• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODA PENELITIAN

D. Teknik Analisis Data

2. Analisis Kinerja Keuangan Belanja Daerah

Analisis Kinerja Keuangan Belanja Daerah dilakukan untuk mengevaluasi apakah daerah telah menggunakan APBD secara ekonomis, efisien, dan efektif. Kinerja Keuangan Belanja Daerah dinilai baik apabila realisasi belanja lebih rendah dari jumlah yang dianggarkan. Analisis Kinerja Keuangan Belanja Daerah dapat dilakukan dengan cara:

a. Analisis Varians Belanja Daerah

Analisis ini merupakan analisis terhadap perbedaan atau selisih antara realisasi dengan anggaran. Selisih dalam analisis ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu: 1) selisih disukai dan 2) selisih tidak disukai. Selisih disukai terjadi saat realisasi belanja lebih kecil dari anggaran, sedangkan selisih yang tidak disukai terjadi jika realisasi belanja lebih besar dari anggarannya. Selisih yang signifikan akan memiliki dua kemungkinan, pertama dapat diartikan jika telah terjadi efisiensi anggaran. Kedua dapat diartikan sebaliknya, ini terjadi jika selisih kurang maka sangat mungkin telah terjadi kelemahan

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

dalam perencanaan anggaran sehingga estimasi kurang tepat. Analisis varians belanja daerah dapat dirumuskan sebagai berikut :

b. Analisis Keserasian Belanja Daerah

Analisis keserasian belanja bermanfaat untuk mengetahui keseimbangan antar belanja. Hal ini terkait dengan fungsi anggaran sebagai alat distribusi, alokasi dan stabilisasi dengan demikian pemerintah daerah perlu untuk membuat harmonisasi belanja, guna menjaga fungsi anggaran tetap berjalan dengan baik. (Mahmudi, 2010:162)

1) Rasio Belanja Modal

Rasio ini dapat digunakan untuk mengetahui proporsi Belanja Daerah yang dialokasikan untuk investasi dalam bentuk belanja modal dalam tahun anggaran bersangkutan. Sifat dari belanja ini adalah jangka menengah dan panjang, selain itu belanja modal tidak rutin. Pemerintah daerah dengan tingkat pendapatan rendah biasanya akan memiliki proporsi tingkat belanja modal yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemerintah daerah dengan tingkat pendapatan tinggi. Penyebab terjadinya adalah pemerintah daerah yang memiliki tingkat pendapatan rendah akan

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

berorientasi untuk melakukan belanja modal sebagai bagian dari investasi modal jangka panjang. Rasio belanja modal ini dirumuskan sebagai berikut:

2) Rasio Belanja Operasional

Rasio ini memberi informasi mengenai porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk belanja operasi. Belanja operasi adalah belanja yang manfaatnya dapat habis dikonsumsi dalam satu tahun anggaran. Pada umumnya, pemerintah dengan tingkat pendapatan tinggi cenderung akan memiliki porsi belanja operasi yang lebih tinggi dibandingkan pemerintah daerah dengan pendapatan rendah. Penyebabnya adalah pemerintah daerah dengan tingkat pendapatan tinggi biasanya telah memiliki aset modal yang mencukupi sehingga pemerintah daerah tersebut cenderung melakukan belanja yang bersifat jangka pendek. Rasio belanja operasional dirumuskan sebagai berikut:

c. Analisis Pertumbuhan Belanja Daerah

Analisis Pertumbuhan Belanja Daerah bermanfaat untuk mengetahui perkembangan belanja dari tahun ke tahun. Belanja

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Daerah sendiri biasanya memiliki kecenderungan untuk naik, kenaikan tersebut terjadi karena adanya penyesuaian dengan inflasi dan perubahan nilai tukar rupiah, perubahan cakupan pelayanan, dan penyesuaian faktor makro ekonomi. Kenaikan wajar atau tidaknya perlu melihat beberapa hal yang disebutkan sebelumnya dan alasan kenaikan belanja terjadi, apakah karena kenaikan internal yang relatif terencana dan terkendali ataukah faktor eksternal yang diluar kendalai pemerintah daerah (Mahmudi, 2010). Analisis ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

d. Analisis Efisiensi Belanja Daerah

Analisis Efisiensi Belanja Daerah ini digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dinilai telah melakukan efisiensi anggaran jika rasio efisiensinya kurang dari 100%. Sebaliknya jika lebih dari 100% mengindikasikan terjadinya pemborosan anggaran (Mahmudi, 2010).Rumus yang digunakan sebagai berikut :

F. Penelitian Terdahulu

1. “Analisis Kinerja Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Kabupaten Klaten Tahun 2008-2012” yang dilakukan oleh Bahrun Assidiqi (2014)

Hasil penelitian dalam Kinerja Keuangan Pendapatan Daerah secara umum dapat dikatakan baik. Meskipun tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat masih tinggi dan pemungutan pajak daerah masih belum efisien. Dan hasil penelitian dalam Kinerja Keuangan Belanja Daerah secara umum juga dapat dikatakan baik, tetapi dalam keserasian belanja belum terjasi keseimbangan antara Belanja Operasi dengan Belanja Modal.

2. “Analisis Rasio Keuangan Daerah Dalam Mengenai Kinerja Keuangan

Pemerintah Kota Medan” yang dilakukan oleh Lazyra (2016)

Hasil penelitian ini mengatakan bahwa Kinerja Pemerintah Daerah Kota Medan dengan menggunakan Rasio Keuangan daerah mengalami penurunan, hal ini terjadi dikarenakan kurang maksimalnya pendapatan daerah Pemrintah Kota Medan, dan meningkatnya belanja daerah, bahkan melebihi yang dianggarkan oleh Pemerintah Kota Medan, selain itu juga Pemerintah Daerah Kota Medan tidak mampu meningkatkan dan mengelola hasil pendapatan asli daerah, sehingga masih harus tergantung dengan dana Pemerintahan Pusat.

3. “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah dalam Pengelolaan APBD Kota Surabaya Tahun 2012-2015” yang dilakukan oleh Anis Karlina (2017)

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Plagiat

Hasil penelitian ini mengatakan bahwa kinerja keuangan dalam pertumbuhan pendapatan daerah Kota Surabaya selama tahun 2012- 2015, dapat dikatakan positif karena setiap tahunnya jumlah realisasi pendapatan daerah baik dari PAD maupun TPD selalu mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Dan dapat dilihat dari Efisiensi Belanja Daerah, realisasi anggaran belanja Pemerintah Kota Surabaya tidak terdapat angka melebihi anggaran belanja. Hal ini menunjukan bahwa Pemerintah Kota Surabaya telah melakukan efisiensi belanja. 4. “Analisis Kinerja Keuangan Daerah Pemerintah Kota Yogyakarta

Tahun 2010-2014” yang dilakukan oleh Juliani Dora (2017)

Hasil penelitian ini menunjukan, dilihat dari Derajat Desentralisasi Pemerintah Kota Yogyakarta tahun 2010-2014 menunjukan masih rendah. Rasio Ketergantungan menunjukan Pemerintah daerah Kota Yogyakarta memiliki ketergantungan yang sangat tinggi. Dari Rasio Kemandirian, menunjukan hasil masih rendah dan memiliki pola hubungan konsultatif. Dari Rasio Efektivitas Pajak, sangat efektif dalam mengumpulkan pajak daerah. Dari Rasio Keserasian, menunjukan bahwa belanja pemerintah daearah Kota Yogyakarta pengalokasiannya lebih didominasi oleh Belanja Operasi. Dari Rasio Efisiensi Belanja, menunjukan bahwa pemerintah daerah telah melakukan penghematan anggaran. Dan dari Rasio Pertumbuhan Pendapatan, bahwa pertumbuhan pendapatan dan pertumbuhan pendapatan asli dearah menunjukan hasil yang positif.

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

BAB III

METODA PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yang mana, data ini berupa data sekunder berupa Anggaran dan Realisasi Pendapatan Belanja Daerah Istimewa Yogyakarta periode 2012-2016.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sesuatu yang diteliti, oleh karena itu subjek pada penelitian ini adalah Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Objek pada penelitian ini adalah Laporan Realisasi APBD Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Tahun 2012-2016.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi dan data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu Anggaran APBD Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012-2016 dan Laporan Realisasi APBD Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012-2016 yang didapatkan dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

dan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Provinsi DIY.

D. Teknik Analisis Data

Analisis terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah dalam pengelolaan Anggaran pendapatan daerah secara umum terlihat dari realisasi pendapatan dan anggarannya. Apabila realisasi melampaui anggaran (target) maka kinerja dapat dinilai dengan baik. Penilaian kinerja pendapatan pada dasarnya tidak cukup hanya melihat apakah realisasi pendapatan daerah telah melampaui target anggaran, namun perlu dilihat lebih lanjut kompenen pendapatan apa yang paling berpengaruh. Mahmudi (2010:135) menyatakan bahwa, analisis terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pendapatan daerah antara lain dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Pendapatan Daerah

a. Analisis Varians Pendapatan Daerah

Analisis ini dilakukan dengan cara menghitung selisih antara realisasi pendapatan dengan yang dianggarkan. Biasanya selisih anggaran sudah diinformasikan dalam laporan realisasi anggaran yang sudah disajikan oleh pemerintah daerah. Informasi selisih

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

anggaran-anggaran tersebut sangat membantu pengguna laporan dalam memahami dan menganalisis kinerja pendapatan. Varians pendpatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

Jika terdapat selisih lebih (realisasi pendapatan melebihi jumlah yang dianggarkan) maka dikatakan memiliki Kinerja Keuangan Pendapatan yang baik, sebaliknya apabila terdapat selisih kurang (realisasi pendapatan kurang dari jumlah yang dianggarkan) maka Kinerja Keuangan Pemerintah dalam Pengelolaan Pendapatan Daerah dinilai kurang baik(Mahmudi, 2010).

b. Analisis Rasio Keuangan Daerah

Menurut Djarwanto (2001:123), Rasio adalah suatu angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya dalam Laporan Keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lainnya, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio. Rasio ini dapat memberikan gambaran tentang baik buruknya

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

keadaan atau posisi keuangan suatu koperasi (Munawir, 2001:64). Analisis rasio keuangn dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Rasio Derajat Desentralisasi

Derajat desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah Pendapatan Asli Daerah dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi Pendapatan Asli Daerah, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah dalam penyelenggaraan desentralisasi (Mahmudi, 2010). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :

2) Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Menurut Widodo (2001:150) rasio kemandirian adalah rasio yang menunjukan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, penggunaan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi daerah sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat atau pinjaman. Rumus yang digunakan

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

untuk menghitung Rasio Kemandirian Keuangan Daerah adalah

3) Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah Pendapatan Transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat atau pemerintah propinsi (Mahmudi, 2010). Menurut Kementerian Keuangan (2011), jika Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah berada di bawah 50% berarti pemerintah daerah memiliki ketergantungan keuangan daerah yang rendah. Rumus Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah yaitu:

c. Analisis Pertumbuhan Pendapatan Daerah

Rasio pertumbuhan pendapatan bertujuan untuk mengetahui apakah pemerintah daerah dalam tahun

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan secara positif atau negatif. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

2. Analisis Kinerja Keuangan Pemerinah Daerah dalam Pengelolaan Anggaran Belanja Daerah

Analisis belanja daerah sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi apakah pemerintah daerah telah menggunakan APBD secara ekonomis, efisien dan efektif. Mahmudi (2010:155) menyatakan bahwa, analisis anggaran belanja dilakukan dengan cara :

a. Analisis Varians Belanja Daerah

Analisis varians merupakan analisis terhadap perbedaan atau selisih antara realisasi belanja dengan anggaran. Berdasarkan laporan realisasi anggaran yang disajikan, pembaca laporan dapat mengetahui secara langsung besarnya varians anggaran belanja dengan realisasinya yang bisa dinyatakan dalam bentuk nilai nominal atau peresentasenya. Kinerja pemerintah daerah dinilai kurang baik jika terdapat selisih lebih (realisasi

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

belanja melebihi jumlah yang dianggarkan) sedangkan jika terdapat selisih kurang (realisasi belanja kurang dari jumlah yang dianggarkan) maka Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Belanja Daerah dinilai baik (Mahmudi, 2010) Analisis varians belanja daerah dapat dirumuskan sebagai berikut :

b. Analisis Keserasian Belanja Daerah

Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Operasional dan Belanja Modal secara optimal. Ada 2 perhitungan dalam Rasio Keserasian ini, yaitu : 1) Rasio Belanja Modal

Rasio Belanja Modal merupakan perbandingan antara total belanja modal dengan total belanja daerah. (Mahmudi 2010:164). Rasio belanja modal ini dirumuskan sebagai berikut:

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Plagiat

2) Rasio Belanja Operasional

Rasio Belanja Operasi merupakan perbandingan antara total belanja operasional dengan total belanja daerah. (Mahmudi 2010:164). Rasio belanja operasional dirumuskan sebagai berikut:

c. Analisis Pertumbuhan Belanja Daerah

Analisis Pertumbuhan Belanja Daerah berguna untuk mengetahui pertumbuhan belanja dari tahun ke tahun. Belanja daerah sendiri biasanya memiliki kecenderungan untuk naik, kenaikan tersebut terjadi karena adanya penyesuaian dengan inflasi, perubahan nilai tukar rupiah, perubahan cakupan pelayanan, dan penyesuaian faktor makro ekonomi. Kenaikan wajar atau tidaknya perlu melihat beberapa hal yang disebutkan sebelumnya dan alasan kenaikan belanja terjadi, apakah karena kenaikan internal yang relatif terencana dan terkendali ataukah faktor eksternal yang diluar kendalai pemerintah daerah (Mahmudi, 2010).

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Plagiat

d. Analisis Efisiensi Belanja Daerah

Analisis Efisiensi Belanja Daerah ini digunakan untuk mengukur tingkat penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dinilai telah melakukan efisiensi anggaran jika rasio efisiensinya kurang dari 100%. Sebaliknya jika lebih dari 100% mengindikasikan terjadinya pemborosan anggaran (Mahmudi, 2010).Rumus yang digunakan sebagai berikut :

STIE

Widya

Wiwaha

Jangan

Plagiat

Dokumen terkait