• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 TINJAUAN PUSTAKA

3.4 Analisis Kimia

Analisis kimia pada keong matah merah terdiri dari analisis komposisi kimia, abu tak larut asam, asam amino, dan taurin.

3.4.1 Uji proksimat

Uji proksimat merupakan pengujian yang dilakukan untuk menganalisis kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak pada suatu bahan pangan. 1) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Penentuan kadar air didasarkan pada berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan kosong dikeringkan di dalam oven selama ± 30 menit pada suhu 105 ˚C, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram dimasukkan ke dalam cawan lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 100-102 ˚C selama 6 jam atau sampai beratnya tetap (konstan), kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit dan selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan dengan rumus:

% kadar air = x 100% Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 2) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Cawan dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105 ˚C, lalu dimasukkan ke dalam desikator dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 1-2 gram ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan dan kemudian dibakar di atas kompor listrik (diarangkan) sampai tidak berasap lagi dan selanjutnya dimasukkan ke dalam tanur pengabuan (600 ˚C) ± 6 jam. Cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin lalu ditimbang. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

% kadar abu = x 100% Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan abu setelah dikeringkan (gram)

3) Analisis kadar protein (AOAC 1995)

Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

(a) Tahap destruksi

Sampel ditimbang seberat 1,8 – 3,2 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kjeltec. Satu butir tablet kjeltec dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 ˚C ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening.

(b) Tahap destilasi

Isi tabung dituangkan ke dalam labu destilasi, lalu ditambahkan dengan akuades sebanyak 50 ml. Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 ml.

Cairan dalam ujung tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer 125 ml berisi larutan H3BO3 dan 3 tetes indikator (cairan methyl red dan brom cresol green) yang ada di bawah kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh 200 ml destilat yang bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmenyer.

(c) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut:

% Protein = x 100%

Keterangan: FP = Faktor pengenceran 4) Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Daging keong matah merah seberat 2 gram (W1) diletakkan di atas kapas bebas lemak lalu dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat kosongnya (W2) dan disambungkan dengan tabung sokhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung sokhlet dan disiram dengan pelarut lemak berupa n-heksana sebanyak 150 ml. Tabung

ekstraksi dipasang pada alat destilasi sokhlet, kemudian dipanaskan pada suhu 40 ˚C dengan menggunakan pemanas listrik dan direfluks selama 6 jam. Pelarut

lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ˚C. Labu lemak yang telah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga beratnya konstan lalu ditimbang (W3). Perhitungan kadar lemak adalah sebagai berikut:

% Kadar Lemak = x 100 % Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

3.4.2 Analisis kadar abu tak larut asam menurut SNI 01-3836-2000 (BSN 2000) Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan didihkan selama 5 menit. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida (dengan pereaksi AgNO3). Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven. Kertas saring yang sudah dioven kemudian dilipat dengan menggunakan sudip dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobotnya. Cawan tersebut dibakar di ruang asam sampai tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan dalam tanur selama 6 jam. Cawan lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu tak larut asam dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

3.4.3 Analisis asam amino (AOAC 2005 dengan modifikasi)

Komposisi asam amino ditentukan menggunakan HPLC. Langkah pertama yang dilakukan adalah membilas perangkat HPLC dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Syringe yang akan digunakan juga dibilas dengan akuades. Analisis asam amino dengan HPLC terdiri atas 4 tahap, yaitu (1) tahap pembuatan hidrolisat protein; (2) tahap pengeringan; (3) tahap derivatisasi; dan (4) tahap injeksi serta analisis asam amino.

1) Tahap pembuatan hidrolisat protein

Hal yang dilakukan pada tahap pembuatan hidrolisat protein adalah sampel ditimbang sebanyak 30 mg kemudian dihancurkan. Sampel yang telah hancur dihidrolisis asam menggunakan HCl 6 N sebanyak 2 ml yang kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ˚C selama 24 jam. Pemanasan dalam oven dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan, selain itu pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat reaksi hidrolisis.

2) Tahap pengeringan

Sampel yang telah dihidrolisis pada suhu kamar dipindahkan isinya ke dalam labu evaporator 50 ml, dibilas dengan 2 ml HCl 0,01 N dan cairan bilasan dimasukkan ke dalam labu evaporator. Proses tersebut diulangi 2-3 kali. Sampel kemudian dikeringkan menggunakan rotary evaporator selama 15-30 menit untuk mengubah sistein menjadi sistin. Sampel yang sudah kering ditambah dengan 5 ml HCl 0,01 N kemudian disaring dengan kertas saring milipore.

3) Tahap derivatisasi

Larutan derivatisasi dibuat dengan menambahkan buffer kalium borat 1 M pH 10,4 pada sampel dengan perbandingan 1:1. Sebanyak 50 µl sampel ke dalam vial kosong yang bersih kemudian ditambahkan 250 µl pereaksi Ortoflaaldehida (OPA) dengan perbandingan 1:5, didiamkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Larutan stok OPA dibuat dengan cara mencampurkan 50 mg OPA ke dalam 4 ml metanol dan 0,025 ml merkaptoetanol, dikocok perlahan dan tambahkan larutan brij 30% sebanyak 0,050 ml dan buffer kalium borat 1 M pH 10,4 sebanyak 1 ml. Larutan disimpan dalam botol berwarna gelap pada suhu 4 ˚C dan akan stabil selama 2 minggu. 4) Injeksi ke HPLC

Larutan diinjeksikan sebanyak 5 µl ke dalam HPLC. Pemisahan asam amino dilakukan selama ±25 menit. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang

sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam 100 gram bahan dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan : BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/ml)

Kondisi alat HPLC saat dilakukannya analisis asam amino adalah sebagai berikut:

Temperatur : 27 ˚C (suhu ruang) Jenis kolom HPLC : Ultra techspere Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit Tekanan : 3000 psi

Fase gerak : Buffer Na-Aaetat dan methanol 95% Detektor : Fluoresensi

Panjang gelombang : 254 nm

3.4.4 Analisis kandungan taurin (AOAC 1999)

Kandungan taurin dapat dianalisis menggunakan alat HPLC dengan beberapa tahapan sebagai berikut :

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke labu ukur 100 ml, kemudian ditambah 80 ml air suling dan 1 ml pereaksi Carrez 1 lalu dikocok hingga homogen. Sampel yang telah homogen kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi Carrez 2, kemudian kocok hingga homogen. Sampel yang telah ditambahkan pereaksi Carrez 1 dan 2 kemudian dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan air suling sampai tanda tera labu ukur dan kocok hingga homogen. Sampel disaring menggunakan kertas saring Whatman. Filtrat ditampung dengan erlenmeyer dan disimpan ditempat gelap.

Tahap selanjutnya adalah tahap derivatisasi yaitu dengan mengambil 10 ml ekstrak sampel dimasukkan ke labu ukur 10 ml, kemudian ditambahkan 1 ml buffer natrium karbonat dan 1 ml larutan dansil klorida. Sampel didiamkan selama 2 jam lalu dikocok dan ditambahkan 0,5 ml larutan metilamin hidroklorida dan air suling sampai tanda tera (10 ml), kemudian dikocok kembali hingga homogen. Hasil derivatisasi diambil sebanyak 20 µl kemudian diinjeksikan ke

HPLC untuk mengetahui kandungan taurin pada sampel. Kandungan taurin dalam 100 gram bahan dapat dihitung dengan rumus :

% taurin =

Keterangan : C = Konsentrasi standar taurin

Kondisi alat HPLC saat analisis taurin adalah sebagai berikut : Temperatur : 27 ˚C (suhu ruang)

Jenis kolom HPLC : Pico tag 3,9x150 nm column Kecepatan alir eluen : 1,5 ml/menit

Tekanan : 3000 psi

Fase gerak : Asetonitril 60 % dan buffer natrium asetat 1 M Detektor : UV

Panjang gelombang : 272 nm

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1993) Rancangan percobaan yang digunakan untuk menguji pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan proksimat dan abu tak larut asam adalah metode rancangan acak lengkap (RAL) dengan satu faktor dan 4 taraf (segar, pengukusan, perebusan, dan perebusan garam). Uji kenormalan galat pada penelitin ini mengunakan uji Kolmogrov Simirnov. Setelah diuji dengan Kolmogrov Simirnov, data dianalisis dengan ANOVA (Analysis of Variant) menggunakan uji F, sebelum dilakukan uji F terlebih dahulu di uji kenormalan galat. Model rancangannya adalah sebagai berikut:

Yij = μ + τi + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j (j=1,2) μ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan

τi = Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i (i=1,2,3) εij = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j

Hipotesa terhadap hasil pengujian zat gizi (kandungan proksimat dan abu tak larut asam) keong matah merah pada berbagai metode pengolahan adalah sebagai berikut:

H0 = Metode pengolahan tidak memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong matah merah.

H1 = Metode pengolahan memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong matah merah.

Jika uji F pada ANOVA memberikan pengaruh terhadap zat gizi keong matah merah, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan dengan rumus sebagai berikut:

Duncan = tα/2; dbs Keterangan :

KTS = Kuadrat tengah sisa dbs = Derajat bebas sisa r = Banyaknya ulangan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Morfometrik dan Rendemen Keong Matah Merah (Cerithidea obtusa) Keong matah merah yang diperoleh memiliki tubuh yang simetris bilateral, cangkang berbentuk kerucut berwarna hijau kehitaman dengan bercak merah, bentuk kepala jelas serta memiliki mata dan radula. Keong matah merah yang diuji dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Keong matah merah (Cerithidea obtusa) yang diuji.

Pengukuran morfometrik dilakukan dengan mengambil 30 sampel secara acak kemudian ditimbang beratnya serta diukur panjang, lebar dan tebalnya sehingga dihasilkan data seperti pada Lampiran 1. Karakteristik fisik keong matah merah meliputi berat, panjang, lebar, dan tebal disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik fisik keong matah merah (Cerithidea obtusa)

No Parameter Satuan Nilai

1 Panjang cm 3,80 ± 0,29

2 Lebar cm 1,66 ± 0,19

3 Tebal cm 1,49 ± 0,19

4 Berat g 4,23 ± 1,04

*Menggunakan sampel 30 ekor keong

Keong matah merah memiliki panjang rata-rata 3,80 cm, lebar rata-rata 1,66 cm, tebal rata-rata 1,49 cm, dan berat rata-rata 4,23 g. Perbedaan panjang,

Panjang

Lebar Tebal

lebar, tebal, dan berat keong matah merah merupakan perbedaan pertumbuhan yang dialami oleh tiap keong.

Pertumbuhan secara umum adalah perubahan dimensi (panjang, berat,

volume, jumlah dan ukuran) persatuan waktu baik individu maupun komunitas (Effendi 1997). Pertumbuhan merupakan suatu indikator yang baik

untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan (Moyle dan Cech 2004). Pertumbuhan suatu biota dapat dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan biota yaitu keturunan

(genetik), jenis kelamin, parasit dan penyakit, serta umur dan maturitas (Effendi 1997). Faktor eksternal mempengaruhi pertumbuhan biota

yaitu jumlah dan ukuran makanan yang tersedia, jumlah biota yang menggunakan sumber makanan yang tersedia, suhu, oksigen terlarut, kadar amonia di perairan dan salinitas (Moyle dan Cech 2004).

Rendemen digunakan untuk memperkirakan seberapa banyak tubuh biota yang dapat digunakan sebagai bahan makanan (Hadiwiyoto 1993). Rendemen merupakan suatu parameter penting yang digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk maupun bahan baku. Persentase rendemen keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 9.

18.90% 19.69%

61.42%

Gambar 9 Rendemen keong matah merah (Cerithidea obtusa) daging jeroan cangkang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rendemen daging keong matah merah sebesar 19,69%, jeroan sebesar 18,90% dan cangkang sebesar 61,42%. Contoh perhitungan rendemen keong matah merah dapat dilihat pada Lampiran 2.

Keong matah merah memiliki rendemen cangkang yang tinggi karena hampir seluruh tubuhnya tertutupi oleh cangkang.

Cangkang keong mempunyai tiga lapisan yang berbeda yaitu lapisan nacre yang merupakan lapisan paling dalam, tipis, mengandung CaCO3 yang keberadannya menentukan penampakan warna cangkang, lapisan perismatic yang mengandung hampir 90% CaCO3 dan terletak vertikal serta lapisan periostracum yang terdiri dari zat tanduk (Suwignyo et al. 2005). Tingginya kadar zat kapur (CaCO3) dan zat tanduk pada cangkang membuat rendemen cangkang menjadi paling tinggi diantara rendemen daging dan jeroan.

Pada umumnya, cangkang keong dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan souvenir dengan pengolahan lebih lanjut, seperti pewarnaan. Menurut Hasfiandi (2010), cangkang keong bernilai ekonomis tinggi karena telah dimanfaatkan sebagai bahan pembuat souvenir dan bahan tambahan pada pembuatan cat.

4.2 Hasil Analisis Kimia

Berdasarkan hasil analisis kimia diperoleh data mengenai kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar abu tak larut asam, asam amino dan taurin dari daging keong matah merah (Cerithidea obtusa).

4.2.1 Komposisi kimia

Setiap komoditas pangan memiliki sifat gizi yang berbeda. Sifat gizi suatu komoditas pangan dapat diketahui melalui analisis proksimat dengan tujuan untuk mengetahui komposisi kimia pada komoditas pangan sehingga dapat diketahui kandungan gizinya secara kasar (crude). Presentase komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) dapat dilihat pada Tabel 7

Tabel 7 Komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa) Jenis gizi Keong segar Keong kukus Keong rebus

Keong rebus garam bb (%) bk (%) bb (%) bk (%) bb (%) bk (%) bb (%) bk (%) Air 80,63 - 74,63 - 78,89 - 76,56 - Abu 1,65 8,48 1,97 7,77 1,14 5,43 2,77 11,81 Protein 14,29 73,74 16,71 65,85 9,87 46,76 11,93 50,87 Lemak 0,19 0,99 0,25 0,99 0,42 1,99 0,20 0,86 Abu tak larut asam 0,20 1,01 0,20 0,79 0,19 0,90 0,20 0,86 Sifat dari setiap unsur pokok yang terdapat dalam bahan pangan perlu diketahui untuk mengembangkan bahan pangan tersebut. Salah satu metode yang lazim digunakan adalah analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar meliputi kadar air, abu, protein dan lemak. Contoh perhitungan analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 3-7. 1) Kadar air

Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air bebas yang terdapat dalam daging keong matah merah. Histogram kadar air (bb) keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Histogram kadar air (bb) daging keong matah merah segar kukus rebus rebus garam.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

segar kukus rebus rebus

garam 80,63 (a) 74,63

(d)

78,89

(b)

76,56

(c)

N ila i ( % ) Metode pengolahan

Gambar 10 menunjukkan bahwa daging keong matah merah segar mengandung kadar air tertinggi bila dibandingkan dengan daging keong matah merah kukus, rebus dan rebus garam yaitu sebesar 80,63%. Kadar air terendah terkandung dalam daging keong matah merah kukus yaitu sebesar 74,63%.

Hasil analisis statistik terhadap kadar air (Lampiran 9) menunjukkan nilai P-value 0,0002 atau lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar air daging keong matah merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar air (Lampiran 10) menunjukkan bahwa kadar air pada daging keong matah merah segar berbeda dengan daging keong matah merah kukus, rebus, dan rebus garam.

Berdasarkan hasil penelitian, kadar air keong kukus, rebus, dan rebus garam mengalami penurunan bila dibandingkan dengan daging keong segar. Penurunan kadar air pada daging keong kukus sebesar 7,44%, pada daging rebus sebesar 2,16% dan pada daging rebus garam sebesar 5,05%.

Penurunan kadar air dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas

permukaan, konsentrasi zat terlarut dalam air panas dan pengadukan air (Harris dan Karmas 1989). Penurunan kadar air pada daging yang dikukus diduga

karena adanya proses keluarnya air dari dalam daging. Sebagian cairan tersebut akan menguap ataupun tertampung dalam wadah pengukus. Pada perebusan diduga sebagian air yang terkandung dalam daging keong matah merah larut bersama air perebusan. Menurut Morris et al. (2004), transfer panas dan pergerakan aliran air menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan. Hal ini menurunkan kandungan air sehingga terjadi perubahan yang berhubungan dengan proses dehidrasi seperti penurunan konsentrasi protein dan lemak pada makanan.

Penurunan kadar air pada daging keong rebus garam diduga karena adanya pengaruh panas dan penambahan garam pada media pemasakkan. Adanya penambahan garam dapat menyebabkan penurunan kadar air pada bahan karena garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi sehingga air dalam bahan ditarik keluar dan garam yang ada pada larutan masuk ke dalam bahan sehingga air

dalam bahan berkurang dan kadar air bahan menurun. Menurut Subagio et al. (2004), garam dapur dapat menyebabkan berkurangnya

jumlah air dalam daging ikan sehingga kadar air dan aktifitas airnya menjadi rendah.

2) Kadar abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu dan komposisinya tergantung pada bahan yang dianalisis dan cara pengabuannya (Budiyanto 2002). Histogram kadar abu (bk) keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Histogram kadar abu (bk) daging keong matah merah segar kukus rebus rebus garam.

Gambar 11 menunjukkan bahwa daging keong matah merah rebus garam mengandung kadar abu tertinggi yaitu sebesar 11,81%. Kadar abu terendah terkandung dalam daging keong matah merah rebus yaitu sebesar 5,43%.

Hasil analisis statistik terhadap kadar abu (Lampiran 11) menunjukkan nilai P-value 0,0149 atau lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu daging keong matah merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar abu (Lampiran 12) menunjukkan bahwa kadar abu pada daging keong matah merah rebus garam berbeda dengan daging keong matah merah segar, kukus, dan rebus, namun kadar abu pada daging keong matah merah kukus tidak berbeda dengan kadar abu daging keong matah merah segar dan rebus.

0 2 4 6 8 10 12

segar kukus rebus rebus

garam 8,48 (b) 7,77 (bc) 5,43 (c) 11,81 (a) N ila i ( % ) Metode pengolahan

Berdasarkan hasil penelitian, kadar abu keong kukus dan rebus mengalami penurunan sedangkan daging keong rebus garam mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan daging keong segar. Penurunan kadar abu keong kukus sebesar 8,37% dan penurunan pada daging keong rebus sebesar 36,56%, sedangkan peningkatan pada daging keong rebus garam sebesar 39,27%.

Garam dapur yang digunakan pada umumnya mengandung Na, Cl serta senyawa pengotor lainnya seperti MgCl2, MgSO4, CaSO4, CaCO3, KBr, dan KCL (Roosalina 2009). Peningkatan kadar abu pada daging keong matah merah rebus garam diduga akibat adanya penambahan garam pada proses pemasakan. Menurut Johnson dan Peterson (1974), meningkatnya kadar abu dapat disebaboleh adanya penambahan NaCl dan amonium klorida.

Pengukusan dapat menyebabkan pecahnya partikel-partikel mineral yang terikat pada air akibat pemanasan sehingga mineral pada daging keong terlarut ke dalam uap air pengukusan. Tamrin dan Prayitno (2008) menyatakan bahwa pengukusan akan menyebabkan penurunan gizi pada suatu bahan.

3) Kadar protein

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien selain karbohidrat dan lemak yang berperan penting dalam pembentukan biomolekul. Presentase kadar protein pada beberapa spesies dari moluska dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Presentase kadar protein pada beberapa spesies dari moluska

Jenis keong

Kadar protein per 100 gram daging berat kering (%) Daging segar Daging kukus Daging rebus Daging rebus garam Keong mas (Purwaningsih et al. 2011) 75,68 64,22 64,48 55,11 Remis (Kurnia 2011) 67,34 39,51 42,27 31,31 Keong ipong-ipong (Purwaningsih et al. 2011) 62,72 49,25 45,66 44,05 Keong matah merah hasil penelitian 73,74 65,85 46,76 50,87 Berdasaran Tabel 8 dapat diketahui bahwa kadar protein daging keong matah merah kukus pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein pada daging keong ipong-ipong kukus, remis kukus, dan keong mas

kukus. Pada umumnya, kadar protein terendah pada moluska terjadi akibat adanya perebusan dengan penambahan garam.

Pada penelitian kali ini, keong matah merah segar dan olahan diuji kadar proteinnya. Histogram kadar protein (bk) keong matah merah dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Histogram kadar protein (bk) daging keong matah merah segar kukus rebus rebus garam.

Gambar 12 menunjukkan bahwa daging keong matah merah segar mengandung kadar protein tertinggi bila dibandingkan dengan daging keong matah merah kukus, rebus dan rebus garam yaitu sebesar 73,74%. Kadar protein terendah terkandung dalam daging keong matah merah rebus yaitu sebesar 46,76%.

Hasil analisis statistik terhadap kadar protein (Lampiran 13) menunjukkan nilai P-value 0,0001 atau lebih kecil dari 0,05 yang berarti bahwa perbedaan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein

daging keong matah merah. Uji lanjut Duncan terhadap kadar protein (Lampiran 14) menunjukkan bahwa kadar protein segar berbeda dengan kadar

protein pada daging keong kukus, rebus, dan rebus garam, namun kadar protein daging keong rebus tidak berbeda dengan kadar protein daging keong rebus garam. 0 10 20 30 40 50 60 70 80

segar kukus rebus rebus garam

73,74 (a) 65,85 (b) 46,76 (c) 50,87 (c) N ila i ( % ) Metode pengolahan

Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein pada daging keong kukus, rebus dan rebus garam mengalami penurunan bila dibandingkan dengan daging keong segar. Daging keong kukus mengalami penurunan sebesar 10,70%, pada daging keong rebus sebesar 36,59% dan pada daging keong rebus garam sebesar 31,01%.

Perbedaan kadar protein pada daging keong kukus, rebus dan rebus garam diduga disebabkan oleh adanya perbedaan pengolahan serta jenis protein yang terkandung dalam daging. Daging keong kukus mengalami penurunan kandungan protein yang rendah, hal ini diduga pada saat pengukusan, daging keong tidak bersentuhan langsung dengan air sebagai media pengukusan yang dapat melarutkan protein pada daging keong. Pada daging rebus dan rebus garam,

Dokumen terkait