• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "3. Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013.

2. Mendeskripsikan persentase frekuensi penggunaan tiap kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa edisi Maret 2013.

1.4.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan pembaca tentang penggunaan kategori verba dalam surat kabar.

2. Menambah pengetahuan pembaca mengenai persentase frekuensi penggunaan tiap kategori verba dalam surat kabar.

3.

Menambah referensi dalam penelitian lainnya yang sejenis.

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep

Malo, dkk. (1985: 46) menyatakan bahwa konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial yang dinyatakan dalam istilah atau kata. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 588), konsep adalah

(2)

gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep yaitu konsep semantik, verba, dan kategori verba.

2.1.1 Semantik

Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) berasal dari bahasa Yunani sema (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”. Jadi, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau arti (Chaer, 1995: 2).

Kata semantik dipakai sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya atau bidang linguistik yang mempelajari makna dalam bahasa.

2.1.2 Verba

Menurut Keraf, kata kerja (verba) adalah segala macam kata yang dapat diperluas dengan kelompok kata “dengan + kata sifat”. Semua kata yang menyatakan perbuatan atau laku digolongkan dalam kata kerja (Keraf, 1984: 64).

Menurut Alwi, dkk. (2003: 87) ciri-ciri verba dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantisnya, (2) perilaku sintaksisnya, dan (3) perilaku morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasikan dan dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektifa, karena ciri-ciri berikut:

(3)

a. Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain.

Contoh:

(6) Pencuri itu lari.

(7) Mereka sedang belajar di kamar.

Bagian yang dicetak miring pada kalimat-kalimat di atas adalah predikat, yaitu bagian yang menjadi pengikat bagian lain dari kalimat itu. Dalam sedang belajar verba belajar berfungsi sebagai inti predikat.

b. Verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas.

c. Verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter- yang berarti ‘paling’. Verba seperti mati atau suka, misalnya, tidak dapat diubah menjadi *termati atau *tersuka.

d. Pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan. Tidak ada bentuk seperti *agak belajar, *sangat pergi, dan *bekerja sekali meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.

Keraf (1984: 86) menyatakan bahwa segala kata yang mengandung imbuhan: me-, ber-, -kan, di-, i-, dapat dicalonkan menjadi kata kerja. Kata-kata yang bukan verba dapat dijadikan sebagai verba jika kata-kata tersebut dibubuhi afiks yang

(4)

berfungsi sebagai pembentuk verba. Menurut Kridalaksana (1996: 37) afiks pembentuk verba adalah sebagai berikut:

1. prefiks me- 2. simulfiks N 3. prefiks ber- 4. konfiks ber-R 5. prefiks per- 6. prefiks ter- 7. prefiks ke- 8. sufiks –in 9. kombinasi me-i 10.kombinasi di-i 11.kombinasi me-kan

12.kombinasi afiks memper- 13.kombinasi afiks diper- 14.kombinasi afiks memper-kan 15.kombinasi afiks diper-kan 16.kombinasi afiks N-in 17.konfiks ber-an 18.konfiks ber-R-an 19.konfiks ber-kan 20.konfiks ke-an

(5)

21.kombinasi afiks ter-R 22.kombinasi afiks per-kan 23.kombinasi afiks per-i 24.prefiks se-

25.kombinasi afiks ber-R 2.1.3 Kategori Verba

Menurut Chaer (1995: 154-155) leksem-leksem verba dalam bahasa Indonesia, secara semantis dapat ditandai dengan mengajukan tiga macam pertanyaan terhadap subjek tempat “verba” menjadi predikat klausanya. Ketiga pertanyaan itu adalah (1) apa yang dilakukan subjek dalam klausa tersebut, (2) apa yang terjadi terhadap subjek dalam klausa tersebut, (3) bagaimana keadaan subjek dalam klausa tersebut. Perhatikan contoh kalimat berikut:

(8) Dika menendang bola. (9) Gunung itu longsor. (10) Nita mengantuk.

Kalau pertanyaan (1) diajukan kepada kalimat pertama kita akan memperoleh jawaban menendang, jika pertanyaan (2) diajukan kepada kalimat kedua kita akan memperoleh jawaban longsor, dan jika pertanyaan (3) diajukan kepada kalimat ketiga maka kita akan memperoleh jawaban mengantuk. Dengan demikian kata-kata menendang, longsor, dan mengantuk adalah kata-kata yang termasuk kategori verba. Lalu, sesuai dengan macam pertanyaan yang diajukan, kata menendang termasuk

(6)

verba tindakan, kata longsor termasuk verba proses, dan kata mengantuk termasuk verba keadaan.

2.2Landasan Teoretis

Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan.

Dalam penelitian ini digunakan teori struktural yang diambil dari buku Chaer yang berjudul Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Di samping itu, sebagai tambahan dipakai juga buku-buku dan tulisan-tulisan lain, terutama yang menguraikan struktur serta pembentukan verba seperti buku Alwi, dkk. yang berjudul Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), Keraf dalam bukunya Tata Bahasa Indonesia, dan Kridalaksana dalam bukunya Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Pemilihan teori ini berdasarkan alasan bahwa analisis kategori verba termasuk ke dalam analisis struktur internal bahasa dan penelitian ini bersifat deskriptif. Buku Pengantar Semantik Bahasa Indonesia oleh Chaer ini sangat lengkap dan lebih terperinci dalam mengklasifikasikan kategori verba sehingga buku ini dianggap sangat relevan dengan penelitian ini.

Kategori Verba

Berdasarkan analisis semantik selanjutnya, dan sejalan dengan Tampubolon (1979, 1988 a, 1988 b), kita dapat membedakan adanya dua belas tipe verba dasar dalam bahasa Indonesia. Kedua belas tipe dasar itu adalah:

(7)

a. Tipe I adalah verba yang secara semantik menyatakan tindakan, perbuatan, atau aksi. Tampubolon (dalam Chaer, 1994: 155) menyebutnya kata kerja aksi, tetapi di sini disebut verba tindakan. Pelaku verba ini adalah sebuah maujud berupa sebuah nomina yang bercirikan makna bernyawa dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebutkan oleh verba tersebut. Misalnya, kata makan dan baca pada kalimat ketika kami makan dia cuma baca koran saja. Contoh lain adalah mohon, jemput, mundur, usir, dan setor.

Secara semantik verba tipe I ini pun sebenarnya dapat dibedakan lagi menjadi verba tindakan yang (1) pelakunya manusia, (2) pelakunya adalah manusia dan yang bukan manusia, dan (3) pelakunya bukan manusia. Leksem baca dan tulis adalah verba tindakan yang termasuk kelompok pelakunya manusia; makan dan minum adalah verba tindakan yang termasuk kelompok pelakunya manusia dan bukan manusia; sedangkan pagut dan patuk adalah verba tindakan yang pelakunya bukan manusia. Sebagai contoh perhatikan kalimat-kalimat berikut yang tidak terterima karena pelakunya secara semantis tidak cocok.

* Kucing itu membaca komik. * Kakak memagut kaki ibu.

b. Tipe II adalah verba yang menyatakan tindakan dan pengalaman. Pelaku verba ini adalah sebuah maujud berupa nomina berciri makna bernyawa dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebut oleh verba tersebut serta sekaligus dapat pula sebagai maujud yang mengalami (secara kognitif, emosional, atau sensasional)

(8)

tindakan yang dinyatakan oleh verba tersebut. Misalnya, leksem (me) naksir dan (men) jawab pada kalimat berikut:

(11) Dia menaksir harga mobil bekas itu.

(12) Beliau menjawab pertanyaan para wartawan.

Pada kalimat (8) dia adalah maujud yang melakukan tindakan itu dan juga sekaligus mengalaminya. Hal yang sama terjadi pula pada kalimat (9), beliau adalah pelaku dan yang mengalami tindakan itu.

Maujud yang melakukan tindakan dan yang mengalami tidak harus selalu berupa maujud yang sama, melainkan dapat berupa dua maujud yang berbeda. Perhatikan contoh berikut!

(13) Pak lurah tanya persoalan itu kepada kami.

Dalam kalimat (10) Pak lurah adalah pelaku, sedangkan yang mengalaminya adalah kami. Contoh lain verba tipe II ini adalah bilang, bicara, bujuk, ancam, dan kenal.

c. Tipe III adalah verba yang menyatakan tindakan dan pemilikan (benafaktif). Pelaku verba ini adalah maujud berupa nomina berciri makna bernyawa dan bertindak sebagai penggerak tindakan yang disebutkan oleh verba tersebut, sedangkan pemilik (bisa juga ketidakpemilikan) juga berupa nomina berciri makna bernyawa. Misalnya, kata beli dan bantu dalam kalimat berikut:

(14) Dika beli mobil dari Pak Fuad. (15) Pemerintah bantu para petani.

(9)

Dalam kedua kalimat itu Dika dan pemerintah adalah pelaku, sedangkan Pak Fuad dan para petani adalah pemiliknya (Pak Fuad adalah yang tidak memiliki lagi dan para petani yang memperoleh pemilikan itu). Acapkali pemilik tidak direalisasikan dalam suatu kalimat. Misalnya pada kalimat berikut.

(16) Dika beli mobil baru.

Contoh lain adalah minta, beri, pinjam, sewa, terima, dan bayar.

d. Tipe IV adalah verba yang menyatakan tindakan dan lokasi (tempat). Artinya tindakan yang dinyatakan oleh verba itu sekaligus “menyarankan” adanya lokasi (baik tempat asal, tempat berada, maupun tempat tujuan). Pelaku tindakan berupa nomina berciri makna bernyawa yang dapat mengalami tindakan itu sendiri maupun tidak sedangkan lokasi berupa frase preposisional. Misalnya, kata pergi pada kalimat berikut.

(17) Nita pergi ke pasar.

Meskipun kehadiran frase ke pasar pada kalimat tersebut opsional, tetapi verba pergi itu sendiri jelas menyarankan keharusan hadirnya frase tersebut. Contoh lain adalah kembali, datang, masuk, pulang, terjun, lari, pindah, dan taruh.

e. Tipe V adalah verba yang menyatakan proses. Subjek dalam kalimat ini berupa nomina umum yang mengalami proses perubahan keadaan atau kondisi. Misalnya, kata layu dan pecah pada kalimat berikut:

(18) Daun tembakau itu layu. (19) Kaca jendela rumah itu pecah.

(10)

Layu dan pecah pada kedua kalimat itu termasuk verba proses sebab, seperti sudah disebutkan di muka, dapat menjadi jawaban dari pertanyaan “Apa yang terjadi pada subjek?”. Contoh lain adalah longsor, jadi, bangkit, bubar, dan habis.

Ada tiga persoalan mengenai verba tipe V ini (dan juga verba proses lainnya, tipe VI, tipe VII, dan tipe VIII). Ketiga persoalan itu adalah:

1) Proses perubahan yang terjadi pada suatu maujud dapat berlangsung dalam waktu singkat, tetapi dapat juga dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, ada verba proses yang dapat diberi keterangan”sedang” seperti pada sedang tumbuh, sedang terbit, dan sedang turun, tetapi ada pula yang tidak dapat diberi keterangan “sedang” seperti *sedang pecah, *sedang hancur, dan * sedang luka.

2) Sebenarnya suatu proses atau perubahan bukan hanya terjadi pada verba proses saja, tetapi ternyata juga pada verba tindakan, sebab suatu tindakan akan menyebabkan terjadinya suatu proses. Oleh karena itu, perlu dipertanyakan: apa bedanya verba proses dengan verba tindakan itu? Pada verba proses subjek mengalami perubahan sesuai dengan pertanyaan “Apa yang terjadi pada subjek?”; sedangkan pada verba tindakan subjek itu melakukan suatu aksi, suatu tindakan, atau suatu perubahan, sesuai dengan pertanyaan “Apa yang dilakukan subjek?”

3) Seringkali kita juga sukar untuk membedakan verba proses dengan verba keadaan (verba tipe IX, X, XI, XII). Misalnya verba layu pada kalimat di atas, jika diuji dengan pertanyaan “Apa yang terjadi pada subjek?” maka

(11)

jawabannya adalah subjek itu layu. Jadi, jelas layu di situ adalah verba proses, tetapi kalau diuji dengan pertanyaan “Bagaimana keadaan subjek?” maka jawabannya adalah subjek itu layu. Jelas, di sini layu adalah verba keadaan

f. Tipe VI adalah verba yang menyatakan proses-pengalaman. Subjek dalam kalimat ini berupa nomina bernyawa yang mengalami suatu proses perubahan yang dinyatakan oleh verba tersebut. Misalnya, kata bosan dan cemas pada kalimat itu:

(20) Rupanya kamu sudah bosan padaku. (21) Ibu cemas akan keselamatan anak-anak itu.

Pada kedua kalimat di atas bosan dan cemas adalah verba proses pengalaman sedangkan kau dan ibu adalah maujud yang mengalami proses itu. Contoh lain adalah bimbang, waswas, ingat, sadar, tahan, harap, ragu, sangsi, maklum, dan kagum. g. Tipe VII adalah verba yang menyatakan proses pemilikan. Subjek dalam kalimat yang menggunakan verba tipe VII ini berupa nomina yang mengalami suatu proses atau kejadian memperoleh atau kehilangan (kerugian). Misalnya, kata menang dan kalah pada kalimat berikut:

(22) PSSI menang 2-0 atas Singapura. (23) Dia kalah 2 juta rupiah.

Menang dan kalah adalah verba proses benafaktif sedangkan PSSI dan dia adalah maujud yang mengalami peristiwa yang dinyatakan oleh verba tersebut. Contoh lain adalah dapat dan berlaba.

(12)

h. Tipe VIII adalah verba yang menyatakan proses-lokasi. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang mengalami suatu proses perubahan tempat (lokasi). Misalnya, kata tiba dan terbit pada kalimat berikut:

(24) Pesawat itu baru tiba dari Surabaya. (25) Matahari terbit di ufuk timur.

Tiba dan terbit pada kalimat tersebut adalah verba proses lokatif sedangkan kata pesawat dan matahari adalah maujud yang mengalami proses perubahan lokasi itu. Contoh lain adalah timbul, terbenam, tenggelam, muncul, jatuh, hanyut, turun, dan naik.

i. Tipe IX adalah verba yang menyatakan keadaan. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina umum yang berada dalam keadaan atau kondisi yang dinyatkan oleh verba tersebut. Misalnya, kata cerah dan kering pada kalimat berikut:

(26) Wajah mereka selalu cerah. (27) Sawah-sawah di situ mulai kering.

Cerah dan kering pada kedua kalimat di atas adalah verba keadaan sedangkan kata wajah mereka dan sawah-sawah adalah maujud yang berada dalam keadaan itu.

Kadang-kadang memang agak sulit untuk membedakan verba keadaan dengan kategori adjektifa. Oleh karena itu, banyak orang yang menyatukan kedua kategori ini ke dalam kelas yang sama. Namun, ada juga yang dapat membedakan antara keduanya dengan mengajukan alat uji berupa: kalau adjektifa dapat diimbuhkan prefiks ter- sedangkan verba keadaan tidak dapat (Moehono 1998, dalam Chaer,

(13)

1994: 160). Keterandalan alat uji ini pun masih perlu dipersoalkan sebab kalau prefiks ter- berfungsi dan bernosi sama dengan leksem paling, maka contoh yang diberikan tersuka hingga saat ini belum terterima, tetapi bentuk paling suka bisa diterima.

Contoh lain adalah rusak, lekas, diam, gemetar, sengsara, setia.

j. Tipe X adalah verba yang menyatakan keadaan pengalaman. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang berada dalam keadaan kognisi, emosi, atau sensasi. Misalnya, kata takut dan tahu pada kalimat berikut:

(28) Dia memang takut kepada orang itu. (29) Kami tahu hidup di kota memang sukar.

Takut dan tahu pada kalimat di atas adalah verba keadaan pengalaman. Pada kalimat pertama subjek dia yang mengalami keadaan yang disebutkan oleh predikat takut sedangkan pada kalimat kedua kami adalah subjek yang mengalami keadaan itu. Contoh lain adalah gugup, iri, jengkel, malu, berani, mual, dan setuju.

k. Tipe XI adalah verba yang menyatakan keadaan-pemilikan. Subjek dalam kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang menyatakan memiliki, memperoleh, atau kehilangan sesuatu. Misalnya, kata punya pada kalimat berikut.

(30) Ia sudah punya istri. (31) Dia ada uang lima juta.

Punya dan ada pada kedua kalimat di atas adalah verba keadaan pemilikan sedangkan ia dan dia adalah subjek yang berada dalam keadaan memiliki. Menurut Tampubolon (1979, dalam Chaer, 1994: 161) verba dasar yang menyatakan keadaan

(14)

pemilikan hanya kedua kata itu saja, tetapi yang bukan verba dasar cukup banyak seperti berhasil, kehilangan, beruntung, berwarna, memiliki, memperoleh, dan bertubuh.

l. Tipe XII adalah verba yang menyatakan keadaan-lokasi. Subjek pada kalimat yang menggunakan tipe ini berupa nomina yang berada dalam suatu tempat atau lokasi. Misalnya, kata diam dan hadir dalam kalimat berikut:

(32) Petani itu diam di gubuk itu. (33) Pak Menteri hadir di sana.

Diam dan hadir adalah verba yang menyatakan keadaan lokatif. Petani itu dan Pak Menteri adalah subjek yang berada di tempat yang disebutkan pada unsur keterangan. Verba dasar tipe ini memang jarang, tetapi verba yang bukan dasar cukup banyak seperti mengalir, berganti, berhenti, berserakan, bermimpi, dan menanjak.

Keseluruhan tipe kategori verba di atas digunakan untuk menganalisis kalimat-kalimat yang tertulis dalam kolom Singkat Ekonomi harian Analisa.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai verba tidaklah baru pertama kali ini dilakukan, melainkan sudah ada penelitian terdahulu tentang masalah tersebut. Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Junita (2008) dengan skripsinya yang berjudul Peran Semantis Verba Bahasa Batak Toba. Ia mengemukakan peran semantis verba berdasarkan pendapat Foley dan Van Valin, yaitu label pelaku (actor) dan penderita (undergoer) untuk menerangkan relasi semantis antara predikat dan argumennya. Peran-peran tersebut sangat

(15)

bergantung pada klasifikasi verba secara semantik. Ia menyimpulkan bahwa verba keadaan dalam bahasa Batak Toba memiliki peran pelaku sebagai lokatif, penderita sebagai tema, pemengaruh kecuali verba persepsi sengaja memiliki peran pelaku sebagai agen dan penderitanya sebagai tema. Verba proses hanya memiliki peran penderita yang berperan sebagai pasien. Verba tindakan memiliki peran pelakunya sebagai agen, pemengaruh dan penderitanya sebagai lokatif, tema, dan pasien.

Herwanto (2009) dengan skripsinya yang berjudul Kategori Verba pada Tajuk Rencana Harian Analisa. Ia mengemukakan kategori verba berdasarkan pendapat Chaer, yaitu dua belas tipe verba yang mencakup verba tindakan, verba proses, dan verba keadaan. Ia menyimpulkan bahwa kategori verba pada harian Analisa ada dua belas dan dari data yang dikumpulkan dapat diketahui bahwa tipe yang paling banyak muncul adalah tipe XI sedangkan tipe yang paling sedikit muncul adalah tipe I.

Angkat (1996) dengan skripsinya yang berjudul Sistem Kata Kerja Bahasa Pakpak memaparkan ciri-ciri, bentuk, pembagian, dan makna kata kerja bahasa Pakpak serta proses morfofonemiknya.

Saripah (2010) dengan skripsinya yang berjudul Verba Majemuk dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy. Ia mengemukakan jenis verba majemuk berdasarkan pendapat Alwi, yaitu verba majemuk dasar, verba majemuk berafiks, dan verba majemuk berulang. Dalam skripsinya dibahas mengenai jenis dan proses pembentukan verba majemuk serta persentase frekuensi penggunaan tiap jenis verba majemuk dalam novel Ketika Cinta Bertasbih. Ia meyimpulkan bahwa verba majemuk yang paling sering muncul ada dua jenis, yaitu verba majemuk

(16)

dasar yang komponen pertama berupa verba dan komponen kedua berupa nomina, dan verba majemuk bebas. Verba majemuk yang paling jarang muncul juga ada dua jenis, yaitu verba majemuk dasar yang komponen pertama berupa adjektifa dan komponen kedua berupa verba, dan verba majemuk dengan morfem unik.

Berdasarkan uraian di atas, sejauh pengamatan peneliti sampai saat ini belum ada ahli bahasa yang membahas kategori verba pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa. Hasil penelitian sebelumnya, baik mengenai verba, verba majemuk, peran semantis verba maupun penelitian pemakaian bahasa pada surat kabar dapat menjadi informasi dan acuan bagi peneliti saat ini dalam meneliti kategori verba pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa. Penelitian-penelitian di atas berbeda dengan penelitian kali ini. Penelitian kategori verba sebelumnya hanya mendeskripsikan verba menjadi dua belas tipe dasar sedangkan penelitian ini selain mendeskripsikan verba, juga mendeskripsikan seberapa tinggi persentase frekuensi penggunaan tiap kategori verba yang terdapat pada kolom Singkat Ekonomi harian Analisa.

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayahNya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul "Upaya

Bagaimana solidaritas sosial antar anggota dalam kelompok Ikatan Keluarga.. Sopir

Setiap orang yang menghancurkan, merusak, membuat tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan barang yang digunakan untuk meyakinkan atau dijadikan bukti bagi pejabat

byggherre til å ikke bli benyttet til annet enn verifikasjon. Denne 'tvangen' er konkurranserelatert, ettersom det alltid finnes noen brannrådgivere som er villig til å

Kebijakan puritanisme oleh sultan Aurangzeb dan pengislaman orang-orang Hindu secara paksa demi menjadikan tanah India sebagai negara Islam, dengan menyerang berbagai praktek

Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya melalui Bidang Permukiman berupaya untuk selalu mereview dan memperbaharui status dari Database infrastruktur,

*$lusi dari permasalahan yang terakhir yaitu dengan )ara mengadakan kegiatan umat bersih. "al ini bertujuan agar mush$la disini kembali terawat dan dapat dimanfaatkan