ANALISIS DATA
HASIL PENELITIAN
5.3 Analisis Korelasi Diameter Transversal dan Intertuberum dengan Kejadian POP
Pada analisis ini hendak diketahui apakah terdapat hubungan antara
diameter transversal dan diameter intertuberum dengan kejadian POP. Kedua
variabel bertipe nominal, sehingga digunakan metode korelasi lambda X2 untuk
mengetahui korelasi diantara keduanya.
Tabel 5.4
Korelasi Diameter Transversal dan Intertuberum dengan Kejadian POP
Parameter Nilai Lambda P
Diameter transversal 0,7 0,001
BAB VI PEMBAHASAN
Prolaps Organ Panggul (POP) memiliki dampak sosial yang cukup luas,
sehingga banyak penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisasi
terjadinya kerusakan dasar panggul, mencegah morbiditas dan akhirnya
meningkatkan kualitas hidup perempuan. Sampai saat ini penelitian yang
menghubungkan antara kejadian POP dengan perbedaan ukuran panggul pada
perempuan suku Bali belum pernah dilakukan sebelumnya, bahkan studi
pendahuluan terhadap bentuk panggul pada perempuan suku Bali pun masih
belum ada.
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional analitik yang
melibatkan sebanyak 32 buah sampel penelitian yang dikelompokkan menjadi
enam belas pasien dalam kelompok POP dan enam belas pasien lainnya dalam
kelompok tanpa POP.
Distribusi umur dari kelompok POP sampel penelitian diperoleh umur
termuda adalah 45 tahun dan umur tertua adalah 58 tahun, dengan rerata umur
untuk kelompok POP adalah 51 tahun. Sedangkan pada kelompok tanpa POP
diperoleh umur sampel termuda adalah 42 tahun dan tertua adalah 62 tahun,
dengan rerata umur untuk kelompok tanpa POP adalah 52 tahun. Pada distribusi
paritas untuk kelompok POP diperoleh paritas terkecil adalah satu orang dan
terbesar adalah empat orang, dengan rerata paritas untuk kelompok POP adalah
dua orang. Sedangkan distribusi paritas untuk kelompok tanpa POP diperoleh
paritas terkecil adalah satu orang dan terbesar adalah tiga orang, dengan rerata
paritas untuk kelompok tanpa POP juga dua orang. Pada distribusi BMI untuk
kelompok POP diperoleh BMI terendah adalah 21,6 kg/m2 dan tertinggi adalah
23,8 kg/m2, dengan rerata BMI untuk kelompok POP adalah 22,89 kg/m2.
Distribusi BMI untuk kelompok tanpa POP diperoleh BMI terendah adalah 19,8
kg/m2 dan tertinggi adalah 23,8 kg/m2, dengan rerata BMI untuk kelompok tanpa
POP adalah 22,52 kg/m2. Distribusi pekerjaan pada kelompok POP diperoleh
sebanyak sembilan orang sampel dengan pekerjaan sebagai profesional dan tujuh
orang sebagai ibu rumah tangga atau pensiun. Pada kelompok tanpa POP
diperoleh sebanyak delapan orang sampel dengan pekerjaan sebagai profesional
dan delapan orang lainnya sebagai ibu rumah tangga atau pensiun.
Diperoleh hasil yang berbeda bermakna pada diameter transversal dan
intertuberum pada kelompok POP dengan tanpa POP. Penelitian ini memiliki
hasil yang sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sze (1999)
dimana memperoleh hasil bahwa pada perempuan dengan POP memiliki ukuran
tulang panggul transversal yang lebih besar daripada perempuan tanpa POP (12,9
± 0,7 cm; 12,5 ± 0,6 cm, p<0,006). Namun tiga diameter lainnya, seperti diameter
anteroposterior (12,5 ± 1,3; 12,8 ± 1,0 cm), interspinosum (11,5 ± 0,8; 11,2 ± 0,9
cm), dan intertuberosum (10,0 ± 1,0; 9,8 ± 0,8 cm) pada penelitian tersebut
memiliki perbedaan yang tidak bermakna. Sementara penelitian yang dilakukan
oleh Sri Wahyuni Maryuni (2011) memperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan
(10,13 ± 0,83; 9,3 ± 1,01 cm). Namun tidak ditemukan adanya perbedaan yang
bermakna untuk diameter anteroposterior (11,61 ± 1,16; 11,68 ± 1,04 cm),
diameter interspinosum (11,29 ± 1,19; 10,96 ± 0,89 cm), dan diameter transversal
(12,30 ± 0,68; 12,16 ± 0,55 cm).
Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada
diameter anteroposterior dan interspinosum. Penelitian yang dilakukan Sze dan
Sri Wahyuni Maryuni juga tidak mendapatkan perbedaan bermakna pada diameter
ini. Mereka berpendapat bahwa mungkin sampel yang digunakan terlalu sedikit,
sehingga perlu dilakukan pada jumlah sampel yang lebih besar. Disamping itu
pengukuran dengan ct-scan memiliki keakuratan yang lebih rendah dibandingkan
MRI, terlebih lagi pada penelitian ini yang hanya menggunakan x-ray.
Pengukuran yang hanya dilakukan secara dua dimensi (anterior dan lateral) pada
penelitian ini dan sebelumnya diduga menjadi penyebab kurang akuratnya
pengukuran yang dilakukan dibandingkan dengan MRI.
Penelitian ini menggunakan perempuan suku Bali sebagai subyek
penelitian karena peneliti beranggapan bahwa perempuan Bali memiliki pekerjaan
yang lebih berat dibandingkan perempuan suku lain. Aktivitas perempuan Bali
seperti tukang angkut barang yang diletakkan di kepalanya, sebagaimana yang
sering kita lihat di pasar, belum lagi wanita di pedesaan yang bekerja sebagai
tukang angkut bebatuan yang aktivitas ini akan menyebabkan peningkatan dari
tekanan intra abdominal yang berujung pada penurunan organ panggul. Terlebih
lagi kebudayaan di Bali khususnya umat Hindu yang membuat mereka melakukan
yang berhubungan dengan upacara, yang mana aktivitas ini berhubungan dengan
POP. Namun pada penelitian ini, variabel pekerjaan yang merupakan variabel
perancu memiliki sebaran yang homogen sehingga tidak memberikan pengaruh
terhadap hasil yang didapat. Peneliti dalam hal ini ingin mencari hubungan antara
panggul perempuan suku Bali dengan kejadian POP berhubung belum pernah ada
studi mengenai bentuk panggul dan penelitian mengenai hal ini pada perempuan
suku Bali.
Beberapa ahli berpendapat bahwa ukuran panggul memegang peranan
terhadap POP dalam hal regangan dari fascia otot dasar panggul serta ligament.
Semakin besar ukuran panggul maka akan semakin besar juga regangan dari otot
dasar panggul, ligament dan fasia sehingga akan akan lebih mudah dan cepat
mengalami kelemahan. Terlebih lagi pada rongga panggul yang memiliki bentuk
kurang sempurna, dimana peregangan salah satu otot dasar panggul juga akan
terganggu yang mengakibatkan vagina tidak pada posisi yang semestinya.
Keadaan tersebut diduga disebabkan oleh karena adanya ruang kosong yang lebih
besar untuk transmisi tekanan dari intraabdominal (Petros, 2007). Sze et al.,
mengemukakan dengan teori yang berbeda, di mana ukuran panggul yang lebih
besar akan memungkinkan bayi 300 gram lebih besar melewati panggul tersebut.
Tentu saja akan memungkinkan juga kerusakan yang lebih besar pada otot dasar
panggul. Sze juga berpendapat bahwa panggul yang lebih kecil akan merupakan
faktor protektif untuk terjadinya POP (Sze et al., 1999). Teori besar tekanan yang
dikemukakan oleh Baragi, teori yang sesuai dengan prisip fisika di mana besarnya
dari tekanan ini dikatikan dengan luasnya area melintang dari otot dasar panggul.
Tentu saja ukuran panggul yang lebih besar akan menyebabkan area dasar
panggul yang lebih luas pula sehingga tekanan total yang dihasilkan lebih besar.
Tekanan total yang besar ini akan terus menekan otot dasar panggul yang nantinya
akan menyebabkan kelemahan pada otot ini (Baragi et al.,2002).
Senada dengan hal tersebut, menurut teori jembatan gantung yamg
disampaikan oleh Petros, dimana vagina dan kandung kemih yang dianalogikan
sebagai jembatan dipertahankan oleh ligament dan fascia yang dalam hal ini
berfungsi seperti kawat penggantung. Jadi dalam hal ini ada 2 hal yang perlu
diketahui bahwa segala sesuatu yang merusak ligamen dan fascia seperti
persalinan akan mengganggu posisi dari vagina dan kandung kemih sehingga di
kemudian hari akan berpotensi mengakibatkan POP. Kemudian yang kedua,
ukuran panggul memegang peranan terhadap POP dalam hal regangan dari fascia
olot dasar panggul serta ligament. Semakin besar ukuran panggul maka akan
semakin besar juga regangan dari otot dasar panggul, ligament dan fascia
sehingga akan akan lebih mudah dan cepat mengalami kelemahan. Terlebih lagi
pada rongga panggul yang memiliki bentuk kurang sempurna, dimana peregangan
salah satu otot dasar panggul juga akan terganggu yang mengakibatkan vagina
tidak pada posisi yang semestinya. Para ahli juga berpendapat bahwa
kemungkinan ada ukuran panggul yang ideal sehingga otot dasar panggul akan
mengalami peregangan yang sempurna (Petros, 2007).
Secara umum dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar diameter dari
Sze. Namun memiliki ukuran panggul yang hampir mirip dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sri Wahyuni Maryuni. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena
adanya perbedaan ras pada sampel penelitian yang dilakukan oleh Sze, dimana
Sze dan kawan-kawan melakukan penelitian di antara kulit putih sedangkan
penelitian Sri Wahyuni Maryuni dilakukan pada orang Asia dan penelitian ini
dilakukan secara khusus terhadap perempuan suku Bali (Maryuni, 2011).