• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kolesterol Atlet Sepak Bola PPLP Aceh Sebelum Perlakuan dengan Metode Continuous Running dan Interval Running

dengan Metode Continuous Running dan Interval Running

Dari analisis nilai Vo2max Atlet Sepak Bola PPLP Aceh Sebelum Perlakuan dengan Metode Continuous Running dan Interval Running

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pretes vo2max metode continuous running dengan rata-rata pretes vo2max metode interval running. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok ini memiliki vo2max awal yang sama.

4.2.2 Analisis Kolesterol Atlet Sepak Bola PPLP Aceh Sebelum Perlakuan dengan Metode Continuous Running dan Interval Running

Dari Analisis kadar Kolesterol Atlet Sepak Bola PPLP Aceh Sebelum Perlakuan dengan Metode Continuous Running dan Interval Running tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata pretes kolesterol metode

continuous running dengan rata-rata pretes kolesterol metode interval running.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok ini memiliki kolesterol awal yang sama.

4.2.3 Analisis Vo2max dan Kolesterol Atlet Sepak Bola PPLP Aceh Setelah Perlakuan dengan Metode Continuous Running dan Interval Running

a. Hipotesis I

Berdasarkan hasil rata-rata Vo2max dari kedua latihan fisik tersebut, menunjukkan bahwa latihan fisik dengan metode continous running lebih baik dari pada latihan fisik dengan metode interval running untuk meningkatkan Vo2max para atlet. Hal ini dikarenakan rata-rata Vo2max dengan latihan metode

continous running adalah 61,9 lebih baik dari pada rata-rata Vo2max dengan

latihan metode interval running adalah 54,9.

Menurut Rushall Dean Pyke. (1992) latihan metode kontinyu adalah latihan yang berlangsung secara kontinyu dan sifatnya semakin progresif dari waktu ke waktu. Jika seorang melakukan latihan selama tiga minggu, maka beban latihan sudah dapat teradaptasi, bila beban latihan tidak ditingkatkan maka akan menjadi beban latihan di bawah ambang rangsang hal itu akan meningakibatkan tidak terjadinya peningkatan kekuatan, karena beban latihan dibawah ambang rangsang kemampuan orang yang melakukan latihan tersebut.

Latihan kontinyu (misalnya lari terus menerus tanpa istirahat) biasanya berlangsung untuk waktu yang lama. Lari terus menerus yang lebih dari 30 menit dengan tempo dibawah ambang rangsang anaerobic akan menghasilkan adaptasi aerobic yang baik. Ada 2 model latihan kontinyu dengan intensitas rendah, yaitu lari atau renang dengan denyut nadinya berkisar 70%-80% dari denyut nadi maksimal (MHR). ( Rushall Dean Pyke. 1992)

Latihan aerobik merupakan istilah yang dipergunakan atas dasar system energi predominan yang dipakai dalam aktivitas fisik tertentu (Fox, 1988). Pada latihan aerobic sistenm oksigen merupakan sumber energi utama. Latihan aerobik ini merangsang kerja jantung, pembuluh darah dan paru. Latihan aerobik adalah latihan yang harus dilakukan dengan kecepatan tertentu, dan dalam waktu tertentu. Kecepatan yang pasti sangat bervariasi, tetapi intensitas harus cukup merangsang ambang anaerobik agar terjadi adaptasi fisiologis (Janssen, 1989). Latihan aerobik biasanya berlangsung lama, sedangkan latihan yang berlangsung cepat biasanya menggunakan system anaerobik.

Menurut Pate (1984) untuk melakukan latihan endurance olahragawan harus memakai oksigen pada tingkat tinggi dalam jangka waktu lama. Laju kerja maksimal yang dapat dipertahankan olahragawan untuk waktu yang lama ditentukan oleh VO2 maks. Olahragawan yang ideal akan mempunyai konsumsi oksigen maksimal yang tinggi (70-80 mL/kg/menit) dan AT yang sangat tinggi (80-90% VO2 max.)

Pate (1984) menyatakan bahwa orang-orang yang melalui program latihan daya tahan aerobik selama enam minggu tenaga aerobik maksimalnya meningkat 10-20%. Bahkan kemajuan yang lebih besar sering terjadi pada peningkatan ambang anaerobik.

Menurut Kuntaraf (1993) Dengan latihan endurance yang sistematis, seseorang akan dapat memperbaiki konsumsi oksigen maksimal antara 5-25%. Banyak sedikitnya peningkatan VO2 max. tergantung kondisi mulai latihan. Jika

tinggi. Laki-laki usia 65-74 tahun VO2 max. dapat meningkat sekitar 18% setelah latihan teratur selama 6 bulan.

b. Hipotesis II

Berdasarkan hasil rata-rata Vo2max dari kedua latihan fisik bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol tinggi, juga menunjukkan bahwa rata-rata latihan fisik dengan metode continous running bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol tinggi lebih baik dari pada latihan fisik dengan metode interval running bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol tinggi untuk meningkatkan Vo2max para atlet. Hal ini dikarenakan rata-rata Vo2max dengan latihan metode continous running bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol tinggi adalah 62,9 lebih baik dari pada rata-rata Vo2max dengan latihan metode interval running bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol tinggi adalah 57,1.

Metabolisme oksidatif tidak dapat menghasilkan energi yang sangat besar ke sel secepat proses anaerobik, tetapi sebaliknya pada penggunaan dengan kecepatan yang lebih lamban, secara kwantitatif proses oksidatif hampir tidak pernah habisnya.(Gayton dan Hall, 2004).

Sistem oksigen, dari proses oksidasi karbohidrat dan beta oksidasi dari asam lemak dan protein. Pada system oksigen mengalami reaksi oksidasi melalui siklus krebs. Energi yang berasal dari pemecahan makanan dan energl pemecahan PC digunakan untuk mensitesis ATP dari ADP. (Fox, Etc, 1993 ).

Apa bila seseorang terus menerus beraktivitas pada system anaerobik, maka ia akan semakin banyak hutang oksigen, dan berakibat semakin banyak asam laktat yang menumpuk dalam tubuh. Kumpulan asam laktat ini akan

menghalangi, kemudian menghentikan sama sekali penyediaan energi, yang diproduksi oleh ATP (adenosin tri pospat). Oleh karena itu jika seseorang sedang berlari jauh, mengalami banyak hutang oksigen, yang disebabkan aktivitas anaerobik, maka ia tidak akan dapat meneruskan langkahnya lebih lama lagi, atlet tersebut akan mengurangi kecepatannya, atau bahkan berhenti sama sekali untuk membayar hutang oksigen selama ia berlari (Suharjana,2013)

Perlu diketahui bahwa pada saat berlari jauh, seseorang akan menggunakan aktivitas anaerobik, pada saat ia harus meningkatkan tempo berlari atau saat meningkatkan kecepatannya (Suharjana,2013)

c. Hipotesis III

Berdasarkan hasil rata-rata Vo2max dari kedua latihan fisik bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol rendah, juga menunjukkan bahwa rata-rata latihan fisik dengan metode continous running bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol rendah lebih baik dari pada latihan fisik dengan metode interval running bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol rendah untuk meningkatkan Vo2max para atlet. Hal ini dikarenakan rata-rata Vo2max dengan latihan metode continous running

bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol rendah adalah 60,9 lebih baik dari pada rata-rata Vo2max dengan latihan metode interval running bagi atlet yang memiliki kadar kolesterol rendah adalah 52,9.

Pada latihan aerobik sistem oksigen merupakan sumber energi utama. Latihan aerobik ini merangsang kerja jantung, pembuluh darah dan paru. Latihan aerobik adalah latihan yang harus dilakukan dengan kecepatan tertentu, dan

harus cukup merangsang ambang anaerobik agar terjadi adaptasi fisiologis (Janssen, 1989)

Jika energi ATP yang diperlukan untuk aktivitas seluler lebih besar dari pada yang dihasilkan oleh metabolisme oksidatif, cadangan fosfokreatin yang pertama digunakan dan kemudian diikuti dengan cepat oleh pemecahan glikogen anaerobic dan menghasilkan sisa asam laktat. Metabolisme oksidatif tidak dapat menghasilkan energi yang sangat besar ke sel secepat proses anaerobik, tetapi sebaliknya pada penggunaan dengan kecepatan yang lebih lamban, secara kwantitatif proses oksidatif hampir tidak pernah habisnya.(Gayton dan Hall, 2004).

Penelitian dari Wenger dan Bell tahun 1986 membuktikan bahwa untuk mendapatkan kebugaran yang lebih besar, latihan lebih lama dari 35 menit, hal ini mungkin karena proporsi metabolisme lemak terus naik pada 30 menit pertama latihan. Karena itu untuk mendapatkan kebugaran, kontrol berat badan dan keuntungan metabolisme lemak, dan untuk menurunkan lipid darah, perlu menambah durasi latihan. Namun tidak ada bukti yang meyakinkan untuk merekomendasikan latihan melebihi 60 menit. Bagi atlet yang berlatih lebih 60 menit, bertujuan memantapkan stamina, bukan untuk mendapatkan kesehatan. Dengan demikian latihan aerobik memerlukan durasi latihan antara 15-60 menit per sesi latihan (Sharkey, 2003)

BAB V

Dokumen terkait