TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Analisis Komponen Minyak Atsiri
Analisis dan karakterisasi komponen minyak atsiri merupakan masalah yang cukup rumit, dikarenakan minyak atsiri mempunyai sifat yang mudah menguap pada suhu kamar. Kendala yang umumnya dialami saat menganalisis komponen minyak atsiri adalah hilangnya sebagian komponen selama proses preparatif dan selama berlangsungnya proses analisis. Setelah ditemukan kromatografi gas (GC), kendala dalam analisis komponen minyak atsiri dapat diatasi. Pada penggunaan GC ini, efek penguapan dapat dihindari bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi instrumentasi yang sangat pesat melahirkan suatu alat yang merupakan gabungan dua sistem yang saling menguntungkan, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrofotomerti massa (Agusta, 2000).
2.4.1 Kromatografi gas
Kromatografi gas merupakan metode untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Kegunaan umum dari Kromatografi gas adalah untuk melakukan pemisahan dan identifikasi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran (Rohman, 2007).
Ada 2 Jenis kromatografi gas: 1. Kromatografi gas-cair (KGC)
Pada kromatografi ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan pada suatu bahan pendukung (support material) sehingga solut akan terlarut dalam fase diam sehingga mekanisme sorpsi-nya adalah partisi (Rohman, 2007).
2. Kromatografi gas-padat
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran kimia dalam suatu bahanm berdasarkan perbedaan polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda, interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling akhir (Gritter, dkk., 1991).
2.4.1.1 Gas pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni, dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Keuntungannya adalah karena semua gas ini harus tidak reaktif, dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N), Hidrogen (H), dan karbon dioksida (CO2) (Agusta, 2000). 2.4.1.2. Sistem injeksi
Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan kedalam ruang suntik, melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum atau pemisah karet. Ruang suntik haru dipanaskan tersendiri (terpisah dari kolom)
dan biasanya 10-15°C lebih tinggi dari suhu kolom maksimum. Seluruh sampel akan menguap setelah sampel disuntikkan (Rohman, 2007).
2.4.1.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalmnya terdapat fase diam. Ada 2 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas dan kolom kapiler.
Pipa yang terbuat dari logam, kaca, atau plastik yang berisi cairan penyangga padat yang inert disebut dengan kolom kemas. Fase diam, baik berwujud padat maupun cair, diserap atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga. Diameter kolom biasanya 2-4mm dengan panjang 0,5-6 m (Mc. Nair dan Bonelli, 1988).
Secara umum kolom kapiler berbeda dengan kolom kemas, dalam rongga pada bagian kolom yang menyerupai pipa (tube). Ada empat macam jenis lapisan pada kolom kapiler ini, yaitu: WCOT (Wall Coated Open Tube); SCOT (Support Coated Open Tube); PLOT (Porous Layer Open Tube); dan FSOT (Fused Silica Open Tube). Kolom kapiler sangat banyak dipakai atau lebih disukai oleh para ilmuan. Panjang kolom kapiler 25-30 meter (Rohman, 2007).
2.4.1.4 Fase diam
Fase diam disapukan dalam permukaan medium, atau dilapiskan pada dinding kapiler. Fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair. Akan tetapi pada kolom kapiler lebih banyak digunakan fase cair yang disebut dengan istilah film thickness. Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar, sedikit polar, semi polar, dan sangat polar (Agusta, 2000).
2.4.1.5 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis kromatografi gas dan spektrometri massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom (Agusta, 2000).
Pemisahan pada Kromatografi Gas dapat dilakukan pada suhu yang tetap yang biasanya disebut dengan pemisahan isoterma dan dapat dilakukan dengan menggunakan suhu yang berubah secara terkendali yang disebut dengan pemisahan terprogram. Pemisahan isotermal paling baik dipakai pada analisis rutin. Ada dua hal yang harus diperhatikan terkait dengan pemisahan isotermal, yaitu: 1) jika suhu terlalu tinggi maka komponen akan terelusi tanpa terpisah, sementara jika suhu terlalu rendah maka komponen yang bertitik didih tinggi akan keluar sangat lambat bahkan tetap dalam kolom. 2) terkait masalah diatas pemisahan dapat dilakukan dengan suhu terprogram (Mc.Nair dan Bonelli, 1988). 2.4.1.6 Detektor
Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor. Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen didalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisa kuanlitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2007).
Menurut Watson (2009) ada dua detektor yang populer yaitu detektor hantar-termal (thermal conductivity detector) dan detektor pengion nyala (flame
ionization detector).
a. Detektor hantar-termal (Thermal Conductivity Detector ,TCD)
Detektor ini menggunakan kawat pijar wolfram yang dipanaskan dengan dialiri arus listrik yang tetap.Gas pembawa mengalir terus menerus melewati kawat pijar yang panas itu dan suhu dibuat dengan laju tetap. Perubahan tahanan ini mudah diukur dengan jembatan Wheatstone dan sinyalnya ditangkap oleh perekam dan tampak sebagai suatu puncak. Prinsip kerjanya didasarkan pada kenyataan bahwa kemampuan suatu gas menghantar panas dari kawat pijar merupakan fungsi bobot molekul gas tersebut.
b. Detektor pengion nyala (Flame Ionization Detector , FID)
Hidrogen dan udara digunakan untuk menghasilkan nyala. Suatu elektroda pengumpul yang bertegangan arus searah ditempatkan diatas nyala dan mengukur hantaran nyala.
Jenis detektor lain adalah Flame Photometric Detector (FPD) yang digunakan untuk indikasi selektif dari fosfor dan sulfur. Nitrogen Phosphorous Detector (NPD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen dan fosfor. Electron Capture Detector (ECD) yang digunakan untuk senyawa-senyawa organik kelompok elektrofilik (elektronegatif),seperti halogen, peroksida dan nitro. Mass Spectrometric Detector (MSD) yaitu merupakan sambungan langsung dari suatu spektrometer massa dengan suatu kolom dalam kromatografigas kapiler.