• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Korelasi Diameter Transversal dan Intertuberum dengan Kejadian POP

Dalam dokumen 1.1. Latar Belakang Masalah (Halaman 37-43)

ANALISIS DATA

HASIL PENELITIAN

5.3 Analisis Korelasi Diameter Transversal dan Intertuberum dengan Kejadian POP

Pada analisis ini hendak diketahui apakah terdapat hubungan antara

diameter transversal dan diameter intertuberum dengan kejadian POP. Kedua

variabel bertipe nominal, sehingga digunakan metode korelasi lambda X2 untuk

mengetahui korelasi diantara keduanya.

Tabel 5.4

Korelasi Diameter Transversal dan Intertuberum dengan Kejadian POP

Parameter Nilai Lambda P

Diameter transversal 0,7 0,001

BAB VI PEMBAHASAN

Prolaps Organ Panggul (POP) memiliki dampak sosial yang cukup luas,

sehingga banyak penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk meminimalisasi

terjadinya kerusakan dasar panggul, mencegah morbiditas dan akhirnya

meningkatkan kualitas hidup perempuan. Sampai saat ini penelitian yang

menghubungkan antara kejadian POP dengan perbedaan ukuran panggul pada

perempuan suku Bali belum pernah dilakukan sebelumnya, bahkan studi

pendahuluan terhadap bentuk panggul pada perempuan suku Bali pun masih

belum ada.

6.1 Karakteristik Sampel Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional analitik yang

melibatkan sebanyak 32 buah sampel penelitian yang dikelompokkan menjadi

enam belas pasien dalam kelompok POP dan enam belas pasien lainnya dalam

kelompok tanpa POP.

Distribusi umur dari kelompok POP sampel penelitian diperoleh umur

termuda adalah 45 tahun dan umur tertua adalah 58 tahun, dengan rerata umur

untuk kelompok POP adalah 51 tahun. Sedangkan pada kelompok tanpa POP

diperoleh umur sampel termuda adalah 42 tahun dan tertua adalah 62 tahun,

dengan rerata umur untuk kelompok tanpa POP adalah 52 tahun. Pada distribusi

paritas untuk kelompok POP diperoleh paritas terkecil adalah satu orang dan

terbesar adalah empat orang, dengan rerata paritas untuk kelompok POP adalah

dua orang. Sedangkan distribusi paritas untuk kelompok tanpa POP diperoleh

paritas terkecil adalah satu orang dan terbesar adalah tiga orang, dengan rerata

paritas untuk kelompok tanpa POP juga dua orang. Pada distribusi BMI untuk

kelompok POP diperoleh BMI terendah adalah 21,6 kg/m2 dan tertinggi adalah

23,8 kg/m2, dengan rerata BMI untuk kelompok POP adalah 22,89 kg/m2.

Distribusi BMI untuk kelompok tanpa POP diperoleh BMI terendah adalah 19,8

kg/m2 dan tertinggi adalah 23,8 kg/m2, dengan rerata BMI untuk kelompok tanpa

POP adalah 22,52 kg/m2. Distribusi pekerjaan pada kelompok POP diperoleh

sebanyak sembilan orang sampel dengan pekerjaan sebagai profesional dan tujuh

orang sebagai ibu rumah tangga atau pensiun. Pada kelompok tanpa POP

diperoleh sebanyak delapan orang sampel dengan pekerjaan sebagai profesional

dan delapan orang lainnya sebagai ibu rumah tangga atau pensiun.

Diperoleh hasil yang berbeda bermakna pada diameter transversal dan

intertuberum pada kelompok POP dengan tanpa POP. Penelitian ini memiliki

hasil yang sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sze (1999)

dimana memperoleh hasil bahwa pada perempuan dengan POP memiliki ukuran

tulang panggul transversal yang lebih besar daripada perempuan tanpa POP (12,9

± 0,7 cm; 12,5 ± 0,6 cm, p<0,006). Namun tiga diameter lainnya, seperti diameter

anteroposterior (12,5 ± 1,3; 12,8 ± 1,0 cm), interspinosum (11,5 ± 0,8; 11,2 ± 0,9

cm), dan intertuberosum (10,0 ± 1,0; 9,8 ± 0,8 cm) pada penelitian tersebut

memiliki perbedaan yang tidak bermakna. Sementara penelitian yang dilakukan

oleh Sri Wahyuni Maryuni (2011) memperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan

(10,13 ± 0,83; 9,3 ± 1,01 cm). Namun tidak ditemukan adanya perbedaan yang

bermakna untuk diameter anteroposterior (11,61 ± 1,16; 11,68 ± 1,04 cm),

diameter interspinosum (11,29 ± 1,19; 10,96 ± 0,89 cm), dan diameter transversal

(12,30 ± 0,68; 12,16 ± 0,55 cm).

Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang bermakna pada

diameter anteroposterior dan interspinosum. Penelitian yang dilakukan Sze dan

Sri Wahyuni Maryuni juga tidak mendapatkan perbedaan bermakna pada diameter

ini. Mereka berpendapat bahwa mungkin sampel yang digunakan terlalu sedikit,

sehingga perlu dilakukan pada jumlah sampel yang lebih besar. Disamping itu

pengukuran dengan ct-scan memiliki keakuratan yang lebih rendah dibandingkan

MRI, terlebih lagi pada penelitian ini yang hanya menggunakan x-ray.

Pengukuran yang hanya dilakukan secara dua dimensi (anterior dan lateral) pada

penelitian ini dan sebelumnya diduga menjadi penyebab kurang akuratnya

pengukuran yang dilakukan dibandingkan dengan MRI.

Penelitian ini menggunakan perempuan suku Bali sebagai subyek

penelitian karena peneliti beranggapan bahwa perempuan Bali memiliki pekerjaan

yang lebih berat dibandingkan perempuan suku lain. Aktivitas perempuan Bali

seperti tukang angkut barang yang diletakkan di kepalanya, sebagaimana yang

sering kita lihat di pasar, belum lagi wanita di pedesaan yang bekerja sebagai

tukang angkut bebatuan yang aktivitas ini akan menyebabkan peningkatan dari

tekanan intra abdominal yang berujung pada penurunan organ panggul. Terlebih

lagi kebudayaan di Bali khususnya umat Hindu yang membuat mereka melakukan

yang berhubungan dengan upacara, yang mana aktivitas ini berhubungan dengan

POP. Namun pada penelitian ini, variabel pekerjaan yang merupakan variabel

perancu memiliki sebaran yang homogen sehingga tidak memberikan pengaruh

terhadap hasil yang didapat. Peneliti dalam hal ini ingin mencari hubungan antara

panggul perempuan suku Bali dengan kejadian POP berhubung belum pernah ada

studi mengenai bentuk panggul dan penelitian mengenai hal ini pada perempuan

suku Bali.

Beberapa ahli berpendapat bahwa ukuran panggul memegang peranan

terhadap POP dalam hal regangan dari fascia otot dasar panggul serta ligament.

Semakin besar ukuran panggul maka akan semakin besar juga regangan dari otot

dasar panggul, ligament dan fasia sehingga akan akan lebih mudah dan cepat

mengalami kelemahan. Terlebih lagi pada rongga panggul yang memiliki bentuk

kurang sempurna, dimana peregangan salah satu otot dasar panggul juga akan

terganggu yang mengakibatkan vagina tidak pada posisi yang semestinya.

Keadaan tersebut diduga disebabkan oleh karena adanya ruang kosong yang lebih

besar untuk transmisi tekanan dari intraabdominal (Petros, 2007). Sze et al.,

mengemukakan dengan teori yang berbeda, di mana ukuran panggul yang lebih

besar akan memungkinkan bayi 300 gram lebih besar melewati panggul tersebut.

Tentu saja akan memungkinkan juga kerusakan yang lebih besar pada otot dasar

panggul. Sze juga berpendapat bahwa panggul yang lebih kecil akan merupakan

faktor protektif untuk terjadinya POP (Sze et al., 1999). Teori besar tekanan yang

dikemukakan oleh Baragi, teori yang sesuai dengan prisip fisika di mana besarnya

dari tekanan ini dikatikan dengan luasnya area melintang dari otot dasar panggul.

Tentu saja ukuran panggul yang lebih besar akan menyebabkan area dasar

panggul yang lebih luas pula sehingga tekanan total yang dihasilkan lebih besar.

Tekanan total yang besar ini akan terus menekan otot dasar panggul yang nantinya

akan menyebabkan kelemahan pada otot ini (Baragi et al.,2002).

Senada dengan hal tersebut, menurut teori jembatan gantung yamg

disampaikan oleh Petros, dimana vagina dan kandung kemih yang dianalogikan

sebagai jembatan dipertahankan oleh ligament dan fascia yang dalam hal ini

berfungsi seperti kawat penggantung. Jadi dalam hal ini ada 2 hal yang perlu

diketahui bahwa segala sesuatu yang merusak ligamen dan fascia seperti

persalinan akan mengganggu posisi dari vagina dan kandung kemih sehingga di

kemudian hari akan berpotensi mengakibatkan POP. Kemudian yang kedua,

ukuran panggul memegang peranan terhadap POP dalam hal regangan dari fascia

olot dasar panggul serta ligament. Semakin besar ukuran panggul maka akan

semakin besar juga regangan dari otot dasar panggul, ligament dan fascia

sehingga akan akan lebih mudah dan cepat mengalami kelemahan. Terlebih lagi

pada rongga panggul yang memiliki bentuk kurang sempurna, dimana peregangan

salah satu otot dasar panggul juga akan terganggu yang mengakibatkan vagina

tidak pada posisi yang semestinya. Para ahli juga berpendapat bahwa

kemungkinan ada ukuran panggul yang ideal sehingga otot dasar panggul akan

mengalami peregangan yang sempurna (Petros, 2007).

Secara umum dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar diameter dari

Sze. Namun memiliki ukuran panggul yang hampir mirip dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sri Wahyuni Maryuni. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena

adanya perbedaan ras pada sampel penelitian yang dilakukan oleh Sze, dimana

Sze dan kawan-kawan melakukan penelitian di antara kulit putih sedangkan

penelitian Sri Wahyuni Maryuni dilakukan pada orang Asia dan penelitian ini

dilakukan secara khusus terhadap perempuan suku Bali (Maryuni, 2011).

Dalam dokumen 1.1. Latar Belakang Masalah (Halaman 37-43)

Dokumen terkait