• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENCABUTAN HAK POLITIK TERPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT HUKUM HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA DAN NURCHOLISH MADJID

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III PENCABUTAN HAK POLITIK TERPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT HUKUM HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA DAN NURCHOLISH MADJID"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PENCABUTAN HAK POLITIK TERPIDANA TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT HUKUM HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

DAN NURCHOLISH MADJID

A. Pencabutan Hak Politik Terpidana Tindak Pidana Korupsi Perspektif HAM di Indonesia

A.1. Pencabutan Hak Politik Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia di Indonesia

Salah satu wujud pelaksanaan HAM di bidang politik adalah pemilihan umum (Pemilu). Pemilu merupakan salah satu sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagaimana dianut oleh Indonesia sebagai negara demokrasi. Disebabkan Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi yang berdasarkan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, maka tidak dapat mengabaikan keikutsertaan rakyat didalam menentukan para pemimpinnya atau para pengelola pemerintahan. Salah satunya adalah dengan melaksanakan pemilu.

Hak untuk memilih dan dipilih (selanjutnya disebut hak politik). Hak

politik diatur secara internasional dalam Universal Declaration of Human

Rights (UDHR) dan International Covenant on Civil and Political Rights

(ICCPR). Sedangkan secara nasional diatur dalam Undang-undang Dasar

1945, Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(selanjutnya disebut UU HAM) pasal 48.

(2)

Pasal 25 huruf b ICCPR menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum berkala yang murni, dengan hak pilih yang universal dan sama, serta dilakukan melalui pemungutan suara secara rahasia untuk menjamin kebebasan menyatakan keinginan dari para pemilih. Pasal 25 huruf b ICCPR ini juga memiliki kemiripan dengan pasal 21 ayat (3) UDHR, akan tetapi pasal 25 huruf b ICCPR lebih spesifik untuk melindungi hak pilih aktif dan pasif masyarakat dalam suatu pemilihan umum yang murni, bebas, dan terjamin kerahasiaannya. Indonesia telah meratifikasi ICCPR dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan ICCPR, sehingga Undang-undang ini dapat dijadikan dasar hukum.

Pasal 73 UU HAM menyatakan bahwa hak-hak dan kebebasan yang diatur di dalam UU HAM ini dapat dibatasi oleh dan berdasarkan Undang- Undang, dimana hal ini semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan hak asasi manusia dan kebebasan manusia, kesusilaan, ketertiban umum dan kepentingan bangsa. Hak pilih aktif dan pasif yang termasuk dalam salah satu jenis hak-hak politik warga negara yang dapat diartikan sebagai segala sesuatu hal yang menyangkut politik yang dapat dituntut oleh warga negara kepada negara yang berkewajiban untuk memenuhinya.

Tidak ada satu orang pun atau golongan yang tidak memiliki hak

untuk memilih atau dipilih. Larangan turut serta menggunakan hak pilihnya

dalam pemilihan umum hanyalah bagi mereka yang mendapat hukuman

(3)

pidana. Beberapa kalangan yang kontra atau yang tidak setuju terhadap dijatuhkannya pencabutan hak pilih aktif dan pasif terhadap terpidana korupsi, bagi mereka pencabutan hak pilih aktif dan pasif adalah pelanggaran HAM atau lebih khususnya hak warga negara Indonesia yang telah diatur secara konstitusional. Hal itu masih dapat terbantahkan, sebab setiap hukuman atau pemidanaan pada dasarnya adalah pelanggaran HAM, tetapi pelanggarannya diperbolehkan, sepanjang berdasarkan Undang-undang.

Pencabutan hak sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 18 ayat (1) huruf d UU Tipikor, kata “tertentu” memiliki makna bahwa pencabutan tidak dapat dilakukan terhadap seluruh hak, jadi hanya hak-hak tertentu saja yang boleh dicabut.

Hal demikian juga berlaku dalam hukuman pidana tambahan berupa

pencabutan hak pilih aktif dan pasif, yang dibenarkan berdasarkan KUHP

Pasal 10 huruf b angka 1, Pasal 35, dan Pasal 38. Termasuk dalam konteks

perbuatan tindak pidana korupsi juga dibenarkan adanya hukuman

pencabutan hak politik. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Kesimpulannya adalah bahwa pencabutan hak politik bagi koruptor

tidak melanggar hak asasi manusia karena termasuk dalam kategori

derogable rights atau hak yang bisa dilanggar penegak hukum, dalam hal ini

hakim yang memutuskan, dalam rangka penegakan hukum dan rasa keadilan

masyarakat. Hukuman pidana tambahan lebih dimaksudkan untuk mencegah

(4)

terpidana menyalahgunkan hak tersebut, agar kejahatan serupa tidak terulang kembali dan merupakan upaya preventif.

A. 2. Pembatasan Hak Politik Dalam Perundang-Undangan di Indonesia

Pembatasan terhadap HAM hanya dapat dilakukan oleh hukum, tetapi HAM yang boleh dibatasi hanya pada Konvenan Sipil dan Politik khususnya pada pasal 19 ICCPR (kebebasan menyatakan pendapat), pasal 21 ICCPR (hak berkumpul secara damai), pasal 22 ICCPR (kebebasan berserikat) dan pasal 25 ICCPR (ikut serta dalam pelaksanaan pemerintahan dan hak memilih dan dipilih). Pembatasan hak harus sesuai dengan Undang-undang nasional dan dalam masyarakat yang diperlukan demi kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum, pelindungan terhadap kesehatan dan kesusilaan umum atau perlindungan terhadap hak-hak dan kebebasan orang lain. Pembatasan atau pengesampingan hak-hak konstitusional warga negara berdasarkan landasan konstitusional pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 serta pasal 70 UU HAM yang bunyinya serupa, berbunyi sebagai berikut:

“Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib

tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-undang

dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta

penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk

memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,

(5)

nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”

Pengesampingan atau pembatasan hak-hak asasi manusia berdasarkan pertimbangan utilitarianistik

58

yang sama, hanya dapat dibenarkan sejauh hal itu sungguh-sungguh diperlukan untuk memungkinkan norma yang dipilih itu didahulukan, yakni kepentingan umum dapat terwujud. Jadi, pengesampingan atau pembatasan hak-hak asasi manusia yang telah diakui secara konstitusional atau yang pasti dijamin oleh konstitusi, hanya dapat dilakukan dengan pembatasan secara sangat terbatas, jelas dan tegas, baik dari segi waktu maupun dari segi cara pelaksanannya. Pembatasan atau pengesampingan hak tersebut harus dirumuskan dan diatur di dalam perundang-undangan. Berikut adalah pembatasan hak pilih pasif mantan narapidana menurut jabatan terpidana Tipikor:

1. Pembatasan mantan narapidana dalam jabatan dengan pemilihan (elected official)

Jabatan yang dipilih atau elected official merupakan jabatan publik yang memerlukan partisipasi dan dukungan dari rakyat dan yang tata cara pengisian jabatan tersebut secara langsung atau tidak langsung dilakukan oleh rakyat. Wujud nyata dari kedaulatan rakyat diantaranya

58 Utilitarianisme adalah suatu teori dari segi etika normatif yang menyatakan bahwa suatu tindakan yang patut adalah yang memaksimalkan kebahagiaan dan mengurangi penderitaan.

Utilitarianisme sebagai teori sistematis pertama kali dipaparkan oleh Jeremy Bentham.

Utilitarianisme merupakan suatu paham etis yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan sebagaimana yang dimuat dalam buku Kamus Filsafat karya Loen Bagus halaman 1144.

(6)

adalah dalam pelaksanaan pemilihan umum baik untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat yang dilaksanakan menurut undang-undang. Berikut adalah pembatasan-pembatasan hak yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia:

a. Pasal 5 huruf n UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pasal ini mengenai pembatasan mantan narapidana untuk menduduki jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

b. Pasal 58 huruf f UU Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur mengenai persyaratan calon kepala daerah. Pasal ini mengatur mengenai larangan bagi mantan narapidana untuk mencalonkan sebagai kepala daerah.

c. Pasal 50 huruf g UU nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatu bahwa mantan narapidana dilarang ikut serta dalam pemilihan dan menduduki jabatan DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota.

Ketiga pasal diatas berbunyi sebagai berikut:

“...tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena

melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5

(lima) tahun atau lebih.”

(7)

2. Pembatasan Mantan Narapidana Dalam Jabatan Dengan Pengangkatan atau Penunjukkan (appointed official)

Jabatan dengan pengangkatan atau penunjukkan (appointed official) merupakan jabatan yang pemilihannya dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk memilih atau menunjuk, misalnya jabatan calon Hakim Agung Mahkamah Agung yang dipilih oleh para Hakim Agung dan para menteri yang dipilih oleh Presiden. Berikut pembatasan hak yang diatur dalam perundang-undangan di Indonesia:

a) Pasal 7 huruf b angka 4 UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung RI yang berbunyi sebagai berikut:

“...tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.”

b) Pasal 26 huruf i UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial yang berbunyi sebagai berikut:

“tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana kejahatan:...”

c) Pasal 21 huruf g UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang berbunyi sebagai berikut:

“Untuk dapat diangkat sebagai kepala atau wakil kepala

PPATK, calon yang bersangkutan harus memenuhi syarat

sebagai berikut:...

(8)

g. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara.”

d) Pasal 13 UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksaan Keuangan yang berbunyi sebagai berikut:

“untuk dapat dipilih sebagai BPK, calon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:...

g. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih”

e) Pasal 22 ayat (2) huruf f UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang berbunyi sebagai berikut”

“untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan:...

f. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana

penjara 5 (lima) tahun atau lebih”

(9)

A. 3. Urgensi Penerapan Pidana Pencabutan Hak Politik Bagi Terpidana Tindak Pidana Korupsi

Dalam konsep pemidanaan secara umum penjatuhan pidana memiliki tujuan untuk mencapai keadilan, kemanfaatan, dan kepastian, baik bagi pelaku maupun korban serta masyarakat.

Penjatuhan pidana merupakan kewenangan dari hakim. Hakim mengimplementasikannya dengan mendasarkan pada jenis pidana yang secara tegas diatur dalam Pasal 10 KUHP. Menurut Pasal 10 KUHP menyatakan jenis pidana: Pidana Pokok, yaitu: pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana denda; Pidana tambahan, yaitu: pencabutan hak tertentu, perampasan barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Pasal 35 ayat (1) KUHP menyebutkan hak-hak terpidana yang dapat dicabut dengan putusan hakim meliputi:

1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu;

2. Hak memasuki angkatan perang;

3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum;

4. Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anaknya sendiri;

5. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri; dan

6. Hak menjalankan mata pencaharian tertentu.

(10)

Penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak ini harus ada pembatasan jangka waktunya. Penegasan ini diatur dalam Pasal 38 KUHP yang menyebutkan:

a. Apabila hakim menjatuhkan pidana mati atau penjara seumur hidup, lamanya pencabutan seumur hidup;

b. Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan hak paling sedikit 2 tahun dan paling banyak 5 tahun lebih lama dari pidana pokoknya;

c. Apabila hakim menjatuhkan pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan paling banyak 5 tahun. 4. Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dijalankan.

HAM berakar dari pribadi manusia karena kemanusiaannya, jika dicabut maka hilang juga sifat kemanusiaannya. Namun dalam ketentuan perundangan Indonesia yaitu Pasal 73 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan HAM dapat dibatasi berdasarkan Undang- undang, untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, kepentingan umum, dan kepentingan bangsa.

Dalam perkembangannya HAM merupakan bagian dari hukum alam

(natural rights). Hak ini menekankan pada kebebasan individu yang

mencakup antara lain hak menyatakan pendapat, dan hak secara bebas

mendirikan atau memasuki organisasi yang diinginkan. Hak ini merupakan

(11)

bagian utama dari penegakan demokrasi. Hak politik pada hakikatnya dimaksud untuk melindungi individu dari penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak penguasa.

59

B. Pencabutan Hak Politik Terpidana Tindak Pidana Korupsi Perspektif Nurcholish Madjid

B. 1. Biografi

Nurcholish Madjid atau yang biasa dipanggil Cak Nur

60

lahir di Jombang, Jawa Timur, 17 Maret 1939,

61

bertepatan dengan tanggal 26 Muharram 1358 H. Nurcholish Madjid adalah putra dari seorang petani Jombang yang bernama H. Abdul Madjid. Abdul Madjid adalah seorang ayah yang rajin dan ulet dalam mendidik putranya dia adalah seorang figur ayah yang alim. Dia merupakan Kyai alim alumni pesantren Tebuireng, Jombang dan termasuk dalam keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU), yang secara personal memiliki hubungan khusus dengan K.H. Hasyim Asy’ari, salah seorang founding father Nahdlatul Ulama. Selain itu, Ayah Nurcholish Madjid aktif di organisasi Islam tradisional NU, dan partai politik yang di bawah pengaruh modernisme Islam saat itu,yaitu Masyumi. Ketika NU berpisah secara politis dengan Masyumi tahun 1952, ia tetap berada di Masyumi. H. Abdul Madjid inilah yang menanamkan nilai-nilai keagamaan

59 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar ilmu politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009, hlm. 56.

60 Sapaan akrab Nurcholish Madjid.

61 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia (Jakarta : Paramadina, 1995), hlm. 224.

(12)

kepada Nurcholish Madjid semenjak dirinya masih berusia 6 tahun.

62

Penanaman nilai-nilai keagamaan yang ditanamkan oleh H. Abdul Madjid kepada Nurcholish Madjid, bukan saja melalui penanaman aqidah, moral, etika, ataupun dengan pembelajaran membaca al-Qur’an saja, akan tetapi juga dengan arah pendidikan formal bagi Nurcholish Madjid.

63

Pendidikan dasar yang ditempuhnya pada dua sekolah tingkat dasar, yaitu di Madrasah al-Wathoniyah dikelola oleh ayahnya sendiri dan di Sekolah Rakyat (SR) di Mojoanyar, Jombang.

Selepas menamatkan pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (SR) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada tahun 1952, Nurcholish Madjid melanjutkan pendidikannya pada jenjang yang lebih tinggi. Pesantren Darul ‘Ulum Jombang menjadi pilihan ayahnya dan dipatuhi oleh Nurcholish Madjid. Di pesantren ini Nurcholish Madjid hanya mampu menjalani proses belajarnya selama dua tahun. Atas izin ayahnya, kemudian Nurcholish Madjid pindah ke Pondok Pesantren Darussalam, KMI (Kulliyat Mu’alimien al Islamiah) Gontor Ponorogo pada tahun 1955. hal ini disebabkan penderitaan yang dialami Nurcholish Madjid karena ejekan yang datang dari teman-temannya, terkait dengan pendirian politik ayahnya yang terlibat di Masyumi.

64

62 Greg Barton, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pemikiran Neo-Modernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahid, dan Abdurrahman Wahid, terj., Nanang Tahqiq (Jakarta : Paramadina, 1999), hlm. 74.

63 Ibid.

64 Tidak betahnya Nurcholish Madjid di Pesantren Darul ‘Ulum berkaitan dengan persoalan ayahnya. Ayah Nurcholish Madjid, KH. Abdul Madjid, sebagai warga NU tetap memegang pilihan politiknya kepada Masjumi (pada mulanya Masjumi juga merupakan pilihan politis warga NU termasuk para tokoh-tokohnya), sementara tokoh-tokoh NU lainnya yang karena satu dan lain hal memilih keluar dari Masjumi. Sikap politik ayah Nurcholish Madjid yang tetap

(13)

Di Gontor, Nurcholish Madjid selalu menunjukkan prestasi yang baik, sehingga dari kelas 1 dia langsung bisa loncat ke kelas 3. Pesantren Darus Salam sendiri tidak mementingkan masalah politik dan tergolong pesantren yang sangat modern pada masa itu. Di tempat inilah Nurcholish Madjid lebih lanjut menimba berbagai keahlian dasar-dasar agama Islam. Di pesantren ini dia juga menerima pelajaran bahasa Arab dan Inggris secara intensif. Pesantren ini mewajibkan santri-santrinya berbicara dengan bahasa Arab dan bahasa Inggris.

Semboyan Gontor yang berbunyi “berbudi tinggi, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berfikiran bebas” memberikan penekanan keseimbangan antara kesehatan jasmani dan rohani, menciptakan iklim yang kondusif bagi santrinya untuk pemikiran kritis dan maju secara intelektual. Di pesantern inilah Nurcholish Madjid masuk ke KMI (Kulliyatul Mu’alimien al-Islamiah) selama lima tahun. Pada tahun 1960 Nurcholish Madjid menyelesaikan studi di Gontor dan untuk beberapa tahun ia mengajar di bekas almamaternya. Pondok pesantren Gontor dan orang tuanyalah yang merupakan unsur yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan intelektual Nurcholish Madjid.

65

Akar semangat dan etos kemodernan, pembaruan Islam, sikap terbuka,

berafiliasi ke Masjumi inilah yang membawa dampak kehadiran Nurcholish Madjid di Pesantren Darul ‘Ulum kurang mendapat sambutan hangat. Nurcholish Madjid dianggap sebagai anak Masjumi yang kesasar ke kandang NU. Sebagaimana diungkapkan oleh Fachry Ali dalam Seminar Sehari Kritik dan apresiasi atas Pemikiran Dr. Nurcholish Madjid, diadakan oleh Forum Studi Islam Fakultas Ushuluddin IAIN (UIN) Jakarta, di Auditorium IAIN Jakarta, 3 Juli 1997.

Lengkapnya lihat Siti Nadroh, Wacana Keagamaan dan Politik Nurcholish Madjid, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999, hal. 22

65 Greg Barton, op. cit. hlm. 36

(14)

dialogis, berpikir kritis, komparatif, dan tidak memihak serta tidak fanatik mazhab telah tertanam dalam kesadaran Nurcholish Madjid sebagai alumnus pesantren gontor. Selama lima tahun melewatkan pendidikan menengahnya di pesantren Gontor, Nurcholish Madjid memperoleh elemen-elemen yang sangat penting dan mendasar untuk tumbuh dan berkembang menjadi cendekiawan muslim besar yang sangat mumpuni dan terhormat.

Karena kecerdasannya di Gontor, pada tahun 1960, pimpinan

Pesantren Gontor, KH. Zarkasyi, bermaksud mengirim Nurcholish Madjid ke

Universitas al-Azhar, Kairo, ketika dia telah menamatkan belajarnya. Tetapi

karena di Mesir saat itu sedang terjadi krisis Terusan Suez, keberangkatan

Nurcholish Madjid mengalami penundaan. Sambil menunggu keberangkatan

ke Mesir itulah, Nurcholish Madjid mengajar di Gontor selama satu tahun

lebih. Namun, waktu yang ditunggu-tunggu Nurcholish Madjid untuk

berangkat ke Mesir ternyata tak kunjung tiba. Belakangan terbetik kabar

bahwa kala itu di Mesir sulit memperoleh visa, sehingga tidak

memungkinkan Nurcholish Madjid pergi ke Mesir. Nurcholish Madjid sendiri

memang sempat kecewa. Tetapi, KH. Zarkasyi bisa “menghibur”-nya dan

rupanya dia tidak kehilangan akal. Lalu dia mengirim surat ke Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan meminta

agar Nurcholish Madjid bisa diterima di lembaga pendidikan tinggi Islam

tersebut. Maka, berkat bantuan salah seorang alumni Gontor yang ada di

IAIN Jakarta, Nurcholish Madjid kemudian diterima sebagai mahasiswa di

(15)

sana, meskipun tanpa menyandang ijazah negeri.

66

Di IAIN Jakarta, Nurcholish Madjid kemudian memilih memasuki Fakultas Adab, Jurusan Sastra Arab. Dengan memilih IAIN sebagai tempat kuliahnya, Nurcholish Madjid memiliki akses yang luas terhadap sumber- sumber khazanah intelektual Islam karena IAIN merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tinggi terpenting di Indonesia.

Pada tahun 1978-1984 Nurcholish Madjid mengambil program studi master dan doktoralnya dengan fokus studi filsafat Islam di Universitas Chicago, AS. Ia berhasil menyandang gelar philosophy Doctoral (Ph.D) di Universitas Chicago dengan nilai cum laude. Adapun disertasinya ia mengangkat pemikiran Ibnu Taymiah dengan judul “Ibn Taymiyah dalam ilmu kalam dan filsafat: masalah akal dan wahyu dalam Islam” (Ibn Taymiyah on Kalam and Falsafah: a Problem of Reason and Revelation in Islam). Disertasi doktoral yang dilakukan ini menunjukkan atas kekaguman dirinya terhadap tokoh tersebut. Kekaguman ini pun menjadi pengakuan yang disampaikannya.

Sejak 19 Juli 2004, ketika Nurcholish Madjid meinggalka tanah air, untuk menjalani transplantasi hati di Taiping Hospital, di Guandong, Cina, harap-harap cemas selalu menyelimuti sahabat-sahabatnya. Penyakit Hepatitis C yang dideritanya sejak 20 tahun lalu, telah menjadi keganasan.

Transplantasi merupakan satu-satunya harapan Nurcholish Madjid. Namun

66 Dedy Djamaluddin Malik dan Idi Subandy Ibrahim, Zaman Baru Islam Indonesia:

Pemikiran dan Aksi Politik Abdurrahman Wahid, M. Amien Rais, Nurcholish Madjid, dan Jalaluddin Rakhmat, Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998, hal. 123-124.

(16)

Tuhan menentukan lain.

67

Senin, 29 Agustus 2005, bertepatan dengan 24 Rajab 1426, pukul 14.05 WIB, Nurcholish Madjid yang biasa dipanggil Cak Nur meninggal dunia dalam usia 66 tahun.

68

1. Keorganisasian dan Karir Intelektual

Nurcholish Madjid muda mulai mnegenal organisasi ekstra kampus sekitar tahun 1963, ketika menjadi mahasiswa IAIN Ciputat, Jakarta.

Nurcholish Madjid memilih untuk aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Menurut Nurcholish Madjid alasan paling mendasar adalah karena HMI waktu itu dicitrakan sebagai kelnjutan dari Pelajar Islam Indonesia (PII).

Ketika di Jakarta, sembari kuliah di IAIN Syarif Hidyataullah, Nucholish Madjid tinggal di Masjid Agung al-Azhar, Kebayoran Baru dan sedemikian akrab dengan dengan Buya Hamka. Hal ini bisa terjadi disebabkan dia tinggal di asrama Masjid Agung al-Azhar di mana Buya Hamka berada dan biasa menjadi imam di masjid itu. Di samping itu, Nurcholish Madjid pernah beberapa tahun menjadi staf editor Panji Masyarakat yang didirikan dan diasuh oleh Buya Hamka.

69

Nurcholish Madjid sangat kagum terhadap dakwah Buya Hamka yang mampu mempertemukan pandangan kesufian, wawasan budaya dan semangat al-

67 Sulastomo, “Mengantar Cak Nur”, Pelita, Selasa, 30 Agustus 2005.

68 Kompas, selasa 30 Agustus 2005.

69 Muhammad Kamal Hassan, Modernisasi Indonesia: Respon Cendekiawan Muslim, Penerjemah: Ahmadie Thaha, Jakarta: Lingkaran Studi Indonesia, 1987, hal. 153.

(17)

Qur’an.

Pergaulan yang cukup lama dengan Buya Hamka secara tidak langsung membawa dampak kepada perkembangan wawasan pemikiran Nurcholish Madjid karena selama pergaulan itulah terjadi tukar-pikiran atau diskusi antara Nurcholish Madjid dengan Buya Hamka. Pergaulan itu nampaknya juga menyebabkan Nurcholish Madjid menjadi lebih akrab dengan permasalahan umat Islam Indonesia ketika itu karena Buya Hamka pada saat itu dikenal sebagai salah satu tokoh umat Islam yang memiliki pengaruh besar. Dikarenakan besarnya jasa Buya Hamka kepadanya sangat wajar apabila Nurcholish Madjid berkata, “Saya berterima kasih sekali kepada Buya”.

70

Minat Nurcholis Madjid terhadap kajian keislaman semakin mengkristal dengan keterlibatannya di HMI. Dia terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar HMI selama dua periode berturut-turut, dari tahun 1966-1969 hingga 1969-1971. Ia pun menjadi presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara (PEMIAT) periode 1967-1969. Dan untuk masa bakti 1969-1971, Cak Nur menjadi Wakil Sekretaris Umum International Islamic Federation of Students Organisation (IIFSO).

71

Di masa ini, tahun 1968 Nurcholish Madjid menulis artikel yang berjudul Modernisasi ialah Rasionalisasi, bukan WesternisasiI

72

, artikel ini

70 ibid.

71 Greg Barton, op. cit. hlm. 78.

72 Artikel ini kemudian dimuat dalam buku kritik Prof. Dr. H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang Sekulerisasi, Jakarta: Bulan Bintang, 1972.

(18)

kemudian menjadi bahan pembicaraan di kalangan HMI seluruh Indonesia.

Setahun kemudian, yakni pada tahun 1969, ia menulis buku pedoman ideologis HMI yang disebut Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) yang sampai sekarang masih dipakai sebaga buku dasar keislaman HMI, dan bernama Nilai-Nilai Identitas Kader (NIK). Buku kecil ini merupakan pengembangan dari artikelnya yang pada awalnya digunakan sebagai bahan training kepemimpinan HMI, yaitu Dasar-Dasar Islamisme.

73

NDP ini ditulis Nurcholish Madjid setelah perjalanan panjang ke Amerika Serikat

74

selama satu bulan sejak bulan November 1968, yang kemudian dilanjutkan perjalanan ke Timur Tengah

75

dan pergi haji selama tiga bulan.

Nucholish Madjid mengabadikan seluruh hidupnya dalam bidang yang memang menjadi bakatnya, yaitu bidang keilmuan dan pendidikan. Seperti yang pernah diakuinya ketika masih mejadi santri di Pesantren Gontor, meskipun banyak kegiatan ekstra yang diadakan, seperti olahraga, musik, maupun drama, tetapi dirinya hanya sebagai penonton, dan Nurcholish Madjid merasa mungkin bakatnya hanya belajar.

76

Sesuai dengan bakatnya dan kepeduliannya terhadap ilmu pengetahuan, hampir seluruh hidupnya

73 Budhy Munawar-Rachman, Membaca Nurcholish Madjid, Jakarta: LSAF, 2008, hlm.

4.

74 Perjalanan Nurcholish Madjid ke Amerika Serikat terjadi karena diundang USIS (United State of Islamic Student). Lihat hasil-hasil kongres HMI XXVII, Sinergi HMI Untuk Indonesia Bermartabat, (Depok, 2010), hlm. 128.

75 Perjalanan Nurcholish Madjid ke Timur Tengah dimulai dari Istanbul, kemudian ke Libanon, selanjutnya ke Syiria, dan kemudian ke Irak. Di Irak inilah kemudian Nurcholish Madjid bertemu dengan Abdurahman Wahid yang waktu itu kuliah di Baghdad University, setelah keluar dari Universitas al-Azhar yang dinilai oleh Abdurrahman Wahid sebagai kampus yang sangat tradisional dan konservatif, dan sejak itulah keduanya menjadi sedemikian akrab dan sama-sama memiliki tendensi pemikiran yang liberal neo-modernis. Lihat hasil-hasil kongres HMI XXVII, Sinergi HMI Untuk Indonesia Bermartabat, Depok, 2010, hlm. 129.

76 Muhammad Monib, Islam dan Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Nurcholish Madjid, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011, hlm. 33.

(19)

Nurcholish Madjid bekerja dalam bidang yang berkaitan dengan keahliannya tersebut. Pada tahun 1971-1974 ia pernah menjadi Direktur Lembaga Studi Ilmu Kemasyarakatan (LSIK). Pada tahun 1974-1922 menjadi Direktur Lembaga Kebajikan Islam Samanhudi Jakarta. Pada tahun 1978-1984 sebagai peneliti di Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial (LEKNAS_LIPI). Pada tahun 1990 menjadi peserta EISHOWER Fellowship. Pada tahun 1998 dikukuhkan sebagai Profesor dan Guru Besar IAIN Jakarta. Dan pada 1999 dikukuhkan sebagai Ahli Peneliti Utama (APU) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

77

2. Karya-karya Nurcholish Madjid

Sebagai cendekiawan muslim terkemuka dan merupakan tokoh pembaruan yang berpengaruh di Indonesia, Nurcholish Madjid memiliki karya-karya intelektual yang sudah diterbitkan dalam bentuk buku, artikel lepas dan kumpulan makalah yang menyebar di berbagai media massa, seperti tabloid, majalah, koran dan jurnal ilmiah dalam jumlah yang sangat banyak. Melalui karya tulis atau forum diskusi, seminar lokakarya Nurcholish Madjid menebarkan semangat ide dan gagasan cemerlang untuk kemajuan umat dan bangsa. Meski demikian, ia bukan tipe pemikir yang berusaha mencari pengikut dan pendukung akan ide dan ggasannya. Ia hanya seorang

77 Ibid.

(20)

pengabdi kepada keimanan, keilmuan, dan etos kecendekiawanan yang dipegangnya erat-erat sampai akhir hayatnya.

78

Berikut adalah warisan karyakarya intelektual yang dilahirkan dari kemurnian ide dan gagasannya:

79

1) Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan. Paramadina, 1992.

2) Islam, Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam Dalam Sejarah. Paramadina, 1995.

3) Islam, Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia. Paramadina, 1995.

4) Islam Kemoderanan dan Keindonesiaan. Mizan, 1997.

5) Islam, Kerakyatan dan KeIndonesiaan. Mizan, 1993.

6) Dialog Ramadhan Bersama Cak Nur. Paramadina, 2002.

7) Pintu-pintu menuju Tuhan. Paramdina, 1996

8) Cendekiawan dan Masyarakat Religius. Paramadina, 1997 9) Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi. Paramadina, 1999.

10) Dialog Keterbukaan: Artikulasi Nilai Islam dalam Sosial Politik Kontemporer. Paramadina, 1998.

11) Perjalanan Religius Umrah dan Haji: Pesan-pesan Takwa (kumpulan khutbah Jum'at di Paramadina). Paramadina, 2000.

78 Ibid, hlm. 34.

79 Ibid.

(21)

12) Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia. Paramadina, 1997.

13) Kaki Langit Peradaban Islam. Paramadina, 1997.

14) Indonesia Kita. Paramadina, 2003.

Pada sisi lain, ia juga banyak menulis artikel yang tersebar di beberapa buku suntingan orang lain,

80

baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, yang tersebar di beberapa jurnal nasional

81

maupun jurnal internasional. Berikut beberapa karya-karya Nurcholish Madjid dalam Bahasa Inggris

a) The Issue of Modernization Among Muslimin in Indonesia : From a participant’s Paint of View, dalam Gloria Davies (ed.).

b) What is Modern Indonesia Culture? (Athens, Ohio, University of Ohio Southeast Asia Studies, 1979).

c) lam in the Contemporary World, (Notre Dame, Indiana, Cross Roads Books, 1980).

80 Seperti dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, di mana Cak Nur memberikan kontribusi 17 buah entry, “Pesantren dan Tasawuf “ dalam buku suntingan M.

Dawam Rahardjo, Pesantren dan pembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1983). “Pengaruh Kisah Israilliyat dan orientalisme terhadap Islam” dalam Abdurrahman Wahid, et.al., Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991); “Akhlak dan Iman”

dalam Adi Badjuri, ed., Pelita Hati (Jakarta: Obor, 1989), “al-Quds”, dalam Wahyuni Nafis, ed., Rekonstruksi dan Renungan Religius Islam. (Jakarta: Paramadina, 1996); “Aktualisasi Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah”, dalam M. Dawam Rahardjo, Islam Indonesia Menatap Masa Depan. (Jakarta: P3M., 1989).

81 Misalnya “Tasawuf sebagai Inti Keberagamaan” dalam Pesantren No. 3/Vol.

II/1985, dan lain-lain.

(22)

B. 2. Pandangan Nurcholish Madjid Tentang HAM

Nurcholish Madjid menjelaskan bahwa nilai HAM sangat penting untuk dijadikan acuan bagi penegakan nilai-nilai kemanusiaan, suatu nilai asasi yang dimiliki setiap manusia. HAM menurutnya dapat ditegakkan secara menyeluruh dan universal bila manusia diperlakukan sama dan adil, tanpa diskriminasi. Inilah salah satu basis paling dasar pandangan universalisme HAM Nurcholish Madjid.

82

Dalam banyak kesempatan dan karyanya, Nurcholish Madjid mengatakan bahwa HAM bukan suatu hasil akhir yang datang begitu tiba-tiba dan tanpa perjuangan. Meski merupakan sesuatu yang inheren dalam diri manusia, nilai-nilai HAM tumbuh melalui proses panjang, dengan pengorbanan, pikiran, darah, dan nyawa.

83

Dalam pemikiran Nurcholish Madjid, HAM sangat berkaitan erat dengan penghayatan nilai dan pandangan hidup. Kesadaran tentang hak-hak asasi menuntut kemampuan pribadi seseorang untuk menerima, meyakini, dan menghayatinya sebagai bagian dari makna dan tujuan hidup pribadinya (sense of meaning and purpose). Dia mengatakan, “Rasanya sulit dibayangkan, terjadinya komitmen yang tulus kepada pengukuhan, dan pembelaan hak-hak asasi tanpa dikaitkan dengan keinsyafan akan makna dan tujuan hidup pribadi”.

84

Rujukan paling baku dalam wacana mengenai hak asasi manusia adalah rumusan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (The

82 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, Jakarta: Dian Rakyat, 2010, hlm. 203

83 Ibis, hlm. 208.

84 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina, 1997, hlm. 44

(23)

Universal Declaration of Human Right) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948. Terlepas dari kontroversi tempat lahirnya, bagi Nurcholish Madjid, deklarasi ini ditegakkan untuk mengikat kebersamaan dalam melindungi harkat dan martabat manusia yang paling terhormat. Oleh karena itu, tokoh ini meminta semua pihak untuk mengetahui, mengakui, dan menyadari sejarah otentik dan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung di dalamnya.

85

Dalam kaitannya dengan HAM, Nurcholish Madjid mengatakan:

“Islam adalah agama yang sangat tinggi menjunjung hak-hak asasi manusia dalam inti ajarannya sendiri. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk kebaikan (fitrah) yang berpembawaan asal kebaikan dan kebenaran (hanif). Manusia adalah makhluk tertinggi (dibuat dalam sebaik-baik ciptaan), dan Allah memuliakan anak cucu Adam ini, serta melindunginya di daratan maupun di lautan. Agama (Islam) mengajarkan bahwa masing- masing jiwa manusia mempunyai harkat dan martabat yang senilai dengan manusia sejagad. Masing-masing pribadi manusia mempunyai nilai kemanusiaan universal. Maka, kejahatan kepada seorang pribadi adalah sama dengan kejahatan kepada manusia sejagad, dan kebaikan kepada seorang pribadi adalah sama dengan kebaikan manusia sejagad. Inilah dasar yang amat tegas dan tandas bagi pandangan kewajiban manusia untuk menghormai

85 Nurcolish Madjid, Islam, Kemoodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1987, hlm. 46-47

(24)

sesamanya dengan hak-hak asasinya yang sah”.

86

Konstruksi konsep HAM menurut Nurcholish Madjid dibagi menjadi tujuh, yakni hak-hak sipil (perseorangan), hak-hak warga negara, hak-hak ekonomi-sosial-budaya, hak-hak minoritas, hak-hak bangsa-bangsa, konsepsi hak perempuan, anak-anak, dan buruh, dan wacana asasi dunia kontemporer.

87

Dalam kaitannya dengan hak politik, penulis mengambil dua sub bab dari hak-hak sipil dan hak-hak warga negara menurut konstruksi HAM Nurcholish Madjid..

1) Hak Kebebasan Berkumpul dan Berserikat menurut Nurcholish Madjid

Hak berkumpul dan berserikat dalam pengertian lebih konkret adalah hak untuk memilih,menentukan, bahkan mendirikan perkumpulan, organisasi, ataupun partai politik sesuai aspirasinya.

Menghalangi hak-hak ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak dasar manusia, bahkan pelanggaran konstitusi negara dan semua perundang-undangan berikut penjelasannya. Itulah yang secara tegas digariskan dalam Deklarasi Universal HAM pasal 20 ayat 1 yang berbunyi, “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan bekumpul, dan mengadakan rapat dengan tak mendapat gangguan” dan ayat 2:

“Tidak seorang pun dapat dipaksa memasuki salah satu

86 Baca uraian tentang pandangan Islam tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam, Doktrin dan Peradaban, hlm. 41-93, Islam Agama Kemanusiaan, hlm. 187-213, Indonesia Kita, hlm. 52, Pintu-pintu Menuju Tuhan, hlm. 218-253.

87 Mohammad Monib, Islah Bahrawi, Islam dan Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Nurcholish Madjid, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 106-272.

(25)

perkumpulan.”

2) Hak politik menurut Nurcholish Madjid

Sebagai kelanjutan hak berkumpul dan berserikat, dapat kita pahami bahwa proses ini mensyaratkan adanya sistem keterbukaan dan kebebasan untuk dapat dipilih dan memilih. Menurut Nurcholish Madjid Setiap warga negara sama-sama punya hak mendapatkan hak politiknya untuk dipilih sebagai pimpinan, pelaksana pekumpulan, organisasi, ataupun partai politik. Begitu juga halnya, mereka memiliki hak untuk memilih pimpinan, wakil, ataupun pribadi yang dianggap layak dan memiliki profesionalisme untuk menjadi anggota eksekutif atau legislatif dari suatu sistem kekuasaan. Berbicara tentang hak politik ini, dalam konteks pemilu Nurcholish Madjid meniscayakan adanya asas langsung, umum, bebas, dan rahasia.

88

Nurcholish Madjid menyatakan: Hak setiap orang untuk memilih dan menyatakan pendapat dan pikiran serta kewajiban setiap orang untuk mendengar pendapat dan pikiran orang lain itu membentuk inti ajaran tentang musyawarah (dan perkataan

‘musyawarah’ sendiri secara etimologis mengandung arti ‘saling memberi isyarat’), yakni, saling memberi isyarat tentang apa yang benar dan baik; jadi bersifat ‘reciprocal’ dan ‘mutual’.

89

88 Nurcholish Madjid, Indonesia Kita, Jakarta: Paramadina, 2003, hlm. 115-117

89 Ibid

(26)

Sementara, Deklarasi Universal HAM pasal 21 ayat 1 berbunyi:

“setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik langsung maupun dengan perantara wakil-wakil yang dipilih dengan bebas” dan ayat 2: “Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya”.

Hak politik bagi Nurcholish Madjid berkaitan dengan konsep

“kedaulatan rakyat”. Rakyat sebagai stake holder utama bangsa memiliki ruang bebas untuk menyampaikan ide, aspirasi dan suaranya dalam pengelolaan arah dan perjalanan bangsa. Setiap pribadi, anggota masyarakat dan warga bangsa memiliki peran dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses-proses menentukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks kekuasaan, partisipasi itu berupa kesempatan dan peluang terbukanya ranah politik atau sistem kekuasaan yang berkaitan dengan pengaturan rakyat.

B. 3. Pandangan Nurcholish Madjid Tentang Pencabutan Hak Politik

Nurcholish Madjid melihat jabatan publik baik dilembaga eksekutif,

legislatif, maupun yudikatif, sebagai sesuatu yang perlu diperjelas tugas dan

wewenangnya. Hak untuk menduduki posisi itu harus tetap mengacu pada

mekanisme pemilihan berdasarkan Undang-undang dengan asas langsung,

bebas, umum, dan rahasia. Setiap pribadi warga negara yang memiliki

(27)

kemampuan dan kelayakan untuk posisi tersebut dapat mengikuti mekanisme yang ada.

90

Hak politik bagi Nurcholish Madjid berkaitan dengan konsep

“kedaulatan rakyat”. Rakyat , sebagai stake holder utama bangsa memiliki ruang bebas untuk menyampaikan ide, aspirasi, dan suaranya dalam pengelolaan arah dan perjalanan bangsa. Kedaulatan rakyat adalah inti dari partisipasi umum rakyat dalam kehidupan bernegara. Adanya kesempatan melakukan partisipasi umum secara efektif adalah wujud sebenarnya dari kebebasan dan kemerdekaan. Oleh karena itu, seluruh cita-cita kemasyarakatan dan kenegaraan sebagaimana dinyatakan dalam nilai-nilai kesepakatan luhur dalam muqoddimah UUD 1945, akan sirna tak bermakna tanpa adanya partisipasi umum rakyat. Bahkan kedaulatan negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain pun adalah kelanjutan kedaulatan rakyat. Hal ini terbukti dengan nyata sekali dalam saat-saat kritis negara menghadapi ancaman.

91

Setiap pribadi, anggota masyarakat dan warga bangsa memiliki peran dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses-proses menentukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam konteks kekuasaan, partisipasi itu berupa kesempatan dan terbukanya ranah politik. Nurcholish Madjid menyatakan:

90 Nurcholish Madjid, Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1997, hlm. 100.

91 Nurcholish Madjid, Dialog Keterbukaan Artikulasi Nilai Islam dalam Wacana Sosial Politik Kontemporer, Jakarta: Paramadina, Cet. ke-1, 1998, hlm. 191.

(28)

“Hak setiap orang untuk memilih dan menyatakan pendapat dan pikiran serta kewajiban setiap orang untuk mendengar pendapat dan pikiran orang lain itu membentuk inti ajaran tentang musyawarah (dan perkataan

“musyawarah” sendiri secara etimologis mengandung arti “saling memberi isyarat”). Yakni, saling memberi isyarat tentang apa yang benar dan baik;

jadi bersifat “reciprocal” dan “mutual”.

92

Dalam hal pemberantasan korupsi, Gunnar Midral, seorang ahli ekonomi Swedia pemenang hadiah Nobel -sebagaimana dikutip Cak Nur- memasukkan Indonesia ke dalam kelompok negara berkembang, sebagai kelompok “negaran-negara lunak”. Yang di maksud dengan “lunak” ialah tidak adanya disiplin sosial, dan menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi oleh orang-orang yang mempunyai kekuatan ekonomi, sosial dan politik. Kesempatan penyalahgunaan dalam ukuran besar itu terbuka untuk kelas atas, tetapi orang-orang dari kelas bawah pun sering mendapat kesempatan untuk keuntungan-keuntungan kecil, dan ini disebut sebagai gejala korupsi.

93

Korupsi adalah suatu sistem politik, yang bisa diarahkan oleh mereka yang berkuasa dengan tingkat ketepatan yang bisa ditenggang. Efek paling buruk meningkatnya korupsi ialah menyebarnya sikap sinis dalam kalangan masyarakat luas serta turunnya kemauan untuk bertahan melawan godaan menerima suap pada semua lapisan birokrasi. Korupsi juga mengintroduksi

92 Nurcholish Majid, Indonesia Kita, Jakarta: Paramadina, 2003, hlm. 115-117

93 Ibid., hlm. 199.

(29)

elemen tak rasional dalam perencanaan dan pelaksanaan rencana (misalnya pembangunan) dengan menyimpangkan rencana itu.

94

Karena sudah sedemikian kompleksnya kenyataan tentang korupsi, dan sedemikian rusaknya dampak-dampak yang dihasilkannya, maka tidak ada jalan bagi usaha memberantas korupsi selain dari pada kemauan politik yang kuat dan keteladanan pemimpin. Kemauan politik yang kuat dan keteladanan pemimpin itu harus sejalan seiring dan bersama-sama.

95

Dalam karyanya yang lain, Nurcholish Madjid mengatakan “Islam adalah agama yang sangat tinggi menjunjung hak-hak asasi manusia dalam inti ajarannya. Islam mengajarkan bahwa manusia adalah makhluk kebaikan (fitrah) yang berpembawaan asal kebaikan dan kebenaran (hanif).

96

Menurut Nurcholish Madjid, setiap pribadi manusia harus berbuat baik kepada sesamanya dengan memenuhi kewajiban diri pribadi terhadap pribadi yang lain. Penghormatan terhadap hak-hak orang lain itu terjalin dalam hubungan kemasyarakatan yang damai dan terbuka.

Dalam upaya memberikan pemahaman hak asasi manusia, berikut Nurcholish Madjid mengutarakan kesepakatan tentang hak asasi manusia:

a. Bilamana hak asasi diteguhkan sebagai hak asasi manusia, bukan sebagai hak sipil, maka peneguhan ini bermakna bahwa hak itu bersifat universal, berlaku menyeluruh terhadap umat manusia dimana pun tempatnya.

94 Ibid., hlm. 200.

95 Ibid., hlm. 201

96 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Jakarta: Paramadina, 1995

(30)

b. Penegakan hak asasi ini merupakan cermin dari tuntutan hak-hak pribadi dan kelompok untuk memiliki andil dan peranan yang adil dalam kekuasaan politik dan ekonomi.

c. Penegakan hak asasi manusia oleh pribadi-pribadi tidak bersifat mutlak.

Hak ini dapat dibatasi demi kepentingan umum atau untuk melindungi hak-hak pribadi yang lain.

d. Hak asasi manusia bukanlah alat untuk melindungi semua keinginan dan kepentingan pribadi.

e. Pengertian yang utuh mengenai hak asasi manusia mengandung arti keharusan adanya kewajiban untuk menghormati hak-hak orang lain.

97

Hak Asasi Manusia tidaklah berarti bahwa individu manusia dapat dibiarkan atau diperbolehkan bertindak semau-maunya. Hak merupakan milik primordial seorang individu, dan kewajiban merupakan wujud pembatasan hak individual orang lain. Ini digambarkan dalam sebuah diktum terkenal,

“Hurriyyat al-Mar’i mahdudatun bi hurriyyati siwahu” (Kebebasan seorang individu dibatasi oleh kebebasan individu lainnya).

98

Lebih jauh, semua prinsip kebebasan tersebut tidaklah berarti dibenarkannya membiarkan masing-masing individu dalam masyarakat untuk bertindak sesuka hatinya. Justru aspek amat penting dari tanggung jawab itu, yang merupakan hak sosial atau masyarakat terhadap individu-individu warganya, ialah agar masing-masing orang bersedia meletakkan dirinya dan

97 Nurcholish Madjid, “Memahami Kembali Makna Pidato Perpisahan Nabi”, Makalah KKA seri ke-120/Tahun XII/1997.

98 Nurcholish Madjid, Kalam Kekhalifahan Manusia dan Reformasi Bumu dalam Cita- Cita Politik Islam Era Reformasi, Jakarta: Paramadina, 1999, hlm. 219-225.

(31)

amal perbuatannya dalam jaringan pengawasan masyarakat (social control).

Sebab suatu kenyataan yang tidak mungkin diingkari ialah untuk menangkap dan memahami persoalan hidup ini secara tepat dan benar. Karena itu selalu ada kemungkinan berbahaya bahwa persepsi seseorang tentang yang benar dan salah serta baik dan buruk itu keliru. Dan bahaya itu lebih-lebih lagi akan menjadi serius jika yang bersangkutan kebetulan adalah seorang penguasa.

99

Bagi Nurcholish Madjid tidak sekedar hak seseorang yang perlu diperjuangkan dan dikedepankan, melainkan juga kewajibannya. Kewajiban manusia yang mesti berbuat baik, berguna, bermanfaat dan membawa kemaslahatan kepada sesamanya. Semua terjalin secara adil dan berimbang.

Ini memang kekuatan nilai lebih Nurcholish yang mencoba meletakkan segala permasalahan secara moderat dan dalam mizan yang adil.

100

Berkaitan dengan keadilan dalam penegakan hak-hak manusia, Nurcholish Madjid menulis:

“islam adalah ajaran yang sangat menekankan keseimbangan (al- mizan). Karena itu, menegakan kembali ajaran ini apalagi dalam hal keseimbangan antara hak-hak pribadi dan kewajiban sosial adalah hal yang sangat mendesak, dan kelihatannya agak terlupakan oleh sebagian kaum muslimin Indonesia.”

C. Analisis Keseluruhan

99 Ibid

100 Ibid

(32)

Berdasarkan nilai-nilai dasar yang dipahami dari al-Qur’an dan sunnah Nabi, Nurcholish Madjid menyebut dua belas karakter dasar nilai-nilai kemanusiaan, yang menjadi pijakan teologis dan mewarnai keseluruhan pandangannya tentang HAM. Yaitu:

1. Manusia terikat perjanjian primordial, manusia secara primordial mengakui Allah sebagai pusat orientasinya. Menurutnya perjanjian primordial terjadi ketika manusia masih berwujud rohani, jauh di alam azali, sebelum kita berbentuk jasmani lahir di dunia.

101

2. Manusia Terlahir dalam Kesucian Asal, artinya manusia lahir dalam naluri dan potensi yang suci (fitrah), dan manusia akan selalu berada dalam kesucian, kebaikan, hidup lurus bila lingkungannya tidak mengotori kefitrahannya.

102

3. Manusia memiliki hati nurani, menurutnya kesucian manusia bersumber dari hati nurani manusia sendiri.

4. Manusia diciptakan sebagai makhluk lemah, manusia memiliki potensi untuk berbuat salah, karena ia mudah tergoda oleh hal-hal menarik dan bersifat kesenangan sesaat dan jangka pendek.

5. Manusia dibekali akal-pikiran dan agama, manusia secara taken for granted diberi kemampuan berpikir secara logis dan dilengkapi dengan potensi untuk mengenal nilai-nilai kebenaran (agama)`

101 Nurcholish Madjid, Islam, Agama Kemanusiaan, Jakarta: Paramadina, 1995, hlm. 192

102 Ibid, hlm. 193.

(33)

6. Manusia merupakan makhluk puncak ciptaan Tuhan, manusia diciptakan sebaik-baiknya makhluk. Menurutnya, man created founding image of God..

7. Setiap manusia merupakan makhluk berharga, seharga kemanusiaan universal, setiap pribadi manusia adalah berharga, seharga kemanusiaan sejagad. Karena itu, barang siapa merugikan seorang pribadi, ia bagaikan merugikan seluruh umat manusia, dan barang siapa berbuat baik kepada seseorang, maka ia bagaikan berbuat baik kepada seluruh manusia.

103

8. Pandangan kemanusiaan yang optimistik, jika fitrah manusia untuk mencari dan memihak kepada yang baik dan benar, maka pandangan kepada sesama manusia pada prinsipnya harus serba optimis dan positif.

9. Manusia adalah makhluk etis dan moral, manusia adalah sebagai makhluk etis dan moral yakni bahwa tindakan dan perbuatan manusia tidak pernah lepas dari tanggung jawab dan konsekuensi moral, dari setiap perbuatan manusia terhadap orang lain akan dituntut pertanggung jawaban atas positif-negatifnya, maslahat- mudharatnya, semua itu harus dipertanggung jawabkan baik di dunia maupun kelak di akhirat.

10. Manusia mesti mempertanggungjawabkan semua perbuatannya di pengadilan akhirat secara pribadi, menurutnya kalau

103 Ibid

(34)

pertanggungjawaban di dunia bisa dihindari dan direkayasa, tidak demikian halnya dengan pertanggungjawaban hari akhirat. Selain itu, pertanggungjawaban kepada Tuhan di akhirat bersifat sangat pribadi.

11. Manusia merupakan makhluk yang dimuliakan, dilindungi, dan ditanggung oleh Allah di daratan dan di lautan, Tuhan yang menciptakan manusia saja begitu memuliakannya, oleh karena itu, manusia tidak boleh menginjak dan melanggar harkat dan martabat sesamanya.

12. Manusia harus berbuat baik terhadap sesamanya. Salah satu implementasi dari makna kebaikan terhadap sesamanya adalah memenuhi kewajiban seorang pribadi terhadap pribadi lain. Hal ini berarti manusia tidak diperbolehkan untuk berbuat jahat terhadap sesama termasuk melakukan tindakan korupsi

Bila seseorang memahami karakteristik itu, ia akan memiliki kesadaran dan penghormatan kepada penegakan nilai-nilai HAM, sebab pelanggaran dan pengabaian niai-nilai kemuliaan kemanusiaan itu dikarenakan oleh minim atau bahkan kosongnya wawasan itu dalam diri seseorang.

Dalam kaitannya dengan HAM, Nurcholish Madjid mengatakan:

“Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia

dalam inti ajarannya sendiri. Namun, selain hak-hak yang diberikan juga

(35)

terdapat kewajiban sebagai manusia untuk berbuat baik, berguna, bermanfaat dan membawa kemaslahatan kepada sesamanya. Salah satu kata kunci semangat universalisme nilai-nilai HAM dalam pandangan Nurcholish Madjid adalah “Kebaikan kepada seorang pribadi senilai kebaikan kepada manusia sejagad. Begitupun sebaliknya.”. Melakukan korupsi sama saja dengan tidak memenuhi kewajiban sebagai manusia.

Bagi Nurcholish Madjid semua agama mengajarkan tanggung jawab.

Agama Islam, mengajarkan dengan kuat sekali tanggung jawab pribadi di hadapan pengadilan Tuhan di hari kemudian. Selanjutnya, tanggung jawab pribadi itu membawa akibat adanya tanggung jawab sosial, karena setiap perbuatan pribadi yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, tidak bisa tidak, adalah perbuatan yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan sesama manusia.

Korupsi di Indonesia bukan hanya berskala merusak sendi-sendi

perekonomian nasional dan masyarakat, tetapi sudah merubah sendi-sendi

moral dan etika prinsip pemerintahan yang baik. Uang negara yang dikorup

pada hakikatnya secara tidak langsung terdapat hak masyarakat sebagai

rakyat di suatu negara. Korupsi berarti merampok hak rakyat, karena itu ada

pelanggaran HAM. Sehingga bila terjadi korupsi maka terjadi pelanggaran

HAM. Akibat korupsi, hak-hak rakyat tidak dapat terpenuhi. Misalnya hak

mendapatkan pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan sebagainya. Meluasnya

kejahatan korupsi merupakan pelanggaran hak masyarakat secara meluas

pula. Negara akan hancur dan tidak berwibawa bila aparaturnya tidak amanah

(36)

lagi. Perekonomian rakyat akan terganggu dan keuangan negara sangat terkuras oleh para koruptor sehingga mengganggu kelangsungan dan pembangunan negara.

Pada tataran internasional korupsi tergolong tindak pidana yang bersifat serious crime. Korupsi dapat menyebabkan kemiskinan dan ketidaksejahteraan, penyebab buruknya pelayanan publik termasuk pendidikan,kesehatan, dan penyebab naiknya harga kebutuhan pokok, dan dapat merendahkan martabat bangsa, serta merusak moral bangsa. Dampak ini dirasakan oleh seluruh bangsa di dunia, sehingga masyarakat dunia bersepakat untuk menyatakan korupsi musuh bersama dan menempatkan korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang memerlukan penindakan luar biasa pula. Bahkan korupsi di Indonesia bersifat super extra ordinary crime.

Indikator sifat tersebut adalah ketidakjeraan dalam melakukan korupsi.

Korupsi selalu ada dan berulang terjadi meskipun beberapa pelaku telah dipidana, seolah-olah korupsi tidak disadari sebagai sesuatu yang membahayakan masyarakat.

Oleh karena itu, penjatuhan pidana harus memadai dan relevan antara

kesalahan pelaku dan akibat dari tindak pidana korupsi. Penjatuhan pidana

tambahan pencabutan hak politik bagi pelaku korupsi diharapkan dapat

bermanfaat bagi masyarakat dan menjerakan terpidana, namun agar tidak

bertentangan dengan HAM harus dilaksanakan sesuai dengan syarat yang

diatur dalam undang-undang.

(37)

HAM berakar dari pribadi manusia karena kemanusiaannya, jika dicabut maka hilang juga sifat kemanusiaannya. Namun,dalam ketentuan perundang-undangan di Indonesia yaitu UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (selanjutnya disebut UU HAM), dalam Pasal 73 UU HAM menyatakan HAM dapat dibatasi berdasarkan undang-undang, untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap HAM serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, kepentingan umum, dan kepentingan bangsa

Demikian pula dalam ketentuan ICCPR disebutkan negara pihak ICCPR diperbolehkan mengurangi atau mengadakan penyimpangan atas kewajiban dalam memenuhi HAM. Penyimpangan tersebut dilakukan jika sebanding dengan ancaman yang mengganggu keamanan nasional atau situasi darurat yang dihadapi. Hal tersebut dilakukan demi menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum,dan moralitas, serta menghormati hak kebebasan orang lain.

Dalam Pasal 32 ayat (1) KUHP menyebutkan hak-hak terpidana dapat dicabut dengan putusan hakim. Penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak ini harus ada pembatasan jangka waktunya. Penegasan ini diatus dalam Pasal 38 KUHP.

Berdasarkan beberapa Undang-undang tersebut di atas, pada dasarnya

hak asasi manusia dapat dibatasi berdasarkan undang-undang, namun dalam

pembatasan tersebut harus secara tegas disebutkan secara limitatif waktu

pencabutannya agar tidak terjadi pelanggaran terhadap HAM pihak terpidana.

(38)

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa bagi Nurcholish Madjid HAM tidak bersifat mutlak. Hak dapat dibatasi demi kepentingan umum atau untuk melindungi hak-hak pribadi yang lain. Antara hak-hak pribadi dan kewajiban harus seimbang. Hal ini mengisyaratkan bahwa pencabutan hak politik menurut Nurcholish Madjid tidak melanggar HAM asal pencabutan tersebut dilakukan berdasarkan Undang-undang yang berlaku dan demi kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Untuk dapat menghasilkan pemidanaan yang ideal, hakim harus profesional. Berdasarkan keprofesionalan hakim tersebut, maka dalam menjatuhkan pidana pencabutan hak politik atau hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik yang merupakan pidana tambahan dalam tindak pidana korupsi, hakim dapat menilai layak dan tidaknya pidana tersebut dijatuhkan.

Pertimbangan aspek kepentingan negara dan masyarakat harus diutamakan selain pertimbangan konsep tujuan pemidanaan,dan keselarasan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Penerapan pidana tambahan ini kepada pelaku korupsi sebagai

penyelanggara negara untuk melindungi kepentingan masyarakat agar tidak

mendapatkan pemimpin yang korup maupun pemimpin yang didukung oleh

konstituen yang korup. Di masa mendatang diharapkan pemimpin yang korup

tidak akan dipilih dan tidak berhak memilih. Sehingga penjatuhan pidana ini

mengembalikan situasi yang rusak akibat dari tindak pidana yang dilakukan

oleh pelaku yang tetap menitikberatkan terciptanya keadilan dan

keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan korban, serta masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Sama halnya dengan Pb, untuk logam esensial Cu mengalami peningkatan konsentrasi mulai dari hulu hingga ke mulut estuari. Konsentrasi Cu pada daerah sungai lebih rendah

masyarakat Mandar di Kecamatan Sendana Kabupaten Majene ialah diantaranya: (1) penentuan calon dilihat dari akhlaknya yang baik (agama); (2) penjajakan dengan maksud

Ihmisoikeussopimuksiin liittyvistä näkökulmista Venäjä on raportoinut kansainvälisille valvontaelimille melko säännöllisesti, mutta on samalla antanut ymmärtää, että se

Artinya proses penguapan pada distilasi utama akan lebih baik dibandingkan dengan distilasi pembanding, hal ini juga berarti terjadi peningkatan hasil air paling baik terhadap

Dari Tabel 3 terlihat harga SS dan kekeruhan pada musim kemarau < musim penghujan, hal ini disebabkan dengan masuknya air hujan (yang langsung maupun yang telah lewat

Hasil simulasi model menunjukan kecepatan arus terbesar di alur pelabuhan pada saat pasang purnama sebesar 95,4 cm/s, sedangkan pada saat surut purnama sebesar 54,1 cm/s.. Kata

Dari pola pergerakan arus ini dapat diketahui juga pola pergerakan sedimen yang mungkin terjadi .Model hidrodinamika dalam model ini meliputi pemodelan pasang surut, kecepatan arus

Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.. Depok: