• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi Desa Sibagasi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi Desa Sibagasi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran Poto Dokumentasi

(2)

(3)

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, Chay, 2007.Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2006 Tentang Irigasi, Jakarta

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Eksploitasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, Jakarta

Mawardi, Erman, 2007. Desain Hidraulik Bangunan Irigasi. Alfabeta, Jakarta

Radjualini, 2008. Perencanaan Sistem irigasi. Pend. Teknik Sipil Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2001 Tentang Irigasi, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria

Perencanaan 01. Galang Persada, Bandung

Direktorat Jenderal Pengairan, 1986. Standar Perencanaan Irigasi Kriteria

Perencanaan 03. Galang Persada, Bandung

Chow, Ven Te, 1997. Hidrolika Saluran Terbuka. Erlangga, Jakarta

Rangga, Mochamad A. P, 2012. Studi Efisiensi Pemberian Air Irigasi Desa Kutoharjo

Kecamatan Pati Kabupaten Pati Jawa Tengah. Fakultas Teknik Universitas

Negeri Semarang, Semarang

Triatmodjo, Bambang, 1994. Hidraulika I. Beta Offset, Yogyakarta

Sosrodarsono, Suyono, 2003. Hidrologi untuk Pertanian. Pradya Paramita, Jakarta

Priyantoro, D., 1987. Teknik Pengangkutan Sedimen. Himpunan Mahasiswa Pengairan Brawijaya, Malang

Soemarto, C. D., 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta

Soewarno, 1993. Hidrologi : Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai

(5)

Agung N, Ferdian, 2011. Pengendalian Sedimentasi Di Saluran Irigasi Dengan

Penempatan Benda Apung. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret,

Surakarta

Saud, Ismail, 2008. Prediksi Sedimentasi Kali Mas Surabaya. Fakultas Teknik Sipil Institut Teknologi Surabaya, Surabaya

Howay, Zakarias, 2012. Pengukuran Laju Sedimentasi Di Daerah Saluran Irigasi

Macuan Distrik Prafi Kabupaten Manokwari. Fakultas Pertanian dan

Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua, Manokwari

Firman, D. Setiawan, dkk, 2011. Analisis Tegangan Geser dan Total Angkutan

Sedimen Pada Gelombang Asimetris. Fakultas Teknik Kelautan

Wirosoedarsono, Ruslan, Alexander T, dkk, 2011. Prilaku Sedimentasi dan

Pengaruhnya Terhadap Kinerja Saluran Pada Jaringan Irigasi Waru Turi Kanan Kediri. Fakultas Teknik Pertanian Universitas Brawijaya, Malang

Aisyah, Alimuddin, L.,2012. Pendugaan Sedimentasi Pada Das Mamasa Di

Kabupaten Mamasa Propinsi Sulawesi Barat. Fakultas Teknik Pertanian

(6)

Lokasi Penelitian BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 dan lokasi

penelitian dilaksanakan pada saluran irigasi Batang Ilung Desa Sibagasi, Kecamatan

Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utarayang berjarak ± 60 km dari Padang

Sidimpuan.

Secara geografis Kabupaten Padang Lawas Utara terletak pada garis 1°13′50′′

–2°2′32′′ Lintang Utara dan 99°20′44′′ –100°19′10′′ Bujur Timur dengan ketinggian

0–1.915 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara

±3.918,05 km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kabupaten Labuhan Batu

- Sebelah Selatan : Kabupaten Padang Lawas

- Sebelah Barat : Kabupaten Tapanuli Selatan

- Sebelah Timur : Propinsi Riau

Berikut peta lokasi penelitian:

(7)
(8)

Secara geografis lokasi Irigasi Batang Ilung terletak pada garis 1°30′ Lintang

Utara dan 99°37′ Bujur Timur, yang dibatasi oleh Batang Sigama dibagian barat,

Batang Sirumambe dibagian selatan, Batang Pane dibagian timur dan bagian utara

dibatasi oleh kota Gunung Tua. Jaringan irigasi pada Irigasi Batang Ilung terdiri dari

saluran induk/primer dengan panjang saluran 6.241 meter, saluran sekunder dengan

total panajang saluran 53.510 meter dan saluran tersier yang terdiri dari 61 petak

tersier dengan luas persawahan 4.194 Ha.

3.2 Peralatan Penelitian

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut :

a. Stopwatch f. Oven

b. Meteran g. Cawan petri

c. Current meter/Pelampung h. Alat tulis, dan

d. Timbangan digital i. Spidol permanen

e. Botol sampel j. Kamera (alat pemotret)

3.3 Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Deskripsi Data Penelitian

Guna memudahkan penyusunan laporan dalam menyatakan saluran yang

diukur, peneliti menggunakan penamaan titik lokasi pengamatan di lapangan sebagai

berikut :

 Saluran Primer (P) adalah saluran primer BBI.0-BBI.1 dengan luas areal

irigasi 4107 Ha

 Saluran Sekunder Titik 1 (S1) adalah saluran sekunder BBI.6-BGm.1 dengan

(9)

 Saluran Sekunder Titik 2 (S2) adalah saluran sekunder BGm.10-BGm.11

dengan luas areal irigasi 122 Ha

 Saluran Tersier Titik 1 (T1) dan Saluran Tersier Titik 2 (T2) adalah saluran

tersier BGm.1-Gm.1kn bagian hulu dan hilir saluran dengan luas areal irigasi

127 Ha

 Saluran Tersier Titik 3 (T3) dan Saluran Tersier Titik 4 (T4) adalah saluran

tersier BGm.11-Gm.11kn bagian hulu dan hilir dengan luas areal irigasi 56 Ha

3.3.2 Persiapan Alat

Sebelum dilakukan survei pengukuran dan pengambilan sampel dilapangan,

harus dilakukan persiapan peralatan. Adapun persiapan alat yang dilakukan sebelum

melaksanakan pengukuran dan pengambilan sampel dilapangan seperti pembuatan

mistar duga, pembuatan benda apung dan botol sampel.

Mistar duga dibuat dari kayu berukuran panjang 200 cm, pada mistar tersebut

dibuat skala pengukuran. Mistar ini digunakan untuk mempermudah pengukuran

kedalaman aliran, lebar dasar saluran, dan sebagainya.

Pembuatan benda apung digunakan untuk mengukur kecepatan aliran. Adapun

benda apung yang digunakan dalam penelitian ini adalah bola pimpong yang diisi

dengan air hingga setengah volume bola pimpong tersebut dengan tujuan untuk

menstabilkan pergerakan bola pimpong dari pengaruh angin pada saat pengukuran,

sehingga diharapkan benda bergerak benar-benarkarena pengaruh air.

Botol sampel digunakan untuk mengambil/tempat sampel sedimen sebelum di

analisis di laboratorium. Botol sampel tersebut berupa botol plastik bekas air kemasan

dengan volume botol 0,6 liter. Setelah sampel sedimen melayang diperoleh kemudian

(10)
(11)

3.3.3 Pengumpulan Data

Pengukuran dan pengambilan sampel sedimen melayang dilakukan pada dua

priode pengukuran yaitu pada bulan februari dan bulan maret 2016. Pengukuran dan

pengambilan sampel yang dilakukan pada bulan februari yaitu pada saat musim hujan

(hujan kecil).

Pengukuran dan pengambilan sampel sedimen melayang dilakukan pada satu

titik untuk saluran primer di Desa Pagaran Tonga, dua titik untuk saluran sekunder

Desa Gunung Manaon, empat titik untuk saluran tersier Desa Saba Bangun dan

Rondaman Lombang. Setiap titik pengambilan sampel dilakukan pada sisi kanan,

tengah dan kiri penampang saluran.

3.3.4 Pengukuran Luas Penampang dan Kecepatan Aliran

Luas penampang basah titik pengamatan diukur dengan mengukur kedalaman

aliran dan lebar dasar saluran dilakukan dengan menggunakan mistar duga pada

masing-masing penampang titik pengamatan. Pengukuran kedalaman aliran pada

saluran dilakukan tanpa mengukur tebal sedimen, dengan tujuan untuk melihat

perubahan penampang saluran yang disebabkan oleh sedimentasi. Pengukuran

dilakukan sebanyak 5 kali dalam satu titik untuk mendapatkan kedalaman rata-rata.

Kecepatan aliran air diukur berdasarkan metode apung dengan cara

menghanyutkan benda apung pada aliran, kemudian mencatat waktu yang diperlukan

benda apung tersebut dari titik awal hingga titik akhir lintasan pengamatan yang telah

ditentukan jaraknya. Untuk mengubah data kecepatan menjadi kecepatan rata-rata

maka dengan menggunakan rumus kecepatan aliran air dipermukaan dikalikan

koefisien kalibrasi alat pelampung. Pada penelitian ini, jarak lintasan benda apung

(12)

3.3.5 Pengambilan Sampel Sedimen Melayang

Pengambilan sampel sedimen dilakukan secara langsung di saluran primer,

sekunder, dan tersier. Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan

ember yang telah diikat dengan tali tampar dan telah diberi pemberat, kemudian

dimasukkan ke dalam saluran irigasi hingga pada kedalaman dimana terdapat

sedimen melayang.

Tabel 3.1 Pengambilan Sampel

Saluran Jumlah Titik Jumlah Sampel

Primer 1 3

Sekunder 2 6

Tersier 4 12

Total 7 21

Botol sampel atau ember tersebut dimasukkan ke kebagian sisi saluran yang

berlawanan dengan arus aliran pada 0,5 cm dari kedalaman aliran dimana

diperkirakan terdapat sedimen melayang. Pada masing-masing titik pengamatan,

sampel sedimen dan air diambil dari sisi kanan, tengah, dan kiri penampang saluran

untuk mendapatkan rata-rata laju sedimentasi pada saluran tersebut. Sampel sedimen

melayang dan air yang diperoleh dari saluran kemudian dianalisis di laboratorium.

(13)

Di laboratorium, berat kering sedimen diperoleh dengan cara menguapkan

sampel dalam oven dengan temperatur 105°C. Konsentrasi sedimen diperoleh dengan

perbandingan berat kering sedimen dan volume total sampel. Pada penelitian ini,

analisis konsentrasi sedimen dilakukan di laboratorium mekanika tanah USU.

Gambar 3.5 Analisis Laboratorium

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu :

1. Variabel terikat, yaitu laju sedimentasi dan energi spsifik yang terjadi pada

saluran irigasi Desa Sibagasi.

2. Variabel bebas, terdiri dari debit aliran, kecepatan aliran, luas penampang

saluran, jari-jari hidrolis penampang saluran, keliling penampang saluran,

(14)

3.5 Rancangan Penelitian

Gambar 3.4 Diagram alur penelitian

Pengolahan Data :

- Laju Kadar Sedimen Melayang - Energi Spesifik

Hasil Perhitungan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Analisis Kinerja Saluran

Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi Desa Sibagasi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara

Pengumpulan Data

Data Laboratorium - Sampel Sedimen Melayang Data Lapangan

- Kecepatan Aliran - Penampang Basah - Kedalaman air

Studi Pustaka

Perhitung Luas Penampang dan Debit Aliran

(15)

Metodologi yang digunakan untuk mengolah data dalam penulisan ini adalah

metode kuantitatif deskriptif, yaitu metode perhitungan dan penjabaran hasil

pengolahan data lapangan dari lokasi yang ditinjau. Studi penelitian dilakukan sesuai

urutan di bawah ini:

1. Studi Pustaka

Tahap ini adalah untuk referensi yang dibutuhkan dalam proses pengerjaan

dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Pada tahap

ini, penulis mengumpulkan berbagai teori yang berhubungan dengan

permasalahan yang ada.

2. Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu data primer, meliputi data :

- Kecepatan aliran air pada saluran, kedalaman air, lebar dasar saluran dan

ukuran penampang basah saluran irigasi

- Sampel sedimen melayang pada saluran

3. Perhitungan dan Pengolahan Data

Setelah semua data yang dibutuhkan diperoleh, langkah selanjutnya adalah

pengolahan data, sehingga diperoleh besar debit aliran air pada saluran, luas

penampang basah dan energi spesifik saluran. Berat isi kering dari sampel

sedimen yang diperoleh dari laboratorium selanjutnya diperoleh juga kadar

konsentrasi sedimen melayang.

4. Hasil Perhitungan dan Analisis Kinerja Saluran

Setelah konsentrasi sedimen dan energi spesifik diperoleh maka diketahui

besar laju sedimentasi, hasil perbandingan kinerja saluran dan perilaku

sedimen melayang terhadap penampang saluran, kecepatan aliran serta

(16)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menyajikan data penelitian yang telah dilakukan di

lapangan, analisis data hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian tentang

pengaruh perilaku sedimentasi terhadap saluran irigasi. Adapun data penelitian

tersebut yaitu data teruktur dan data terhitung. Data teruktur meliputi data kecepatan

aliran, kedalaman air, lebar atas saluran, lebar dasar saluran dan data laboratorium

berupa sampel sedimen. Data terhitung meliputi luas penampang saluran, kecepatan

rata-rata, jari-jari hidrolis, debit aliran lapangan, konsentrasi sedimen, laju

sedimentasi, energi spesifik dan sebagainya.

4.1 Analisis Debit Aliran

4.1.1 Perhitungan Kecepatan Aliran

Berdasarkan pengukuran di lapangan dengan menggunakan metode apung,

kecepatan diperoleh dengan perbandingan jarak dan waktu pengukuran. Untuk

mengubah data kecepatan menjadi kecepatan rata-rata maka dengan menggunakan

rumus kecepatan aliran air dipermukaan dikalikan koefisien kalibrasi alat pelampung,

pada penelitian ini koefisien kalibrasi sebesar 0,90.

Dari Tabel 4.1 perhitungan kecepatan aliran pengukuran ke-1, kecepatan

aliran air pada saluran primer, sekunder titik 1,sekunder titik 2, tersier titik1, tersier

titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 0,577 m/s;

0,278 m/s; 0,273 m/s; 0,259 m/s; 0,239 m/s; 0,151 m/s; 0,145 m/s.

Dari Tabel 4.2 perhitungan kecepatan aliran pengukuran ke-2, kecepatan

aliran air pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier

titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 0,494 m/s;

(17)
(18)

Tabel 4.2 Perhitungan Kecepatan Aliran Pengukuran 2

(19)

m 1 1,07 m

2,00 m

1,40 m

3,50 m

4.1.2 Perhitungan Luas Penampang Saluran

Luas penampang basah diperoleh dari perkalian antara lebar dasar saluran dan

kedalaman air. Berdasarkan pengukuran di lapangan, bentuk saluran di ukur pada titik

pengukuran yaitu saluran berbentuk persegi dan berbentuk trapesium. Pada penelitian

ini, lebar dasar saluran dianggap sama pada pengukuran priode 1 dan priode 2.

Contoh perhitungan luas penampang basah pada saluran primer dengan lebar dasar

saluran 3,50 m dan kedalaman air 1,40 m, serta contoh perhitungan luas penampang

basah pada saluran sekunder titik 1 dengan lebar dasar saluran 2,0 m dan kedalaman

air 1,07 m. Maka:

A = B . y

= 3,50 x 1,40

= 4,900 m2

Gambar 4.1 Sketsa Penampang

Saluran

Dari Tabel 4.3 Perhitungan luas penampang saluran pengukuran ke-1 pada

saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier

titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 4,900 m2; 3,285 m2; 1,575

m2; 0,551 m2; 0,523 m2; 0,159 m2; 0,151 m2 dan pada pengukuran ke-2 pada saluran

primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3,

tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh luas penampang saluran sebesar 4,186

(20)

Pada pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2 diperoleh besar luas penampang

basah yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi kedalaman air pada saluran,

semakin besar kedalaman air maka akan semakin besar luas penampang basah yang

diperoleh pada saluran tersebut.

Kedalaman aliran rata-rata saluran pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2

pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2,

tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar 1,298 m; 0,988 m; 0,638 m;

0,379 m; 0,366 m; 0,248 m; 0,243 m.

Dari Tabel 4.3 Perhitungan luas penampang saluran pengukuran ke-1 dan

pengukuran ke-2 diperoleh rata-rata luas penampang pada saluran primer, sekunder

titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara

berturut-turut sebesar 4,543 m2; 2,959 m2; 1,281 m2; 0,486 m2; 0,465 m2; 0,137 m2;

(21)

Tabel 4.3 Perhitungan Luas Penampang Saluran

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)

Persamaan: A = B.y

(22)

4.1.3 Perhitungan Debit Aliran

Debit aliran diperoleh dengan perkalian antara kecepatan aliran dan luas

penampang saluran. Contoh perhitungan debit aliran pada saluran primer pengukuran

ke-1 dengan kecepatan aliran 0,577 m/s dan luas penampang basah 4,900 m2. Maka:

Debit (Q) = V.A

= 0,577 x 4,900

= 2,828 m3/s

Dari Tabel 4.4 Perhitungan debit aliran pengukuran ke-1 pada saluran primer,

sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier

titik 4 secara berturut-turut diperoleh debit aliran sebesar 2,828 m3/s; 0,914 m3/s;

0,430 m3/s; 0,143 m3/s; 0,125 m3/s; 0,024 m3/s; 0,022 m3/s. Pengukuran ke-2 pada

saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier

titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh debit aliran sebesar 2,068 m3/s;

0,679 m3/s; 0,200 m3/s; 0,079 m3/s; 0,071 m3/s; 0,015 m3/s; 0,015 m3/s.

Pada pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2 diperoleh debit aliran yang

berbeda, hal ini dikarenakan besarnya luas penampang dan kecepatan aliran yang

berbeda, semakin besar kecepatan aliran maka debit aliran pada saluran tersebut juga

akan semakin besar. Kecepatan rata-rata dari pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2

pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2,

tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 0,536 m/s; 0,268

m/s; 0,238 m/s; 0,223 m/s; 0,207 m/s; 0,140 m/s; 0,136 m/s.

Dari Tabel 4.4 Perhitungan debit aliran pengukuran ke-1 dan ke-2 diperoleh

rata-rata debit aliran pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier

titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar 2,448

(23)

Tabel 4.4 Perhitungan Debit Aliran

Saluran

Pengukuran ke-1 Pengukuran ke-2 Rata-rata

Kecepatan

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)

(24)

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Debit Rencana Dengan Debit Pengukuran

Berdasarkan Gambar 4.2 grafik perbandingan debit rencana dengan debit

pengukuran diatas dapat dilihat bahwa debit pengukuran pada saluran primer,

sekunder titik 1, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 tidak

mencapai debit rencana. Hal ini disebabkan oleh adanya sedimen yang mengendap

pada saluran, sesuatu yang menghambat aliran air seperti sampah, potongan-potongan

kayu,dan sebagainya sehingga mempengaruhi kecepatan aliran pada saluran. Pada

saluran sekunder titik 2 dapat dilihat bahwa debit pengukuran lebih besar dari pada

debit rencana. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penggerusan didasar saluran

sehingga kedalaman air bertambah serta mempengaruhi luas penampang saluran

sehingga mempengaruhi debit aliran.

Perbedaan debit saat pengukuran dengan debit rencana dipengaruhi oleh

keadaan saluran yang sudah mulai rusak, terjadinya penggerusan atau pengendapan di

dasar saluran, kecepatan aliran air yang tidak sesuai lagi dengan perencanaan dan

kondisi di sekitar saluran yang mempengaruhi kinerja saluran dalam menyalurkan air

irigasi.

P S1 S2 T1 T2 T3 T4

Debit Perencanaan 7.099 1.538 0.190 0.178 0.178 0.078 0.078

Debit Pengukuran 2.448 0.797 0.315 0.111 0.098 0.019 0.018

(25)

4.2 Analisis Sedimentasi

4.2.1 Perhitungan Konsentrasi Sedimen Melayang

Konsentrasi muatan sedimen melayang (suspended load) pada suatu

penampang dapat diketahui dari perbandingan dari berat sedimen kering terhadap

volume total dari sampel. Untuk mendapatkan berat kering sedimen, di laboratorium

sampel sedimen yang berisi air di saring kemudian sampel tersebut dikeringkan

dengan menggunakan oven. Sedimen kering kemudian ditimbang dan dinyatakan

dalam bentuk berat kering total gabungan air dengan sedimen.

Dari Tabel 4.5 Perhitungan konsentrasi sedimen pengukuran ke-1 diperoleh

hasil rata-rata konsentrasi sedimen melayang yang terdapat pada saluran primer,

sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier

titik 4 secara berturut-turut sebesar 102,50 mg/liter; 111,11 mg/liter; 132,50 mg/liter;

140,83 mg/liter; 135,56 mg/liter; 167,78 mg/liter; 152,22 mg/liter.

Dari Tabel 4.6 Perhitungan konsentrasi sedimen pengukuran ke-2 diperoleh

hasil rata-rata konsentrasi sedimen melayang yang terdapat pada saluran primer,

sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier

titik 4 secara berturut-turut sebesar 67,22 mg/liter; 49,44 mg/liter; 43,33 mg/liter;

72,50 mg/liter; 62,78 mg/liter; 99,17 mg/liter; 93,61 mg/liter.

Dari Tabel 4.9 Rata-Rata Konsentrasi dan Rata-Rata Laju Sedimenasi, pada

saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier

titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh rata-rata konsentrasi sedimen

sebesar 84,861 mg/liter; 80,278 mg/liter; 87,917 mg/liter; 106,667 mg/liter; 99,167

(26)
(27)
(28)

4.2.2 Perhitungan Laju Sedimentasi

Laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen melayang (suspended load)

diperoleh berdasarkan hasil perkalian konsentrasi sedimen dengan debit aliran dan

factor konversi. Contoh perhitungan laju sedimentasi pengukuran ke-1 pada saluran

primer dengan konsentrasi sedimen sebesar 104,17 mg/liter dan debit aliran 2,828

m3/s, maka :

Laju sedimentasi (Qs) = 0,0864 x Cs x Q

= 0,0864 x 0,10417 x 2,828

= 0,0255 kg/s

= 1,199 ton/hari

Dari Tabel 4.7 Perhitungan Laju Sedimentasi Pengukuran ke-1 diperoleh

rata-rata laju sedimentasi dengan sampel sedimen melayang pada saluran primer, sekunder

titik 1, sekunder titik 2, tersier titik1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara

berturut-turut sebesar2,164 ton/hari; 0,758 ton/hari; 0,426 ton/hari; 0,150 ton/hari;

0,126 ton/hari; 0,030 ton/hari; 0,025 ton/hari.

Dari Tabel 4.8 Perhitungan Laju Sedimentasi Pengukuran ke-2 diperoleh

rata-rata laju sedimentasi dengan sampel sedimen melayang pada saluran primer, sekunder

titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara

berturut-turut sebesar 1,038 ton/hari; 0,251 ton/hari; 0,065 ton/hari; 0,043 ton/hari;

0,033 ton/hari; 0,011 ton/hari; 0,010 ton/hari.

Dari Tabel 4.9 Rata-Rata Konsentrasi dan Rata-Rata Laju Sedimentasi pada

saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik1, tersier titik 2, tersier

titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh rata-rata laju sedimentasi sebesar

1,601 ton/hari; 0,505 ton/hari; 0,245ton/hari; 0,096 ton/hari; 0,080 ton/hari; 0,020

(29)

Tabel 4.7 Perhitungan Laju Sedimentasi Priode 1

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan) Persamaan:

(30)

Tabel 4.8 Perhitungan Laju Sedimentasi Priode 2

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan) Persamaan:

(31)

Tabel 4.9 Rata-Rata Konsentrasi dan Rata-Rata Laju Sedimentasi

Saluran Cs Priode 1 (mg/liter)

Cs Priode 2 (mg/liter)

Cs Rata-rata (mg/liter)

Qs Priode 1 (ton/hari)

Qs Priode 2 (ton/hari)

Qs Rata-rata (ton/hari)

P 102,50 67,22 84,861 2,164 1,038 1,601

S1 111,11 49,44 80,278 0,758 0,251 0,505

S2 132,50 43,33 87,917 0,426 0,065 0,245

T1 140,83 72,50 106,667 0,150 0,043 0,096

T2 135,56 62,78 99,167 0,126 0,033 0,080

T3 167,78 99,17 133,472 0,030 0,011 0,020

T4 152,22 93,61 122,917 0,025 0,010 0,017

(32)

Gambar 4.3 Grafik Laju Sedimentasi

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi 2.164

Laju Sedimen Pengukuran 1 Laju Sedimen Pengukuran 2

0.000

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

La

(33)

Berdasarkan Gambar 4.3 grafik laju sedeimentasi diatas dapat dilihat bahwa

laju sedimentasi terbesar terjadi pada pengukuran ke-1 yaitu pengukuran saat musim

hujan (hujan kecil). Laju sedimentasi terbesar terjadi pada saluran primer

dibandingkan dengan saluran sekunder dan saluran tersier, hal ini disebabkan debit

aliran pada saluran primer lebih besar serta akan mempengaruhi laju sedimentasi.

Berdasarkan Gambar 4.4 grafik hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi

dapat dilihat pengaruh debit aliran terhadap besar laju sedimentasi. Debit aliran pada

saluran akan mempengaruhi besar laju sedimentasi yang terjadi pada saluran tersebut.

Laju sedimentasi terbesar yaitu sebesar 2,164 ton/hari terjadi pada saluran primer

pengukuran ke-1 dengan debit aliran 2,828 m3/s dan laju sedimentasi terkecil terjadi

pada saluran tersier titik 4 pengukuran-2 yaitu sebesar 0,010 ton/hari dengan debit

aliran 0,015 m3/s.

Laju sedimentasi yang terjadi pada bagian sisi kanan atau kiri saluran lebih

besar dibandingkan laju sedimentasi yang terjadi pada bagian tengah saluran. Hal ini

disebabkan karena kecepatan aliran air pada sisi saluran lebih kecil dari pada bagian

tengah saluran, sehingga menyebabkan banyaknya sedimen yang mengendap pada

bagian pinggir saluran.

Besarnya laju sedimentasi bukan hanya dipengaruhi kadar konsentrasi

sedimen tetapi dapat juga dipengaruhi debit aliran, perubahan musim, kebutuhan

petani serta perubahan kecepatan akibat aktivitas manusia. Laju sedimentasi pada

saluran akan mengakibatkan terjadinya penggerusan di beberapa tempat serta

terjadinya pengendapan di tempat lain pada dasar saluran, dengan demikian dimensi

saluran tersebut akan berubah sehingga volume air yang dialirkan juga berkurang

(34)

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi Saluran

Primer

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi Saluran

Sekunder

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi Saluran

Tersier

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500

D

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800

D

0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140 0.160

(35)

Berdasarkan titik lokasi pengukuran, baik pengukuran dimensi saluran,

pengukuran kecepatan untuk mendapatkan debit aliran, maupun pengambilan sampel

sedimen dan pengukuran konsentrasi sedimen untuk mendapatkan laju sedimentasi,

pada saluran sekunder yang ditunjukkan pada gambar 4.6 diperoleh hubungan antara

laju sedimentasi berbanding terbalik dengan debit aliran. Sedangkan pada gambar 4.5

dan gambar 4.7 hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi pada saluran primer

dan tersier diperoleh hubungan antara laju sedimentasi benbanding lurus dengan debit

aliran.

Berdasarkan persamaan regresi linier, pada saluran primer diperoleh

persamaan regresi yaitu y = 0.885x + 0.752 dengan koefisien kolerasi (R) = 1

menunjukkan hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi menggunakan sampel

sedimen melayang pada saluran primer yaitu hubungan positip sempurna. Pada

saluran sekunder diperoleh persamaan regresi yaitu y = 0,993x + 0,217 dengan

koefisien korelasi (R) = 0,902, dan pada saluran tersier diperoleh persamaan regresi

yaitu y = 0,896x + 0,013 dengan koefisien korelasi (R) = 0,940. Persamaan regresi

pada saluran sekunder dan tersier menunjukkan hubungan debit alirandan laju

sedimentasi menggunakan sampel sedimen melayang padasaluran sekunder dan

tersier yaitu hubungan langsung positip baik yaitu berada antara 0,6<R<1,0

(36)

4.3 Analisis Hidrolik

4.3.1 Dimensi Asal Saluran

Data dimensi asal/perencanaan meliputi data lebar dasar saluran, kedalaman

air, kekasaran manning, kemiringan talud, kemiringan dasar saluran, dan sebagainya.

1. Data dimensi saluran primer

B = 3,5 m n = 2,92 S = 0,001248 y = 1,20 m

Q = 7,099 m3/s V = 1,69 m/s A = 4,200 m2 Areal= 4170 Ha

2. Data dimensi saluran sekunder titik 1

B = 1,8 m n = 1,89 S = 0,000198 y = 0,95 m

Q = 1,538 m3/s V = 0,589 m/s A = 2,613 m2 Areal = 989 Ha

3. Data dimensi saluran sekunder titik 2

B = 1,2 m n = 2,00 S = 0,000254 y = 0,60 m

Q = 0,190 m3/s V = 0,264 m/s A = 1,080 m2 Areal =122 Ha

4. Data dimensi saluran tersier titik 1

B = 0,5 m n = 1,00 S = 0,000618 y = 0,50 m

Q = 0,178 m3/s V = 0,436 m/s A = 0,500m2 Areal = 127 Ha

5. Data dimensi saluran tersier titik 2

B = 0,5 m n = 1,00 S = 0,000618 y = 0,50 m

Q = 0,178 m3/s V = 0,436 m/s A = 0,500m2 Areal = 127 Ha

6. Data dimensi saluran tersier titik 3

B = 0,3 m n = 1,00 S = 0,001833 y = 0,30 m

Q = 0,078 m3/s V = 0,336 m/s A = 0,180m2 Areal = 56 Ha

7. Data dimensi saluran tersier titik 4

B = 0,3 m n = 1,00 S = 0,001833 y = 0,30 m

(37)

Tabel 4.10 Data Dimensi Perencanaan

4.3.2 Karakteristik Saluran Pada Pengukuran

Data dimensi saluran yang diperoleh dari pengukuran dilapangan meliputi

data lebar dasar saluran, kedalaman air, kecepatan aliran dan sebagainya. Dari data

dimensi saluran yang telah diukur tersebut akan diperoleh data karakteristik hidrolik

saluran, seperti keliling tampang basah, jari-jari hidrolis, kemiringan dasar saluran,

dan sebagainya.

2. Saluran sekunder titik 1

B = 2,00 m y = 0,99 m V = 0,268 m/s Q = 0,797 m3/s A= 2,959 m2

P = B+2y√ = 2,0 + 2 x 0,99√ = 4,794 m

R = =

(38)

S = =

= 0,48907

3. Saluran sekunder 2

B = 1,35 m y = 0,64 m V = 0,238m/s Q = 0,315 m3/s A= 1,281 m2

P = B+2y√ = 1,35 + 2 x 0,64√ = 3,922 m

R = =

= 0,406 m

S = =

= 0,75198

4. Saluran tersier titik 1

B = 0,90 m y = 0,38 m V = 0,223m/s Q = 0,111m3/s A= 0,486 m2

P = B+2y√ = 0,9 + 2 x 0,38√ = 1.972 m

R = =

= 0,247 m

S = =

= 0,32274

5. Saluran tersier titik 2

B = 0,90 m y = 0,37 m V = 0,207m/s Q = 0,098m3/s A= 0,465 m2

P = B+2y√ = 0,9 + 2 x 0,37√ = 1.935 m

R = =

= 0,240 m

S = =

= 0,28768

6. Saluran tersier titik 3

B = 0,30 m y = 0,25 m V = 0,140m/s Q = 0,019m3/s A= 0,137 m2

P = B+2y√ = 0,3 + 2 x 0,25√ = 1,001 m

R = =

(39)

S = =

= 0,27880

7. Saluran tersier titik 4

B = 0,30 m y = 0,24 m V = 0,136m/s Q = 0,018 m3/s A= 0,132 m2

P = B+2y√ = 0,3 + 2 x 0,24√ = 0,987 m

R = =

= 0,134 m

S = =

(40)

Tabel 4.11 Data Dimensi Saluran Pengukuran Lapangan

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan) Persamaan:

A = ( B + m.y ) y P = B + 2.y √

A = B . y P = B + 2.y

(41)

Tabel 4.12 Data Dimensi Saluran Pengukuran Lapangan

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)

Persamaan:

A = ( B + m.y ) y P = B + 2.y √

A = B . y P = B + 2.y

(42)

Gambar 4.8 Grafik Perbandingan Luas Penampang

Berdasarkan gambar 4.8 grafik perbandingan luas penampang dapat dilihat

bahwa luas penampang asal atau luas penampang perencanaan berbeda dengan luas

penampang pengukuran di lapangan. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya proses

penggerusan atau pengendapan, sehingga dimensi saluran mengalami perubahan.

Salah satu penyebab terjadinya penggerusan dan pengendapan yaitu terjadinya

sedimentasi pada saluran tersebut.

Laju sedimentasi pada saluran irigasi mempengaruhi dimensi saluran, seperti

kedalaman air dan lebar dasar saluran. Terjadinya penggerusan pada saluran yang

disebabkan laju sedimentasi akan mengakibatkan kedalaman air dan lebar dasar

saluran bertambah besar sehingga luas penampang saluran juga akan bertambah besar

dan terjadinya pengendapan pada saluran yang disebabkan laju sedimentasi akan

mengakibatkan kedalaman air dan lebar dasar saluran semakin kecil sehingga luas

penampang saluran juga akan semakin kecil.

P S1 S2 T1 T2 T3 T4

A Perencanaan 4.200 2.613 1.080 0.500 0.500 0.180 0.180

A Pengukuran 4.543 2.959 1.281 0.486 0.465 0.137 0.132

(43)

4.4 Perhitungan Energi Spesifik dan Bilangan Froude

Energi spesifik dalam suatu penampang saluran dinyatakan sebagai jumlah

energi tekanan dan energi kecepatan di suatu titik pengamatan. Perubahan tinggi

tekanan terhadap energi spesifik dalam suatu penampang saluran merupakan unsur

penentu laju pengaliran air pada saluran, dan berpengaruh terhadap kinerja saluran

dalam pendisribusian air irigasi. Pengaruh sedimen terhadap energi spesifik

penampang saluran dapat diketahui dari hasil perhitungan mengkombinasikan data

dimensi asal saluran atau data perencanaan dengan data pengukuran di lapangan.

4.4.1 Energi Spesifik Minimum

Energi spesifik minimum merupakan energi spesifik yang diperoleh dengan

menggunakan data asal/perencanaan yang meliputi data kedalaman air dan kecepatan

aliran. Kedalaman air dan kecepatan aliran tersebut merupakan kedalaman kritis dan

kecepatan keritis. Contoh perhitungan energi spesifik minimum pada saluran primer

dengan kedalaman air 1,20 m dan kecepatan aliran 1,69 m/s, maka:

Emin = y +

= 1,20 +

= 1,343 m

Dari Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran diperoleh energi spesifik

minimum pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier

titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut yaitu 1,343 m; 0,967 m; 0,603

(44)

4.4.2 Energi Spesifik Lapangan

Energi spesifik lapangan merupakan energi spesifik yang diperoleh dengan

menggunakan data pengukuran lapangan yang meliputi data kedalaman aliran dan

kecepatan aliran setelah terjadi sedimentasi pada saluran. Contoh perhitungan energi

spesifik lapangan pengukuran ke-1 pada saluran primer dengan kedalaman air 1,40 m

dan kecepatan aliran 0,577 m/s, maka:

Emin = y +

= 1,40 +

= 1,417 m

Dari Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran diperoleh energi spesifik

lapangan pengukuran ke-1 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2,

tersier titik1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut yaitu

1,417 m; 1,074 m; 0,754 m; 0,421 m; 0,405 m; 0,277 m; 0,267 m. Energi spesifik

lapangan pengukuran ke-2 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2,

tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut yaitu

1,208 m; 0,909 m; 0,528 m; 0,342 m; 0,332 m; 0,221 m; 0,221 m.

Energi spesifik saluran pengukuran lapangan pada saluran primer dengan

kemiringan dasar saluran 0,001248o yaitu 1,312 m, energi spesifik pada saluran

sekunder titik 1 dengan kemiringan dasar saluran 0,000198o yaitu 0,992 m, energi

spesifik pada saluran sekunder titik 2 dengan kemiringan dasar saluran 0,000254o

yaitu 0,641 m, energi spesifik pada saluran tersier titik 1 dengan kemiringan dasar

saluran 0,000618o yaitu 0,382 m, energi spesifik pada saluran tersier titik 2 dengan

kemiringan dasar saluran 0,000618o yaitu 0,368 m, energi spesifik pada saluran

tersier titik 3 dengan kemiringan dasar saluran 0,001833o yaitu 0,249 m, dan energi

spesifik pada saluran tersier titik 4 dengan kemiringan dasar saluran 0,001833o yaitu

(45)

4.4.3 Perhitungan Bilangan Froude

Bilangan Forude (Fr) didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata (V) dibagi

akardari gravitasi (g) dan kedalaman air (y). Aliran pada saluran terbuka berdasarkan

bilangan froude dapat digolongkan menjadi tiga bagian dengan ketentuan

masing-masing yaitu:

Aliran sub kritis : bila Fr < 1

Aliran kritis : bila Fr = 1

Aliran super kritis : bila Fr > 1

Contoh perhitungan angka froude pada saluran primer dengan kecepatan

aliran air 0,536 m/s dan kedalaman air 1,3 m, maka:

Fr =

=

= 0,149 < 1  Subkritis

Pada saluran primer dengan kecepatan aliran air 0,536 m/s dan kedalaman air

1,3 m diperoleh froude number sebesar 0,149 (subkritis), pada saluran sekunder titik

1 dengan kecepatan aliran 0,268 m/s dan kedalaman air 0,99 m diperoleh froude

number sebesar 0,085 (Subkritis), pada saluran sekunder titik 2 dengan kecepatan

aliran 0,238 m/s dan kedalaman air 0,64 m diperoleh froude number sebesar 0,094

(Subkritis), pada saluran tersier titik 1 dengan kecepatan aliran 0,223 m/s dan

kedalaman air 0,38 m diperoleh froude number sebesar 0,115 (Subkritis), pada

saluran tersier titik 2 dengan kecepatan aliran 0,207 m/s dan kedalaman air 0,37 m

diperoleh froude number sebesar 0,108 (Subkritis), pada saluran tersier titik 3 dengan

kecepatan aliran 0,140 m/s dan kedalaman air 0,25 m diperoleh froude number

sebesar 0,089 (Subkritis), pada saluran tersier titik 4 dengan kecepatan aliran 0,136

(46)

4.5 Analisis Kinerja Saluran

Irigasi Batang Ilung dibangun dengan tujuan sebagai penyediaan air irigasi

persawahan dan perkebunan yang dialirkan melalui saluran irigasi. Aliran pada

saluran irigasi merupakan aliran yang tidak seragam atau berubah karena pengaruh

kebutuhan air untuk persawahan dan faktor cuaca.

Pada saat musim tanam, debit air yang dialirkan pada saluran lebih besar

dibandingkan setelah panen, dilakukan untuk menjaga kebutuhan air agar tetap

memenuhi kebutuhan persawahan dan perkebunan. Pada musim hujan debit air pada

saluran berbeda dengan musim kemarau sehingga kecepatan aliran dan kedalaman air

pada saluran juga berbeda. Perbedaan kecepatan aliran dan kedalaman air pada setiap

musimnya akan mempengaruhi luas penampang basah pada saluran.

Pada saluran primer (BBI.0-BBI.1) dengan panjang 3092,95 m dan

kemiringan dasar saluran rencana 0.001248o diperoleh laju sedimentasi sebesar 1,601

ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun,

maka laju sedimen melayang yang melewati saluran primer sebesar 584,295

ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran primer diperoleh sebesar 0,00011

ton/m3/hari atau 0,042 ton/m3/tahun.

Pada saluran sekunder titik 1 (BBI.6-BGm.1) dengan panjang saluran 1016,60

m dan kemiringan dasar saluran rencana 0.000198o diperoleh laju sedimentasi sebesar

0,505 ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu

tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran sekunder titik 1 sebesar

184.160 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran sekunder titik 1 diperoleh

(47)

Pada saluran sekunder titik 2 (BGm.10-BGm.11) dengan panjang saluran 393

m dan kemiringan dasar saluran rencana 0.000254o diperoleh laju sedimentasi sebesar

0,245 ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu

tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran sekunder titik 2 sebesar

89,440 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran sekunder titik 2 diperoleh

sebesar 0,00049ton/m3/hari atau 0,178 ton/m3/tahun.

Pada saluran tersier titik 1 (BGm.1-Gm.1kn) dengan kemiringan dasar saluran

rencana 0.000618o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,096 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju

sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 1 sebesar 35,190 ton/tahun.

Laju sedimentasi per volume saluran tersier titik 1 diperoleh 0,00018 ton/m3/hari atau

0,064 ton/m3/tahun.

Pada saluran tersier titik 2 (BGm.1-Gm.1kn) dengan kemiringan dasar saluran

rencana 0.000618o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,080 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju

sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 2 sebesar 29,160 ton/tahun.

Laju sedimentasi per volume saluran tersier titik 2 diperoleh 0,00015 ton/m3/hari atau

0,056 ton/m3/tahun.

Pada saluran tersier titik 3 (BGm.11-Gm.11kn) dengan kemiringan dasar

saluran rencana 0.001833o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,020 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju

sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 3 sebesar 7,480 ton/tahun. Laju

sedimentasi per volume saluran tersier titik 3 diperoleh 0,00020 ton/m3/hari atau

(48)

Pada saluran tersier titik 4 (BGm.11-Gm.11kn) dengan kemiringan dasar

saluran rencana 0.001833o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,017 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju

sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 4 sebesar 6,374 ton/tahun. Laju

sedimentasi per volume saluran tersier titik 4 diperoleh 0,00018 ton/m3/hari atau

0,064 ton/m3/tahun.

Berdasarkan besarnya laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen

melayang yang diperoleh dari pengamatan, diperediksikan akan terjadi pengendapan

atau penggerusan pada saluran yang sangat cepat. Jika sedimentasi pada saluran

tersebut dibiarkan semakin banyak maka akan berpengaruh pada saluran itu sendiri,

kualitas air yang disalurkan dan kinerja saluran dalam penyaluran air yang sampai ke

petak persawahan. Dari besarnya sedimentasi yang terjadi pada saluran, disarankan

agar dilakukan perawatan berupa pengerukan sedimen yang terdapat pada saluran

pada priode waktu yang lebih cepat agar kinerja saluran dalam menyalurkan air tetap

normal seperti yang di rencanakan.

Proses penggerusan dan pengendapannya tidak hanya tergantung dari

sifat-sifat aliran tetapi juga tergantung pada sifat-sifat-sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sedimen yang

terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi saluran dari dimensi asal

saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik penampang saluran sehingga secara

tidak langsung dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja saluran irigasi.

Proses sedimentasi akan mengakibatkan penggerusan ataupun pengendapan

pada saluran sehingga mempengaruhi kedalaman dan kecepatan aliran pada saluran,

(49)

Pada saluran primer (BBI.0-BBI.1) dengan luas penampang asal atau luas

penampang perencanaan 4,200 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,352 ton/m2/hari

mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang

saluran membesar menjadi 4.543 m2.

Pada saluran sekunder titik 1 (BBI.6-BGm.1) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 2,613 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,171

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas

penampang saluran mengecil menjadi 2,959 m2.

Pada saluran sekunder titik 2 (BGm.10-BGm.11) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 1,080 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,191

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan airpada saluran sehingga luas

penampang saluran membesar menjadi 1,281 m2.

Pada saluran tersier titik 1(BGm.1-Gm.1kn) dengan luas penampang asal atau

luas penampang perencanaan 0,500 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,198 ton/m2/hari

mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang

saluran mengecil menjadi 0,486 m2.

Pada saluran tersier titik 2 (BGm.1-Gm.1kn) dengan luas penampang asal atau

luas penampang perencanaan 0,500 m2, terjadi sedimentasi sebesar ton/m2/hari

mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang

saluran mengecil menjadi 0,465 m2.

Pada saluran tersier titik 3 (BGm.11-Gm.11kn) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 0,180 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,150

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas

(50)

Pada saluran tersier titik 4 (BGm.11-Gm.11kn) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 0,180 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,132

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas

penampang saluran mengecil menjadi 0,132 m2.

Berdasarkan bilangan froude, aliran air pada saluran yang telah diamati

merupakan sifataliran subkritis karena angka froude lebih kecil dari 1. Pada saluran

primer dengan kecepatan aliran 0,536 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,149. Pada

saluran sekunder titik 1 dengan kecepatan aliran 0,268 m/s diperoleh angka froude

yaitu 0,085. Pada saluran sekunder titik 2 dengan kecepatan aliran 0,238 m/s

diperoleh angka froude yaitu 0,094. Pada saluran tersier titik 1 dengan kecepatan

aliran 0,223 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,115. Pada saluran tersier titik 2

dengan kecepatan aliran 0,207 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,108. Pada saluran

tersier titik 3 dengan kecepatan aliran 0,140 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,089.

Pada saluran tersier titik 4 dengan kecepatan aliran 0,136 m/s diperoleh angka froude

yaitu 0,087.

Keadaan aliran pada saluran yang bersifat subkritis menunjukkan peranan

gaya tarik bumi lebih menonjol sehingga aliran mempunyai kecepatan rendah dan

sering dikatakan tenang dan keadaan gelombang air akan disebarkan ke hulu akibat

adanya gangguan atau hambatan di saluran.

Kecapatan aliran tidak sesuai dengan kecepatan yang dianjurkan sehingga

akan mengakibatkan terjadinya sedimentasi. Pada perencanaan saluran pasangan,

kecepatan maksimum dianjurkan pada pemakaian untuk aliran subkritis yaitu untuk

pasangan batu kecepatan maksimum 2 m/s, untuk pasangan beton kecepatan

(51)

Saluran ferrocemen dengan penampang tapal kuda disyaratkan tidak timbul

atau terjadi endapan dalam saluran. Kecepatan minimum aliran ditetapkan V >0,6 m/s

agar pasir ataulumpur tidak mengendap disepanjang saluran.

Kecepatan aliran akan mempengaruhi laju sedimentasi, kecepatan yang

rendah terjadi akibat adanya gangguan atau hambatan yang mengakibatkan

pengendapan sedimen pada saluran. Pengendapan yang lebih besar terjadi pada

bagian hilir saluran yang lebih dekat dengan bangunan bagi di mana kecepatan aliran

yang lebih kecil. Jika sedimen terus terjadi pengendapen akan menimbulkan

kerusakan pada saluran dan akan mempengaruhi kualitas air yang di alirkan ke petak

persawahan. Pada saluran sekunder, pengendapan terjadi pada bagian sisi kanan dan

kiri saluran serta terjadi penggerusan pada dasar saluran yang mengakibatkan luas

penampang akan berubah.

Perubahan tinggi tekanan terhadap energi spesifik dalam suatu penampang

saluran merupakan unsur penentu laju pengaliran air pada saluran dan akan

berpengaruh terhadap kinerja saluran dalam pendisribusian air irigasi. Pengaruh

sedimen terhadap energi spesifik pada penampang saluran dapat diketahui dari hasil

perhitungan mengkombinasikan data dimensi asal/perencanaan saluran dengan data

pengukuran di lapangan.

Apabila keadaan kinerja saluran pada perencanaan atau data asal dikatakan

dengan energi spesifik sebesar 100% dalam mendistribusikan air irigasi, maka

berdasarkan hasil perhitungan tinggi tekanan dan energi spesifik dapat diketahui

bahwa sedimen yang terdapat di saluran irigasi akan menyebabkan penurunan kinerja

(52)

Dari Tabel 4.13 perhitungan energi spesifik saluran, apabila keadaan kinerja

saluran pada perencanaan dikatakan dengan energi spesifik sebesar 100%, maka pada

saluranprimer hanya bekerja 98,97% dari kinerja yang direncanakan dengan

penurunan kinerja 1,03%, saluran sekunder titik 1 hanya bekerja 99,02% dari kinerja

yang dikerjakan dengan penurunan kinerja 0,98%, saluran sekunder titik 2 hanya

bekerja 99,03% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 0,97%,

saluran tersier titik 1 hanya bekerja 98,65% dari kinerja yang direncanakan dengan

penurunan kinerja 1,35%,saluran tersier titik 2 hanya bekerja 98,60% dari kinerja

yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,40%,saluran tersier titik 3 hanya

bekerja 98,76% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,24%,

saluran tersier titik 4 hanya bekerja 98,74% dari kinerja yang direncanakan dengan

(53)

Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran

Pengukuran Saluran

Data Perencanaan Data Pengukuran Lapangan

E%

(54)

Tabel 4.14 Perhitungan Sedimen Dalam Penampang Saluran

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)

Tabel 4.15 Perhitungan Bilangan Froud

Saluran

(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti yang diuraikan dalam pembahasan

studi pengaruh perilaku sedimentasi pada saluran irigasi Batang Ilung, maka penulis

mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Laju sedimentasi dengan menggunakan sampel sedimen melayang (suspended

load) pada saluran primer sebesar 1,601 ton/hari dengan konsentrasi sedimen

84,861 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran sekunder titik 1 sebesar

0,505ton/hari dengan konsentrasi sedimen 80,278 mg/liter. Laju sedimentasi

pada saluran sekunder titik 2 sebesar 0,245 ton/hari dengan konsentrasi

sedimen 87,917 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 1 sebesar

0,096 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 106,667 mg/liter. Laju sedimentasi

pada saluran tersier titik 2 sebesar 0,080 ton/hari dengan konsentrasi sedimen

99,167 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 3 sebesar 0,020

ton/hari dengan konsentrasi sedimen 133,473 mg/liter. Laju sedimentasi pada

saluran tersier titik 4 sebesar 0,017 ton/hari dengan konsentrasi sedimen

122,917 mg/liter.

2. Laju sedimentasi pada saluran irigasi mempengaruhi luas penampang saluran

karena terjadinya perubahan kedalaman dan kecepatan air pada saluran. Pada

saluran primer terjadi sedimentasi 0,352 ton/m2/hari mengakibatkan luas

penampang bertambah besardari 4,200 m2 menjadi 4.543 m2. Pada saluran

sekunder titik 1 terjadi sedimentasi 0,171 ton/m2/hari mengakibatkan luas

penampang bertambah besar dari 2,613 m2 menjadi 2,959 m2. Pada saluran

(56)

penampang bertambah besar dari 1,080 m2 menjadi 1,281 m2. Pada saluran

tersier titik 1 dan titik 2 terjadi sedimentasi 0,185 ton/m2/hari mengakibatkan

luas penampang mengecil dari 0,500 m2 menjadi 0,475 m2. Pada saluran tersier

titik 3 dan titik 4 terjadi sedimentasi 0,141 ton/m2/hari mengakibatkan luas

penampang mengecil dari 0,180 m2 menjadi 0,135 m2.

3. Aliran air pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1,

tersier titik 2, tersier titik 3 dan tersier titik 4 digolongkan pada sifat aliran

subkritis dengan Froude number lebih kecil dari 1 secara berturut-turut yaitu

0,149; 0,085; 0,094; 0,115; 0,108; 0,089; 0,087.

4. Laju sedimentasi pada saluran irigasi menyebabkan perubahan kinerja saluran.

Saluran primer hanya bekerja 98,97% dari kinerja yang direncanakan dengan

penurunan kinerja 1,03%, saluran sekunder titik 1 hanya bekerja 99,02% dari

kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 0,98%, saluran sekunder

titik 2 hanya bekerja 99,03% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan

kinerja 0,97%, saluran tersier titik 1 hanya bekerja 98,65% dari kinerja yang

direncanakan dengan penurunan kinerja 1,35%, saluran tersier titik 2 hanya

bekerja 98,60% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja

1,40%, saluran tersier titik 3 hanya bekerja 98,76% dari kinerja yang

direncanakan dengan penurunan kinerja 1,24%, saluran tersier titik 4 hanya

bekerja 98,74% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja

(57)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini diajukan saran sebagai

berikut :

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan dengan titik lokasi

pengukuran dan pengambilan sampel yang lebih banyak pada saat musim

hujan dan musim kemarau sehingga mendapat rata-rata laju sedimentasi

pertahun yang lebih akurat.

2. Dilakukan pengulangan pengukuran dan pengambilan sampel dengan interval

waktu pengukuran yang lebih sempit dengan jangka waktu yang lebih lama

sehingga mendapat data laju sedimentasi yang lebih akurat.

3. Untuk meningkatkan kinerja saluran dalam menyalurkan air pada Irigasi

Batang Ilung sebaiknya dilakukan pengerukan endapan sedimen yang terdapat

pada kantong lumpur serta perlu dilakukan perbaikan dan pemeliharaan saluran

dengan interval waktu yang lebih sempit.

4. Untuk pemeliharaan saluran sebaiknya pemerintah bekerjasama dengan

masyarakat dengan melakukan penyuluhan kepada kelompok tani yang sudah

(58)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Irigasi

Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 Bab I pasal 1 tentang irigasi

menyatakan bahwa yang dimaksud dengan irigasi adalah usaha penyediaan dan

pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air

permukaan, irigasi air tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.

Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi,

kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Penyediaan air irigasi

menentukan volume air per satuan waktu yang dialokasikan dari suatu sumber air

untuk suatu daerah irigasi yang didasarkan waktu, jumlah dan mutu sesuai dengan

kebutuhan untuk menunjang pertanian dan keperluan lainnya.

Tujuan utama irigasi adalah mewujudkan pemanfaatan air yang menyeluruh

dan mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanian

dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya

petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.

Pada umumnya sistem irigasi di Indonesia pengaliran airnya dengan sistem

gravitasi dan sistem jaringannya ada 3 golongan antara lain (Radjualini, 2008) :

1. Sistem Irigasi Sederhana

Sistem irigasi ini baik bangunan maupun pemeliharaannya dilakukan oleh

para petani dan pada umumnya jumlah arealnya relative kecil. Biasanya

terdapat dipegunungan, sedangkan sumber airnya didapat dari sungai-sungai

kecil yang airnya mengalir sepanjang tahun. Bangunan bendungnya dibuat

(59)

sederhana serta tidak dilengkapi dengan pintu air dan alat ukur debit air

sehingga pembagian airnya tidak dapat dilakukan dengan baik.

2. Sistem Irigasi Sederhana Teknis

Sistem irigasi ini seluruh banguan yang ada didalam jaringan irigasi setengan

teknis konstruksinya bisa permanent atau setengah permanent hanya tidak

dilengkapi dengan pintu air dan alat pengukur debit. Untuk pengaturan air

cukup dipasang balok sekat saja, sehingga pembagian dan pengaturan

debitnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun irigasi ini dapat

ditingkatkan secara bertahap menjadi sistem irigasi teknis. Pada sistem ini

pembangunannya dilakukan oleh pemerintah.

3. Sistem Irigasi Teknis

Sistem irigasi ini seluruh bangunan yang ada didalam jaringan irigasi teknis

semua konstruksinya permanen dan juga dilengkapi dengan pintu-pintu air

dan alat ukur debit, dimana pembagian airnya bisa diatur dan bisa diukur

disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga pembagian/pemberian air ke

sawah-sawah dilakukan dengan tertib dan merata. Disamping itu untuk menjamin

tidak kebanjiran, dibuat jaringan pembuang tersier, sekunder dan induk, yang

nantinya air tersebut dialirkan langsung ke sungai. Saluran ini juga berfungsi

untuk membuang air sisa pemakaian dari sawah.

2.2 Air Irigasi

Air merupakan factor yang penting dalam bercocok tanam. Selain jenis

tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh sifat dan jenis

tanaman, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara bercocok tanam, luas areal, topografi,

periode tumbuh dan sebagainya. Cara pemberian air irigasi pada tanaman padi

(60)

Air untuk irigasi dipergunakan untuk tanaman padi, palawija, termasuk tebu

dan padi gadu, buah-buahan, dan rumput. Padi bukanlah tanaman air tapi untuk

hidupnya padi memerlukan air. Dalam penentuan kebutuhan air untuk tanaman

terdapat cara sebagai berikut :

1. Menurut tingginya air yang dibutuhkan guna sebidang tanah yang ditanam

atau banyaknya air sama dengan tingginya air yang dibutuhkan dikalikan luas

tanah.

2. Banyaknya air yang dibutuhkan pada kesatuan luas untuk sekali penyiraman

atau selama pertumbuhannya.

3. Kesatuan pengaliran air yaitu isi dalam kesatuan waktu pengalirannya untuk

kesatuan luas atau liter/detik/hektar.

4. Menentukan luas tanaman yang dapat dialiri oleh pengaliran air yang

banyaknya tertentu.

Cara pemakaian air tergantung dari keadaan irigasi, tanah, tanaman yang diairi

dan sebagainya. Cara pemakaian air dapat dibedakan menjadi yaitu merendam tanah,

merembeskan air, pengaliran, dan pengeringan, pembasahan dalam tanah, menyiram

dan menyemprot. Merendam tanah dengan pembaruan air lazim digunakan dalam

penanaman padi.

Dalam peningkatan produksi pangan, irigasi mempunyai peranan penting

yaitu untuk menyediakan air untuk tanaman dan dapat digunakan dalam mengatur

kelembaman tanah, membantu menyuburkan tanah melalui bahan-bahan kandungan

sedimen yang dibawa oleh air, dapat menekan pertumbuhan gulma, dapat menekan

perkembangan hama penyakit tertentu dan memudahkan pengolahan tanah.

Kualitas air menjadi bagian penting dalam pengembangan sumber daya air,

(61)

ketersediaan air untuk keperluan kehidupan manusia, pertanian, industri, dan

sebagainya. Karakteristik fisik dapat mempengaruhi kualitas air, dengan demikan

dapat berpengaruh pada ketersediaan air untuk berbagai pemanfaatan keperluan

kehidupan manusia, pertanian, industri, dan sebagainya adalah kensentrasi sedimen,

suhu air dan tingkat oksigen terlarut dalam suatu sistem aliran air (Asdak C, 2007).

Larutan sedimen yang sebagian besar terdiri atas larutan lumpur dan beberapa

berbentuk koloida dari berbagai material yang sering mempengaruhi kualitas air

dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya air. Meningkatnya suhu perairan

yang dapat diklasifikasi sebagai pencemar perairan dapat mempengaruhi kehidupan

organism akuatik secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, oksigen

terlarut dalam perairan dapat dimanfaatkan untuk indikator atau indeks sanitasi

kualitas air.

2.3 Jaringan Irigasi

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi,

yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan

pelengkap yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi

mulai dari penyedian, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan dan

pembuangan air irigasi.

Jaringan irigasi utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem

irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk/primer, saluran sekunder dan

bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya.

Jaringan irigasi sekunder merupakan bagian dari jaringan irigasi yang terdiri

dari saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap,

(62)

Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai

prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang

disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran

pembuang serta saluran pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas

areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2001 tentang irigasi,

pemeliharaan jaringan irigasi dapat dilakukan dengan beberapa macam pemeliharaan

yang berbeda, antara lain:

1. Pemeliharaan Rutin

Pemeliharan ringan pada bangunan dan saluran irigasi yang dapat dilakukan

sementara selama eksploitasi tetap berlangsung, dimana pemeliharaan hanya

bagian bangunan/saluran yang ada di permukaan saja.

2. Pemeliharaan Berkala

Pemeliharaan yang dilakukan pada bagian bangunan dan saluran dibawah

permukaan air, pada waktu melaksanakan pekerjaan ini saluran dikeringkan

terlebih dahulu.

3. Pemeliharaan Pencegahan

Pemeliharaan pencegahan ini merupakan usaha untuk mencegah terjadinya

kerusakan pada jaringan irigasi akibat gangguan manusia yang tidak

bertanggung jawab atau akibat gangguan hewan.

4. Pemeliharaan Darurat

Pekerjaan yang dilakuan untuk memperbaiki akibat kerusakan yang tidak

(63)

2.4 Saluran Irigasi

Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi

pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsi saluran irigasi

pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter.

Saluran pembuang berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air secara gravitasi dari

persawahan untuk mencegah terjadinya terjadinya genangan dan kesurasakan

tanaman atau mengatur banyaknya air tanah sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman

(Mawardi E, 2007).

Dalam desain hidroulik sebuah saluran terdapat parameter pokok yang harus

tentukan apabila kapasitas rencana sudah diketahui yaitu :

1. Perbandingan kedalaman air dengan lebar dasar

2. Kemiringan memanjang saluran

Disamping hal itu, pada saluran pembawa dijumpai tiga kondisi yang harus

dibedakan yaitu :

1. Air irigasi tanpa sedimen di saluran tanah; terjadi jika air berasal dari waduk

secara langsung.

2. Air irigasi bersedimen di saluran pasangan; dengan demikian criteria angkutan

sedimen mempengaruhi desain.

3. Air irigasi bersedimen di saluran tanah; situasi ini yang paling sering dijumpai

di Indonesia.

Menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari jaringan saluran akan dapat

menimbulkan terjadinya pengendapan sedimen. Untuk itu dalam desain harus

disyaratkan bahwa pengendapan dan penggerusan setempat di seitiap potongan

(64)

Berdasarkan Standar Perencanaan lrigasi Bagian Jaringan lrigasi KP-O1,

saluran irigasi tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Saluran primer atau saluran induk yaitu saluran yang membawa air dari

jaringan utama ke saluran sekunder dan ke petak-petak tersier yang diairi dan

saluran ini berakhir pada bangunan bagi yang terakhir.

2. Saluran sekunder yaitu saluran yang membawa air dari saluran primer ke

petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung

saluran ini yaitu bangunan sadap terakhir. Saluran muka tersier yaitu saluran

yang membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak

di seberang petak tersier lainnya.

3. Saluran tersier yaitu saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier

dijaringan utama ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Saluran ini

berakhir pada boks kuarter yang terakhir.

2.4.1 Saluran Tanah Tanpa Pasangan

Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi Kriteria Perencanaan Bagian Saluran

KP-03, pengaliran air irigasi saluran berpenampang trapesium tanpa pasangan adalah

bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Perencanaan saluran

harus memberikan penyelesaian biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling

rendah. Erosi dan sedimentasi di setiap potongan melintang harus minimal dan

berimbang sepanjang tahun.

Sedimentasi di dalam saluran dapat terjadi apabila kapasitas angkut

sedimennya berkurang. Dengan menurunnya kapasitas debit di bagian hilir dari

jaringan saluran adalah penting untuk menjaga agar kapasitas angkutan sedimen per

Gambar

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3.2 Lay Out Skema Jaringan Daerah Irigasi Batang Ilung (Sumber: PU medan)
Gambar 3.3 Deskripsi Titik Pengukuran
Tabel 3.1 Pengambilan Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

IV.4.1 Analisis Data Tentang Perbandingan Karakteristik Pola Pergerakan Penduduk Desa Pertanian Lahan Basah Dengan Desa Pertanian Lahan Kering (Perkebunan) Berdasarkan

Data yang digunakan dalam analisis adalah kecepatan aliran air (VAv), luas penampang saluran (A), debit aliran di saluran (Q), kebutuhan air untuk tanaman dan kebutuhan air tiap

Berdasarkan pengolahan dengan Matriks SWOT dengan menganalisis kekuatan, kelemahan , peluang dan ancaman pada Usaha Batu Batu Bata Kembar diperoleh beberapa alternatif strategi

Dihitung debit dan kecepatan aliran rata-rata setelah vegetasi dipangkas. Dihitung koefisien kekasaran (N) dan konstanta Chezy (C)

Data primer berupa data kecepatan aliran, dimensi bangunan irigasi, dimensi saluran sekunder, serta kondisi/kerusakan bangunan bagi, bangunan sadap, dan gorong-gorong yang

Analisis fenomenologis yaitu menganalisis data berdasarkan pada gejala-gejala yang tampak dari masalah yang sedang di teliti yaitu berkenaan dengan analisis Tradisi Suluk

Merancang Saluran Menghitung Kecepatan. Aliran Rata-Rata dan Kecepatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat adanya gaya sentrifugal pada aliran menikung, distribusi kecepatan dan distribusi konsentrasi sedimen suspensi mengalami perubahan