• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.5 Analisis Kinerja Saluran

Irigasi Batang Ilung dibangun dengan tujuan sebagai penyediaan air irigasi persawahan dan perkebunan yang dialirkan melalui saluran irigasi. Aliran pada saluran irigasi merupakan aliran yang tidak seragam atau berubah karena pengaruh kebutuhan air untuk persawahan dan faktor cuaca.

Pada saat musim tanam, debit air yang dialirkan pada saluran lebih besar dibandingkan setelah panen, dilakukan untuk menjaga kebutuhan air agar tetap memenuhi kebutuhan persawahan dan perkebunan. Pada musim hujan debit air pada saluran berbeda dengan musim kemarau sehingga kecepatan aliran dan kedalaman air pada saluran juga berbeda. Perbedaan kecepatan aliran dan kedalaman air pada setiap musimnya akan mempengaruhi luas penampang basah pada saluran.

Pada saluran primer (BBI.0-BBI.1) dengan panjang 3092,95 m dan

kemiringan dasar saluran rencana 0.001248o diperoleh laju sedimentasi sebesar 1,601

ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran primer sebesar 584,295 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran primer diperoleh sebesar 0,00011

ton/m3/hari atau 0,042 ton/m3/tahun.

Pada saluran sekunder titik 1 (BBI.6-BGm.1) dengan panjang saluran 1016,60

m dan kemiringan dasar saluran rencana 0.000198o diperoleh laju sedimentasi sebesar

0,505 ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran sekunder titik 1 sebesar 184.160 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran sekunder titik 1 diperoleh

Pada saluran sekunder titik 2 (BGm.10-BGm.11) dengan panjang saluran 393

m dan kemiringan dasar saluran rencana 0.000254o diperoleh laju sedimentasi sebesar

0,245 ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran sekunder titik 2 sebesar 89,440 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran sekunder titik 2 diperoleh

sebesar 0,00049ton/m3/hari atau 0,178 ton/m3/tahun.

Pada saluran tersier titik 1 (BGm.1-Gm.1kn) dengan kemiringan dasar saluran

rencana 0.000618o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,096 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 1 sebesar 35,190 ton/tahun.

Laju sedimentasi per volume saluran tersier titik 1 diperoleh 0,00018 ton/m3/hari atau

0,064 ton/m3/tahun.

Pada saluran tersier titik 2 (BGm.1-Gm.1kn) dengan kemiringan dasar saluran

rencana 0.000618o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,080 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 2 sebesar 29,160 ton/tahun.

Laju sedimentasi per volume saluran tersier titik 2 diperoleh 0,00015 ton/m3/hari atau

0,056 ton/m3/tahun.

Pada saluran tersier titik 3 (BGm.11-Gm.11kn) dengan kemiringan dasar

saluran rencana 0.001833o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,020 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 3 sebesar 7,480 ton/tahun. Laju

sedimentasi per volume saluran tersier titik 3 diperoleh 0,00020 ton/m3/hari atau

Pada saluran tersier titik 4 (BGm.11-Gm.11kn) dengan kemiringan dasar

saluran rencana 0.001833o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,017 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 4 sebesar 6,374 ton/tahun. Laju

sedimentasi per volume saluran tersier titik 4 diperoleh 0,00018 ton/m3/hari atau

0,064 ton/m3/tahun.

Berdasarkan besarnya laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen melayang yang diperoleh dari pengamatan, diperediksikan akan terjadi pengendapan atau penggerusan pada saluran yang sangat cepat. Jika sedimentasi pada saluran tersebut dibiarkan semakin banyak maka akan berpengaruh pada saluran itu sendiri, kualitas air yang disalurkan dan kinerja saluran dalam penyaluran air yang sampai ke petak persawahan. Dari besarnya sedimentasi yang terjadi pada saluran, disarankan agar dilakukan perawatan berupa pengerukan sedimen yang terdapat pada saluran pada priode waktu yang lebih cepat agar kinerja saluran dalam menyalurkan air tetap normal seperti yang di rencanakan.

Proses penggerusan dan pengendapannya tidak hanya tergantung dari sifat-sifat aliran tetapi juga tergantung pada sifat-sifat-sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sedimen yang terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi saluran dari dimensi asal saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik penampang saluran sehingga secara tidak langsung dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja saluran irigasi.

Proses sedimentasi akan mengakibatkan penggerusan ataupun pengendapan pada saluran sehingga mempengaruhi kedalaman dan kecepatan aliran pada saluran, hal ini juga akan mengakibatkan luas penampang basah pada saluran akan berubah.

Pada saluran primer (BBI.0-BBI.1) dengan luas penampang asal atau luas

penampang perencanaan 4,200 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,352 ton/m2/hari

mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang

saluran membesar menjadi 4.543 m2.

Pada saluran sekunder titik 1 (BBI.6-BGm.1) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 2,613 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,171

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas

penampang saluran mengecil menjadi 2,959 m2.

Pada saluran sekunder titik 2 (BGm.10-BGm.11) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 1,080 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,191

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan airpada saluran sehingga luas

penampang saluran membesar menjadi 1,281 m2.

Pada saluran tersier titik 1(BGm.1-Gm.1kn) dengan luas penampang asal atau

luas penampang perencanaan 0,500 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,198 ton/m2/hari

mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang

saluran mengecil menjadi 0,486 m2.

Pada saluran tersier titik 2 (BGm.1-Gm.1kn) dengan luas penampang asal atau

luas penampang perencanaan 0,500 m2, terjadi sedimentasi sebesar ton/m2/hari

mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang

saluran mengecil menjadi 0,465 m2.

Pada saluran tersier titik 3 (BGm.11-Gm.11kn) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 0,180 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,150

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas

Pada saluran tersier titik 4 (BGm.11-Gm.11kn) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 0,180 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,132

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas

penampang saluran mengecil menjadi 0,132 m2.

Berdasarkan bilangan froude, aliran air pada saluran yang telah diamati merupakan sifataliran subkritis karena angka froude lebih kecil dari 1. Pada saluran primer dengan kecepatan aliran 0,536 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,149. Pada saluran sekunder titik 1 dengan kecepatan aliran 0,268 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,085. Pada saluran sekunder titik 2 dengan kecepatan aliran 0,238 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,094. Pada saluran tersier titik 1 dengan kecepatan aliran 0,223 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,115. Pada saluran tersier titik 2 dengan kecepatan aliran 0,207 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,108. Pada saluran tersier titik 3 dengan kecepatan aliran 0,140 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,089. Pada saluran tersier titik 4 dengan kecepatan aliran 0,136 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,087.

Keadaan aliran pada saluran yang bersifat subkritis menunjukkan peranan gaya tarik bumi lebih menonjol sehingga aliran mempunyai kecepatan rendah dan sering dikatakan tenang dan keadaan gelombang air akan disebarkan ke hulu akibat adanya gangguan atau hambatan di saluran.

Kecapatan aliran tidak sesuai dengan kecepatan yang dianjurkan sehingga akan mengakibatkan terjadinya sedimentasi. Pada perencanaan saluran pasangan, kecepatan maksimum dianjurkan pada pemakaian untuk aliran subkritis yaitu untuk pasangan batu kecepatan maksimum 2 m/s, untuk pasangan beton kecepatan maksimum 3 m/s, untuk ferrocemen kecepatan maksimum 3 m/s.

Saluran ferrocemen dengan penampang tapal kuda disyaratkan tidak timbul atau terjadi endapan dalam saluran. Kecepatan minimum aliran ditetapkan V >0,6 m/s agar pasir ataulumpur tidak mengendap disepanjang saluran.

Kecepatan aliran akan mempengaruhi laju sedimentasi, kecepatan yang rendah terjadi akibat adanya gangguan atau hambatan yang mengakibatkan pengendapan sedimen pada saluran. Pengendapan yang lebih besar terjadi pada bagian hilir saluran yang lebih dekat dengan bangunan bagi di mana kecepatan aliran yang lebih kecil. Jika sedimen terus terjadi pengendapen akan menimbulkan kerusakan pada saluran dan akan mempengaruhi kualitas air yang di alirkan ke petak persawahan. Pada saluran sekunder, pengendapan terjadi pada bagian sisi kanan dan kiri saluran serta terjadi penggerusan pada dasar saluran yang mengakibatkan luas penampang akan berubah.

Perubahan tinggi tekanan terhadap energi spesifik dalam suatu penampang saluran merupakan unsur penentu laju pengaliran air pada saluran dan akan berpengaruh terhadap kinerja saluran dalam pendisribusian air irigasi. Pengaruh sedimen terhadap energi spesifik pada penampang saluran dapat diketahui dari hasil perhitungan mengkombinasikan data dimensi asal/perencanaan saluran dengan data pengukuran di lapangan.

Apabila keadaan kinerja saluran pada perencanaan atau data asal dikatakan dengan energi spesifik sebesar 100% dalam mendistribusikan air irigasi, maka berdasarkan hasil perhitungan tinggi tekanan dan energi spesifik dapat diketahui bahwa sedimen yang terdapat di saluran irigasi akan menyebabkan penurunan kinerja saluran.

Dari Tabel 4.13 perhitungan energi spesifik saluran, apabila keadaan kinerja saluran pada perencanaan dikatakan dengan energi spesifik sebesar 100%, maka pada saluranprimer hanya bekerja 98,97% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,03%, saluran sekunder titik 1 hanya bekerja 99,02% dari kinerja yang dikerjakan dengan penurunan kinerja 0,98%, saluran sekunder titik 2 hanya bekerja 99,03% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 0,97%, saluran tersier titik 1 hanya bekerja 98,65% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,35%,saluran tersier titik 2 hanya bekerja 98,60% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,40%,saluran tersier titik 3 hanya bekerja 98,76% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,24%, saluran tersier titik 4 hanya bekerja 98,74% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,26%.

Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran

Pengukuran Saluran

Data Perencanaan Data Pengukuran Lapangan

E% Kinerja Saluran (%) Kedalaman Air (m) Kecepatan Aliran (m/s) Energy Spesifik minimum (m) Kedalaman Air (m) Kecepatan Aliran (m/s) Energy Spesifik Lapangan (m) P ke-1 1.20 1.690 1.343 1.40 0.577 1.417 0.95 98.97 ke-2 1.20 0.494 1.208 1.11 S1 ke-1 0.95 0.589 0.967 1,07 0.278 1.074 0.90 99.02 ke-2 0.91 0.258 0.909 1.06 S2 ke-1 0.60 0.264 0.603 0.75 0.273 0.754 0.80 99.03 ke-2 0.53 0.202 0.528 1.14 T1 ke-1 0.50 0.436 0.510 0.42 0.259 0.421 1.21 98.65 ke-2 0.34 0.188 0.342 1.49 T2 ke-1 0.50 0.436 0.510 0.40 0.239 0.405 1.26 98.60 ke-2 0.33 0.176 0.332 1.54 T3 ke-1 0.30 0.336 0.306 0.28 0.151 0.277 1.10 98.76 ke-2 0.22 0.129 0.221 1.38 T4 ke-1 0.30 0.336 0.306 0.27 0.145 0.267 1.14 98.74 ke-2 0.22 0.127 0.221 1.38

Tabel 4.14 Perhitungan Sedimen Dalam Penampang Saluran Saluran Laju Sedimentasi (ton/hari) Panjang Saluran (m) Lebar Dasar Saluran (m) Luas Penampang Saluran (m2) Sedimentasi / VolumeSaluran (ton/m3/hari) Sedimentasi / Volume Saluran (ton/m3/tahun) Sedimentasi / Luas Memanjang (ton/m2/hari) Sedimentasi/ Luas Memanjang (ton/m2/tahun) Sedimentasi / Luas Penampang (ton/m2/hari) Sedimentasi / Luas Penampang (ton/m2/tahun) P 1,601 3092,95 3,50 4,543 0,0001 0,042 0,00015 0,054 0,352 128,614 S1 0,505 1016,60 2,00 2,959 0,0002 0,061 0,00025 0,091 0,171 62,240 S2 0,245 393,00 1,35 1,281 0,0005 0,178 0,00046 0,169 0,191 69,827 T1 0,096 1126,94 0,90 0,486 0,0002 0,064 0,00010 0,035 0,198 72,369 T2 0,080 1126,94 0,90 0,465 0,0002 0,056 0,00008 0,029 0,172 62,757 T3 0,020 748,33 0,30 0,137 0,0002 0,073 0,00009 0,033 0,150 54,724 T4 0,017 748,33 0,30 0,132 0,0002 0,064 0,00008 0,028 0,132 48,111

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)

Tabel 4.15 Perhitungan Bilangan Froud Saluran Kecepatan Aliran (m/s) Kedalaman Air (m) Angka Froud P 0.536 1.30 0.149 S1 0.268 0.99 0.085 S2 0.238 0.64 0.094 T1 0.223 0.38 0.115 T2 0.207 0.37 0.108 T3 0.140 0.25 0.089 T4 0.136 0.24 0.087

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti yang diuraikan dalam pembahasan studi pengaruh perilaku sedimentasi pada saluran irigasi Batang Ilung, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Laju sedimentasi dengan menggunakan sampel sedimen melayang (suspended

load) pada saluran primer sebesar 1,601 ton/hari dengan konsentrasi sedimen

84,861 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran sekunder titik 1 sebesar 0,505ton/hari dengan konsentrasi sedimen 80,278 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran sekunder titik 2 sebesar 0,245 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 87,917 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 1 sebesar 0,096 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 106,667 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 2 sebesar 0,080 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 99,167 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 3 sebesar 0,020 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 133,473 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 4 sebesar 0,017 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 122,917 mg/liter.

2. Laju sedimentasi pada saluran irigasi mempengaruhi luas penampang saluran

karena terjadinya perubahan kedalaman dan kecepatan air pada saluran. Pada

saluran primer terjadi sedimentasi 0,352 ton/m2/hari mengakibatkan luas

penampang bertambah besardari 4,200 m2 menjadi 4.543 m2. Pada saluran

sekunder titik 1 terjadi sedimentasi 0,171 ton/m2/hari mengakibatkan luas

penampang bertambah besar dari 2,613 m2 menjadi 2,959 m2. Pada saluran

penampang bertambah besar dari 1,080 m2 menjadi 1,281 m2. Pada saluran

tersier titik 1 dan titik 2 terjadi sedimentasi 0,185 ton/m2/hari mengakibatkan

luas penampang mengecil dari 0,500 m2 menjadi 0,475 m2. Pada saluran tersier

titik 3 dan titik 4 terjadi sedimentasi 0,141 ton/m2/hari mengakibatkan luas

penampang mengecil dari 0,180 m2 menjadi 0,135 m2.

3. Aliran air pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1,

tersier titik 2, tersier titik 3 dan tersier titik 4 digolongkan pada sifat aliran subkritis dengan Froude number lebih kecil dari 1 secara berturut-turut yaitu 0,149; 0,085; 0,094; 0,115; 0,108; 0,089; 0,087.

4. Laju sedimentasi pada saluran irigasi menyebabkan perubahan kinerja saluran.

Saluran primer hanya bekerja 98,97% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,03%, saluran sekunder titik 1 hanya bekerja 99,02% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 0,98%, saluran sekunder titik 2 hanya bekerja 99,03% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 0,97%, saluran tersier titik 1 hanya bekerja 98,65% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,35%, saluran tersier titik 2 hanya bekerja 98,60% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,40%, saluran tersier titik 3 hanya bekerja 98,76% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,24%, saluran tersier titik 4 hanya bekerja 98,74% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,26%.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini diajukan saran sebagai berikut :

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan dengan titik lokasi

pengukuran dan pengambilan sampel yang lebih banyak pada saat musim hujan dan musim kemarau sehingga mendapat rata-rata laju sedimentasi pertahun yang lebih akurat.

2. Dilakukan pengulangan pengukuran dan pengambilan sampel dengan interval

waktu pengukuran yang lebih sempit dengan jangka waktu yang lebih lama sehingga mendapat data laju sedimentasi yang lebih akurat.

3. Untuk meningkatkan kinerja saluran dalam menyalurkan air pada Irigasi

Batang Ilung sebaiknya dilakukan pengerukan endapan sedimen yang terdapat pada kantong lumpur serta perlu dilakukan perbaikan dan pemeliharaan saluran dengan interval waktu yang lebih sempit.

4. Untuk pemeliharaan saluran sebaiknya pemerintah bekerjasama dengan

masyarakat dengan melakukan penyuluhan kepada kelompok tani yang sudah kurang berfungsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Irigasi

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Bab I pasal 1 tentang irigasi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.

Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Penyediaan air irigasi menentukan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah dan mutu sesuai dengan kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.

Tujuan utama irigasi adalah mewujudkan pemanfaatan air yang menyeluruh dan mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

Pada umumnya sistem irigasi di Indonesia pengaliran airnya dengan sistem gravitasi dan sistem jaringannya ada 3 golongan antara lain (Radjualini, 2008) :

1. Sistem Irigasi Sederhana

Sistem irigasi ini baik bangunan maupun pemeliharaannya dilakukan oleh para petani dan pada umumnya jumlah arealnya relative kecil. Biasanya terdapat dipegunungan, sedangkan sumber airnya didapat dari sungai-sungai kecil yang airnya mengalir sepanjang tahun. Bangunan bendungnya dibuat dari bronjong atau tumpukan batu dan bangunan-bangunannya dibuat sangat

sederhana serta tidak dilengkapi dengan pintu air dan alat ukur debit air sehingga pembagian airnya tidak dapat dilakukan dengan baik.

2. Sistem Irigasi Sederhana Teknis

Sistem irigasi ini seluruh banguan yang ada didalam jaringan irigasi setengan teknis konstruksinya bisa permanent atau setengah permanent hanya tidak dilengkapi dengan pintu air dan alat pengukur debit. Untuk pengaturan air cukup dipasang balok sekat saja, sehingga pembagian dan pengaturan debitnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun irigasi ini dapat ditingkatkan secara bertahap menjadi sistem irigasi teknis. Pada sistem ini pembangunannya dilakukan oleh pemerintah.

3. Sistem Irigasi Teknis

Sistem irigasi ini seluruh bangunan yang ada didalam jaringan irigasi teknis semua konstruksinya permanen dan juga dilengkapi dengan pintu-pintu air dan alat ukur debit, dimana pembagian airnya bisa diatur dan bisa diukur disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga pembagian/pemberian air ke sawah-sawah dilakukan dengan tertib dan merata. Disamping itu untuk menjamin tidak kebanjiran, dibuat jaringan pembuang tersier, sekunder dan induk, yang nantinya air tersebut dialirkan langsung ke sungai. Saluran ini juga berfungsi untuk membuang air sisa pemakaian dari sawah.

2.2 Air Irigasi

Air merupakan factor yang penting dalam bercocok tanam. Selain jenis tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh sifat dan jenis tanaman, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara bercocok tanam, luas areal, topografi, periode tumbuh dan sebagainya. Cara pemberian air irigasi pada tanaman padi tergantung pada umur dan farietas padi yang ditanam (Mawardi E, 2007).

Air untuk irigasi dipergunakan untuk tanaman padi, palawija, termasuk tebu dan padi gadu, buah-buahan, dan rumput. Padi bukanlah tanaman air tapi untuk hidupnya padi memerlukan air. Dalam penentuan kebutuhan air untuk tanaman terdapat cara sebagai berikut :

1. Menurut tingginya air yang dibutuhkan guna sebidang tanah yang ditanam

atau banyaknya air sama dengan tingginya air yang dibutuhkan dikalikan luas tanah.

2. Banyaknya air yang dibutuhkan pada kesatuan luas untuk sekali penyiraman

atau selama pertumbuhannya.

3. Kesatuan pengaliran air yaitu isi dalam kesatuan waktu pengalirannya untuk

kesatuan luas atau liter/detik/hektar.

4. Menentukan luas tanaman yang dapat dialiri oleh pengaliran air yang

banyaknya tertentu.

Cara pemakaian air tergantung dari keadaan irigasi, tanah, tanaman yang diairi dan sebagainya. Cara pemakaian air dapat dibedakan menjadi yaitu merendam tanah, merembeskan air, pengaliran, dan pengeringan, pembasahan dalam tanah, menyiram dan menyemprot. Merendam tanah dengan pembaruan air lazim digunakan dalam penanaman padi.

Dalam peningkatan produksi pangan, irigasi mempunyai peranan penting yaitu untuk menyediakan air untuk tanaman dan dapat digunakan dalam mengatur kelembaman tanah, membantu menyuburkan tanah melalui bahan-bahan kandungan sedimen yang dibawa oleh air, dapat menekan pertumbuhan gulma, dapat menekan perkembangan hama penyakit tertentu dan memudahkan pengolahan tanah.

Kualitas air menjadi bagian penting dalam pengembangan sumber daya air, yang mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi

ketersediaan air untuk keperluan kehidupan manusia, pertanian, industri, dan sebagainya. Karakteristik fisik dapat mempengaruhi kualitas air, dengan demikan dapat berpengaruh pada ketersediaan air untuk berbagai pemanfaatan keperluan kehidupan manusia, pertanian, industri, dan sebagainya adalah kensentrasi sedimen, suhu air dan tingkat oksigen terlarut dalam suatu sistem aliran air (Asdak C, 2007).

Larutan sedimen yang sebagian besar terdiri atas larutan lumpur dan beberapa berbentuk koloida dari berbagai material yang sering mempengaruhi kualitas air dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya air. Meningkatnya suhu perairan yang dapat diklasifikasi sebagai pencemar perairan dapat mempengaruhi kehidupan organism akuatik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, oksigen terlarut dalam perairan dapat dimanfaatkan untuk indikator atau indeks sanitasi kualitas air.

2.3 Jaringan Irigasi

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi, yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyedian, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi.

Jaringan irigasi utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran sekunder dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya.

Jaringan irigasi sekunder merupakan bagian dari jaringan irigasi yang terdiri dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran pembuang serta saluran pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2001 tentang irigasi,

pemeliharaan jaringan irigasi dapat dilakukan dengan beberapa macam pemeliharaan yang berbeda, antara lain:

1. Pemeliharaan Rutin

Pemeliharan ringan pada bangunan dan saluran irigasi yang dapat dilakukan sementara selama eksploitasi tetap berlangsung, dimana pemeliharaan hanya bagian bangunan/saluran yang ada di permukaan saja.

2. Pemeliharaan Berkala

Pemeliharaan yang dilakukan pada bagian bangunan dan saluran dibawah permukaan air, pada waktu melaksanakan pekerjaan ini saluran dikeringkan terlebih dahulu.

3. Pemeliharaan Pencegahan

Pemeliharaan pencegahan ini merupakan usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan pada jaringan irigasi akibat gangguan manusia yang tidak bertanggung jawab atau akibat gangguan hewan.

4. Pemeliharaan Darurat

Pekerjaan yang dilakuan untuk memperbaiki akibat kerusakan yang tidak terduga sebelumnya, misalnya karena banjir ataupun gempa bumi.

2.4 Saluran Irigasi

Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter. Saluran pembuang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air secara gravitasi dari persawahan untuk mencegah terjadinya terjadinya genangan dan kesurasakan tanaman atau mengatur banyaknya air tanah sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman (Mawardi E, 2007).

Dalam desain hidroulik sebuah saluran terdapat parameter pokok yang harus tentukan apabila kapasitas rencana sudah diketahui yaitu :

1. Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar

2. Kemiringan memanjang saluran

Disamping hal itu, pada saluran pembawa dijumpai tiga kondisi yang harus dibedakan yaitu :

1. Air irigasi tanpa sedimen di saluran tanah; terjadi jika air berasal dari waduk

secara langsung.

2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan; dengan demikian criteria angkutan

Dokumen terkait