarak 50 m disajikan pada Gambar 15. Nilai NPV, Net B/C, IRR untuk skenario modal sendiri dan modal pinjaman pada jarak 100 m disajikan pada Gambar 16.

Gambar 15. Nilai NPV,Net B/C dan IRR Budidaya Ikan Kerapu, pada Kondisi Optimal dengan jarak 50 m

Gambar 16. Nilai NPV, Net B/C dan IRR Budidaya Ikan Kerapu,

pada Kondisi Optimal dengan jarak 100 m Gambar 15, memperlihatkan bahwa skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman Bank), pada jarak 50 m dan Gambar 16, memperlihatkan skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman Bank) dengan jarak 100 m, sama-sama memberikan keuntungan bagi pembudidaya dalam menjalankan usaha budidaya ikan kerapu. Nilai nominal yang diperlihatkan dari masing-masing analisis, merupakan suatu ukuran nilai keuntungan bagi pembudidaya di Teluk Levun. Nilai NPV yang diperoleh dari modal sendiri lebih besar dari nilai NPV yang dihasilkan oleh modal pinjaman, untum kedua skenario tersebut. Nilai Net B/C dan IRR yang dihasilkan oleh modal pinjaman Bank lebih besar dari nilai yang dihasilkan oleh modal sendiri. Pada Gambar 15 dan Gambar 16, nilai NPV, Net B/C dan IRR menunjukan keuntungan bersih yang akan diperoleh selama 5 tahun yang dihitung berdasarkan

nilai uang saat ini. Nilai NPV yang biasanya digunakan sebagai patokan penilaian kelayakan pengembangan suatu usaha, bila dibandingkan dengan analisis Net B/C dan IRR, karena NPV lebih dapat menggambarkan besaran manfaat proyek. 5.5.3. Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut pada Kondisi Aktual

Komponen biaya yang digunakan terdiri dari biaya investasi, dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan 1 unit long line ukuran @ = (25 m x 25 m) Rincian biaya pembuatan dan penyusutan dari satu unit long line disajikan pada Lampiran 11. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan biaya tetap dan biaya variabel dalam menjalankan usaha budidaya rumput laut metode long line. Besaran kedua jenis biaya tersebut masing-masing Rp.462.400,00 dan Rp.3.600.000,00. Rincian biaya operasional dari satu unit keramba jaring apung disajikan pada Lampiran 12. Jumlah long line pada kondisi aktual sebanyak 37 unit, pada kondisi aktual jarak antar long line tidak diperhitungkan. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 37 unit long line sebesar Rp.136.160.000,00. (diasumsikan ukuran Long line = 25 x 25 m2).

Analisis usaha pada kondisi aktual menggunakan metode analisis: keuntungan (π), revenue cost rasio (R/C), return of investment (ROI) dan break

event poit (BEP). Tujuannya mengevaluasi keberhasilan usaha yang dicapai.

Suatu usaha dikatakan mengalami keuntungan apabila memiliki nilai penerimaan lebih besar dari total pengeluaran. Suatu usaha dikatakan layak bila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1). Semakin tinggi nilai R/C maka tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi pula. Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam pembudidayaan tersebut. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar usaha yang dilakukan tidak mengalami kerugian. Analisis usaha bagi budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual di Teluk Levun, dilakukan tanpa memperhitungkan nilai uang berdasarkan waktu (time value of money). Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual disajikan pada Tabel 29.

Tabel 29. Analisis Usaha Aktual Unit Budidaya Rumput Laut Metode Long line di Teluk Levun Uraian Biaya Investasi : (Rp) 136.160.000 Biaya : Biaya Variabel (Rp) 522.440.000 Biaya Tetap (Rp) 101.249.760 Jumlah Biaya 623.689.760 Penerimaan (revenue): Jumlah Produksi (Kg) 99.900 Harga (Rp) 8.000 Jumlah Penerimaan 799.200.000 Kriteria Usaha : Keuntungan (TR-TC) (Rp) 175.510.240 R/C (TR/TC) 1,28 ROI (Keuntungan/Investasi x 100%) (%) 128,90 BEP Harga (Rp) 6.243 BEP Produk (Kg) 77.961

Keberhasilan suatu usaha akan dinilai dari besarnya keuntungan yang diperoleh (π). Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis keuntungan yang disajikan pada Tabel 29, selama kurang lebih satu tahun usaha budidaya rumput laut sistem long line menghasilkan keuntungan sebesar Rp.175.510.240,00 dari besar investasi Rp.136.160.000,00.

Hasil analisis usaha budidaya rumput laut sistem long line menunjukan nilai

revenue cost rasio (R/C) sebesar 1,28 (Tabel 30). Nilai ini menunjukan bahwa

setiap biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.1.000,00. yang ditanamkan pada usaha budidaya rumput laut akan diperoleh penerimaan sebesar Rp.1.280,00. tiap tahunnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha budidaya rumput laut menguntungkan.

Nilai ROI merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pembudidaya dari setiap jumlah uang yang diinvestasi dalam periode waktu tertentu. Tujuannya agar pembudidaya dapat mengukur sampai seberapa besar kemanpuannya dalam mengembalikan modal yang telah ditanam. Hasil analisis yang dilakukan diketahui kemampuan mengembalikan modal dari keuntungan sebesar 128,90 % per tahun.

Hasil analisis usaha budidaya rumput laut sistem long line menunjukkan nilai BEP produk sebesar 77.961 kg, hal ini menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi usaha tidak untung atau tidak rugi pada saat produk usaha sebesar 77.961 kg. Sementara BEP harga Rp.6.243,00 menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi usaha tidak untung atau tidak rugi akan dicapai pada saat harga jual rumput laut sebesar Rp.6.243,00 per kg. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume produksi dan volume penjualan agar usaha yang dijalankan tidak mengalami kerugian.

5.5.4. Analisis Kelayakan Budidaya Rumput Laut pada Kondisi Optimal

Dalam dokumen V. HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 28-35)

Dokumen terkait