• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Rangka breising yang dirancang dengan faktor reduksi beban yang sama

dengan faktor reduksi untuk SRPMM,

3. Perencanaan rangka breising baja pada rangka breising bisa dilakukan dengan cara konvensional tanpa pendetailan khusus.

Gambar 2.13 Hubungan beban dan rasio simpangan

Sumber: Youssef et al (2007)

2.8 Analisis Kinerja Struktur

Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance-based seismic design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan baru maupun perkuatan bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman yang realistik terhadap risiko keselamatan jiwa (life safety), kesiapan untuk dihuni setelah kejadian gempa (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa. Proses perencanaan tahan gempa berbasis kinerja dimulai dengan membuat model rencana bangunan kemudian melakukan simulasi kinerjanya terhadap berbagai kejadian gempa. Setiap simulasi memberikan informasi tingkat kerusakan (level of damage), ketahanan struktur, sehingga dapat memperkirakan berapa besar risikonya terhadap keselamatan jiwa, kesiapan dihuni dan kerugian harta benda.

FEMA 273 (1997) sebagai acuan klasik dalam perencanaan berbasis kinerja, membuat model level kinerja struktur pasca gempa berikut: Operational (O), yaitu tidak ada kerusakan berarti pada struktur dan non-struktrur (bangunan tetap berfungsi); Immediate Occupancy (IO), yaitu tidak ada kerusakan yang berarti pada struktur, dimana kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi

25 sebelum gempa; Life-Safety (LS), yaitu terjadi kerusakan komponen struktur, kekakuan berkurang, tetapi masih mempunyai ambang yang cukup terhadap keruntuhan dan tidak menimbulkan korban jiwa. Komponen non-struktur masih ada tetapi tidak berfungsi lagi dan baru dapat dipakai lagi jika sudah dilakukan perbaikan; Collapse Prevention (CP), yaitu kerusakan yang berarti pada komponen struktur dan non-struktur. Kekuatan struktur dan kekakuannya berkurang. Kecelakaan akibat kejatuhan material bangunan yang rusak sangat mungkin terjadi.

Hal penting dari perencanaan berbasis kinerja adalah sasaran kinerja bangunan terhadap gempa dinyatakan secara jelas, sehingga pemilik, penyewa, asuransi, pemerintahan atau penyandang dana mempunyai kesempatan untuk menetapkan kondisi apa yang dipilih, selanjutnya ketetapan tersebut digunakan insinyur perencana sebagai pedomannya. Gambar 2.14 menjelaskan secara kualitatif level kinerja (performance levels) yang digambarkan bersama dengan suatu kurva hubungan gaya-perpindahan yang menunjukkan perilaku struktur secara menyeluruh (global) terhadap pembebanan lateral. Kurva hasil analisis statik non-linier khusus yang dikenal sebagai analisis pushover, disebut kurva pushover. Sedangkan titik kinerja (performance point) merupakan besarnya perpindahan titik pada atap saat mengalami gempa rencana. Selanjutnya di atas kurva pushover digambarkan secara kualitatif kondisi kerusakan yang terjadi pada level kinerja yang ditetapkan. Selain itu juga dikorelasikan dengan persentase biaya dan waktu yang diperlukan untuk kegiatan perbaikan.

Gambar 2.14 Ilustrasi perancangan gempa berbasis kinerja

26 2.9 Analisis Pushover Statik Nonlinier pada SAP2000

Analisis statik nonlinier merupakan prosedur analisis untuk mengetahui perilaku keruntuhan suatu bangunan terhadap gempa, dikenal pula sebagai analisis

pushover atau analisis beban dorong statik. Kecuali untuk suatu struktur yang

sederhana, maka analisis ini memerlukan komputer program untuk dapat merealisasikannya pada bangunan nyata. Beberapa program komputer komersil yang tersedia adalah SAP2000, ETABS, GTStrudl, Adina.

Analisis dilakukan dengan memberikan suatu pola beban lateral statik pada struktur, yang kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali sampai satu target perpindahan lateral dari suatu titik acuan tercapai. Biasanya titik tersebut adalah titik pada atap, atau lebih tepat lagi adalah pusat massa atap.

Analisis pushover menghasilkan kurva pushover, kurva yang menggambarkan hubungan antara gaya geser dasar (V) dengan perpindahan titik acuan pada atap (D) . Pada proses pushover, struktur didorong sampai mengalami leleh disatu atau lebih lokasi di struktur tersebut. Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier.

Tujuan analisis pushover adalah untuk memperkirakan gaya maksimum dan deformasi yang terjadi serta untuk memperoleh informasi bagian mana saja yang kritis. Selanjutnya dapat diidentifikasi bagian-bagian yang memerlukan perhatian khusus untuk pendetailan atau stabilitasnya. Cukup banyak studi menunjukkan bahwa analisis statik pushover dapat memberikan hasil mencukupi (ketika dibandingkan dengan hasil analisis dinamik nonlinier) untuk bangunan regular dan tidak tinggi (Dewobroto, 2005).

2.9.1 Kurva Kapasitas

Hasil dari analisis pushover berupa kurva kapasitas yang menggambarkan hubungan antara gaya geser dasar (Base Shear) terhadap perpindahan titik acuan atau kontrol pada atap ditunjukan pada Gambar 2.15. Kurva berbentuk nonlinier menunjukan peningkatan beban pasca elastik sampai kondisi plastik. Kurva

27 pushover tidak selalu mencapai kondisi plastik bergantung pada target tahan yang ingin dicapai.

Gambar 2.15 Kurva kapasitas analisis pushover

Sumber: FEMA 273

Dokumen ATC 40 dan FEMA 273 telah membuat prosedur dan kriteria yang bisa diterima untuk analisis pushover. Dokumen ini mendefinisikan kriteria deformasi yang digunakan dalam analisis pushover. Menurut FEMA 273 (1997) kinerja struktur (primary, P dan secondary, S) dapat dijelaskan dengan Gambar 2.15. Lima titik yang diberi nama A, B, C, D dan E digunakan untuk mendefinisikan perilaku deformasi selama pembebanan. Antara titik A dan B, struktur berdeformasi elastis selama pembebanan. Pada titik B, sendi plastis pertama mulai terbentuk begitu pula pada titik C dan D. Antara titik B dan C, struktur melewati batas elastis dan mulai berdeformasi inelastis. Selama deformasi inelastis ini, ATC 40 dan FEMA 273 mendefinisikan 3 kondisi struktur yakni I0 = Immediate Occupancy (segera dapat dipakai), LS = Life Safety (keselamatan penghuni dapat terjamin), dan CP = Collapse Prevention (terhindar dari keruntuhan total). Setelah berdeformasi inelastis, struktur akan memasuki kondisi plastis (C-E) hingga mencapai keruntuhan, yang selanjutnya digunakan dalam mengevaluasi kinerja masing-masing struktur.

28 2.9.2 Sasaran Kinerja Analisis Statik Pushover

Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan, dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan terhadap kejadian gempa tersebut. Mengacu pada FEMA-356 perencanaan berbasis kinerja maka kategori level kinerja bengunan sebagai berikut.

a. Operational Level

Tidak terjadi kerusakan komponen baik struktural maupun non struktural. Kemungkinan terjadi sedikit kerusakan utilitas dan beberapa sistem yang tidak terlalu penting tidak berfungsi. Bangunan tidak menimbulkan risiko terhadap keselamatan jiwa.

b. Immediate Occupancy

Pada level ini tidak terjadi kerusakan struktur dan dapat segera untuk digunakan kembali sesuai fungsinya. Meskipun ada beberapa sistem non struktural yang tidak berfungsi, walaupun dapat langsung digunakan kembali tetapi akan memerlukan beberapa perbaikan utilitas sebelum bangunan berfungsi dengan normal.

c. Life Safety

Pada level ini bangunan mengalami kerusakan yang ekstensif pada komponen struktural maupun nonstruktural. Diperlukannya perbaikan sebelum dapat digunakan kembali. Keselamatan penghuni gedung terjamin.

d. Collapse Prevention

Pada level ini bangunan menimbulkan bahaya yang signifikan terhadap keselamatan jiwa akibat kegagalan komponen nonstruktural, namun karena bangunannya masih tetap berdiri, sehingga kematian yang sia-sia harus dihindari. Banyak bangunan pada level ini akan mengalami kerugian ekonomi. Sedangkan titik kinerja (performance point) merupakan besarnya perpindahan titik acuan pada saat mengalami gempa rencana.

29 2.9.3 Sendi Plastis

Sendi plastis merupakan suatu bentuk ketidakmampuan struktur dalam menahan gaya dalam. Pemodelan sendi plastis digunakan untuk mendefinisikan perilaku nonlinier force-displacement atau momen-rotasi yang dapat ditempatkan pada beberapa tempat berbeda disepanjang balok atau kolom. Pemodelan sendi plastis adalah rigid dan tidak memiliki efek pada perilaku linier pada member. Dalam hal ini, komponen kolom menggunakan tipe sendi Interacting P-M2-M3, dengan pertimbangan bahwa komponen kolom terdapat hubungan gaya aksial dengan momen (diagram interaksi P-M). Sedangkan untuk balok menggunakan tipe sendi default-M3 dan default-V2, dengan pertimbangan bahwa balok efektif menahan momen dalam arah sumbu kuat (sumbu 3) dan efektif menahan gaya geser pada sumbu 2. Sementara pada breising, perilaku nonlinier komponennya dapat dimodel dengan mengasumsikan sendi platis terletak ditengah-tengah bentang. Sendi plastis untuk beban aksial dimodel untuk semua breising.

Dokumen terkait