• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi Desa Sibagasi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi Desa Sibagasi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Chapter III V"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

Lokasi Penelitian BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 dan lokasi

penelitian dilaksanakan pada saluran irigasi Batang Ilung Desa Sibagasi, Kecamatan

Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utarayang berjarak ± 60 km dari Padang

Sidimpuan.

Secara geografis Kabupaten Padang Lawas Utara terletak pada garis 1°13′50′′

–2°2′32′′ Lintang Utara dan 99°20′44′′ –100°19′10′′ Bujur Timur dengan ketinggian

0–1.915 m di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara

±3.918,05 km2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kabupaten Labuhan Batu

- Sebelah Selatan : Kabupaten Padang Lawas

- Sebelah Barat : Kabupaten Tapanuli Selatan

- Sebelah Timur : Propinsi Riau

Berikut peta lokasi penelitian:

(2)

Gambar 3.2 Lay Out Skema Jaringan Daerah Irigasi Batang Ilung (Sumber: PU medan) 127.00 Ha 178.00 l/dt 23.00

(3)

Secara geografis lokasi Irigasi Batang Ilung terletak pada garis 1°30′ Lintang

Utara dan 99°37′ Bujur Timur, yang dibatasi oleh Batang Sigama dibagian barat,

Batang Sirumambe dibagian selatan, Batang Pane dibagian timur dan bagian utara

dibatasi oleh kota Gunung Tua. Jaringan irigasi pada Irigasi Batang Ilung terdiri dari

saluran induk/primer dengan panjang saluran 6.241 meter, saluran sekunder dengan

total panajang saluran 53.510 meter dan saluran tersier yang terdiri dari 61 petak

tersier dengan luas persawahan 4.194 Ha.

3.2 Peralatan Penelitian

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut :

a. Stopwatch f. Oven

b. Meteran g. Cawan petri

c. Current meter/Pelampung h. Alat tulis, dan

d. Timbangan digital i. Spidol permanen

e. Botol sampel j. Kamera (alat pemotret)

3.3 Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Deskripsi Data Penelitian

Guna memudahkan penyusunan laporan dalam menyatakan saluran yang

diukur, peneliti menggunakan penamaan titik lokasi pengamatan di lapangan sebagai

berikut :

 Saluran Primer (P) adalah saluran primer BBI.0-BBI.1 dengan luas areal

irigasi 4107 Ha

 Saluran Sekunder Titik 1 (S1) adalah saluran sekunder BBI.6-BGm.1 dengan

(4)

 Saluran Sekunder Titik 2 (S2) adalah saluran sekunder BGm.10-BGm.11

dengan luas areal irigasi 122 Ha

 Saluran Tersier Titik 1 (T1) dan Saluran Tersier Titik 2 (T2) adalah saluran

tersier BGm.1-Gm.1kn bagian hulu dan hilir saluran dengan luas areal irigasi

127 Ha

 Saluran Tersier Titik 3 (T3) dan Saluran Tersier Titik 4 (T4) adalah saluran

tersier BGm.11-Gm.11kn bagian hulu dan hilir dengan luas areal irigasi 56 Ha

3.3.2 Persiapan Alat

Sebelum dilakukan survei pengukuran dan pengambilan sampel dilapangan,

harus dilakukan persiapan peralatan. Adapun persiapan alat yang dilakukan sebelum

melaksanakan pengukuran dan pengambilan sampel dilapangan seperti pembuatan

mistar duga, pembuatan benda apung dan botol sampel.

Mistar duga dibuat dari kayu berukuran panjang 200 cm, pada mistar tersebut

dibuat skala pengukuran. Mistar ini digunakan untuk mempermudah pengukuran

kedalaman aliran, lebar dasar saluran, dan sebagainya.

Pembuatan benda apung digunakan untuk mengukur kecepatan aliran. Adapun

benda apung yang digunakan dalam penelitian ini adalah bola pimpong yang diisi

dengan air hingga setengah volume bola pimpong tersebut dengan tujuan untuk

menstabilkan pergerakan bola pimpong dari pengaruh angin pada saat pengukuran,

sehingga diharapkan benda bergerak benar-benarkarena pengaruh air.

Botol sampel digunakan untuk mengambil/tempat sampel sedimen sebelum di

analisis di laboratorium. Botol sampel tersebut berupa botol plastik bekas air kemasan

dengan volume botol 0,6 liter. Setelah sampel sedimen melayang diperoleh kemudian

(5)

Gambar 3.3 Deskripsi Titik Pengukuran 127.00 Ha 178.00 l/dt 23.00

(6)

3.3.3 Pengumpulan Data

Pengukuran dan pengambilan sampel sedimen melayang dilakukan pada dua

priode pengukuran yaitu pada bulan februari dan bulan maret 2016. Pengukuran dan

pengambilan sampel yang dilakukan pada bulan februari yaitu pada saat musim hujan

(hujan kecil).

Pengukuran dan pengambilan sampel sedimen melayang dilakukan pada satu

titik untuk saluran primer di Desa Pagaran Tonga, dua titik untuk saluran sekunder

Desa Gunung Manaon, empat titik untuk saluran tersier Desa Saba Bangun dan

Rondaman Lombang. Setiap titik pengambilan sampel dilakukan pada sisi kanan,

tengah dan kiri penampang saluran.

3.3.4 Pengukuran Luas Penampang dan Kecepatan Aliran

Luas penampang basah titik pengamatan diukur dengan mengukur kedalaman

aliran dan lebar dasar saluran dilakukan dengan menggunakan mistar duga pada

masing-masing penampang titik pengamatan. Pengukuran kedalaman aliran pada

saluran dilakukan tanpa mengukur tebal sedimen, dengan tujuan untuk melihat

perubahan penampang saluran yang disebabkan oleh sedimentasi. Pengukuran

dilakukan sebanyak 5 kali dalam satu titik untuk mendapatkan kedalaman rata-rata.

Kecepatan aliran air diukur berdasarkan metode apung dengan cara

menghanyutkan benda apung pada aliran, kemudian mencatat waktu yang diperlukan

benda apung tersebut dari titik awal hingga titik akhir lintasan pengamatan yang telah

ditentukan jaraknya. Untuk mengubah data kecepatan menjadi kecepatan rata-rata

maka dengan menggunakan rumus kecepatan aliran air dipermukaan dikalikan

koefisien kalibrasi alat pelampung. Pada penelitian ini, jarak lintasan benda apung

(7)

3.3.5 Pengambilan Sampel Sedimen Melayang

Pengambilan sampel sedimen dilakukan secara langsung di saluran primer,

sekunder, dan tersier. Pengambilan sampel sedimen dilakukan dengan menggunakan

ember yang telah diikat dengan tali tampar dan telah diberi pemberat, kemudian

dimasukkan ke dalam saluran irigasi hingga pada kedalaman dimana terdapat

sedimen melayang.

Tabel 3.1 Pengambilan Sampel

Saluran Jumlah Titik Jumlah Sampel

Primer 1 3

Sekunder 2 6

Tersier 4 12

Total 7 21

Botol sampel atau ember tersebut dimasukkan ke kebagian sisi saluran yang

berlawanan dengan arus aliran pada 0,5 cm dari kedalaman aliran dimana

diperkirakan terdapat sedimen melayang. Pada masing-masing titik pengamatan,

sampel sedimen dan air diambil dari sisi kanan, tengah, dan kiri penampang saluran

untuk mendapatkan rata-rata laju sedimentasi pada saluran tersebut. Sampel sedimen

melayang dan air yang diperoleh dari saluran kemudian dianalisis di laboratorium.

(8)

Di laboratorium, berat kering sedimen diperoleh dengan cara menguapkan

sampel dalam oven dengan temperatur 105°C. Konsentrasi sedimen diperoleh dengan

perbandingan berat kering sedimen dan volume total sampel. Pada penelitian ini,

analisis konsentrasi sedimen dilakukan di laboratorium mekanika tanah USU.

Gambar 3.5 Analisis Laboratorium

3.4 Variabel Penelitian

Variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu :

1. Variabel terikat, yaitu laju sedimentasi dan energi spsifik yang terjadi pada

saluran irigasi Desa Sibagasi.

2. Variabel bebas, terdiri dari debit aliran, kecepatan aliran, luas penampang

saluran, jari-jari hidrolis penampang saluran, keliling penampang saluran,

(9)

3.5 Rancangan Penelitian

Gambar 3.4 Diagram alur penelitian Pengolahan Data :

- Laju Kadar Sedimen Melayang - Energi Spesifik

Hasil Perhitungan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Analisis Kinerja Saluran

Studi Pengaruh Perilaku Sedimentasi Terhadap Kinerja Saluran Irigasi Desa Sibagasi Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara

Pengumpulan Data

Data Laboratorium - Sampel Sedimen Melayang Data Lapangan

- Kecepatan Aliran - Penampang Basah - Kedalaman air

Studi Pustaka

Perhitung Luas Penampang dan Debit Aliran

(10)

Metodologi yang digunakan untuk mengolah data dalam penulisan ini adalah

metode kuantitatif deskriptif, yaitu metode perhitungan dan penjabaran hasil

pengolahan data lapangan dari lokasi yang ditinjau. Studi penelitian dilakukan sesuai

urutan di bawah ini:

1. Studi Pustaka

Tahap ini adalah untuk referensi yang dibutuhkan dalam proses pengerjaan

dan metode yang digunakan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Pada tahap

ini, penulis mengumpulkan berbagai teori yang berhubungan dengan

permasalahan yang ada.

2. Pengumpulan Data

Data yang diambil dalam penelitian ini yaitu data primer, meliputi data :

- Kecepatan aliran air pada saluran, kedalaman air, lebar dasar saluran dan

ukuran penampang basah saluran irigasi

- Sampel sedimen melayang pada saluran

3. Perhitungan dan Pengolahan Data

Setelah semua data yang dibutuhkan diperoleh, langkah selanjutnya adalah

pengolahan data, sehingga diperoleh besar debit aliran air pada saluran, luas

penampang basah dan energi spesifik saluran. Berat isi kering dari sampel

sedimen yang diperoleh dari laboratorium selanjutnya diperoleh juga kadar

konsentrasi sedimen melayang.

4. Hasil Perhitungan dan Analisis Kinerja Saluran

Setelah konsentrasi sedimen dan energi spesifik diperoleh maka diketahui

besar laju sedimentasi, hasil perbandingan kinerja saluran dan perilaku

sedimen melayang terhadap penampang saluran, kecepatan aliran serta

(11)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti akan menyajikan data penelitian yang telah dilakukan di

lapangan, analisis data hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian tentang

pengaruh perilaku sedimentasi terhadap saluran irigasi. Adapun data penelitian

tersebut yaitu data teruktur dan data terhitung. Data teruktur meliputi data kecepatan

aliran, kedalaman air, lebar atas saluran, lebar dasar saluran dan data laboratorium

berupa sampel sedimen. Data terhitung meliputi luas penampang saluran, kecepatan

rata-rata, jari-jari hidrolis, debit aliran lapangan, konsentrasi sedimen, laju

sedimentasi, energi spesifik dan sebagainya.

4.1 Analisis Debit Aliran

4.1.1 Perhitungan Kecepatan Aliran

Berdasarkan pengukuran di lapangan dengan menggunakan metode apung,

kecepatan diperoleh dengan perbandingan jarak dan waktu pengukuran. Untuk

mengubah data kecepatan menjadi kecepatan rata-rata maka dengan menggunakan

rumus kecepatan aliran air dipermukaan dikalikan koefisien kalibrasi alat pelampung,

pada penelitian ini koefisien kalibrasi sebesar 0,90.

Dari Tabel 4.1 perhitungan kecepatan aliran pengukuran ke-1, kecepatan

aliran air pada saluran primer, sekunder titik 1,sekunder titik 2, tersier titik1, tersier

titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 0,577 m/s;

0,278 m/s; 0,273 m/s; 0,259 m/s; 0,239 m/s; 0,151 m/s; 0,145 m/s.

Dari Tabel 4.2 perhitungan kecepatan aliran pengukuran ke-2, kecepatan

aliran air pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier

titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 0,494 m/s;

(12)

Tabel 4.1 Perhitungan Kecepatan Aliran Pengukuran 1

(13)

Tabel 4.2 Perhitungan Kecepatan Aliran Pengukuran 2

(14)

m 1 1,07 m

2,00 m

1,40 m

3,50 m

4.1.2 Perhitungan Luas Penampang Saluran

Luas penampang basah diperoleh dari perkalian antara lebar dasar saluran dan

kedalaman air. Berdasarkan pengukuran di lapangan, bentuk saluran di ukur pada titik

pengukuran yaitu saluran berbentuk persegi dan berbentuk trapesium. Pada penelitian

ini, lebar dasar saluran dianggap sama pada pengukuran priode 1 dan priode 2.

Contoh perhitungan luas penampang basah pada saluran primer dengan lebar dasar

saluran 3,50 m dan kedalaman air 1,40 m, serta contoh perhitungan luas penampang

basah pada saluran sekunder titik 1 dengan lebar dasar saluran 2,0 m dan kedalaman

air 1,07 m. Maka:

A = B . y

= 3,50 x 1,40

= 4,900 m2

Gambar 4.1 Sketsa Penampang

Saluran

Dari Tabel 4.3 Perhitungan luas penampang saluran pengukuran ke-1 pada

saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier

titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 4,900 m2; 3,285 m2; 1,575

m2; 0,551 m2; 0,523 m2; 0,159 m2; 0,151 m2 dan pada pengukuran ke-2 pada saluran

primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3,

tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh luas penampang saluran sebesar 4,186

(15)

Pada pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2 diperoleh besar luas penampang

basah yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi kedalaman air pada saluran,

semakin besar kedalaman air maka akan semakin besar luas penampang basah yang

diperoleh pada saluran tersebut.

Kedalaman aliran rata-rata saluran pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2

pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2,

tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar 1,298 m; 0,988 m; 0,638 m;

0,379 m; 0,366 m; 0,248 m; 0,243 m.

Dari Tabel 4.3 Perhitungan luas penampang saluran pengukuran ke-1 dan

pengukuran ke-2 diperoleh rata-rata luas penampang pada saluran primer, sekunder

titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara

berturut-turut sebesar 4,543 m2; 2,959 m2; 1,281 m2; 0,486 m2; 0,465 m2; 0,137 m2;

(16)

Tabel 4.3 Perhitungan Luas Penampang Saluran

Saluran

Priode 1 Priode 2 Rata-rata

Lebar dasar saluran

(m)

Kedalaman air (m)

Luas penampang

basah (m2)

Lebar dasar saluran

(m)

Kedalaman air (m)

Luas penampang

basah (m2)

Kedalaman air (m)

Luas penampang

basah (m2)

P 3.50 1.40 4.900 3.50 1.20 4.186 1.298 4.543

S1 2.00 1.07 3.285 2.00 0.91 2.633 0.988 2.959

S2 1.35 0.75 1.575 1.35 0.53 0.987 0.638 1.281

T1 0.90 0.42 0.551 0.90 0.34 0.422 0.379 0.486

T2 0.90 0.40 0.523 0.90 0.33 0.406 0.366 0.465

T3 0.30 0.28 0.159 0.30 0.22 0.114 0.248 0.137

T4 0.30 0.27 0.151 0.30 0.22 0.114 0.243 0.132

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)

Persamaan: A = B.y

(17)

4.1.3 Perhitungan Debit Aliran

Debit aliran diperoleh dengan perkalian antara kecepatan aliran dan luas

penampang saluran. Contoh perhitungan debit aliran pada saluran primer pengukuran

ke-1 dengan kecepatan aliran 0,577 m/s dan luas penampang basah 4,900 m2. Maka:

Debit (Q) = V.A

= 0,577 x 4,900

= 2,828 m3/s

Dari Tabel 4.4 Perhitungan debit aliran pengukuran ke-1 pada saluran primer,

sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier

titik 4 secara berturut-turut diperoleh debit aliran sebesar 2,828 m3/s; 0,914 m3/s;

0,430 m3/s; 0,143 m3/s; 0,125 m3/s; 0,024 m3/s; 0,022 m3/s. Pengukuran ke-2 pada

saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier

titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh debit aliran sebesar 2,068 m3/s;

0,679 m3/s; 0,200 m3/s; 0,079 m3/s; 0,071 m3/s; 0,015 m3/s; 0,015 m3/s.

Pada pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2 diperoleh debit aliran yang

berbeda, hal ini dikarenakan besarnya luas penampang dan kecepatan aliran yang

berbeda, semakin besar kecepatan aliran maka debit aliran pada saluran tersebut juga

akan semakin besar. Kecepatan rata-rata dari pengukuran ke-1 dan pengukuran ke-2

pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2,

tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh sebesar 0,536 m/s; 0,268

m/s; 0,238 m/s; 0,223 m/s; 0,207 m/s; 0,140 m/s; 0,136 m/s.

Dari Tabel 4.4 Perhitungan debit aliran pengukuran ke-1 dan ke-2 diperoleh

rata-rata debit aliran pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier

titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut sebesar 2,448

(18)

Tabel 4.4 Perhitungan Debit Aliran

Saluran

Pengukuran ke-1 Pengukuran ke-2 Rata-rata

Kecepatan aliran

(m/s)

Luas penampang

basah (m2)

Debit aliran (m3/s)

Kecepatan aliran

(m/s)

Luas penampang

basah (m2)

Debit aliran (m3/s)

Kecepatan aliran

(m/s)

Debit aliran (m3/s)

P 0.577 4.900 2.828 0.494 4.186 2.068 0.536 2.448

S1 0.278 3.285 0.914 0.258 2.633 0.679 0.268 0.797

S2 0.273 1.575 0.430 0.202 0.987 0.200 0.238 0.315

T1 0.259 0.551 0.143 0.188 0.422 0.079 0.223 0.111

T2 0.239 0.523 0.125 0.176 0.406 0.071 0.207 0.098

T3 0.151 0.159 0.024 0.129 0.114 0.015 0.140 0.019

T4 0.145 0.151 0.022 0.127 0.114 0.015 0.136 0.018

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)

(19)

Gambar 4.2 Grafik Perbandingan Debit Rencana Dengan Debit Pengukuran

Berdasarkan Gambar 4.2 grafik perbandingan debit rencana dengan debit

pengukuran diatas dapat dilihat bahwa debit pengukuran pada saluran primer,

sekunder titik 1, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 tidak

mencapai debit rencana. Hal ini disebabkan oleh adanya sedimen yang mengendap

pada saluran, sesuatu yang menghambat aliran air seperti sampah, potongan-potongan

kayu,dan sebagainya sehingga mempengaruhi kecepatan aliran pada saluran. Pada

saluran sekunder titik 2 dapat dilihat bahwa debit pengukuran lebih besar dari pada

debit rencana. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penggerusan didasar saluran

sehingga kedalaman air bertambah serta mempengaruhi luas penampang saluran

sehingga mempengaruhi debit aliran.

Perbedaan debit saat pengukuran dengan debit rencana dipengaruhi oleh

keadaan saluran yang sudah mulai rusak, terjadinya penggerusan atau pengendapan di

dasar saluran, kecepatan aliran air yang tidak sesuai lagi dengan perencanaan dan

kondisi di sekitar saluran yang mempengaruhi kinerja saluran dalam menyalurkan air

irigasi.

P S1 S2 T1 T2 T3 T4

Debit Perencanaan 7.099 1.538 0.190 0.178 0.178 0.078 0.078

Debit Pengukuran 2.448 0.797 0.315 0.111 0.098 0.019 0.018

0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000

D

e

b

it

A

li

ran

(m

3/s)

(20)

4.2 Analisis Sedimentasi

4.2.1 Perhitungan Konsentrasi Sedimen Melayang

Konsentrasi muatan sedimen melayang (suspended load) pada suatu

penampang dapat diketahui dari perbandingan dari berat sedimen kering terhadap

volume total dari sampel. Untuk mendapatkan berat kering sedimen, di laboratorium

sampel sedimen yang berisi air di saring kemudian sampel tersebut dikeringkan

dengan menggunakan oven. Sedimen kering kemudian ditimbang dan dinyatakan

dalam bentuk berat kering total gabungan air dengan sedimen.

Dari Tabel 4.5 Perhitungan konsentrasi sedimen pengukuran ke-1 diperoleh

hasil rata-rata konsentrasi sedimen melayang yang terdapat pada saluran primer,

sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier

titik 4 secara berturut-turut sebesar 102,50 mg/liter; 111,11 mg/liter; 132,50 mg/liter;

140,83 mg/liter; 135,56 mg/liter; 167,78 mg/liter; 152,22 mg/liter.

Dari Tabel 4.6 Perhitungan konsentrasi sedimen pengukuran ke-2 diperoleh

hasil rata-rata konsentrasi sedimen melayang yang terdapat pada saluran primer,

sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier

titik 4 secara berturut-turut sebesar 67,22 mg/liter; 49,44 mg/liter; 43,33 mg/liter;

72,50 mg/liter; 62,78 mg/liter; 99,17 mg/liter; 93,61 mg/liter.

Dari Tabel 4.9 Rata-Rata Konsentrasi dan Rata-Rata Laju Sedimenasi, pada

saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier

titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh rata-rata konsentrasi sedimen

sebesar 84,861 mg/liter; 80,278 mg/liter; 87,917 mg/liter; 106,667 mg/liter; 99,167

(21)

Tabel 4.5 Perhitungan Konsentrasi Sedimen Pengukuran 1

Sampel Sedimen

Berat Kering

(mg)

Volume (liter)

Konsentrasi Sedimen (mg/liter)

Konsentrasi Sedimen

(g/liter)

Konsentrasi Sedimen rata-rata (mg/l)

Kanan 62.50 0.6 104.17 0.10

P Tengah 58.50 0.6 97.50 0.10 102.50

Kiri 63.50 0.6 105.83 0.11

Kanan 69.50 0.6 115.83 0.12

S1 Tengah 57.00 0.6 95.00 0.10 111.11

Kiri 73.50 0.6 122.50 0.12

Kanan 80.50 0.6 134.17 0.13

S2 Tengah 69.50 0.6 115.83 0.12 132.50

Kiri 88.50 0.6 147.50 0.15

Kanan 85.50 0.6 142.50 0.14

T1 Tengah 81.00 0.6 135.00 0.14 140.83

Kiri 87.00 0.6 145.00 0.15

Kanan 87.00 0.6 145.00 0.15

T2 Tengah 72.50 0.6 120.83 0.12 135.56

Kiri 84.50 0.6 140.83 0.14

Kanan 90.50 0.6 150.83 0.15

T3 Tengah 114.00 0.6 190.00 0.19 167.78

Kiri 97.50 0.6 162.50 0.16

Kanan 92.00 0.6 153.33 0.15

T4 Tengah 102.50 0.6 170.83 0.17 152.22

Kiri 79.50 0.6 132.50 0.13

(22)

Tabel 4.6 Perhitungan Konsentrasi Sedimen Pengukuran 2

Sampel Sedimen

Berat Kering

(mg)

Volume (liter)

Konsentrasi Sedimen (mg/liter)

Konsentrasi Sedimen

(g/liter)

Konsentrasi Sedimen rata-rata

(mg/l)

Kanan 48.50 0.6 80.83 0.08

P Tengah 30.00 0.6 50.00 0.05 67.22

Kiri 42.50 0.6 70.83 0.07

Kanan 23.50 0.6 39.17 0.04

S1 Tengah 40.50 0.6 67.50 0.07 49.44

Kiri 25.00 0.6 41.67 0.04

Kanan 20.50 0.6 34.17 0.03

S2 Tengah 27.50 0.6 45.83 0.05 43.33

Kiri 30.00 0.6 50.00 0.05

Kanan 50.00 0.6 83.33 0.08

T1 Tengah 48.50 0.6 80.83 0.08 72.50

Kiri 32.00 0.6 53.33 0.05

Kanan 47.50 0.6 79.17 0.08

T2 Tengah 30.50 0.6 50.83 0.05 62.78

Kiri 35.00 0.6 58.33 0.06

Kanan 60.50 0.6 100.83 0.10

T3 Tengah 61.00 0.6 101.67 0.10 99.17

Kiri 57.00 0.6 95.00 0.09

Kanan 50.50 0.6 84.17 0.08

T4 Tengah 57.50 0.6 95.83 0.10 93.61

Kiri 60.50 0.6 100.83 0.10

(23)

4.2.2 Perhitungan Laju Sedimentasi

Laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen melayang (suspended load)

diperoleh berdasarkan hasil perkalian konsentrasi sedimen dengan debit aliran dan

factor konversi. Contoh perhitungan laju sedimentasi pengukuran ke-1 pada saluran

primer dengan konsentrasi sedimen sebesar 104,17 mg/liter dan debit aliran 2,828

m3/s, maka :

Laju sedimentasi (Qs) = 0,0864 x Cs x Q

= 0,0864 x 0,10417 x 2,828

= 0,0255 kg/s

= 1,199 ton/hari

Dari Tabel 4.7 Perhitungan Laju Sedimentasi Pengukuran ke-1 diperoleh

rata-rata laju sedimentasi dengan sampel sedimen melayang pada saluran primer, sekunder

titik 1, sekunder titik 2, tersier titik1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara

berturut-turut sebesar2,164 ton/hari; 0,758 ton/hari; 0,426 ton/hari; 0,150 ton/hari;

0,126 ton/hari; 0,030 ton/hari; 0,025 ton/hari.

Dari Tabel 4.8 Perhitungan Laju Sedimentasi Pengukuran ke-2 diperoleh

rata-rata laju sedimentasi dengan sampel sedimen melayang pada saluran primer, sekunder

titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara

berturut-turut sebesar 1,038 ton/hari; 0,251 ton/hari; 0,065 ton/hari; 0,043 ton/hari;

0,033 ton/hari; 0,011 ton/hari; 0,010 ton/hari.

Dari Tabel 4.9 Rata-Rata Konsentrasi dan Rata-Rata Laju Sedimentasi pada

saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik1, tersier titik 2, tersier

titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut diperoleh rata-rata laju sedimentasi sebesar

1,601 ton/hari; 0,505 ton/hari; 0,245ton/hari; 0,096 ton/hari; 0,080 ton/hari; 0,020

(24)

Tabel 4.7 Perhitungan Laju Sedimentasi Priode 1

Saluran

Konsentrasi Sedimen (mg/liter)

Konsentrasi Sedimen

(kg/m3)

Debit Aliran (m3/s)

Laju Sedimentasi

(kg/s)

Laju Sedimentasi (ton/hari)

Kanan 104,17 0,104 2,828 0,02545 2,199

P Tengah 97,50 0,098 2,828 0,02382 2,058

Kiri 105,83 0,106 2,828 0,02586 2,234

Kanan 115,83 0,116 0,937 0,00938 0,811

S1 Tengah 95,00 0,095 0,937 0,00769 0,665

Kiri 122,50 0,123 0,937 0,00992 0,857

Kanan 134,17 0,134 0,430 0,00499 0,431

S2 Tengah 115,83 0,116 0,430 0,00431 0,372

Kiri 147,50 0,148 0,430 0,00548 0,474

Kanan 142,50 0,143 0,143 0,00176 0,152

T1 Tengah 135,00 0,135 0,143 0,00166 0,144

Kiri 145,00 0,145 0,143 0,00179 0,154

Kanan 145,00 0,145 0,125 0,00156 0,135

T2 Tengah 120,83 0,121 0,125 0,00130 0,113

Kiri 140,83 0,141 0,125 0,00152 0,131

Kanan 150,83 0,151 0,024 0,00031 0,027

T3 Tengah 190,00 0,190 0,024 0,00039 0,034

kiri 162,50 0,163 0,024 0,00034 0,029

kanan 153,33 0,153 0,022 0,00029 0,025

T4 tengah 170,83 0,171 0,022 0,00032 0,028

kiri 132,50 0,133 0,022 0,00025 0,022

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan) Persamaan:

(25)

Tabel 4.8 Perhitungan Laju Sedimentasi Priode 2

Saluran

Konsentrasi Sedimen (mg/liter)

Konsentrasi Sedimen

(kg/m3)

Debit Aliran (m3/s)

Laju Sedimentasi

(kg/s)

Laju Sedimentasi (ton/hari)

kanan 80,83 0,081 2,068 0,01444 1,248

P tengah 50,00 0,050 2,068 0,00894 0,772

kiri 70,83 0,071 2,068 0,01266 1,094

kanan 39,17 0,039 0,679 0,00230 0,199

S1 tengah 67,50 0,068 0,679 0,00396 0,342

kiri 41,67 0,042 0,679 0,00245 0,211

kanan 34,17 0,034 0,200 0,00059 0,051

S2 tengah 45,83 0,046 0,200 0,00079 0,068

kiri 50,00 0,050 0,200 0,00086 0,074

kanan 83,33 0,083 0,079 0,00057 0,049

T1 tengah 80,83 0,081 0,079 0,00055 0,048

kiri 53,33 0,053 0,079 0,00036 0,031

kanan 79,17 0,079 0,071 0,00049 0,042

T2 tengah 50,83 0,051 0,071 0,00031 0,027

kiri 58,33 0,058 0,071 0,00036 0,031

kanan 100,83 0,101 0,015 0,00013 0,011

T3 tengah 101,67 0,102 0,015 0,00013 0,011

kiri 95,00 0,095 0,015 0,00012 0,010

kanan 84,17 0,084 0,015 0,00011 0,009

T4 tengah 95,83 0,096 0,015 0,00012 0,010

(26)

Tabel 4.9 Rata-Rata Konsentrasi dan Rata-Rata Laju Sedimentasi

Saluran Cs Priode 1 (mg/liter)

Cs Priode 2 (mg/liter)

Cs Rata-rata (mg/liter)

Qs Priode 1 (ton/hari)

Qs Priode 2 (ton/hari)

Qs Rata-rata (ton/hari)

P 102,50 67,22 84,861 2,164 1,038 1,601

S1 111,11 49,44 80,278 0,758 0,251 0,505

S2 132,50 43,33 87,917 0,426 0,065 0,245

T1 140,83 72,50 106,667 0,150 0,043 0,096

T2 135,56 62,78 99,167 0,126 0,033 0,080

T3 167,78 99,17 133,472 0,030 0,011 0,020

T4 152,22 93,61 122,917 0,025 0,010 0,017

(27)

Gambar 4.3 Grafik Laju Sedimentasi

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi

2.164

Laju Sedimen Pengukuran 1 Laju Sedimen Pengukuran 2

0.000

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000

Laj

(28)

Berdasarkan Gambar 4.3 grafik laju sedeimentasi diatas dapat dilihat bahwa

laju sedimentasi terbesar terjadi pada pengukuran ke-1 yaitu pengukuran saat musim

hujan (hujan kecil). Laju sedimentasi terbesar terjadi pada saluran primer

dibandingkan dengan saluran sekunder dan saluran tersier, hal ini disebabkan debit

aliran pada saluran primer lebih besar serta akan mempengaruhi laju sedimentasi.

Berdasarkan Gambar 4.4 grafik hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi

dapat dilihat pengaruh debit aliran terhadap besar laju sedimentasi. Debit aliran pada

saluran akan mempengaruhi besar laju sedimentasi yang terjadi pada saluran tersebut.

Laju sedimentasi terbesar yaitu sebesar 2,164 ton/hari terjadi pada saluran primer

pengukuran ke-1 dengan debit aliran 2,828 m3/s dan laju sedimentasi terkecil terjadi

pada saluran tersier titik 4 pengukuran-2 yaitu sebesar 0,010 ton/hari dengan debit

aliran 0,015 m3/s.

Laju sedimentasi yang terjadi pada bagian sisi kanan atau kiri saluran lebih

besar dibandingkan laju sedimentasi yang terjadi pada bagian tengah saluran. Hal ini

disebabkan karena kecepatan aliran air pada sisi saluran lebih kecil dari pada bagian

tengah saluran, sehingga menyebabkan banyaknya sedimen yang mengendap pada

bagian pinggir saluran.

Besarnya laju sedimentasi bukan hanya dipengaruhi kadar konsentrasi

sedimen tetapi dapat juga dipengaruhi debit aliran, perubahan musim, kebutuhan

petani serta perubahan kecepatan akibat aktivitas manusia. Laju sedimentasi pada

saluran akan mengakibatkan terjadinya penggerusan di beberapa tempat serta

terjadinya pengendapan di tempat lain pada dasar saluran, dengan demikian dimensi

saluran tersebut akan berubah sehingga volume air yang dialirkan juga berkurang

(29)

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi Saluran Primer

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi Saluran Sekunder

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Debit Aliran Dengan Laju Sedimentasi Saluran

y = 0.885x + 0.752

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500

D

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800

D

0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140 0.160

(30)

Berdasarkan titik lokasi pengukuran, baik pengukuran dimensi saluran,

pengukuran kecepatan untuk mendapatkan debit aliran, maupun pengambilan sampel

sedimen dan pengukuran konsentrasi sedimen untuk mendapatkan laju sedimentasi,

pada saluran sekunder yang ditunjukkan pada gambar 4.6 diperoleh hubungan antara

laju sedimentasi berbanding terbalik dengan debit aliran. Sedangkan pada gambar 4.5

dan gambar 4.7 hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi pada saluran primer

dan tersier diperoleh hubungan antara laju sedimentasi benbanding lurus dengan debit

aliran.

Berdasarkan persamaan regresi linier, pada saluran primer diperoleh

persamaan regresi yaitu y = 0.885x + 0.752 dengan koefisien kolerasi (R) = 1

menunjukkan hubungan debit aliran dengan laju sedimentasi menggunakan sampel

sedimen melayang pada saluran primer yaitu hubungan positip sempurna. Pada

saluran sekunder diperoleh persamaan regresi yaitu y = 0,993x + 0,217 dengan

koefisien korelasi (R) = 0,902, dan pada saluran tersier diperoleh persamaan regresi

yaitu y = 0,896x + 0,013 dengan koefisien korelasi (R) = 0,940. Persamaan regresi

pada saluran sekunder dan tersier menunjukkan hubungan debit alirandan laju

sedimentasi menggunakan sampel sedimen melayang padasaluran sekunder dan

tersier yaitu hubungan langsung positip baik yaitu berada antara 0,6<R<1,0

(31)

4.3 Analisis Hidrolik

4.3.1 Dimensi Asal Saluran

Data dimensi asal/perencanaan meliputi data lebar dasar saluran, kedalaman

air, kekasaran manning, kemiringan talud, kemiringan dasar saluran, dan sebagainya.

1. Data dimensi saluran primer

B = 3,5 m n = 2,92 S = 0,001248 y = 1,20 m

Q = 7,099 m3/s V = 1,69 m/s A = 4,200 m2 Areal= 4170 Ha

2. Data dimensi saluran sekunder titik 1

B = 1,8 m n = 1,89 S = 0,000198 y = 0,95 m

Q = 1,538 m3/s V = 0,589 m/s A = 2,613 m2 Areal = 989 Ha

3. Data dimensi saluran sekunder titik 2

B = 1,2 m n = 2,00 S = 0,000254 y = 0,60 m

Q = 0,190 m3/s V = 0,264 m/s A = 1,080 m2 Areal =122 Ha

4. Data dimensi saluran tersier titik 1

B = 0,5 m n = 1,00 S = 0,000618 y = 0,50 m

Q = 0,178 m3/s V = 0,436 m/s A = 0,500m2 Areal = 127 Ha

5. Data dimensi saluran tersier titik 2

B = 0,5 m n = 1,00 S = 0,000618 y = 0,50 m

Q = 0,178 m3/s V = 0,436 m/s A = 0,500m2 Areal = 127 Ha

6. Data dimensi saluran tersier titik 3

B = 0,3 m n = 1,00 S = 0,001833 y = 0,30 m

Q = 0,078 m3/s V = 0,336 m/s A = 0,180m2 Areal = 56 Ha

7. Data dimensi saluran tersier titik 4

B = 0,3 m n = 1,00 S = 0,001833 y = 0,30 m

(32)

Tabel 4.10 Data Dimensi Perencanaan

Saluran B (m) y (m) V (m/s)

Q

(m3/s) N m S

Areal (Ha)

P 3.50 1.20 1.690 7.099 2.92 0 0.001248 4170

S1 1.80 0.95 0.589 1.538 1.89 1 0.000198 989

S2 1.20 0.60 0.264 0.190 2.00 1 0.000254 122

T1 0.50 0.50 0.436 0.178 1.00 1 0.000618 127

T2 0.50 0.50 0.436 0.178 1.00 1 0.000618 127

T3 0.30 0.30 0.336 0.078 1.00 1 0.001833 56

T4 0.30 0.30 0.336 0.078 1.00 1 0.001833 56 Sumber: Dinas PU Medan

4.3.2 Karakteristik Saluran Pada Pengukuran

Data dimensi saluran yang diperoleh dari pengukuran dilapangan meliputi

data lebar dasar saluran, kedalaman air, kecepatan aliran dan sebagainya. Dari data

dimensi saluran yang telah diukur tersebut akan diperoleh data karakteristik hidrolik

saluran, seperti keliling tampang basah, jari-jari hidrolis, kemiringan dasar saluran,

dan sebagainya.

1. Saluran primer

B = 3,5 m y = 1,30 m V = 0,536 m/s Q = 2,448 m3/s A= 4,543 m2

P = B+2.y = 3,5 + 2 x 1,30 = 6,096 m

R = =

= 0,745 m

S = =

= 1,62079

2. Saluran sekunder titik 1

B = 2,00 m y = 0,99 m V = 0,268 m/s Q = 0,797 m3/s A= 2,959 m2

P = B+2y√ = 2,0 + 2 x 0,99√ = 4,794 m

R = =

(33)

S = =

= 0,48907

3. Saluran sekunder 2

B = 1,35 m y = 0,64 m V = 0,238m/s Q = 0,315 m3/s A= 1,281 m2

P = B+2y√ = 1,35 + 2 x 0,64√ = 3,922 m

R = =

= 0,406 m

S = =

= 0,75198

4. Saluran tersier titik 1

B = 0,90 m y = 0,38 m V = 0,223m/s Q = 0,111m3/s A= 0,486 m2

P = B+2y√ = 0,9 + 2 x 0,38√ = 1.972 m

R = =

= 0,247 m

S = =

= 0,32274

5. Saluran tersier titik 2

B = 0,90 m y = 0,37 m V = 0,207m/s Q = 0,098m3/s A= 0,465 m2

P = B+2y√ = 0,9 + 2 x 0,37√ = 1.935 m

R = =

= 0,240 m

S = =

= 0,28768

6. Saluran tersier titik 3

B = 0,30 m y = 0,25 m V = 0,140m/s Q = 0,019m3/s A= 0,137 m2

P = B+2y√ = 0,3 + 2 x 0,25√ = 1,001 m

R = =

(34)

S = =

= 0,27880

7. Saluran tersier titik 4

B = 0,30 m y = 0,24 m V = 0,136m/s Q = 0,018 m3/s A= 0,132 m2

P = B+2y√ = 0,3 + 2 x 0,24√ = 0,987 m

R = =

= 0,134 m

S = =

(35)

Tabel 4.11 Data Dimensi Saluran Pengukuran Lapangan

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan) Persamaan:

A = ( B + m.y ) y P = B + 2.y √

A = B . y P = B + 2.y

(36)

Tabel 4.12 Data Dimensi Saluran Pengukuran Lapangan

Saluran

Lebar Dasar Saluran

(m)

Kedalaman Air (m)

Kecepatan Aliran

(m/s)

Debit Aliran

(m3/s)

Luas Penampang

(m2)

Keliling Tampang

(m)

Jari-jari Hidrolis

(m)

Kemirangan Dasar Saluran

P 3,50 1,30 0,536 2,448 4,543 6,096 0,745 1,62079

S1 2,00 0,99 0,268 0,797 2,959 4,794 0,617 0,48907

S2 1,35 0,64 0,238 0,315 1,281 3,155 0,406 0,75198

T1 0,90 0,38 0,223 0,111 0,486 1,972 0,247 0,32274

T2 0,90 0,37 0,207 0,098 0,465 1,935 0,240 0,28768

T3 0,30 0,25 0,140 0,019 0,137 1,001 0,136 0,27880

T4 0,30 0,24 0,136 0,018 0,132 0,987 0,134 0,26948

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)

Persamaan:

A = ( B + m.y ) y P = B + 2.y √

A = B . y P = B + 2.y

(37)

Gambar 4.8 Grafik Perbandingan Luas Penampang

Berdasarkan gambar 4.8 grafik perbandingan luas penampang dapat dilihat

bahwa luas penampang asal atau luas penampang perencanaan berbeda dengan luas

penampang pengukuran di lapangan. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya proses

penggerusan atau pengendapan, sehingga dimensi saluran mengalami perubahan.

Salah satu penyebab terjadinya penggerusan dan pengendapan yaitu terjadinya

sedimentasi pada saluran tersebut.

Laju sedimentasi pada saluran irigasi mempengaruhi dimensi saluran, seperti

kedalaman air dan lebar dasar saluran. Terjadinya penggerusan pada saluran yang

disebabkan laju sedimentasi akan mengakibatkan kedalaman air dan lebar dasar

saluran bertambah besar sehingga luas penampang saluran juga akan bertambah besar

dan terjadinya pengendapan pada saluran yang disebabkan laju sedimentasi akan

mengakibatkan kedalaman air dan lebar dasar saluran semakin kecil sehingga luas

penampang saluran juga akan semakin kecil.

P S1 S2 T1 T2 T3 T4

A Perencanaan 4.200 2.613 1.080 0.500 0.500 0.180 0.180

A Pengukuran 4.543 2.959 1.281 0.486 0.465 0.137 0.132

0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 5.000

Lu

as Pen

am

p

an

g

(

m

(38)

4.4 Perhitungan Energi Spesifik dan Bilangan Froude

Energi spesifik dalam suatu penampang saluran dinyatakan sebagai jumlah

energi tekanan dan energi kecepatan di suatu titik pengamatan. Perubahan tinggi

tekanan terhadap energi spesifik dalam suatu penampang saluran merupakan unsur

penentu laju pengaliran air pada saluran, dan berpengaruh terhadap kinerja saluran

dalam pendisribusian air irigasi. Pengaruh sedimen terhadap energi spesifik

penampang saluran dapat diketahui dari hasil perhitungan mengkombinasikan data

dimensi asal saluran atau data perencanaan dengan data pengukuran di lapangan.

4.4.1 Energi Spesifik Minimum

Energi spesifik minimum merupakan energi spesifik yang diperoleh dengan

menggunakan data asal/perencanaan yang meliputi data kedalaman air dan kecepatan

aliran. Kedalaman air dan kecepatan aliran tersebut merupakan kedalaman kritis dan

kecepatan keritis. Contoh perhitungan energi spesifik minimum pada saluran primer

dengan kedalaman air 1,20 m dan kecepatan aliran 1,69 m/s, maka:

Emin = y +

= 1,20 +

= 1,343 m

Dari Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran diperoleh energi spesifik

minimum pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1, tersier

titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut yaitu 1,343 m; 0,967 m; 0,603

(39)

4.4.2 Energi Spesifik Lapangan

Energi spesifik lapangan merupakan energi spesifik yang diperoleh dengan

menggunakan data pengukuran lapangan yang meliputi data kedalaman aliran dan

kecepatan aliran setelah terjadi sedimentasi pada saluran. Contoh perhitungan energi

spesifik lapangan pengukuran ke-1 pada saluran primer dengan kedalaman air 1,40 m

dan kecepatan aliran 0,577 m/s, maka:

Emin = y +

= 1,40 +

= 1,417 m

Dari Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran diperoleh energi spesifik

lapangan pengukuran ke-1 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2,

tersier titik1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut yaitu

1,417 m; 1,074 m; 0,754 m; 0,421 m; 0,405 m; 0,277 m; 0,267 m. Energi spesifik

lapangan pengukuran ke-2 pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2,

tersier titik 1, tersier titik 2, tersier titik 3, tersier titik 4 secara berturut-turut yaitu

1,208 m; 0,909 m; 0,528 m; 0,342 m; 0,332 m; 0,221 m; 0,221 m.

Energi spesifik saluran pengukuran lapangan pada saluran primer dengan

kemiringan dasar saluran 0,001248o yaitu 1,312 m, energi spesifik pada saluran

sekunder titik 1 dengan kemiringan dasar saluran 0,000198o yaitu 0,992 m, energi

spesifik pada saluran sekunder titik 2 dengan kemiringan dasar saluran 0,000254o

yaitu 0,641 m, energi spesifik pada saluran tersier titik 1 dengan kemiringan dasar

saluran 0,000618o yaitu 0,382 m, energi spesifik pada saluran tersier titik 2 dengan

kemiringan dasar saluran 0,000618o yaitu 0,368 m, energi spesifik pada saluran

tersier titik 3 dengan kemiringan dasar saluran 0,001833o yaitu 0,249 m, dan energi

(40)

4.4.3 Perhitungan Bilangan Froude

Bilangan Forude (Fr) didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata (V) dibagi

akardari gravitasi (g) dan kedalaman air (y). Aliran pada saluran terbuka berdasarkan

bilangan froude dapat digolongkan menjadi tiga bagian dengan ketentuan

masing-masing yaitu:

Aliran sub kritis : bila Fr < 1

Aliran kritis : bila Fr = 1

Aliran super kritis : bila Fr > 1

Contoh perhitungan angka froude pada saluran primer dengan kecepatan

aliran air 0,536 m/s dan kedalaman air 1,3 m, maka:

Fr =

=

= 0,149 < 1  Subkritis

Pada saluran primer dengan kecepatan aliran air 0,536 m/s dan kedalaman air

1,3 m diperoleh froude number sebesar 0,149 (subkritis), pada saluran sekunder titik

1 dengan kecepatan aliran 0,268 m/s dan kedalaman air 0,99 m diperoleh froude

number sebesar 0,085 (Subkritis), pada saluran sekunder titik 2 dengan kecepatan

aliran 0,238 m/s dan kedalaman air 0,64 m diperoleh froude number sebesar 0,094

(Subkritis), pada saluran tersier titik 1 dengan kecepatan aliran 0,223 m/s dan

kedalaman air 0,38 m diperoleh froude number sebesar 0,115 (Subkritis), pada

saluran tersier titik 2 dengan kecepatan aliran 0,207 m/s dan kedalaman air 0,37 m

diperoleh froude number sebesar 0,108 (Subkritis), pada saluran tersier titik 3 dengan

kecepatan aliran 0,140 m/s dan kedalaman air 0,25 m diperoleh froude number

sebesar 0,089 (Subkritis), pada saluran tersier titik 4 dengan kecepatan aliran 0,136

(41)

4.5 Analisis Kinerja Saluran

Irigasi Batang Ilung dibangun dengan tujuan sebagai penyediaan air irigasi

persawahan dan perkebunan yang dialirkan melalui saluran irigasi. Aliran pada

saluran irigasi merupakan aliran yang tidak seragam atau berubah karena pengaruh

kebutuhan air untuk persawahan dan faktor cuaca.

Pada saat musim tanam, debit air yang dialirkan pada saluran lebih besar

dibandingkan setelah panen, dilakukan untuk menjaga kebutuhan air agar tetap

memenuhi kebutuhan persawahan dan perkebunan. Pada musim hujan debit air pada

saluran berbeda dengan musim kemarau sehingga kecepatan aliran dan kedalaman air

pada saluran juga berbeda. Perbedaan kecepatan aliran dan kedalaman air pada setiap

musimnya akan mempengaruhi luas penampang basah pada saluran.

Pada saluran primer (BBI.0-BBI.1) dengan panjang 3092,95 m dan

kemiringan dasar saluran rencana 0.001248o diperoleh laju sedimentasi sebesar 1,601

ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun,

maka laju sedimen melayang yang melewati saluran primer sebesar 584,295

ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran primer diperoleh sebesar 0,00011

ton/m3/hari atau 0,042 ton/m3/tahun.

Pada saluran sekunder titik 1 (BBI.6-BGm.1) dengan panjang saluran 1016,60

m dan kemiringan dasar saluran rencana 0.000198o diperoleh laju sedimentasi sebesar

0,505 ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu

tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran sekunder titik 1 sebesar

184.160 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran sekunder titik 1 diperoleh

(42)

Pada saluran sekunder titik 2 (BGm.10-BGm.11) dengan panjang saluran 393

m dan kemiringan dasar saluran rencana 0.000254o diperoleh laju sedimentasi sebesar

0,245 ton/hari. Jika diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu

tahun, maka laju sedimen melayang yang melewati saluran sekunder titik 2 sebesar

89,440 ton/tahun. Laju sedimentasi per volume saluran sekunder titik 2 diperoleh

sebesar 0,00049ton/m3/hari atau 0,178 ton/m3/tahun.

Pada saluran tersier titik 1 (BGm.1-Gm.1kn) dengan kemiringan dasar saluran

rencana 0.000618o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,096 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju

sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 1 sebesar 35,190 ton/tahun.

Laju sedimentasi per volume saluran tersier titik 1 diperoleh 0,00018 ton/m3/hari atau

0,064 ton/m3/tahun.

Pada saluran tersier titik 2 (BGm.1-Gm.1kn) dengan kemiringan dasar saluran

rencana 0.000618o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,080 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju

sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 2 sebesar 29,160 ton/tahun.

Laju sedimentasi per volume saluran tersier titik 2 diperoleh 0,00015 ton/m3/hari atau

0,056 ton/m3/tahun.

Pada saluran tersier titik 3 (BGm.11-Gm.11kn) dengan kemiringan dasar

saluran rencana 0.001833o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,020 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju

sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 3 sebesar 7,480 ton/tahun. Laju

sedimentasi per volume saluran tersier titik 3 diperoleh 0,00020 ton/m3/hari atau

(43)

Pada saluran tersier titik 4 (BGm.11-Gm.11kn) dengan kemiringan dasar

saluran rencana 0.001833o diperoleh laju sedimentasi sebesar 0,017 ton/hari. Jika

diasumsikan debit aliran sama sepanjang saluran selama satu tahun, maka laju

sedimen melayang yang melewati saluran tersier titik 4 sebesar 6,374 ton/tahun. Laju

sedimentasi per volume saluran tersier titik 4 diperoleh 0,00018 ton/m3/hari atau

0,064 ton/m3/tahun.

Berdasarkan besarnya laju sedimentasi dengan menggunakan sedimen

melayang yang diperoleh dari pengamatan, diperediksikan akan terjadi pengendapan

atau penggerusan pada saluran yang sangat cepat. Jika sedimentasi pada saluran

tersebut dibiarkan semakin banyak maka akan berpengaruh pada saluran itu sendiri,

kualitas air yang disalurkan dan kinerja saluran dalam penyaluran air yang sampai ke

petak persawahan. Dari besarnya sedimentasi yang terjadi pada saluran, disarankan

agar dilakukan perawatan berupa pengerukan sedimen yang terdapat pada saluran

pada priode waktu yang lebih cepat agar kinerja saluran dalam menyalurkan air tetap

normal seperti yang di rencanakan.

Proses penggerusan dan pengendapannya tidak hanya tergantung dari

sifat-sifat aliran tetapi juga tergantung pada sifat-sifat-sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sedimen yang

terdapat di saluran dapat menyebabkan perubahan dimensi saluran dari dimensi asal

saluran serta dapat mempengaruhi energi spesifik penampang saluran sehingga secara

tidak langsung dapat mengakibatkan kurang optimumnya kinerja saluran irigasi.

Proses sedimentasi akan mengakibatkan penggerusan ataupun pengendapan

pada saluran sehingga mempengaruhi kedalaman dan kecepatan aliran pada saluran,

(44)

Pada saluran primer (BBI.0-BBI.1) dengan luas penampang asal atau luas

penampang perencanaan 4,200 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,352 ton/m2/hari

mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang

saluran membesar menjadi 4.543 m2.

Pada saluran sekunder titik 1 (BBI.6-BGm.1) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 2,613 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,171

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas

penampang saluran mengecil menjadi 2,959 m2.

Pada saluran sekunder titik 2 (BGm.10-BGm.11) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 1,080 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,191

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan airpada saluran sehingga luas

penampang saluran membesar menjadi 1,281 m2.

Pada saluran tersier titik 1(BGm.1-Gm.1kn) dengan luas penampang asal atau

luas penampang perencanaan 0,500 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,198 ton/m2/hari

mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang

saluran mengecil menjadi 0,486 m2.

Pada saluran tersier titik 2 (BGm.1-Gm.1kn) dengan luas penampang asal atau

luas penampang perencanaan 0,500 m2, terjadi sedimentasi sebesar ton/m2/hari

mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas penampang

saluran mengecil menjadi 0,465 m2.

Pada saluran tersier titik 3 (BGm.11-Gm.11kn) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 0,180 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,150

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas

(45)

Pada saluran tersier titik 4 (BGm.11-Gm.11kn) dengan luas penampang asal

atau luas penampang perencanaan 0,180 m2, terjadi sedimentasi sebesar 0,132

ton/m2/hari mempengaruhi kedalaman dan kecepatan air pada saluran sehingga luas

penampang saluran mengecil menjadi 0,132 m2.

Berdasarkan bilangan froude, aliran air pada saluran yang telah diamati

merupakan sifataliran subkritis karena angka froude lebih kecil dari 1. Pada saluran

primer dengan kecepatan aliran 0,536 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,149. Pada

saluran sekunder titik 1 dengan kecepatan aliran 0,268 m/s diperoleh angka froude

yaitu 0,085. Pada saluran sekunder titik 2 dengan kecepatan aliran 0,238 m/s

diperoleh angka froude yaitu 0,094. Pada saluran tersier titik 1 dengan kecepatan

aliran 0,223 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,115. Pada saluran tersier titik 2

dengan kecepatan aliran 0,207 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,108. Pada saluran

tersier titik 3 dengan kecepatan aliran 0,140 m/s diperoleh angka froude yaitu 0,089.

Pada saluran tersier titik 4 dengan kecepatan aliran 0,136 m/s diperoleh angka froude

yaitu 0,087.

Keadaan aliran pada saluran yang bersifat subkritis menunjukkan peranan

gaya tarik bumi lebih menonjol sehingga aliran mempunyai kecepatan rendah dan

sering dikatakan tenang dan keadaan gelombang air akan disebarkan ke hulu akibat

adanya gangguan atau hambatan di saluran.

Kecapatan aliran tidak sesuai dengan kecepatan yang dianjurkan sehingga

akan mengakibatkan terjadinya sedimentasi. Pada perencanaan saluran pasangan,

kecepatan maksimum dianjurkan pada pemakaian untuk aliran subkritis yaitu untuk

pasangan batu kecepatan maksimum 2 m/s, untuk pasangan beton kecepatan

(46)

Saluran ferrocemen dengan penampang tapal kuda disyaratkan tidak timbul

atau terjadi endapan dalam saluran. Kecepatan minimum aliran ditetapkan V >0,6 m/s

agar pasir ataulumpur tidak mengendap disepanjang saluran.

Kecepatan aliran akan mempengaruhi laju sedimentasi, kecepatan yang

rendah terjadi akibat adanya gangguan atau hambatan yang mengakibatkan

pengendapan sedimen pada saluran. Pengendapan yang lebih besar terjadi pada

bagian hilir saluran yang lebih dekat dengan bangunan bagi di mana kecepatan aliran

yang lebih kecil. Jika sedimen terus terjadi pengendapen akan menimbulkan

kerusakan pada saluran dan akan mempengaruhi kualitas air yang di alirkan ke petak

persawahan. Pada saluran sekunder, pengendapan terjadi pada bagian sisi kanan dan

kiri saluran serta terjadi penggerusan pada dasar saluran yang mengakibatkan luas

penampang akan berubah.

Perubahan tinggi tekanan terhadap energi spesifik dalam suatu penampang

saluran merupakan unsur penentu laju pengaliran air pada saluran dan akan

berpengaruh terhadap kinerja saluran dalam pendisribusian air irigasi. Pengaruh

sedimen terhadap energi spesifik pada penampang saluran dapat diketahui dari hasil

perhitungan mengkombinasikan data dimensi asal/perencanaan saluran dengan data

pengukuran di lapangan.

Apabila keadaan kinerja saluran pada perencanaan atau data asal dikatakan

dengan energi spesifik sebesar 100% dalam mendistribusikan air irigasi, maka

berdasarkan hasil perhitungan tinggi tekanan dan energi spesifik dapat diketahui

bahwa sedimen yang terdapat di saluran irigasi akan menyebabkan penurunan kinerja

(47)

Dari Tabel 4.13 perhitungan energi spesifik saluran, apabila keadaan kinerja

saluran pada perencanaan dikatakan dengan energi spesifik sebesar 100%, maka pada

saluranprimer hanya bekerja 98,97% dari kinerja yang direncanakan dengan

penurunan kinerja 1,03%, saluran sekunder titik 1 hanya bekerja 99,02% dari kinerja

yang dikerjakan dengan penurunan kinerja 0,98%, saluran sekunder titik 2 hanya

bekerja 99,03% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 0,97%,

saluran tersier titik 1 hanya bekerja 98,65% dari kinerja yang direncanakan dengan

penurunan kinerja 1,35%,saluran tersier titik 2 hanya bekerja 98,60% dari kinerja

yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,40%,saluran tersier titik 3 hanya

bekerja 98,76% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 1,24%,

saluran tersier titik 4 hanya bekerja 98,74% dari kinerja yang direncanakan dengan

(48)

Tabel 4.13 Perhitungan Energi Spesifik Saluran

Pengukuran Saluran

Data Perencanaan Data Pengukuran Lapangan

E%

Kinerja Saluran

(%) Kedalaman

Air (m)

Kecepatan Aliran

(m/s)

Energy Spesifik minimum

(m)

Kedalaman Air (m)

Kecepatan Aliran

(m/s)

Energy Spesifik Lapangan

(m)

P ke-1 1.20 1.690 1.343 1.40 0.577 1.417 0.95 98.97

ke-2 1.20 0.494 1.208 1.11

S1 ke-1 0.95 0.589 0.967 1,07 0.278 1.074 0.90 99.02

ke-2 0.91 0.258 0.909 1.06

S2 ke-1 0.60 0.264 0.603 0.75 0.273 0.754 0.80 99.03

ke-2 0.53 0.202 0.528 1.14

T1 ke-1 0.50 0.436 0.510 0.42 0.259 0.421 1.21 98.65

ke-2 0.34 0.188 0.342 1.49

T2 ke-1 0.50 0.436 0.510 0.40 0.239 0.405 1.26 98.60

ke-2 0.33 0.176 0.332 1.54

T3 ke-1 0.30 0.336 0.306 0.28 0.151 0.277 1.10 98.76

ke-2 0.22 0.129 0.221 1.38

T4 ke-1 0.30 0.336 0.306 0.27 0.145 0.267 1.14 98.74

ke-2 0.22 0.127 0.221 1.38

(49)

Tabel 4.14 Perhitungan Sedimen Dalam Penampang Saluran

(Sumber: Hasil pengukuran dan perhitungan)

Tabel 4.15 Perhitungan Bilangan Froud

Saluran

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh seperti yang diuraikan dalam pembahasan

studi pengaruh perilaku sedimentasi pada saluran irigasi Batang Ilung, maka penulis

mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Laju sedimentasi dengan menggunakan sampel sedimen melayang (suspended

load) pada saluran primer sebesar 1,601 ton/hari dengan konsentrasi sedimen

84,861 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran sekunder titik 1 sebesar

0,505ton/hari dengan konsentrasi sedimen 80,278 mg/liter. Laju sedimentasi

pada saluran sekunder titik 2 sebesar 0,245 ton/hari dengan konsentrasi

sedimen 87,917 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 1 sebesar

0,096 ton/hari dengan konsentrasi sedimen 106,667 mg/liter. Laju sedimentasi

pada saluran tersier titik 2 sebesar 0,080 ton/hari dengan konsentrasi sedimen

99,167 mg/liter. Laju sedimentasi pada saluran tersier titik 3 sebesar 0,020

ton/hari dengan konsentrasi sedimen 133,473 mg/liter. Laju sedimentasi pada

saluran tersier titik 4 sebesar 0,017 ton/hari dengan konsentrasi sedimen

122,917 mg/liter.

2. Laju sedimentasi pada saluran irigasi mempengaruhi luas penampang saluran

karena terjadinya perubahan kedalaman dan kecepatan air pada saluran. Pada

saluran primer terjadi sedimentasi 0,352 ton/m2/hari mengakibatkan luas

penampang bertambah besardari 4,200 m2 menjadi 4.543 m2. Pada saluran

sekunder titik 1 terjadi sedimentasi 0,171 ton/m2/hari mengakibatkan luas

penampang bertambah besar dari 2,613 m2 menjadi 2,959 m2. Pada saluran

(51)

penampang bertambah besar dari 1,080 m2 menjadi 1,281 m2. Pada saluran

tersier titik 1 dan titik 2 terjadi sedimentasi 0,185 ton/m2/hari mengakibatkan

luas penampang mengecil dari 0,500 m2 menjadi 0,475 m2. Pada saluran tersier

titik 3 dan titik 4 terjadi sedimentasi 0,141 ton/m2/hari mengakibatkan luas

penampang mengecil dari 0,180 m2 menjadi 0,135 m2.

3. Aliran air pada saluran primer, sekunder titik 1, sekunder titik 2, tersier titik 1,

tersier titik 2, tersier titik 3 dan tersier titik 4 digolongkan pada sifat aliran

subkritis dengan Froude number lebih kecil dari 1 secara berturut-turut yaitu

0,149; 0,085; 0,094; 0,115; 0,108; 0,089; 0,087.

4. Laju sedimentasi pada saluran irigasi menyebabkan perubahan kinerja saluran.

Saluran primer hanya bekerja 98,97% dari kinerja yang direncanakan dengan

penurunan kinerja 1,03%, saluran sekunder titik 1 hanya bekerja 99,02% dari

kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja 0,98%, saluran sekunder

titik 2 hanya bekerja 99,03% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan

kinerja 0,97%, saluran tersier titik 1 hanya bekerja 98,65% dari kinerja yang

direncanakan dengan penurunan kinerja 1,35%, saluran tersier titik 2 hanya

bekerja 98,60% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja

1,40%, saluran tersier titik 3 hanya bekerja 98,76% dari kinerja yang

direncanakan dengan penurunan kinerja 1,24%, saluran tersier titik 4 hanya

bekerja 98,74% dari kinerja yang direncanakan dengan penurunan kinerja

(52)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini diajukan saran sebagai

berikut :

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan dengan titik lokasi

pengukuran dan pengambilan sampel yang lebih banyak pada saat musim

hujan dan musim kemarau sehingga mendapat rata-rata laju sedimentasi

pertahun yang lebih akurat.

2. Dilakukan pengulangan pengukuran dan pengambilan sampel dengan interval

waktu pengukuran yang lebih sempit dengan jangka waktu yang lebih lama

sehingga mendapat data laju sedimentasi yang lebih akurat.

3. Untuk meningkatkan kinerja saluran dalam menyalurkan air pada Irigasi

Batang Ilung sebaiknya dilakukan pengerukan endapan sedimen yang terdapat

pada kantong lumpur serta perlu dilakukan perbaikan dan pemeliharaan saluran

dengan interval waktu yang lebih sempit.

4. Untuk pemeliharaan saluran sebaiknya pemerintah bekerjasama dengan

masyarakat dengan melakukan penyuluhan kepada kelompok tani yang sudah

Gambar

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3.2 Lay Out Skema Jaringan Daerah Irigasi Batang Ilung (Sumber: PU medan)
Gambar 3.3 Deskripsi Titik Pengukuran
Tabel 3.1 Pengambilan Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Pakar ( Expert System ) adalah aplikasi berbasis komputer yang digunakan untuk menyelesaikan masalah sebagaimana yang dipikirkan oleh pakar. Pakar yang dimaksud

Semua partisipan, P1, P2, P3, P4 dan P5 mengungkapakn bahwa mereka setuju dengan selalu memakai kondom saat melayani pelanggannya karena takut dengan penyakit – penyakit yang

Sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Dikti bahwa lulusan S1,S2, dan S3 harus memiliki tulisan dalam jurnal lokal, nasional terakreditasi, atau internasional maka

tinggi atau dengan kata lain dapat memperoleh keuntungan seperti

• Sistem micro-hydro beroperasi dengan mengalihkan sebagian dari sungai melalui penstock (atau pipa) dan turbin, yang menggerakkan generator untuk menghasilkan listrik.. Air

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 6 Tahun 2016 tentang Biaya Operasional Perguruan

Pengurusan BUMD dilakukan oleh suatu Direksi, jumlah anggota serta susunan Direksi diatur di dalam peraturan daerah yang merupakan peraturan

Kantor Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Badung mempunyai peranan dan fungsi penting serta strategis dalam rangka melayani masyarakat Kabupaten Badung di bidang Peningkatan