• Tidak ada hasil yang ditemukan

99 Ibid

100 Ibid

Berdasarkan nilai-nilai dasar yang dipahami dari al-Qur’an dan sunnah Nabi, Nurcholish Madjid menyebut dua belas karakter dasar nilai-nilai kemanusiaan, yang menjadi pijakan teologis dan mewarnai keseluruhan pandangannya tentang HAM. Yaitu:

1. Manusia terikat perjanjian primordial, manusia secara primordial mengakui Allah sebagai pusat orientasinya. Menurutnya perjanjian primordial terjadi ketika manusia masih berwujud rohani, jauh di alam azali, sebelum kita berbentuk jasmani lahir di dunia.101

2. Manusia Terlahir dalam Kesucian Asal, artinya manusia lahir dalam naluri dan potensi yang suci (fitrah), dan manusia akan selalu berada dalam kesucian, kebaikan, hidup lurus bila lingkungannya tidak mengotori kefitrahannya.102

3. Manusia memiliki hati nurani, menurutnya kesucian manusia bersumber dari hati nurani manusia sendiri.

4. Manusia diciptakan sebagai makhluk lemah, manusia memiliki potensi untuk berbuat salah, karena ia mudah tergoda oleh hal-hal menarik dan bersifat kesenangan sesaat dan jangka pendek.

5. Manusia dibekali akal-pikiran dan agama, manusia secara taken for granted diberi kemampuan berpikir secara logis dan dilengkapi dengan potensi untuk mengenal nilai-nilai kebenaran (agama)`

101 Nurcholish Madjid, Islam, Agama Kemanusiaan, Jakarta: Paramadina, 1995, hlm. 192

102 Ibid, hlm. 193.

6. Manusia merupakan makhluk puncak ciptaan Tuhan, manusia diciptakan sebaik-baiknya makhluk. Menurutnya, man created founding image of God..

7. Setiap manusia merupakan makhluk berharga, seharga kemanusiaan universal, setiap pribadi manusia adalah berharga, seharga kemanusiaan sejagad. Karena itu, barang siapa merugikan seorang pribadi, ia bagaikan merugikan seluruh umat manusia, dan barang siapa berbuat baik kepada seseorang, maka ia bagaikan berbuat baik kepada seluruh manusia.103

8. Pandangan kemanusiaan yang optimistik, jika fitrah manusia untuk mencari dan memihak kepada yang baik dan benar, maka pandangan kepada sesama manusia pada prinsipnya harus serba optimis dan positif.

9. Manusia adalah makhluk etis dan moral, manusia adalah sebagai makhluk etis dan moral yakni bahwa tindakan dan perbuatan manusia tidak pernah lepas dari tanggung jawab dan konsekuensi moral, dari setiap perbuatan manusia terhadap orang lain akan dituntut pertanggung jawaban atas positif-negatifnya, maslahat-mudharatnya, semua itu harus dipertanggung jawabkan baik di dunia maupun kelak di akhirat.

10. Manusia mesti mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di pengadilan akhirat secara pribadi, menurutnya kalau

103 Ibid

pertanggungjawaban di dunia bisa dihindari dan direkayasa, tidak demikian halnya dengan pertanggungjawaban hari akhirat. Selain itu, pertanggungjawaban kepada Tuhan di akhirat bersifat sangat pribadi.

11. Manusia merupakan makhluk yang dimuliakan, dilindungi, dan ditanggung oleh Allah di daratan dan di lautan, Tuhan yang menciptakan manusia saja begitu memuliakannya, oleh karena itu, manusia tidak boleh menginjak dan melanggar harkat dan martabat sesamanya.

12. Manusia harus berbuat baik terhadap sesamanya. Salah satu implementasi dari makna kebaikan terhadap sesamanya adalah memenuhi kewajiban seorang pribadi terhadap pribadi lain. Hal ini berarti manusia tidak diperbolehkan untuk berbuat jahat terhadap sesama termasuk melakukan tindakan korupsi

Bila seseorang memahami karakteristik itu, ia akan memiliki kesadaran dan penghormatan kepada penegakan nilai-nilai HAM, sebab pelanggaran dan pengabaian niai-nilai kemuliaan kemanusiaan itu dikarenakan oleh minim atau bahkan kosongnya wawasan itu dalam diri seseorang.

Dalam kaitannya dengan HAM, Nurcholish Madjid mengatakan:

“Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dalam inti ajarannya sendiri. Namun, selain hak-hak yang diberikan juga

terdapat kewajiban sebagai manusia untuk berbuat baik, berguna, bermanfaat dan membawa kemaslahatan kepada sesamanya. Salah satu kata kunci semangat universalisme nilai-nilai HAM dalam pandangan Nurcholish Madjid adalah “Kebaikan kepada seorang pribadi senilai kebaikan kepada manusia sejagad. Begitupun sebaliknya.”. Melakukan korupsi sama saja dengan tidak memenuhi kewajiban sebagai manusia.

Bagi Nurcholish Madjid semua agama mengajarkan tanggung jawab.

Agama Islam, mengajarkan dengan kuat sekali tanggung jawab pribadi di hadapan pengadilan Tuhan di hari kemudian. Selanjutnya, tanggung jawab pribadi itu membawa akibat adanya tanggung jawab sosial, karena setiap perbuatan pribadi yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, tidak bisa tidak, adalah perbuatan yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan sesama manusia.

Korupsi di Indonesia bukan hanya berskala merusak sendi-sendi perekonomian nasional dan masyarakat, tetapi sudah merubah sendi-sendi moral dan etika prinsip pemerintahan yang baik. Uang negara yang dikorup pada hakikatnya secara tidak langsung terdapat hak masyarakat sebagai rakyat di suatu negara. Korupsi berarti merampok hak rakyat, karena itu ada pelanggaran HAM. Sehingga bila terjadi korupsi maka terjadi pelanggaran HAM. Akibat korupsi, hak-hak rakyat tidak dapat terpenuhi. Misalnya hak mendapatkan pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya. Meluasnya kejahatan korupsi merupakan pelanggaran hak masyarakat secara meluas pula. Negara akan hancur dan tidak berwibawa bila aparaturnya tidak amanah

lagi. Perekonomian rakyat akan terganggu dan keuangan negara sangat terkuras oleh para koruptor sehingga mengganggu kelangsungan dan pembangunan negara.

Pada tataran internasional korupsi tergolong tindak pidana yang bersifat serious crime. Korupsi dapat menyebabkan kemiskinan dan ketidaksejahteraan, penyebab buruknya pelayanan publik termasuk pendidikan,kesehatan, dan penyebab naiknya harga kebutuhan pokok, dan dapat merendahkan martabat bangsa, serta merusak moral bangsa. Dampak ini dirasakan oleh seluruh bangsa di dunia, sehingga masyarakat dunia bersepakat untuk menyatakan korupsi musuh bersama dan menempatkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang memerlukan penindakan luar biasa pula. Bahkan korupsi di Indonesia bersifat super extra ordinary crime.

Indikator sifat tersebut adalah ketidakjeraan dalam melakukan korupsi.

Korupsi selalu ada dan berulang terjadi meskipun beberapa pelaku telah dipidana, seolah-olah korupsi tidak disadari sebagai sesuatu yang membahayakan masyarakat.

Oleh karena itu, penjatuhan pidana harus memadai dan relevan antara kesalahan pelaku dan akibat dari tindak pidana korupsi. Penjatuhan pidana tambahan pencabutan hak politik bagi pelaku korupsi diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan menjerakan terpidana, namun agar tidak bertentangan dengan HAM harus dilaksanakan sesuai dengan syarat yang diatur dalam undang-undang.

HAM berakar dari pribadi manusia karena kemanusiaannya, jika dicabut maka hilang juga sifat kemanusiaannya. Namun,dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia yaitu UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (selanjutnya disebut UU HAM), dalam Pasal 73 UU HAM menyatakan HAM dapat dibatasi berdasarkan undang-undang, untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, kepentingan umum, dan kepentingan bangsa

Demikian pula dalam ketentuan ICCPR disebutkan negara pihak ICCPR diperbolehkan mengurangi atau mengadakan penyimpangan atas kewajiban dalam memenuhi HAM. Penyimpangan tersebut dilakukan jika sebanding dengan ancaman yang mengganggu keamanan nasional atau situasi darurat yang dihadapi. Hal tersebut dilakukan demi menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum,dan moralitas, serta menghormati hak kebebasan orang lain.

Dalam Pasal 32 ayat (1) KUHP menyebutkan hak-hak terpidana dapat dicabut dengan putusan hakim. Penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak ini harus ada pembatasan jangka waktunya. Penegasan ini diatus dalam Pasal 38 KUHP.

Berdasarkan beberapa Undang-undang tersebut di atas, pada dasarnya hak asasi manusia dapat dibatasi berdasarkan undang-undang, namun dalam pembatasan tersebut harus secara tegas disebutkan secara limitatif waktu pencabutannya agar tidak terjadi pelanggaran terhadap HAM pihak terpidana.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa bagi Nurcholish Madjid HAM tidak bersifat mutlak. Hak dapat dibatasi demi kepentingan umum atau untuk melindungi hak-hak pribadi yang lain. Antara hak-hak pribadi dan kewajiban harus seimbang. Hal ini mengisyaratkan bahwa pencabutan hak politik menurut Nurcholish Madjid tidak melanggar HAM asal pencabutan tersebut dilakukan berdasarkan Undang-undang yang berlaku dan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Untuk dapat menghasilkan pemidanaan yang ideal, hakim harus profesional. Berdasarkan keprofesionalan hakim tersebut, maka dalam menjatuhkan pidana pencabutan hak politik atau hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang merupakan pidana tambahan dalam tindak pidana korupsi, hakim dapat menilai layak dan tidaknya pidana tersebut dijatuhkan.

Pertimbangan aspek kepentingan negara dan masyarakat harus diutamakan selain pertimbangan konsep tujuan pemidanaan,dan keselarasan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Penerapan pidana tambahan ini kepada pelaku korupsi sebagai penyelanggara negara untuk melindungi kepentingan masyarakat agar tidak mendapatkan pemimpin yang korup maupun pemimpin yang didukung oleh konstituen yang korup. Di masa mendatang diharapkan pemimpin yang korup tidak akan dipilih dan tidak berhak memilih. Sehingga penjatuhan pidana ini mengembalikan situasi yang rusak akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku yang tetap menitikberatkan terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan korban, serta masyarakat.

Dokumen terkait