• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.4. Analisis Kondisi Makro Ekonomi

2.1.4.1. Tingkat Suku Bunga

Menurut teori klasik, permintaan dan penawaran investasi pada pasar modal menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga akan menentukan tingkat keseimbangan antara jumlah tabungan dan permintaan investasi. Tingkat suku bunga ditentukan oleh dua kekuatan, yaitu penawaran tabungan dan permintaan investasi modal terutma dari sektor bisnis. Tingkat suku bunga merupakan suatu daya tarik agar individu yang kelebihan dana bersedia menabung. Tingkat bunga yang tinggi akan mendorong masyarakat menabung dan menginvestasikan kelebihan dana yang dimiliki daripada digunakan untuk konsumsi sekarang.

Menurut ekonom klasikal, bunga merupakan suatu alternatif dari berbagai pilihan untuk mengoptimalkan uang, antara lain dapat diinvestasikan ke pasar modal, atau menabung dengan tingkat bunga tertentu. Tinggi rendahnya penawaran dana investasi ditentukan oleh tinggi rendahnya tabungan masyarakat. Suatu unit bisnis akan memerlukan dana untuk ekspansi proyek perusahaan. Jika tingkat bunga di pasar menarik bagi investor, maka unit bisnis akan melakukan permintaan dana untuk investasi. Jadi, tinggi rendahnya tingkat bunga akan menentukan pengeluaran investasi (Sunariyah, 1997).

Sedangkan menurut Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang. Keynes menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat normal. Jika mereka memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga naik,

mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari kerugian ini dengan cara mengurangi surat berharga yang dipegangnya dan dengan sendirinya menambah uang kas yang dipegang. Hubungan ini disebut motif spekulasi tentang harga surat berharga di masa yang akan datang.

Apabila pada suatu ketika tingkat bunga di bawah tingkat keseimbangan, masyarakat akan menginginkan uang kas lebih banyak dengan cara menjual surat berharga yang dipegangnya. Usaha menjual surat berharga ini akan mendorong harganya turun (tingkat bunga naik), sampai ke tingkat keseimbangan dalam mana masyarakat sudah puas dengan komposisi kekayaannya. Sebaliknya, apabila tingkat bunga berada di atas keseimbangan, masyarakat menginginkan uang kas lebih sedikit dengan cara membeli surat berharga. Pembelian ini akan mengakibatkan naiknya harga surat berharga (tingkat bunga turun) sampai keseimbangan tercapai (Nopirin, 1992).

Suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI rate menjadi acuan bagi perbankan untuk menetapkan suku bunga deposito ataupun suku bunga kredit.

Pada umumnya, tingkat suku bunga mempunyai hubungan negatif dengan sekuritas. Apabila bunga naik, maka harga sekuritas akan turun, sebaliknya apabila bunga turun, maka harga sekuritas akan naik. Naiknya suku bunga deposito akan mendorong investor untuk menjual saham dan menabung hasil penjualan tersebut dalam deposito. Penjualan saham secara besar-besaran tersebut

akan mengakibatkan turunnya harga saham. Sebaliknya, penurunan tingkat bunga deposito akan menaikkan harga saham di pasar dan laba per saham, sehingga mendorong harga saham meningkat. Penurunan bunga deposito akan mendorong investor mengalihkan investasinya dari perbankan ke pasar modal.

2.1.4.2. Inflasi

Inflasi merupakan proses kenaikan harga-harga secara umum dan terus-menerus. Ada tiga hal penting yang ditekankan dalam inflasi (Nanga, 2005), yaitu:

1. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan tendensi yang meningkat. 2. Bahwa kenaikan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus-menerus

(sustained), yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, akaan tetapi bisa beberapa waktu lamanya.

3. Bahwa tingkat harga yang dimaksud adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum.

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Menurut Tandelilin (2001), tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang

tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money).

Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Inflasi yang tinggi dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan, yaitu membuat banyak perusahaan mengalami kebangkrutan dan menjatuhkan harga saham, sedangkan penurunan inflasi dapat menjadi sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan riil.

Dilihat dari faktor-faktor penyebab timbulnya, inflasi dapat dibedakan ke dalam tiga macam (Nanga, 2005), yaitu:

1. Inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation).

Inflasi tarikan permintaan atau disebut juga inflasi sisi permintaan (demand-side inflation) inflasi karena guncangan permintaan (demand-shock inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya kenaikan permintaan agrergat yang terlalu besar atau pesat dibandingkan dengan penawaran atau produksi agregat. Barang-barang menjadi berkurang dikarenakan pemanfaatan sumberdaya yang telah mencapai tingkat maksimum atau karena produksi tidak dapat ditingkatkan secepatnya untuk mengimbangi permintaan yang semakin meningkat.

2. Inflasi dorongan biaya (cost-push inflation).

Inflasi dorongan biaya atau sering disebut inflasi sisi penawaran ( supply-side inflation) atau inflasi karena guncangan penawaran (supply-shock

produksi yang pesat dibandingkan dengan produktivitas dan efisiensi, yang menyebabkan perusahaan mengurangi supply barang dan jasa mereka ke pasar. Dengan kata lain, inflasi dari sisi penawaran adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya restriksi atau pembatasan terhadap penawaran dari satu atau lebih sumberdaya, atau inflasi yang terjadi apabila harga dari satu atau lebih sumberdaya mengalami kenaikan atau dinaikkan.

3. Inflasi struktural (structural inflation).

Inflasi struktural yaitu inflasi yang terjadi sebagai akibat dari adanya berbagai kendala atau kekakuan struktural (structural regiditier) yang menyebabkan penawaran di dalam perekonomian menjadi kurang atau tidak responsif terhadap permintaan yang meningkat.

McKinnon (1973) dalam Nanga(2005), mengemukakan bahwa inflasi cenderung memperendah tingkat bunga riil, menyebakan terjadinya ketidakseimbangan di pasar modal. Hal ini akan menyebabkan penawaran dana untuk investasi menurun, dan sebagai akibatnya investasi sektor swasta tertekan sapai ke bawah tingkat keseimbangannya, yang disebabkan oleh terbatasnya penawaran dana yang dapat dipinjamkan (loanable funds). Oleh karena itu, selama inflasi menuntun ke arah tingkat bunga riil yang rendah dan ketidakseimbangan pasar modal, maka inflasi tersebut akan menurunkan investasi dan pertumbuhan.

Dokumen terkait