• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sarana Input Produksi

Usaha budidaya perikanan mencakup kegiatan pengadaan sarana produksi, proses produksi, pengolahan dan pemasaran serta kegiatan pendukung. Berdasarkan ruang lingkup tersebut, usaha perikanan dapat diartikan secara sempit sebagai upaya memproduksi ikan (dalam arti luas) dan menjualnya kepada konsumen secara menguntungkan. Upaya tersebut merupakan suatu proses produksi dengan input yang ada untuk menghasilkan produk yang dikehendaki oleh konsumen. Proses produksi perikanan merupakan suatu kegiatan kompleks yang melibatkan berbagai komponen, sejak pengadaan input sarana produksi, proses produksi hingga penanganan output, seperti pengolahan dan pemasaran. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka proses produksi dalam bisnis perikanan membutuhkan manajemen yang baik sejak awal merencanakan produksi, melaksanakan (pengorganisasian, pengarahan dan koordinasi), pengendalian (pengawasan) dan evaluasi. Manajemen produksi perikanan adalah menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam memproduksi ikan hingga tujuan bisnis perikanan dapat tercapai, yaitu keuntungan yang optimal. (Effendi dan Oktariza 2006). Sarana input produksi yang digunakan dalam kegiatan budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut di Teluk Levun dapat dilihat pada Lampiran 2.

5.1.1. Lahan Budidaya

Pengembangan budidaya perikanan di Teluk Levun terdiri atas budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) metode keramba jaring apung (KJA) dan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii ) metode tali panjang atau long line. Usaha budidaya ikan kerapu dan rumput laut yang dikembangkan di Teluk Levun oleh masyarakat merupakan mata pencaharian pengganti, dimana masyarakat setempat merubah mata pencaharian yang sebelumnya petani kebun ataupun nelayan tangkap menjadi pembudidaya ikan kerapu ataupun pembudidaya rumput laut. Kepemilikan unit usaha budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut rata-rata adalah modal sendiri. Bantuan yang diberikan pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara berupa benih yang disalurkan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan.

(2)

Luas Teluk Levun kurang lebih 463 ha. Luas lahan aktual bagi budidaya perikanan (ikan kerapu dan rumput laut) sebesar 2,36 ha. Luas kawasan Teluk Levun berdasarkan kedalaman (DKP 2007) antara lain; kedalaman 0 – 5 m = 156,81 ha, kedalaman 5 – 10 m = 201,27 ha dan lebih besar 10 m (>10 m) = 105,28 ha. Luas dan pemanfaatan Teluk Levun untuk kegiatan budidaya perikanan disajikan pada Lampiran 3.

5.1.2. Ketersediaan Benih

Ketersediaan bibit/ benih adalah salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pengembangan usaha budidaya. Pengembangan budidaya ikan kerapu akan membutuhkan ketersediaan benih dalam jumlah yang besar.

a) Benih Ikan Kerapu

Hasil informasi yang diperoleh dari pembudidaya ikan kerapu di lokasi penelitian bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara membantu pembudidaya untuk pengadaan benih bagi masing-masing nelayan 1.000 ekor per unit keramba, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara. Selain mendapat bantuan dari pemerintah daerah dalam pengadaan benih, pembudidaya KJA juga memperoleh benih ikan kerapu dari penangkapan di laut (benih alam) yaitu di perairan karang, namun benih yang didapat relatif sedikit karena penangkapan dilakukan juga oleh pedagang benih (tauke).

Menurut pembudidaya, benih ikan kerapu yang berasal dari alam relatif tahan terhadap serangan penyakit, pertumbuhanya relatif cepat dan tingkat mortalitas relatif rendah (sekitar 10%) dibandingkan dengan benih yang berasal dari pembenihan di hatchery. Hal ini menyebabkan permintaan pasokan benih ikan kerapu yang berasal dari alam di Kabupaten Maluku Tenggara, terus meningkat.

Jenis alat penangkapan benih ikan kerapu yang dominan digunakan oleh pembudidaya KJA di Kabupaten Maluku Tenggara adalah bubu. Bubu tergolong alat tangkap statis yang terbuat dari bahan kawat dan rangkanya dapat dibentuk dari bambu, rotan atau besi. Selain bubu juga ditemukan beberapa jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap benih ikan-ikan hidup seperti pancing ulur, jala, sero, bagan perahu dan bagan rakit, bagan tancap, pukat pantai dan jaring dorong. Daerah penangkapan benih ikan kerapu berlokasi di sekitar

(3)

perairan pantai, perairan terumbu karang, bekas-bekas bagan tancap, karang buatan (artificial reef) dan rumpon.

b). Bibit Rumput Laut

Informasi yang diperoleh dari lokasi penelitian bahwa tahap awal bibit rumput laut disediakan oleh pemerintah daerah lewat Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Tenggara. Pembudidaya juga dapat membeli dari seorang pedagang yang selama ini menjadi agen penjual tunggal dalam pengadaan bibit rumput laut dengan harga Rp100.000 per 25kg, selanjutnya bibit dapat diproduksi sendiri dari stok alam atau hasil budidaya. Pembaruan dan pengadaan bibit dilakukan pada setiap tiga atau empat periode masa tanam rumput laut. Satu periode masa tanam adalah 60 hari. Menurut pembudidaya hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas dan kuantitas produksinya. Dengan demikian, dalam satu tahun dilakukan pengadaan bibit baru untuk mendukung usaha budidaya rumput laut yang dikembangkan sebanyak 4 kali.

Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pembudidaya dalam pemilihan bibit adalah:

1) Bibit dipilih dari tanaman yang segar, bibit harus baru dan masih muda. Bibit dapat diambil dari tanaman bekas budidaya.

2) Bibit yang diambil (bibit unggul) cirinya adalah memiliki cabang yang banyak

3) Pengangkutan bibit harus dilakukan secara hati-hati, harus dalam keadaan basah/ terendam oleh air.

4) Bila hendak menyimpan bibit hindari dari hujan dan kekeringan serta hindari dari bahan bakar minyak.

5.1.3. Pakan

Ketersediaan pakan lebih ditekankan pada peruntukan budidaya ikan kerapu. Pakan merupakan salah satu input produksi yang memerlukan perhatian cukup besar sehingga harus direncanakan dengan matang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemilihan jenis pakan yang tepat namun tetap mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harga yang relatif murah. Dalam rangka memperoleh hasil usaha yang baik maka biaya pakan dapat ditekan melalui

(4)

pemberian pakan dari jenis ikan-ikan yang banyak terdapat di pasaran dan relatif memiliki nilai jual yang rendah, yaitu ikan-ikan yang digolongkan sebagai ikan rucah seperti ikan tembang, rebon, selar dan sejenisnya yang banyak terdapat di perairan Kabupaten Maluku Tenggara.

Pemilihan pakan ikan kerapu yang berasal dari ikan rucah segar, selain harganya murah, mudah diperoleh, bila dibandingkan dengan pakan buatan yang belum terdapat di pasar lokal, sehingga menyebabkan harganya cukup mahal. Ikan rucah walaupun tersedia sepanjang tahun, namun tingkat ketersediaannya juga tergantung pada musim. Puncak produksi ikan rucah umumnya terjadi pada musim penghujan, yaitu pada bulan November – Februari dan musim paceklik terjadi bulan Juni - Agustus.

Ketersediaan pakan merupakan faktor penting dalam menunjang keberlanjutan usaha pembesaran ikan dalam KJA, karena biaya pakan hampir mencapai 70% dari total biaya produksi, karena itu kemampuan penyediaan pakan secara lokal merupakan salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi keberlanjutan usaha dan meningkatkan pendapatan. Pada tahap pendederan jumlah pakan yang diberikan 2-3 kali sehari dengan jumlah sampai kenyang dan dihentikan 15 menit setelah ikan tidak mau makan. Pada tahap pembesaran, pakan yang diberikan adalah sebanyak 10% dari total badan per hari. Pola pemberian dapat dilihat pada Tabel. 16.

Tabel 16. Metode Pemberian Pakan Rucah untuk Kerapu Dalam KJA

Ukuran Ikan (g/ekor)

Frekwensi Pemberian

(kali/hari) Keterangan

10 – 50 2 - 3 -Pemberian dihentikan kira-kira 15menit

setelahikan tidak mau makan -Tahap pembesaran, pakan

diberikan sebanyak 10% dari total bobot badan per hari

50 – 150 2

150 – 300 1

300 – 600 1

Sumber : Wawancara dengan pembudidaya (2010).

5.1.4. Konstruksi Unit Budidaya

Peralatan yang digunakan dalam mendukung budidaya perikanan di Teluk Levun masih belum memadai. Pembudidaya masih menggunakan peralatan yang serba sederhana dan minim. Minimnya ketersediaan peralatan yang digunakan merupakan salah satu kelemahan dalam pengembangan budidaya perikanan di Teluk Levun ke depan. Hingga saat ini, usaha budidaya perikanan dijalankan oleh

(5)

sebagian kecil masyarakat di kawasan teluk. Pelaksanaan budidaya ikan kerapu dilakukan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) dan usaha budidaya rumput laut dilakukan dengan sistem tali rawai (long line), dengan jumlah unit yang masih terbatas serta tingkat produksi yang masih rendah.

a). Keramba Jaring Apung

Ketersediaan alat dan bahan sebagai sarana pendukung merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung usaha pembesaran ikan dalam KJA yang efisien. Unit KJA terdiri atas kerangka, pelampung, jangkar dan wadah jaring. Sebagian besar kerangka terbuat dari bambu, karena selain bahan tersebut penyediaannya cukup mudah, harganya relatif murah dan usia ekonomisnya cukup lama. Usia ekonomis bambu mencapai 3 - 4 tahun.

Budidaya ikan kerapu dilakukan dengan sistem keramba jaring apung, yaitu teknik budidaya dengan menggunakan keramba yang diapungkan pada badan air laut lalu diberi pemberat (jangkar) yang berfungsi menjaga keramba agar stabil pada posisi tetap. Keramba dilengkapi dengan jaring berbentuk ½ lingkaran, pelampung dan jangkar. Jenis pelampung yang umum digunakan adalah drum plastik. Jenis pelampung ini relatif mudah diperoleh di lokasi. Wadah pemeliharaan dari jaring polyethelene (PE), untuk menahan agar KJA tidak terbawa arus, diberi jangkar penahan dari batu atau tumpukan pasir dalam karung, dengan berat dan jumlah jangkar disesuaikan dengan ukuran KJA.

Menurut Ahmad et al.(1995), konstruksi KJA selain dipengaruhi oleh spesies ikan yang dipelihara juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, metode budidaya, sifat dan biaya serta ketersediaan bahan setempat. Sebagai penunjang aktivitas operasional dan pengawasan, digunakan sampan yang digerakkan dengan motor tempel berkekuatan 2,5 PK atau dayung sebagai sarana transportasi. Bentuk dan ukuran KJA tergantung pada kemampuan dan modal yang dimiliki oleh nelayan. Keramba jaring apung (KJA) yang dominan digunakan oleh pembudidaya adalah ukuran panjang 3m, lebar 3m dan tinggi 4 m (3 x 3 x 4 m3) untuk masing-masing kantong. Pada lokasi penelitian terdapat 14 unit keramba, masing-masing unit memiliki luas 36 meter2.

(6)

b). Long Line

Pengembangan budidaya rumput laut di Teluk Levun dilakukan dalam unit-unit budidaya yang membutuhkan ketersediaan alat dan bahan. Metode tali panjang (long line) yang dominan digunakan oleh nelayan budidaya rumput laut adalah (25 m x 25 m2). Pada satu unit terdapat 50 bentangan, bibit yang telah disiapkan diikat dengan tali rafia dengan berat kurang lebih 10 - 25 gram per ikat kemudian diikat pada tali ris dengan jarak 25 cm.

Pada lokasi penelitian terdapat 37 unit budidaya rumput laut dengan metode

long line. Jangkar yang digunakan oleh pembudidaya sebagai pemberat adalah karung berisi pasir dan batu. Sistem ini membentangkan rumput laut yang terikat pada tali, di taruh di badan air sekitar 30 cm dari permukaan air laut. Untuk mempertahankan posisi mengapung, digunakan pelampung berupa botol aqua plastik bekas dan jerigen plastik.

Pelaksanaan budidaya rumput laut dilakukan 6 kali dalam setahun dengan periode pemeliharaan adalah 60 hari. Adapun rincian kegiatan dari budidaya rumput laut terdiri atas persiapan awal, pengikatan bibit, pemeliharaan dan panen. Untuk mendapatkan rumput laut kering maka dilakukan pengeringan terhadap rumput laut basah dengan cara penjemuran selama 3 - 4 hari. Penjemuran dilakukan dengan pengeringan matahari seperti yang dilakukan oleh nelayan setempat, yang bertujuan mengurangi kadar air dalam rumput laut basah.

5.1.5. Tenaga Kerja

Pelaksanaan budidaya ikan kerapu memerlukan waktu 1 tahun. Kegiatan budidaya ini meliputi persiapan, penebaran benih, pemeliharaan dan panen. Persiapan awal dari kegiatan budidaya kerapu sampai pada penebaran benih membutuhkan waktu sekitar 2 – 5 hari. Ukuran unit keramba tidak begitu luas, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak yaitu 2 orang. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengelola usaha budidaya kerapu harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai teknik budidaya yang baik karena budidaya tersebut memerlukan penanganan dan keahlian yang khusus.

Kegiatan pemeliharaan kerapu dimulai sejak benih ditebar meliputi pemberian pakan, perawatan fasilitas budidaya dan pemantauan pertumbuhan kerapu. Pakan yang diberi berupa ikan rucah segar, dengan frekwensi pemberian

(7)

pakan 2 – 3 kali sehari. Selama pemeliharaan pemantauan selalu dilakukan untuk mengetahui ikan kerapu yang terkena serangan hama penyakit agar segera dilakukan penanganan dengan cepat. Bagi tenaga kerja biasa yang belum profesional masih diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan dalam kegiatan budidaya. Tenaga kerja ahli akan disediakan oleh pemilik usaha sesuai kebutuhan dengan cara bekerja sama dengan pemerintah daerah yang disebut sebagai tenaga pendamping.

Tahapan proses budidaya rumput laut sampai dengan panen dan pasca panen membutuhkan tenaga kerja minimal 6 orang. Pekerjaan yang dilakukan meliputi ; membersihkan bibit, mengikat bibit pada tali bentangan dan memotong bibit. Proses ini harus dilakukan dengan baik dan cepat, agar kualitas dari bibit tetap terjaga karena ada kekhawatiran bahwa bibit yang berada di darat dalam waktu yang lama akan cepat menjadi rusak (kualitasnya akan berkurang). Persiapan awal dari kegiatan budidaya rumput laut membutuhkan waktu kurang lebih 2 – 5 hari.

Kegiatan pemeliharaan rata-rata dilakukan 2 – 3 kali dalam seminggu, umumnya dapat dikerjakan oleh seluruh anggota keluarga secara bergantian. Masa pemeliharaan rumput laut dari awal tanam sampai panen selama 2 bulan.

Selanjutnya kegiatan pemanenan biasanya diselesaikan dalam waktu sehari. Kegiatan yang dilakukan antara lain; pembersihan tali, pencucian dan penjemuran. Tenaga kerja yang dipekerjakan hanya berasal dari anggota keluarga pembudidaya sendiri. Penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga biasanya dilakukan apabila pembudidaya tidak memiliki anggota keluarga yang cukup.

5.1.6. Keterjangkauan Pasar

Permintaan pasar merupakan pertimbangan utama dalam pemilihan komoditi baik ikan kerapu maupun rumput laut. Tujuan akhir budidaya adalah menjual produk hasil budidaya untuk mendapatkan keuntungan.Sistem pemasaran di lokasi penelitian yaitu pembudidaya langsung menjual hasil produksinya ke pedagang pengumpul. Ukuran bobot ikan kerapu yang dipanen oleh pembudidaya KJA di lokasi penelitian mencapai ukuran permintaan pasar yaitu 500 gr per ekor. Bobot ini adalah ukuran komersial yang disenangi konsumen, pengusaha, pedagang pengumpul, rumah makan serta restoran. Adapun persiapan untuk pemanenan ikan kerapu meliputi penyediaan sarana dan alat panen seperti serok,

(8)

bak air laut dan timbangan di atas rakit dipindahkan ke perahu/kapal motor dan dapat segera dibawa kedaerah pemasaran.

Tujuan pemasaran yang utama adalah ekspor ke Singapura, Thailand dan Hongkong. Biaya yang timbul dari transportasi, upah buruh diwaktu panen, konsumsi, peralatan aerasi (aerator DC + Aki, blower) serta pakan ikan selama perjalanan menuju kapal ekspor seluruhnya ditanggung tauke. Penjualan rumput laut dilakukan dengan kondisi rumput laut sudah kering (susut 70%). Penjualan dilakukan di Kota Kecamatan Kei Kecil kepada pengusaha pengumpul rumput laut dengan harga jual yang sering berfluktuasi antara Rp.6.000,00 sampai dengan Rp.8.000,00 per kilogram, dengan tujuan pasar yaitu Makasar dan Surabaya.

Struktur pasar yang ada adalah oligopsoni yang mengarah ke monopsoni dimana jumlah pembeli sedikit dan penjual banyak untuk jenis barang yang homogen (Boediono 1982). Dalam proses penjualan tersebut kesepakatan harga didasarkan pada jenis dan ukuran komoditas.

5.2. Karakteristik Perairan Teluk Levun

Pengetahuan akan karakteristik fisik dan kimia perairan merupakan salah satu informasi dasar (basic information) yang diperlukan bagi kegiatan yang memanfaatkan kawasan perairan. Guna mengetahui karakteristik fisika dan kimia (persyaratan teknis) diperlukan data oseanografis yang diperoleh dari pengukuran secara langsung di lapangan maupun dari data sekunder (hasil pengamatan pihak ke dua) selanjutnya data yang diperoleh tersebut dianalisis, sehingga menghasilkan informasi yang berguna untuk keperluan pengembangan maupun perlindungan kawasan perairan.

Kajian fisika perairan antara lain suhu, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman dan gelombang menunjukkan bahwa kualitas perairan di Kawasan Teluk Levun masih memenuhi persyaratan sebagai lokasi budidaya laut. Kajian kimia perairan meliputi parameter kimia perairan yang berpengaruh terhadap kehidupan biota laut antara lain parameter pH, salinitas, oksigen terlarut, nitrat dan fosfat (Lampiran 4).

(9)

5.2.1. Suhu

Suhu perairan pada lokasi penelitian berkisar 290 C. Pada kondisi ideal suhu untuk budidaya ikan kerapu berkisar 27 - 320C dan budidaya rumput laut berkisar 270 C - 300 C. Hasil pengukuran menunjukkan suhu perairan relatif stabil dan cukup mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan kerapu dan rumput laut pada kegiatan budidaya di Teluk Levun.

Nybakken (1992) menyatakan bahwa sesuai dengan sifat air, dalam jumlah yang besar memiliki kisaran fluktuasi suhu yang relatif kecil dan tidak melebihi batas toleransi organisme. Suhu juga merupakan salah satu faktor penting atau berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan rumput laut. Suhu memiliki peranan dan berfungsi antara lain membantu berlangsungnya fotosintesa, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi.

Hasil penelitian Sukardi et al. (2005) dari Ditjenkanbud, bahwa suhu yang baik untuk pertumbukan rumput laut jenis Eucheuma cottonii berkisar 240 C – 280 C. Studi yang dilakukan oleh Anggadiredja dan Sujatmiko (1996) dari BPPT menunjukan bahwa kisaran suhu air untuk petumbuhan rumput laut berkisar 260 C – 30 0

C.

5.2.2. Kecepatan Arus

Kecepatan arus di lokasi penelitian berkisar antara 0,3 m - 0,43 m per detik. Menurut Velvin (1999), kecepatan arus terbagi ke dalam 4 kategori, yaitu kecepatan arus sangat rendah (< 0,03 m per det), kecepatan arus rendah (antara 0,04-0,06 m per det), kecepatan arus sedang (0,07 – 0,10 m per det) dan kecepatan arus tinggi (0,10 – 0,25 m per det). Kriteria kecepatan arus perairan untuk budidaya ikan disajikan pada Tabel. 17.

Tabel 17. Kriteria Kecepatan Arus Perairan untuk Budidaya Ikan Laut

Kisaran Kecepatan arus Kategori kecepatan arus

0,03 m per det Sangat Rendah

0,04 -0,06 m per det Rendah

0,07 – 0,10 m per det Sedang

0,10 – 0,25 m per det Tinggi

(10)

Berdasarkan data pada Tabel 17, maka dapat dinyatakan bahwa secara umum kecepatan arus di daerah penelitian tergolong rendah. Di perairan pantai terutama di teluk-teluk atau selat yang sempit, gerakan naik turunnya muka air akan meninbulkan arus pasang surut dan pada umumnya arus yang terjadi akibat dari pasang surut pengaruhnya sangat kecil (Nontji 1993). Kecepatan arus yang rendah dapat disebabkan juga oleh kondisi cuaca yang baik pada saat pengambilan data.

Ahmad et al (1995) dan Akbar et al (2002), memberikan batasan kisaran nilai kecepatan arus untuk budidaya ikan kerapu yaitu 0,23 – 0,50 m per detik, bila dibandingkan dengan kecepatan arus di Teluk Levun sudah memenuhi persyaratan untuk budidaya ikan kerapu teknik KJA. Arus yang terjadi di perairan Teluk Levun umumnya disebabkan oleh gerakan pasang surut dan angin yang bertiup dipermukaan. Hal ini didukung oleh pernyataan Sutarmat et al (2003) bahwa arus yang biasanya disebabkan oleh pasang surut jarang melebihi 0,5 m per detik. Hasil tersebut bila dibandingkan dengan kondisi ideal, maka nilai tersebut masih berada pada kondisi normal.

Arus di suatu perairan disebabkan oleh berbagai faktor seperti angin, bentuk topografi dasar perairan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya, perbedaan tekanan, ataupun gaya coriolis. Besarnya kontribusi masing-masing faktor terhadap kekuatan dan arah arus yang ditimbulkannya tergantung pada tipe perairan dan keadaan geografisnya (Rustam 2005).

Selanjutnya Akbar et al (2002), menyatakan bahwa kecepatan arus yang lebih dari 0,50 m per detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan sistem penjangkaran. Arus yang terlalu kuat dapat menyebabkan bergesernya posisi rakit. Sebaliknya, arus yang terlalu kecil kurang membantu proses pertukaran air keluar masuk jaring. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan oksigen terlarut dan akan memperlemah kondisi ikan yang akhirnya akan mudah terserang berbagai penyakit.

Kecepatan arus di lokasi penelitian yang berkisar antara 0,3 - 0,43 m per detik sementara nilai ideal kecepatan arus utuk budidaya rumput laut adalah 0,2 – 0,4 m per detik, bila diperuntukan untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii

(11)

Menurut Anggadiredja et al (1996) dan Kadi dan Atmaja (1988), menyatakan bahwa kecepatan arus yang baik bagi budidaya Eucheuma sp adalah 0,2 – 0,4 m per detik. Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan (nutrien) melalui aliran air yang melewatinya dan gerakan air yang cukup akan membawa nutrien yang cukup pula serta sekaligus mencuci kotoran yang menempel pada thallus, membantu pengudaraan serta mencegah fluktuasi suhu air yang besar (Sukadi et al 2005).

Bentuk Teluk Levun yang terlindung oleh pulau-pulau kecil di depannya diduga penyebab tidak terlalu besarnya arus yang terjadi di Teluk Levun. Lokasi yang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp harus terlindung dari arus (pergerakan air) dan hempasan ombak/gelombang yang terlalu kuat karena dapat merusak dan menghanyutkan thallus. Dari kondisi kecepatan arus pada perairan Teluk Levun tersebut maka dapat dikatakan bahwa perairan teluk masih dalam kondisi yang cukup baik untuk dijadikan sebagai lokasi pengembangan budidaya.

Tipe pasang surut yang terjadi di lokasi penelitian adalah pasang campuran mirip harian ganda (predominantly semi-diurnal tide) dimana terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Pasang pertama umumnya lebih besar dari pasang yang kedua. Kisaran maksimum pasang surut di perairan ini umumnya lebih besar dari 2,5 m (meso tidal). Surut terbesar terjadi pada bulan Oktober yang dikenal dengan nama “meti Kei” pada saat itu, sumberdaya laut dieksploitasi secara besar-besaran oleh masyarakat setempat.

5.2.3. Kecerahan

Kecerahan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zar terlarut, partikel-partikel dan warna air. Secara umum kondisi perairan di Teluk Levun memiliki tingkat kecerahan yang sangat baik. Presentasi kecerahan berkorelasi dengan tingkat kedalaman perairan, dimana pada perairan dangkal, persentase kecerahan mencapai 100%. Pada kondisi perairan yang lebih dalam kecerahan peraiaran hanya mencapai 17 meter.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi peairan Teluk Levun untuk parameter kecerahan adalah lebih besar dari 3 meter (>3m). Hasil

(12)

pengukuran ini, tergolong layak bila dibandingkan dengan kondisi ideal kecerahan dari suatu perairan untuk budidaya ikan kerapu maupun rumput laut yaitu 3 meter. Kondisi kecerahan perairan Teluk Levun yang baik dipengaruhi oleh kondisi perairan yang belum tercemar dan juga didukung oleh kondisi terumbu karang yang masih bagus. Menurut Sukadi et al (2005) dari Ditjenkanbud bahwa kecerahan perairan yang baik untuk budidaya rumput laut adalah lebih dari 1 meter.

5.2.4. Kedalaman

Kedalaman memberikan gambaran tentang topografi dari dasar laut, yang ditentukan oleh perubahan kedalaman lautnya. Kedalaman suatu teluk untuk pengembangan budidaya menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi. Kedalaman perairan Teluk Levun bervariasi saat pasang berkisar antara 5 – 27 m. Pada saat surut kedalaman perairan di beberapa bagian perairan yang relatif landai berkisar antara 0,5 – 1,5 meter dan lainnya berkisar antara 3- 24 m.

Kedalaman perairan memiliki korelasi dengan kecerahan perairan karena berpengaruh pada daya tembus cahaya matahari yang masuk de dalam air laut. Budidaya laut memiliki toleransi kesesuaian terhadap berbagai tingkat kedalaman perairan. Pemanfaatan lokasi untuk pengembangan budidaya laut diarahkan pada lokasi yang memiliki kedalaman yang sesuai dengan persyaratan.

Keramba di perairan Teluk Levun ditempatkan oleh pembudidaya pada kedalaman 5 meter pada air surut. Bila mengacu pada persyaratan kedalaman yang ideal yaitu > 5 meter, maka perairan Teluk Levun sudah memenuhi persyaratan untuk dijadikan areal pengembangan budidaya ikan kerapu. Kedalam perairan bagi rumput laut adalah kedalaman yang diukur pada wilayah penanaman rumput laut sampai ke subtrat dasar perairan. Hasil penelitian kedalaman perairan yang dilakukan oleh pembudidaya bagi penanaman rumput laut yaitu >1 m sementara nilai ideal kedalaman untuk budidaya rumput laut adalah 0,6 m. Kedalaman erat hubungannya dengan daya tembus matahari bagi pertumbuhan

(13)

rumput laut. Menurut Sukadi et al (2005) dari Ditjenkanbud, bahwa kedalaman bagi pertumbuh yang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii adalah 0,3 -0,6 meter pada waktu surut terendah.

Berdasarkan studi yang dilakukan Anggadiredja et al (1996), menunjukkan bahwa lokasi kedalaman air minimal 0,40 meter sampai kedalaman dimana sinar matahari masih dapat mencapai tanaman dan pembudidaya dapat melakukan kegiatan, sedangkan menurut Poncomulyo et al (2006) menyatakan bahwa ketiga air surut lokasi untuk pertumbuhan rumput laut masih digenangi air sedalam minimal 30 – 60 cm, sehingga penyerapan makanan dapat berlangsung terus dan tanaman terhindar dari kerusakan akibat sinar matahari. Dengan demikian faktor kedalaman untuk lokasi penelitian sesuai untuk persyaratan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii.

5.2.5. Salinitas

Salinitas perairan untuk budidaya ikan kerapu berdasarkan hasil penelitian berkisar antara 32-33 ppt. Salinitas pada daerah penelitian berada dalam batas kisaran yang baik untuk pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung. Parameter salinitas perairan di Teluk Levun, secara umum memenuhi kriteria pemenuhan tingkat kualitas perairan yang sesuai dan optimal untuk kelangsungan hidup organisme perairan laut. Salinitas perairan lokasi penelitian dapat dikatakan cukup tinggi, salah satu penyebab yaitu disekitar perairan Teluk Levun tidak terdapat sumber air tawar yang bermuara langsung ke perairan yang dapat mempengaruhi secara signifikan fluktuasi salinitas. Kisaran salinitas tersebut diperkuat lagi dengan pendapat Akbar dan Sudaryanto (2002) bahwa ikan kerapu sangat menyenangi air laut yang mempunyai nilai salinitas antara 30 – 33 ppt. Menurut Nontji (1993), sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran air tawar yang masuk ke perairan.

Menurut Anggadiredja et al (1996) salinitas untuk pertumbuhan rumput laut

Eucheuma sp berkisar antara 28 – 33 ppt. Eucheuma sp adalah rumput laut yang bersifat stenohaline yang tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas yang tinggi. Kadi dan Atmadja (1989) menyatakan bahwa kisaran salinitas yang baik untuk

(14)

pertumbuhan rumput laut adalah 30 – 34 ppt. Sedangkan menurut Efendi (2003) disebutkan bahwa nilai salinitas perairan laut berkisar antara 30 – 40 ppt.

5.2.6. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH perairan berkisar 7,71 sementara nilai ideal pH untuk budidaya ikan kerapu adalah 7,5 – 8,5, sedangkan nilai ideal untuk budidaya rumput laut berkisar antara 6 – 9. Berdasarkan masing-masing batasan nilai tersebut, perairan Teluk Levun cukup sesuai untuk kebutuhan hidup biota baik ikan kerapu maupun rumput laut. Kegiatan budidaya dengan kisaran pH tersebut masih sesuai untuk terjaminnya kelangsungan hidup biota dan tidak bersifat toksin.

Suatu perairan yang ber-pH rendah dapat mengakibatkan aktivitas pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi penyakit dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian. Jika dibandingkan dengan baku mutu pH perairan laut berdasarkan Kep-51/MENLH/2004, nilai pH yang terukur masih berada dalam kisaran yang diinginkan yaitu 6.5 – 8.5, maka dapat dikatakan bahwa pH perairan Teluk Levun masih cukup baik bagi kehidupan biota perairan.

5.2.7. Oksigen terlarut

Oksigen terlarut sangat penting artinya untuk melakukan proses respirasi bagi kehidupan organisme yang hidup di laut. Kandungan oksigen terlarut (disolved oxygen) pada kawasan Teluk Levun termasuk kaya akan oksigen. Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut di Teluk Levun berkisar antara 6,91 mg/l. Artinya di perairan teluk kandungan oksigen terlarut masih sesuai untuk pengembangan kegiatan budidaya berdasarkan nilai ideal perairan bagi budidaya ikan kerapu maupun budidaya rumput laut yaitu 4 – 8 mg/l.

5.2.8. Nitrat

Kandungan nitrat pada kawasan perairan Teluk Levun adalah 0,15 mg/l. Kandungan nitrat yang sesuai untuk budidaya rumput laut adalah pada kisaran 0,10 – 3,50 mg/l. Kandungan nitrat yang terdapat dalam suatu perairan, dapat dikelompokan berdasarkan tingkat kesuburan, yakni perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0 – 1 mg/liter, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1 – 5 mg/l. dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat berkisar antara 5 – 50 mg/l

(15)

(Volenweider 1969 dan Wetzel 1975) diacu dalam Effendi (2003). Hal ini berarti bahwa nilai nitrat pada peairan Teluk Levun masih dalam batas yang cukup aman bagi biota laut. Menurut Indriani dan Sumiasih (1999) menyatakan bahwa penyerapan unsur hara oleh rumput laut dilakukan melalui seluruh bagian tanaman. Kandungan nitrat yang mampu mendukung kehidupan dan pertumbuhan rumput laut adalah > 0,014 mg/l (Sulistijo 1996). Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokan tingkat kesuburan perairan.

5.2.9. Fosfat

Kandungan fosfat pada perairan Teluk pada kisaran 0,041 mg/l. Kandungan fosfat yang ideal berkisar antara dan 0,01 – 2,00 mg/l. Berdasarkan kandungan unsur fosfat di perairan Teluk Levun, maka perairan ini memiliki kesuburan yang sangat baik dan berada pada rentang kesesuaian untuk lokasi budidaya rumput laut. Kandungan fosfat di perairan teluk ini berada pada kisaran yan normal dan tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan karena tidak adanya sumber aliran sungai yang masuk ke perairan teluk.

5.3. Analisis Kriteria Kesesuaian Perairan Teluk Levun untuk Budidaya

Luasan Teluk Levun yang sesuai bagi pengembangan budidaya ikan kerapu dan budidya rumput laut didasarkan atas kriteria kelayakan/ kesesuaian dengan pembobotan (scooring metod) yang menghasilkan lokasi budidaya dengan tingkat kelayakan (Tiensongrusmee et al 1986) diacu dalam Sunyoto (1993). Berdasarkan penilaian kesesuaian perairan yang didasarkan atas hasil pengukuran nilai parameter, kondisi masyarakat yang kondusif dan RTRL yang diatur oleh pemerintah setempat, maka penilaian dapat dibagi menjadi 3 kategori (kategori 1 terkait dengan kesesuaian ekologi, kategori 2 dengan desain tata letak dan konstruksi sarana budidaya, dan kategori 3 dengan aspek sosial ekonomi). Angka Penilaian berdasarkan petunjuk DKP (2001) yaitu 5 = Baik ; 3 = Sedang ; 1 = Kurang. Kriteria yang telah memiliki bobot, selanjutnya dklasifikasikan berdasarkan kelas kesesuaian. Bobot diberikan berdasarkan pertimbangan pengaruh kriteria (variabel) dominan. Hasil analisis matriks perbandingan yang dilakukan pada penilaian kriteria kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu

(16)

disajikan pada Lampiran 5 dan budidaya rumput laut disajikan pada Lampiran 6. Hasil analisis penilaian dapat dikatakan bahwa Teluk Levun tergolong dalam kelas sesuai dengan nilai 57,1 untuk budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut tergolong dalam kelas sangat sesuai dengan nilai 67,2.

5.4. Analisis Optimasi Pemanfaatan Kawasan

Optimasi pemanfaatan kawasan perairan Teluk Levun untuk budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii

digunakan Linear Goal Programming (LGP) yang diolah dengan perangkat lunak (software) LINDO. Pada analisis ini, terdapat berbagai kendala dalam keputusan optimasi pemanfaatan kawasan, seperti: produksi, bahan baku, tenaga kerja, pendapatan dan penggunaan modal. Dengan demikian yang harus dilakukan adalah analisis optimasi berkendala (constrained optimization) yakni maksimasi atau minimisasi suatu fungsi tujuan dengan kendala. Program ini bertujuan untuk mengalokasikan pemanfaatan lahan perairan Teluk secara optimal dengan tetap memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial, dengan model LGP maka ketiga aspek pembangunan berkelanjutan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk perumusan fungsi kendala tujuan. Pertama, fungsi kendala untuk aspek ekologi adalah : pemenuhan daya dukung dan peningkatan luas lahan keramba. Kedua, fungsi kendala untuk aspek ekonomi yaitu : (1). adanya peningkatan produksi ikan kerapu dan rumput laut; (2). Peningkatan PAD; (3) Penurunan harga benih; (4) Penurunan harga pakan rucah; (5) Target penggunaan modal. Ketiga, fungsi kendala untuk aspek sosial adalah penyerapan tenaga kerja.

Ketiga aspek pembangunan berkelanjutan tersebut akan diterapkan berdasarkan kondisi dan potensi daerah sehingga dilakukan penerapan yang sesuai dengan prioritas isu atau masalah yang muncul. Melihat dari pemanfaatan perairan teluk yang belum melampaui daya dukung maka perioritas utama adalah peningkatan produksi budidaya dengan mempertimbangkan daya dukung perairan teluk tersebut.

Pada pengolahan data, area budidaya ikan kerapu disimbolkan dengan X1

dan rumput laut disimbolkan dengan X2, sedangkan d+ dan d- dipakai untuk

(17)

dari target/tujuan/sasaran. Variabel-variabel yang digunakan dalam optimasi untuk pengolahan data, dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Variabel untuk Pengolahan Data

No Data Variabel

1 Budidaya ikan kerapu metode KJA X1

2 Budidaya rumput laut metode Long line X2

3 Deviasi keterlewatan d1+

4 Deviasi ketidak tercapaian d1

-Tujuan optimasi pemanfaatan perairan Teluk Levun yaitu kegiatan yang dilakukan di kawasan perairan tersebut, harus sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan dan tidak melebihi daya dukung perairan.

a. Perumusan fungsi tujuan.

Tujuan dari persoalan ini adalah minimumkan simpangan atau deviasi (d) dari tiap-tiap target. Fungsi tujuan adalah sebagai berikut :

Perumusan fungsi kendala tujuan dari masing-masing target adalah sebagai berikut:

1). Memaksimumkan produksi budidaya ikan kerapu di Teluk Levun

Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pembudidaya ikan kerapu diketahui produksi aktual ikan kerapu sebesar 7,098 ton per tahun (7.098 kg). Jumlah produksi budidaya ikan kerapu per unit KJA sebesar 0,507 ton per tahun (507 kg). Produk rata-rata kegiatan budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual di Teluk Levun tersaji pada Tabel 19.

Tabel 19. Produksi Budidaya Kerapu dan Budidaya Rumput Laut pada Kondisi Aktual di Teluk Levun

No Kondisi Aktual Jumlah Luasan Unit Produksi Rata-rata per unit Produk rata-rata aktual 1 thn

(unit) (ha) (kg/ha/thn) (kg/ha/thn)

1 Ikan Kerapu 14 0,0036 507 7.098

(18)

Rumus kendala tujuan memaksimumkan produksi ikan kerapu dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

507X1 – d1+ >7.098

2). Memaksimumkan produksi budidaya rumput laut di Teluk Levun

Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pembudidaya rumput laut, diketahui produksi aktual rata-rata rumput laut sebesar 99,9 ton per tahun (99.900 kg). Jumlah produksi rumput laut per unit sebesar 2,7 ton kg (2.700). Produk rerata kegiatan budidaya rumput laut pada kondisi aktual di Teluk Levun tersaji pada Tabel 20. Rumus kendala tujuan memaksimumkan produksi rumput laut dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

2.700X2 – d2+ > 99.900

3). Target Penyerapan Tenaga Kerja

Pengalokasian tenaga kerja pembudidaya ikan kerapu di daerah studi, maka diperlukan data jumlah hari kerja efektif untuk satu tenaga kerja pada budidaya ikan kerapu di Teluk Levun. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan pada unit keramba sebanyak 2 orang. Hari kerja efektif untuk 1 orang pekerja sebesar 885 jam per tahun. Tenaga kerja yang dipekerjakan pada satu unit keramba diketahui sebanyak 2 orang, maka jumlah hari kerja efektif bagi 2 orang sebesar 1.770 jam per tahun. Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing jenis kegiatan dapat dirincikan pada Tabel 20.

Tabel 20. Hari Kerja Efektif untuk Pembudidaya Ikan Kerapu per Tahun (per orang)

No Kegiatan hari Kerja/thn Waktu kerja/hari

(jam) HKE/unit/thn 1 Persiapan awal 5 7 35 2 Penebaran bibit 2 6 12 3 Pemberian Pakan 240 3 720 4 Perawatan wadah 8 6 48 5 Pemantauan pertumbuhan 8 7 56 6 Panen 2 7 14

Hari kerja efektif 885

Persamaan kendala tujuan penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut : TK Kerapu :

(19)

Pengalokasian tenaga kerja pembudidaya rumput laut di daerah studi, didasarkan pada data jumlah hari kerja efektif untuk satu tenaga kerja pada budidaya rumput laut di Teluk Levun. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan pada unit sebanyak 6 orang. Hari kerja efektif untuk 1 orang pekerja sebesar 254 jam per tahun. Tenaga kerja yang dipekerjakan pada satu unit long line diketahui sebanyak 6 orang, maka jumlah hari kerja efektif bagi 6 orang sebesar 1.524 jam per tahun. Rata –rata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing jenis kegiatan dapat dirincikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Hari Kerja Efektif untuk Pembudidaya Rumput Laut per Tahun (per orang)

No Kegiatan Hari Kerja/thn Waktu Kerja/hari HKE/unit/thn

1 Persiapan wadah 5 7 35

2 Pengikat bibit 3 6 18

3 Pemeliharaan 60 3 180

4 Panen 3 7 21

Hari kerja efektif 254

Persamaan kendala tujuan penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut: TK Rumput Laut :

6X2+ d4+ = 1.524

4). Target peningkatan PAD

Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperoleh dari retribusi dari ijin usaha yang di bayar ke kantor desa. (budidaya ikan kerapu dan rumput laut). Besar retribusi dari satu unit usaha adalah Rp.150.000,00 per tahun. Besarnya retribusi dari aktivitas kegiatan usaha budidaya perikanan di Teluk Levun pada kondisi aktual disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Jenis dan Harga Produk pada Kondisi Aktual Kegiatan Budidaya Ikan Kerapu dan Rumput Laut di Teluk Levun

No Jenis Usaha Besar Retribusi (Rp/tahun) Jumlah Unit Usaha (Unit) Total Retribusi (Rp/tahun)

1 Budidaya Ikan Kerapu 150.000 14 2.100.000

2 Budidaya Rumput laut 150.000 37 5.550.000

Jumlah 7.650.000

(20)

Apabila retribusi bagi pendapatan daerah berjalan lancar, maka persamaan kendala tujuan untuk peningkatan PAD adalah:

150.000X1 + 150.000X2+ d5- - d5+ 7.650.000

5). Target memaksimumkan luasan budidaya perikanan di Teluk Levun

Berdasarkan luas potensial masing-masing komoditi budidaya di kawasan Teluk Levun yang disajikan pada Lampiran 3, diketahui bahwa luas satu unit KJA untuk budidaya ikan kerapu sebesar 0,0036 ha dan luas satu unit long line untuk budidaya rumput laut sebesar 0,0625 ha. Daya dukung luasan yang digunakan sebagai faktor pembatas dalam pengembangan atau pengelolaan kawasan teluk adalah luasan potensial dari masing-masing komoditi budidaya, maka batasan luas lahan yang dapat digunakan sebesar 176,94 ha untuk budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut sebesar 227,48 ha. Dari luasan potensial dari masing-masing komoditi, dapat dikatakan bahwa dalam pemanfaatan ruang kawasan tidak terjadi tumpang tindih antara kedua komoditi tersebut, karena total luasan potensial lebih kecil dari total luas Teluk Levun. Diharapkan dari hasil perhitungan pemanfaatan kawasan untuk pengembangan budidaya perikanan tidak melebihi daya dukung luasan potensial. Persamaan kendala tujuannya adalah sebagai berikut :

Persamaan kendala tujuan memaksimalkan luasan budidaya adalah sebagai berikut:

X1+ X2 + d6+ ≤ 404,42

Selain batasan keseluruhan tersebut , dihitung pula batasan untuk masing-masing jenis budidaya:

(1). Daya dukung luasan untuk budidaya ikan kerapu 0,0036 X1+ d7+ = 176,94

(2). Daya dukung luasan untuk budidaya rumput laut 0,0625 X2 + d8+ 227,48

6). Meminimumkan harga benih

Ketersediaan bibit/benih adalah salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pengembangan usaha budidaya. Pengembangan budidaya ikan kerapu akan membutuhkan ketersediaan benih dalam jumlah yang besar. Hasil informasi yang diperoleh dari pembudidaya kerapu di lokasi penelitian bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara membantu pembudidaya untuk

(21)

pengadaan benih, namun pembudidaya juga mendapatkan benih dengan cara membeli di pasaran dengan harga Rp.2.500,00 per ekor dengan ukuran 15cm. Sementara benih rumput laut, dipasaran dapat diperoleh yakni setiap 25 Kg seharga Rp.100.000,00 Persamaan kendala tujuannya adalah sebagai berikut:

Kerapu : X1 + d9+ = 2.500

Rumput Laut : 25X2 + d10+ = 100.000

7). Memimumkan harga pakan rucah

Pakan merupakan salah satu aspek yang memerlukan perhatian cukup besar sehingga harus direncanakan dengan matang, sehingga menekan anggaran pengeluaran serendah mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemilihan jenis pakan yang tepat namun tetap mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harga yang murah. Harga pakan dipasaran adalah Rp.15.000,00 per kg. Rata-rata pembudidaya membutuhkan 14 kg pakan rucah per hari. Persamaan kendala tujuannya adalah sebagai berikut:

14X1 + d11+ ≤ 210.000

8). Target penggunaan Modal

Komponen penting dalam melangsungkan kegiatan usaha budidaya perikanan baik kerapu maupun rumput laut adalah modal. Pada kondisi aktual di kawasan Teluk Levun modal yang digunakan untuk melakukan usaha budidaya bagi pembesaran ikan kerapu dan budidaya rumput laut masing-masing adalah Rp.206.589.600,00 dan Rp. 136.160.000,00.

Tabel 23. Penggunaan Modal untuk Budidaya Ikan Kerapu dan Rumput Laut pada Kondisi Aktual

Komoditi Budidaya Jumlah Aktual Modal per Unit Total Modal

(unit) (Rp) (Rp)

Ikan Kerapu 14 14.756.400 206.589.600

Rumput laut 37 3.680.000 136.160.000

Persamaan kendala tujuannya adalah:

Ikan Kerapu : 14X1 - d12+ < 206.589.600

Rumput Laut : 37X2 - d13+ < 136.160.000

Perumusan fungsi kendala tujuan dari masing-masing target adalah sebagai :

(22)

Masing-masing Target Persamaan 1. Memaksimumkan produksi ikan kerapu: 507X1d1+ >7.098

2. Memaksimumkan produksi rumput laut : 2.700X2d2+ > 99.900

3. Target penyerapan tenaga kerja : Kerapu : 2X1 + d3+ = 1.770

Rumput Laut : 6X2+ d4+ = 1.524

4. Memaksimumkan PAD (Penerimaan

Pendapatan Daerah) : 150.000X1+ 150.000X2 + d5

- d

5+ ≥ 7.650.000

5. Target luasan budidaya perikanan X1+ X2 + d6- – d6+ < 404,4

Kerapu : 0,0036X1+ d7 + <176,94 Rumput Laut : 0,0625X2 + d8 + < 227,48 6. Meminimumkan Harga Benih : Kerapu : X1 + d9

+

= 2.500

Rumput Laut : 25X2 + d10+ = 100.000

7. Meminimumkan Harga Pakan Rucah:

14X1 + d11+ ≤ 210.000

8. Target Penggunaan Modal: Kerapu : 14X1 - d12+ < 206.589.600

Rumput laut: 37X2 - d13+ <136.160.000

Model matematika tersebut diatas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program LINDO untuk mengetahui kondisi optimal dari masing-masing target. Program tersebut secara lengkap disajikan pada Lampiran 7. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan nilai fungsi tujuan sebesar 97.645,11. Nilai variabel keputusan menunjukkan nilai yang dapat dioptimal, dimana terlihat bahwa variabel deviasional keterlewatan (d+) dan variabel deviasional ketidaktercapaian (d-) pada semua kendala tujuan memberikan nilai nol dan positif. Artinya nilai variabel keputusan sesuai tujuan yang ingin dicapai yaitu mengoptimalkan fungsi kendala tujuan.

Hasil analisis optimal dengan menggunakan program LINDO menghasilkan luasan potensial budidaya ikan kerapu (X1) dan rumput laut (X2) yang optimal

masing - masing seluas 150,42 ha dan 254,00 ha. Syahputra (2005), menyarankan bahwa hanya 50% dari luas lahan potensial yang digunakan bagi kegiatan budidaya, mengingat sifat perairan laut yang open access artinya siapa saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya tersebut. Dengan demikian luasan yang digunakan dalam perhitungan pemanfaatan lahan pada kondisi optimal digunakan 50% dari luasan potensial dari masing-masing yaitu 75,21 ha diperuntukan bagi luasan budidaya ikan kerapu dan 127 ha diperuntukkan bagi luasan budidaya rumput laut.

(23)

Analisis sensitivitas; Analisis sensitivitas merupakan analisis setelah nilai optimal diketahui. Pada prinsipnya, analisis ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1). Analisis sensitivitas fungsi tujuan dan 2). Analisis sensitivitas parameter ruas kanan (rigt hand side /RHS) dari fungsi kendala. Pertama, analisis ini memberikan informasi tentang koefisien fungsi tujuan yang boleh berubah tanpa mempengaruhi nilai fungsi tujuan yang lain dan nilai variabel (value) tetap. Fungsi tujuan dalam LGP adalah meminimumkan variabel deviasional yang terdapat dalam fungsi kendala tujuan. Tabel 24 menyajikan batasan nilai penambahan dan pengurangan dari nilai koofisien variabel.

Tabel 24. Penambahan dan Pengurangan Koefisien Variabel Tujuan

Variabel Allowable Perubahan Nilai Koef

Koef Increase Decrease Maks Min

d1+ 1,00 INFINITY 1,00 - 0,00 d2+ 1,00 INFINITY 1,00 - 0,00 d3+ 1,00 13,99 1,50 14,99 -13,99 d4+ 1,00 INFINITY 4,66 - -3,66 d5+ 1,00 INFINITY 1,00 - 0,00 d5- 1,00 INFINITY 1,00 - 0,00 d6+ 1,00 INFINITY 4,00 - -3,00 d7+ 1,00 7.776,77 834,33 7.777,77 -833,33 d8+ 1,00 INFINITY 1,00 - 0,00 d9+ 1,00 27,99 3,00 26,99 -2,00 d10+ 1,00 INFINITY 1,11 - -0,11 d11- 1,00 INFINITY 1,00 - 0,00 d12+ 1,00 INFINITY 1,00 - 0,00 d13+ 1,00 INFINITY 1,00 - 0,00 X1 0,00 3,00 27,99 3,00 -26,99 X2 0,00 27,99 INFINITY 28,99 -

Pada Tabel 24, koefisien dari masing-masing batasan penambahan atau pengurangan dinyatakan pada kolom allowable increase dan allowable decrease.

Misalnya pada variabel (d3+) batasan yang diperbolehkan penambahan sebesar

13,99 sehingga menjadi 14,99 sementara pengurangan yang diijinkan sebesar 14,99 sehingga menjadi (-13,99). Hal ini berlaku untuk variabel yang lainnya.

Pada hasil analisis, nilai dual prices dari semua fungsi kendala yang menghasilkan nilai 0 (nol), artinya: sumberdaya pada semua fungsi kendala melimpah, jadi sumberdaya dari masing-masing fungsi kendala tidak perlu dirubah karena tidak akan mempengaruhi kenaikan dari masing-masing. Nilai

(24)

dual prices dari semua fungsi kendala yang tidak menghasilkan nilai 0 (nol), artinya: penambahan atau pengurangan 1 satuan dari masing-masing sumberdaya maka akan meningkatkan atau menurunkan sumberdaya tersebut sebesar nilai yang diperlihatkan pada nilai dual prices.

Kedua, analisis sensitivitas parameter ruas kanan (rigt hand side /RHS) dari fungsi kendala. Analisis ini memberikan informasi tentang nilai RHS yang boleh berubah tanpa perubahan nilai dual pricesnya. Nilai dual price merupakan nilai yang menunjukan perubahan (penambahan atau pengurangan) yang akan terjadi pada nilai fungsi tujuan sebesar satu satuan. Nilai RHS yang boleh berubah ditunjukkan pada kolam allowable increase dan allowable decrease. Usulan batasan alokasi optimal dari fungsi kendala tujuan parameter ruas kanan (RHS) batasan penambahan atau pengurangan yang diinginkan disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Usulan Batasan Alokasi Optimal dari Fungsi Kendala Tujuan yang Perlu Ditambahkan atau Dikurangi

Fungsi Kendala Tujuan RHS

Allowable Solusi Optimal: (Penamba han/Pengu rangan) Increase Decrease

Maksimumkan Produksi kerapu (kg) 7.098 69.170,00 INFINITY 76.268 MaksimumkanProduksi rumput laut (kg) 99.900 585.900,00 INFINITY 585.999,9

Target TK kerapu (HKE) 1.770 INFINITY 1.469,14 300,86

Target TK. rumput Laut (HKE) 1.524 818,57 1.302,00 2.342,57/222 Pendapatan Daerah (PAD) (Rp) 7.650.000 53.014.500,00 INFINITY 60.664.500,00 Target Daya Dukung Luasan (DDL) (ha) 404,42 734,57 136,42 1.138,99/268 Meminimumkan DDL ikan Kerapu (ha) 176,94 INFINITY 176,39 0,55 Meminimumkan DDL Rumput Laut (ha) 227,47 INFINITY 221,13 7,27 Meminimumkan Harga Bibit Kerapu (Rp) 2.500 INFINITY 2.249,57 151,57 Meminimumkan Harga Bibit Rum.Laut (Rp) 100.000 INFINITY 93.650,00 6.350 Meminimumkan Harga Pakan Kerapu (Rp) 210.000 INFINITY 207.893,98, 2.107,98 Meminimumkan Modal Ikan Kerapu (Rp) 206.589.600 INFINITY 206.587.488 2.112 Meminimumkan Modal Rumput Laut (Rp) 136.160.000 INFINITY 136.150.608 10.608

Tabel 25, memperlihatkan fungsi kendala memaksimumkan produksi ikan kerapu dari kondisi awal sebesar 7.098 kg fungsi tujuan menjadi penambahan batas yang diinginkan untuk produksi ikan kerapu sebesar 69.170,00 kg sehingga solusi optimal untuk produksi ikan kerapu sebesar 76.268 kg. Produksi rumput laut pada kondisi awal sebesar 99.900 kg apabila dioptimalkan maka batasan

(25)

penambahan yang diperbolehkan sebesar 585.900,00 kg sehingga solusi optimal untuk produksi rumput laut menjadi 585.999,90 kg.

Variabel tujuan penyerapan hari kerja efektif (HKE) bagi 2 orang tenaga kerja untuk budidaya ikan kerapu pada kondisi awal sebesar 1.770 jam per tahun. Batasan yang diperbolehkan untuk mencapai kondisi optimal dari hari kerja efektif bagi budidaya ikan kerapu sebesar 1.469,14 jam per tahun sehingga solusi optimal untuk 2 orang tenaga kerja sebesar 300,86 jam per tahun. Variabel tujuan penyerapan hari kerja efektif (HKE) bagi 6 orang tenaga kerja untuk budidaya rumput laut pada kondisi awal sebesar 1.524 jam per tahun. Batasan pengurangan yang diperbolehkan untuk mencapai kondisi optimal dari hari kerja efektif bagi budidaya rumput laut sebesar 1.302,00 jam per tahun sehingga solusi optimal pengurangan untuk 6 orang tenaga kerja sebesar 222 jam per tahun, sedangkan batas penambahan sebesar 818,57 jam per tahun maka solusi penambahan sebesar 2.342,57 jam per tahun. Hal ini berlaku untuk semua fungsi kendala tujuan. Batasan penambahan atau pengurangan yang diperbolehkan, ditunjukan pada kolom allowable increase atau allowable decrease.

5.5. Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan usaha dilakukan setelah luas optimal dari lahan budidaya diketahui. Berdasarkan analisis optimal yang dilakukan, diketahui luas lahan optimal dari budidaya ikan kerapu sebesar 150,42 ha dan luas lahan optimal potensial budidaya rumput laut sebesar 254,00 ha. Luas lahan yang boleh digunakan untuk perluasan atau pengembangan usaha budidaya sebesar 50% dari luas optimal potensial masing-masing.

Luas lahan yang diperbolehkan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu sebesar 75,21 ha. Jumlah unit keramba yang dapat ditaruh pada luasan tersebut sebanyak 239 unit, dengan jarak antar unit keramba sebesar 50 m. Pada kondisi aktual, jumlah keramba sebanyak 14 unit. Artinya pada kondisi optimal jumlah keramba yang ditambahkan sebanyak 225 unit. Jika jarak antar unit dinaikan menjadi 100 m, maka jumlah unit keramba yang diperbolehkan sebanyak 66 unit. Maka jumlah unit keramba yang harus ditambahkan untuk mencapai kondisi optimal sebanyak 52 unit. Menurut Sudradjat (2008), jarak satu unit KJA dengan

(26)

unit KJA yang lain sebaiknya tidak terlalu dekat ( > 50 meter). Tujuannya untuk menghindari penyebaran penyakit apabila ada ikan kerapu yang terkena virus.

Luas lahan yang diperbolehkan untuk pengembangan budidaya rumput laut sebesar 127 ha. Jumlah unit long line yang dapat ditaruh pada luasan tersebut sebanyak 508 unit, dengan jarak antar unit long line sebesar 25 m. Jumlah unit

long line pada kondisi aktual sebanyak 37 unit, maka untuk mencapai kondisi optimal perlu ditambahkan 471 unit long line. Jarak yang digunakan bertujuan untuk memberi ruang bagi pembudidaya dalam memantau pertumbuhan rumput laut dan aktifitas lainnya yang berlangsung di Teluk Levun, mengingat sifat perairan laut yang open access. Artinya siapa saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya tersebut. Pada budidaya rumput laut, jarak unit long line

yang saling berdekatan tidak mempengaruhi pertumbuhan rumput laut, namun disarankan dalam kegiatan budidaya rumput laut luasan yang digunakan untuk kegiatan budidaya tersebut sebaiknya setengah dari luas potensial.

5.5.1.Analisis Usaha Budidaya Ikan Kerapu pada Kondisi Aktual

Komponen biaya yang digunakan terdiri atas biaya investasi, dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan 1 unit KJA yang terdiri atas 4 kolam ukuran @ = (3m x 3m x 4m), beserta rumah jaganya sebesar Rp14.756.400,00 Rincian biaya pembuatan dan penyusutan dari satu unit keramba jaring apung disajikan pada Lampiran 8. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan biaya tetap dan biaya variabel dalam menjalankan usaha ikan budidaya kerapu metode KJA. Besaran kedua jenis biaya tersebut masing-masing Rp.5.075.950,00 dan Rp.141.500.000,00. Rincian biaya operasional dari satu unit keramba jaring apung disajikan pada Lampiran 9. Jumlah keramba pada kondisi aktual sebanyak 14 unit. Pada kondisi aktual jarak antar keramba tidak diperhitungkan. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 14 unit keramba sebesar Rp.206.589.600,00.

Analisis usaha pada kondisi aktual menggunakan metode analisis: keuntungan (π), revenue cost rasio (R/C), return of investment (ROI) dan break event poit (BEP). Tujuannya mengevaluasi keberhasilan usaha yang dicapai. Suatu usaha dikatakan mengalami keuntungan apabila memiliki nilai total penerimaan lebih besar dari total pengeluaran. Suatu usaha dikatakan layak bila

(27)

R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1). Semakin tinggi nilai R/C maka tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi pula. Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam pembudidayaan tersebut. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar usaha yang dilakukan tidak mengalami kerugian. Analisis usaha bagi budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual di Teluk Levun, dilakukan tanpa memperhitungkan nilai uang berdasarkan waktu (time value of maney). Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual disajikan pada Tabel 26.

Tabel 26. Analisis Usaha Aktual Budidaya Ikan Kerapu Metode KJA di Teluk Levun

Uraian Biaya Investasi (Rp) 206.589.600 Biaya Biaya Variabel (Rp) 1.981.000.000 Biaya Tetap (Rp) 71.063.300 Jumlah Biaya (Rp) 2.052.063.300 Penerimaan (revenue) Jumlah Produksi (Kg) 7.098 Harga (Rp) 300.000 Jumlah Penerimaan 2.129.400.000 Kriteria Usaha Keuntungan (π) (Rp) 77.336.700 R/C (TR/TC) 1,04 ROI (Keuntungan/Investasi x 100%) (%) 37,43 BEP Harga (Rp) 289.104 BEP Produk (kg) 6.840

Keuntungan (π) merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Keberhasilan suatu usaha akan dinilai dari besarnya keuntungan yang diperoleh. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis keuntungan yang disajikan pada Tabel 26, selama kurang lebih satu tahun usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA menghasilkan keuntungan sebesar Rp.77.336.700,00 dari besar biaya investasi Rp.206.589.600,00.

Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA menunjukkan nilai

revenue cost rasio (R/C) sebesar 1,04 (Tabel 28). Nilai ini menunjukan bahwa setiap biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.1.000,00. yang ditanamkan pada usaha budidaya ikan kerapu akan diperoleh penerimaan sebesar Rp.1.040,00.

(28)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha budidaya ikan kerapu menguntungkan.

Nilai ROI merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pembudidaya dari setiap jumlah uang yang diinvestasi dalam periode waktu tertentu. Tujuannya agar pembudidaya dapat mengukur sampai seberapa besar kemampuannya dalam mengembalikan modal yang telah ditanam. Hasil analisis yang dilakukan diketahui kemampuan pengembalian modal dari keuntungan sebesar 37,43% per tahun.

Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA menunjukan nilai BEP produk sebesar 6.840 kg, hal ini menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi usaha tidak untung atau tidak rugi pada saat produksi usaha ikan kerapu sebesar 6.840 kg. Sementara BEP harga Rp.289.104,00 menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi usaha tidak untung atau tidak rugi akan dicapai pada saat harga jual ikan kerapu sebesar Rp.289.104,00 per kg. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume produksi dan volume penjualan agar usaha yang dijalankan tidak mengalami kerugian.

5.5.2. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu pada Kondisi Optimal.

Setelah mengetahui keberhasilan usaha dari analisis usaha yang dilakukan pada kondisi aktual, maka selanjutnya dilakukan analisis pada kondisi optimal. Disadari bahwa banyak kegiatan yang menimbulkan adanya manfaat eksternal maupun biaya eksternal yang timbul karena adanya aspek lingkungan yang harus diperhitungkan, maka analisis kelayakan usaha pada kondisi optimal dilakukan dengan memasukan faktor biaya dan manfaat.

Jumlah keramba pada kondisi optimal sebanyak 225 unit keramba, dengan jarak antar keramba 50 m. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 225 unit keramba sebesar Rp.3.320.190.000,00. Apabila jarak per unit keramba dinaikan menjadi 100 meter, maka jumlah unit yang dapat ditempatkan di kawasan Teluk Levun pada kondisi optimal sebanyak 66 unit. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 66 unit keramba sebesar Rp.973.922.400,00. (diasumsikan ukuran KJA = 6 x 6 m2). Perhitungan analisis yang dilakukan yaitu menghitung kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dengan skenario modal sendiri dan modal pinjaman Bank. Bunga

(29)

pinjaman Bank diketahui 12% dan angsuran pinjaman dilakukan selama 5 tahun. Diasumsikan besar bantuan pinjaman yang dilakukan sebesar 50% dari total unit pada kondisi optimal. Besar dana sendiri dan dana pinjaman yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha budidaya ikan kerapu pada kondisi optimal di Teluk Levun, disajikan pada Tabel 27.

Tabel 27. Besar Dana Sendiri dan Dana Pinjaman yang Dibutuhkan untuk Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Teluk Levun pada Kondisi Optimal. No Jumlah KJA yang ditambahkan Jarak per unit (meter) Besar Dana Sendiri (Rp) Besar Dana Pinjaman (Rp) Keterangan 1 225 50 3.320.190.000 1.680.000.000 Kondisi 2 66 100 973.922.400 495.000.000 Optimal

Berdasarkan jumlah unit keramba pada kondisi optimal, selanjutnya dihitung kelayakan usaha dari kegiatan budidaya ikan kerapu. Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui usaha budidaya tersebut layak/tidak layak dikembangkan. Analisis kelayakan usaha pada kondisi optimal tersebut, dilakukan dengan menggunakan skenario investasi yaitu: (1). Analisis investasi dengan modal sendiri, (2). Analisis investasi dengan modal pinjaman Bank. Perhitungan kelayakan usaha dilakukan dengan kendala jarak antar masing masing keramba yaitu 50 meter dan 100 meter. Nilai pinjaman sebesar total biaya investasi yang dibutuhkan dan diasumsikan sebesar 50% dari total unit yang akan ditempatkan pada luasan optimal.

Analisis dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan dari net present value (NPV), net benefit cost (Net B/C), dan internal rate of return (IRR), diasumsikan kondisi harga ikan kerapu dalam keadaan stabil, umur proyek 5 tahun, tingkat suku bunga 10% (mengacu pada tingkat suku bunga pinjaman untuk program pemerintah daerah per tahun sebagai social discount rate). Sedangkan untuk menghitung bunga pinjaman yang berasal dari Bank digunakan suku bunga sebesar 12%. Penentuan kelayakan usaha budidaya (pembesaran) ikan kerapu mengacu pada pada Kadariah (2001). Nilai masing-masing hasil perhitungan

NPV, Net B/C, dan IRR menunjukkan bahwa usaha budidaya kerapu dengan menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman Bank layak dikembangkan

(30)

karena nilai NPV, Net B/C dan IRR memenuhi syarat kelayakan. Hasil perhitungan

NPV, Net B/C dan IRR secara lengkap disajikan pada Lampiran 10 dan Tabel 28. Tabel 28. Nilai NPV, Net B/C dan IRR Budidaya Ikan Kerapu pada Kondisi

Optimal di Teluk Levun

Skenario Jumlah Unit Jarak/Unit NPV Net B/C IRR (%) (m) (Rp) Modal Sendiri 225 50 10.927.694.067,03 3,29 70 Pinjaman Bank 225 50 6.746.359.339,48 2,63 72 Modal Sendiri 66 100 3.191.643.662,21 2,28 69 Pinjaman Bank 66 100 2.002.361.065,39 3,18 76

Hasil analisis kelayakan yang disajikan pada Tabel 28, menunjukkan skenario 1 (modal sendiri), nilai NPV sebesar Rp.10.927.694.067,03 pada kondisi optimal dengan jarak antar unit 50 meter, nilai NPV sebesar Rp.3.191.643.662,21 pada skenario 1 dengan jarak unit 100 meter. Sementara skenario 2 (pinjaman Bank) nilai NPV sebesar Rp.6.746.359.339,48 pada jarak antar unit 50 meter, nilai NPV sebesar Rp.2.002.361.065,39 pada jarak unit 100 meter. Nilai NPV yang ditunjukan oleh skenario 1 (modal sendiri) lebih besar dari nilai NPV yang ditunjukan oleh skenario 2 (modal pinjaman).

Nilai NPV yang diperoleh dari masing-masing luasan memberi gambaran bahwa besarnya nilai saat ini untuk uang yang diterima atau dibayar di masa yang akan datang (jangka waktu 5 tahun) pada tingkat suku bunga 10%. Nilai NPV yang dihasilkan oleh biaya sendiri lebih besar dari nilai NPV yang diperoleh dari pinjaman Bank. Artinya skenario 1 (modal sendiri) memiliki keuntungan yang lebih bila dibandingkan dengan skenario 2 (pinjaman Bank). Net Present Value

(NPV) yang diperlihatkan dari skenario 1 dan skenario 2 menunjukkan bahwa nilai manfaat dan biaya yang seluruhnya dinyatakan dalam nilai sekarang, dengan tingkat bunga 10% menunjukkan usaha kerapu dengan metode KJA adalah layak. Besarnya Net B/C yang diperlihatkan menunjukkan bahwa untuk skenario 1 (modal Sendiri) lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai Net B/C yang diperlihatkan skenario 2 (pinjaman Bank). Nilai Net B/C dengan menggunakan skenario 1 (modal sendiri) pada jarak 50 m, sebesar 3,29. Artinya setiap Rp.1.000,00 cost yang dikeluarkan dari usaha yang dilakukan akan memberikan

(31)

manfaat bersih sebesar Rp.3.290,00 pada tingkat social discount rate 10%, dari investasi sebesar Rp.3.320.190.000,00. Nilai Net B/C dengan menggunakan skenario 2 (modal pinjaman) pada jarak 50 m, sebesar 2,63. Artinya setiap Rp.1.000,00 cost yang dikeluarkan dari usaha yang dilakukan akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp.2.630,00 pada tingkat suku bunga 10%, dari investasi sebesar Rp.973.922.400,00. Hal ini berlaku pula pada skenario dengan jarak 100 m. Berdasarkan kriteria kelayakan, maka kedua skenario tersebut pada usaha budidaya ikan kerapu dengan metode KJA di Teluk Levun layak dikembangkan karena menghasilkan Nilai Net B/C > 1. Nilai Net B/C yang ditunjukan dari kedua skenario terlihat bahwa skenario dengan pinjaman Bank lebih besar nilai Net B/C dari pada nilai yang ditunjukan oleh skenario modal sendiri.

Analisis IRR dimaksudkan untuk menentukan nilai diskonto atau tingkat hasil usaha yang dapat diharapkan dari suatu proyek tertentu. Jika tingkat bunga yang dihasilkan lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku, maka investasi menguntungkan dan sebaliknya kalau lebih kecil merugikan.Semakin tinggi nilai IRR akan semakin baik manfaat proyek tersebut. Skenario 1 (modal sendiri) memberikan nilai IRR sebesar 70% pada jarak 50 meter. Skenario 2 (modal Pinjaman) memberikan nilai IRR sebesar 59% pada jarak 50 meter. Skenario 1 (modal sendiri) memberikan nilai IRR sebesar 72% pada jarak 100 meter. Skenario 2 (modal Pinjaman) memberikan nilai IRR sebesar 59% pada jarak 100 meter.

Nilai IRR yang diperoleh dari masing-masing lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Jika dibandingkan antara skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman) maka terlihat bahwa IRR dengan modal pinjaman Bank memberikan nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan modal sendiri. Nilai IRR yang diperoleh dari hasil perhitungan baik modal sendiri maupun modal pinjaman dapat dikatakan bahwa usaha budidaya kerapu di Teluk Levun layak (feasible) karena tingkat bunga yang dihasilkan lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku yaitu 10% per tahun. Nilai NPV, Net B/C, IRR untuk skenario modal sendiri dan modal pinjaman dengan jarak 50 m disajikan pada Gambar 15. Nilai NPV, Net B/C, IRR untuk skenario modal sendiri dan modal pinjaman pada jarak 100 m disajikan pada Gambar 16.

(32)

Gambar 15. Nilai NPV,Net B/C dan IRR Budidaya Ikan Kerapu, pada Kondisi Optimal dengan jarak 50 m

Gambar 16. Nilai NPV, Net B/C dan IRR Budidaya Ikan Kerapu,

pada Kondisi Optimal dengan jarak 100 m

Gambar 15, memperlihatkan bahwa skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman Bank), pada jarak 50 m dan Gambar 16, memperlihatkan skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman Bank) dengan jarak 100 m, sama-sama memberikan keuntungan bagi pembudidaya dalam menjalankan usaha budidaya ikan kerapu. Nilai nominal yang diperlihatkan dari masing-masing analisis, merupakan suatu ukuran nilai keuntungan bagi pembudidaya di Teluk Levun. Nilai NPV yang diperoleh dari modal sendiri lebih besar dari nilai NPV yang dihasilkan oleh modal pinjaman, untum kedua skenario tersebut. Nilai Net B/C dan IRR yang dihasilkan oleh modal pinjaman Bank lebih besar dari nilai yang dihasilkan oleh modal sendiri. Pada Gambar 15 dan Gambar 16, nilai NPV, Net B/C dan IRR menunjukan keuntungan bersih yang akan diperoleh selama 5 tahun yang dihitung berdasarkan

Gambar

Tabel 17. Kriteria Kecepatan Arus Perairan  untuk Budidaya Ikan Laut  Kisaran Kecepatan arus  Kategori kecepatan arus
Tabel 18. Variabel untuk Pengolahan Data
Tabel  21.    Hari  Kerja  Efektif  untuk  Pembudidaya  Rumput  Laut  per  Tahun  (per   orang)
Tabel 24. Penambahan dan Pengurangan Koefisien Variabel Tujuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik yang ditunjukkan pada Gambar 8 dapat dilihat respon robot dalam menjalankan behavior obstacle avoidance , dimana parameter yang diambil berdasarkan

Dalam usaha tersebut, pada tahun 1974 dibangun kilang minyak di Cilacap yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud untuk

Komposisi penduduk miskin menurut daerah tempat tinggal (perkotaan dan perdesaan) tidak banyak berubah, di mana sebagian besar penduduk miskin berada di daerah

Pengujian ini menilai kemampuan mengisi dan melewati SCC, dan kekurangan stabilitas (segregasi) yang serius dapat dideteksi secara visual. Segregasi juga dapat

1) Proses perubahan yang terjadi pada suatu maujud dapat berlangsung dalam waktu singkat, tetapi dapat juga dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, ada verba proses yang

[r]

Kegiatan Usaha Pertanian, Perdagangan Umum, Pengangkutan, Perindustrian dan Jasa Atau Pelayanan Jumlah Saham yang ditawarkan 240.000.000 Saham Biasa Atas Nama dengan Nilai

Faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan dalam sebuah perusahaan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pencapaian tujuan perusahaan salah satunya adalah