• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : PENUTUP

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dituliskan diatas maka, penulis menyarankan :

1. Jika terjadi tindak pidana lingkungan hidup di lahan perkebunan, terutama; Tindak pidana melakukan pengolahan, peredaran, dan/atau pemasaran hasil perkebunan yang melanggar larangan berupa : Pemalsuan mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan; Menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan hasil perkebunan; Mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain; yang dapat merusak fungsi lingkungan hidup; dan Tindak pidana membuka

dan/atau mengolah lahan perkebunan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dan kerusakan fungsi lingkungan hidup di lahan perkebunan sebagaimana disebut dalam Pasal 48 ayat (1) Pasal 50 Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan maka, para penegak hukum terutama PPNS Lingkungan Hidup dapat berinisiatif melakukan penyidikan terhadap sipelaku tindak pidana tersebut. Sebab, tindak pidana ini, masuk kategori tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana disebut dalam Pasal 41 dan Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2) Undang undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Jika terjadi klaim dari PPNS Perkebunan atau PPNS Lingkungan

Hidup, dimana masing masing PPNS menyebutkan bahwa ke-2 (dua) tindak pidana ini adalah wewenangnya maka, peran Polri adalah sangat penting dan strategis untuk memanggil masing-masing ke-2 (dua) PPNS tersebut untuk bermusyawarah dan diberi pengertian kepada ke-2 (dua) PPNS tersebut. Apabila terjadi kebuntuan dimana masing-masing PPNS berpendapat bahwa tindak pidana dimaksud adalah wewenangnya berdasarkan undang-undang yang menjadi dasar kewenangan maka, Penyidik Polri dapat mengeluarkan suatu keputusan untuk menetapkan salah satu PPNS sebagai Penyidik

tindak pidana dimaksud. Dan ini dimungkinkan berdasarkan fungsinya sebagai koordinator dan pengawas seluruh PPNS.

Gunanya adalah : untuk menghindari terjadinya kemacetan dan tidak tertanganinya penyelidikan dan penyidikan terhadap si pelaku tindak pidana dimaksud. Disamping itu, guna tercapainya asas kepastian hukum.

3. Jika saling klaim berlanjut bahwa keputusan penetapan salah satu PPNS Perkebunan atau PPNS Lingkungan Hidup PPNS sebagai penyidik tindak pidana dimaksud tidak diterima oleh salah satu PPNS tersebut atau tanpa adanya dulu keputusan penetapan Penyidik Polri, maka, penyidik Polri dapat mengambil alih penyidikannya atau setidak-tidaknya membentuk Tim Penyidik yang diketuai Penyidik Polri dan PPNS Perkebunan, PPNS Lingkungan Hidup sebagai Anggota Tim Penyidik oleh karena Undang-undang Perkebunan dan Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup memberi kesempatan pertama kepada Penyidik Polri sebagai penyidik.

4. Jika keputuan membentuk Tim Penyidik tetap juga tidak diterima salah satu PPNS dimaksud dan tetap keberatan atas pengambilalihan sebagai penyidik oleh Polri atau keberatan atas pembentukan Tim Penyidik dimaksud maka, salah satu PPNS tersebut dapat menempuh jalur

Mahkamah Konstitusi dengan mengajukan permohonan secara tertulis, atas adanya sengketa kewenangan antar lembaga negara untuk menetapkan kewenangan siapa Penyidikan dimaksud.65 Gunanya adalah untuk memperoleh keputusan yang pasti dan final atas wewenang siapa sebenarnya diberikan penyidikannya.

65

Undang-undang Nomor; 24 tahun 2003, tentang Mahkamah Konstitusi,

Pasal 29 ayat (1); Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi. Ayat (2); Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 (dua belas) rangkap.

Pasal 30 ayat b; Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

DAFTAR PUSTAKA

A. DAFTAR BUKU

Direktorat Jenderal Perkebunan, Rencana Strategis Direktorat Perlindungan

Perkebunan Tahun 2005-2009, Jakarta, 2005.

Hardjasoemantri Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2005.

Biro Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2005/2006, Jakarta, Percetakan Biro Pusat Statistik, 2005

Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Buku Pintar Penyuluh Kehutanan dan

Perkebunan, Jakarta, 2000.

Nasution Bismar, Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya, Ceramah

Di jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Medan, 2006.

Campbell Henhry, Black’s Law Dictionary, St.Paul, Minnesotta West Publishing Co., 1990.

Prodjodikoro Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Erusco, 1998.

Ibrahim Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya, Bayu Media Publishing, 2006.

Soekanto Surjono dan Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

Singkat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995.

Syahrin, Alvi, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan perumahan dan

pemukiman Berkelanjutan, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2006.

Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2007.

Harahap M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,

Saleh Chairul, ”Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan”, Jakarta, Kencana

Prenada Media Group, 2005.

Samidjo, Ilmu Negara, Bandung, CV. Armico, 2002.

Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara, Jakarta, 2007, Bee Media Indonesia, 2007

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Bandung, Penerbit Nusa Media & Penerbit Nuansa, 2007

B. DAFTAR MAJALAH/ARTIKEL/KARYA ILMIAH

Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Departemen Dalam Negeri,

Pembinaan dan Pemberdayaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Sesuai UU Nomor 32 tahun 2004, Jakarta, 2005

Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Kantor Wilayah Sumatera Utara,

Undang-Undang Yang Menjadi Dasar Hukum Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Medan, 2005.

Badan Pembinaan Hukum Nasional, Laporan Akhir Tim Analisis dan Evaluasi

Hukum Kewenangan PPNS Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, Jakarta, 2004.

C. DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Undang-undang Nomor 8 tahun 1981, tentang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana.

Petunjuk Teknis Nomor Polisi: Juknis / 16 /VII /1991 tentang Mekanisme Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Petunjuk Teknis Nomor Polisi: Juknis / 17 /VII/1991 tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Petunjuk Pelaksanaan Nomor Polisi: Juklak / 27 / VII / 1991 tentang Hubungan Kerja Antara Penyidik Polri Dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1977 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 tentang Kepegawaian.

Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.

Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan.

Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) Tahun 2004-2009.

Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Undang-undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Dokumen terkait