• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Pengaruh Pengolahan terhadap Protein

Pada prinsipnya pengolahan pangan menurut Palupi et al. (2007) antara lain untuk pengawetan produk pangan, pengemasan produk pangan, penyimpanan produk pangan, untuk mengubah bahan pangan menjadi produk yang diinginkan, serta untuk mempersiapkan bahan pangan agar siap dihidangkan. Bahan mentah merupakan komoditas yang mudah rusak sehingga diperlukan penanganan dan pengolahan yang baik pada bahan tersebut. Secara umum, pengolahan bahan pangan berprotein dapat dilakukan secara fisik, kimia atau biologis. Pengolahan bahan pangan secara fisik dapat dilakukan dengan cara penghancuran atau pemanasan, secara kimiawi yaitu menggunakan pelarut organik, pengoksidasi, alkali, asam atau belerang dioksida, dan secara biologis dengan hidrolisa enzimatis atau fermentasi.

Metode pengolahan dengan suhu tinggi atau pemanasan merupakan salah satu metode pengolahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat. Pemanasan merupakan perlakuan suhu tinggi yang diberikan pada suatu bahan pangan dengan

tujuan untuk mengurangi populasi mikroorganisme yang ada di dalam bahan pangan. Perlakuan-perlakuan pemanasan biasanya dikombinasikan dengan perlakuan lainnya untuk mencegah rekontaminasi oleh mikroorganisme (Tamrin dan Prayitno 2008).

Teknik pengolahan dengan pemanasan mampu menghasilkan produk yang

memiliki cita rasa yang luar biasa dibandingkan dengan teknik lain (Winarno 2008). Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan suhu

diatas 60 ºC dapat menyebabkan molekul protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat menjadi tidak stabil (Hawab 2007). Pemanasan pada bahan makanan juga dapat menyebabkan perubahan pada penampilan dan sifat fisik dari jaringan otot. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh lamanya waktu pemasakan dan kondisi suhu yang digunakan. Pemanasan bahan baku dengan suhu yang tinggi dapat menyebabkan zat gizi menurun jika dibandingkan dengan zat gizi pada bahan yang masih segar (Kinsman 1994).

Perebusan merupakan proses transfer kalor dari sumber ke material dengan menggunakan medium yang mengandung senyawa air (H2O). Perebusan merupakan metode konvesional yang telah lama dikenal dalam proses memasak. Transfer panas dalam proses perebusan dapat terjadi dalam satu tahap atau lebih secara konduksi, konveksi maupun radiasi. Pemanasan air dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan memberikan cukup energi kepada molekul air untuk dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan pangan (Winarno 2008).

Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan dengan menggunakan media air, namun media air tersebut tidak bersentuhan secara langsung dengan bahan makanan. Pengukusan sebelum penyimpanan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Pengukusan merupakan suatu proses pemanasan dengan media uap panas yang berasal dari air yang dididihkan. Pengolahan makanan dengan cara dikukus memiliki keuntungan yaitu dapat menekan jumlah nutrisi yang hilang karena bahan makanan tidak langsung bersentuhan dengan air (Gsianturi 2002).

Garam merupakan bahan tambahan yang biasa digunakan dalam pengolahan suatu bahan pangan. Garam dapat meningkatkan cita rasa pangan dan

berperan mengeluarkan air dalam bahan pangan (Adawiyah 2007). Keluarnya air dari dalam bahan pangan dapat menurunkan kadar air pada suatu bahan pangan. Kandungan air yang menurun mampu menghambat aktivitas bakteri yang akan mempengaruhi daya simpan suatu bahan pangan. Garam dapat menyebabkan penurunan osmotik yang dapat menyebabkan keseimbangan osmotik dalam sel bakteri terganggu (BBRP2B 2007).

2.6 Taurin

Taurin atau asam 2-aminoetanasulfonat merupakan salah satu asam amino beta. Atom karbon beta dari gugus sulfonat berikatan dengan gugus amino sehingga taurin disebut asam amino sulfonat. Molekul taurin disusun oleh atom C, H, O, N, dan S dengan rumus molekul C2H7NO3S (Russheim 2000). Gambar struktur taurin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Struktur taurin (Medicdaily 2012).

Taurin merupakan asam amino bebas yang berperan penting dalam menjaga kelancaran berbagai proses pada tubuh hewan dan manusia, diantaranya adalah mencegah kerusakan sel, menjaga kerja jantung, mengatur aktivitas sel otak, menjaga fungsi mata, dan menjaga tingkat natrium serta kalium dalam sel. Taurin adalah salah satu komponen penting garam empedu yang bekerja dalam penyerapan lemak dan vitamin larut lemak (Azuma et al. 1992).

Sturman (1988) menyatakan bahwa taurin merupakan asam amino yang ditemukan dalam bentuk bebas. Taurin tidak membentuk protein, tetapi sebagian

y-glutamin-taurin yang disinteses dalam otak dan jaringan paratiroid. Menurut Martinez et al. (2004), taurin merupakan turunan dari metionin dan

sistein serta tidak termasuk ke dalam sepuluh asam amino esensial.

Taurin disintesis dari asam amino esensial metionin melalui sistein. Konversi metionin menjadi sistein dan selanjutnya menjadi taurin membutuhkan vitamin B6. Kekurangan asam amino metionin, sistein, dan vitamin B6 dapat menyebabkan kekurangan taurin dalam tubuh (Yulfitrin 2003). Chesney (1988) menyatakan tahapan reaksi sintesis taurin bervariasi berdasarkan spesies dan tipe jaringannya.

Taurin dibentuk oleh tubuh di dalam hati yang diikuti dengan reaksi okidasi dari dekarboksilasi asam amino sistein (Marsh dan May 2009). Skema pembentukan taurin pada hati dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Skema pembentukan taurin pada hati (Moss 1992).

Pada umumnya, taurin dapat ditemukan dalam beberapa organ tubuh manusia, mamalia, dan hewan laut. Kandungan taurin pada beberapa produk perikanan dan peternakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kandungan taurin pada produk perikanan dan peternakan

Produk perikanan (mg/100g) Oyster 1178 Gurita 871 Cumi-cumi Jepang 364 Hati sapi 45 Skipjack 3

Menurut Huxtable (1992), taurin mengandung gugus sulfur yang ditemukan di dalam ruang antar sel di otak, retina, ginjal, jantung, dan otot hewan bertulang belakang yang berperan sebagai senyawa organik endogeneus pembawa sinyal di antara neuron (neurotransmitter) di dalam jaringan pusat. Menurut Kim et al. (2003), taurin merupakan senyawa yang mempengaruhi proses osmosis (osmoyte organic) yang penting dalam otak dan ginjal serta memiliki kontribusi yang penting dalam pengaturan volume sel, khususnya pada pengaturan tekanan hipoosmotik dan hiperosmotik yang penting dalam perkembangan sistem saraf pusat dan retina.

Taurin memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah berperan dalam fungsi retina dan fungsi kognitif (Siswono 2001). Taurin juga berperan dalam penyerapan lemak dan vitamin, memelihara stabilitas membran sel dan mencegah aktivitas yang berlebihan dari sel otak (Labs 2005). Pada dasarnya, taurin memiliki fungsi untuk memfasilitasi lintasan ion-ion natrium, kalium, kalsium dan magnesium saat masuk dan keluar sel dan menstabilkan membran sel secara elektris (Russheim 2000). Secara klinis, taurin telah digunakan dalam perlakuan pada berbagai kondisi, diantaranya pada penyakit kardiovaskular, epilepsi, alzheimer dan gangguan pada jantung (Birdsall 1998).

Dokumen terkait