• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis kuantitatif yang dibahas pada bab ini berkaitan dengan analisis struktur dari kristal berdasarkan Rietica juga pemanfaatan data-data keluaran yang dihasilkan untuk keperluan kalkulasi seperti perhitungan ukuran kristalit serta tegangan atau regangannya. Pada dasarnya, untuk melakukan analisis kuantitatif kita membutuhkan dua jenis data yaitu: (1) data hasil eksperimen difraksi sinar-x sampel, dan (2) data standar dari kristal yang kita prediksi ada dalam sampel tersebut. Bedanya dengan analisis kualitatif adalah, pada analisis kualitatif kita hanya membutuhkan data terkait space group dan parameter kisi (sel) seperti a, b, c, α, β, dan γ-nya saja tanpa perlu memasukkan data penyusun struktur kristal atau data atom-atom dalam kristal tersebut. Sedangkan dalam pembahasan tentang analisis kuantitatif, data penyusun struktur kristal adalah data yang mutlak dibutuhkan sebagai data input.

Sebagai contoh kita akan melakukan proses analisis secara kuantitatif untuk kristal SrPrO3 dimana data standar dan data hasil difraksi sinar-x dapat diunduh di situs:

http://addis.caltech.edu/teaching/MS142/labs/Rietveld7.html secara gratis. Selain itu apabila ingin berlatih me-refine berbagai jenis kristal lainnya bisa mengunjungi situs: http://rruff.info/ karena di sana terdapat banyak sekali data difraksi sinar-x serta data standarnya yang diberikan secara cuma-cuma. Apabila mencoba mengunduh pada situs di atas maka kemungkinan data yang kita peroleh sudah dalam bentuk .xy atau hanya ditampilkan di laman web seperti pada Gambar 6.1.

(a) (b)

Gambar 6.1. Data difraksi sinar-x pada situs: (a) rruff.info (b) addis.caltech.edu

40 Tentu saja data dalam format pada web tidak didukung oleh Rietica. Alternatifnya adalah kita pilih data tersebut ke dalam Microsoft Excel. Hanya saja ketika dikopi ke dalam Microsoft Excel maka data tersebut akan menjadi satu kolom sehingga tidak bisa langsung diterapkan fitur penyimpanan dalam: Text (Tab delimited). Untuk membagi data tersebut menjadi dua kolom dapat dilakukan dengan cara memilih data tersebut (memblok-nya) kemudian pilih tab: Data → Text to Columns. Setelah itu akan muncul kotak dialog tentang pembagian data pilih: Fixed Width lalu Next seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.2 kemudian akan kembali muncul kotak dialog lagi , pilih General lalu Finish. Jika benar maka data akan terbagi dua kolom. Adapun untuk data yang dipisahkan dengan tanda koma (misal seperti pada situs http://rruf.info) pemisahan kolom dapat dilakukan dengan memilih: Delimited pada menu Text to Columns. Bila muncul kotak dialog tentang delimiters dilakukan berdasarkan apa Pilih: Comma → General → Finish. Apabila telah terbagi menjadi dua kolom maka data dapat disimpan dalam ekstensi .xy seperti dibahas pada Bab IV.

Gambar 6.2. Kotak dialog Text to Columns

Berdasarkan informasi yang tersedia maka data dari kristal SrPrO3 adalah sebagai berikut:

Space group: P N M A; Z = 4 a = 6.1168; b = 8.5487; c = 5.9857 α = 90; β = 90; γ = 90

Site Element x y z B Occupancy

Sr Sr2+ 0.044 0.250 -0.006 0.75 1.0

Pr Pr4+ 0.500 0.000 0.000 0.24 1.0

O1 O2- 0.478 0.250 0.120 0.89 1.0

O2 O2- 0.322 0.048 0.685 0.89 1.0

41 Pembuatan New Input

Cara membuat file input pada dasarnya sama dengan seperti dilakukan pada analisis kualitatif yaitu melalui: File → New Input kemudian simpan data input tersebut.

Perbedaannya adalah, apabila pada metode Le Bail (kualitatif) digunakan pilihan an extraction tapi pada kali ini digunakan a structure seperti pada Gambar 6.3. Analisis untuk SrPrO3 hanya dilakukan untuk satu fasa dimana kristal tersebut terdiri dari 4 atom (sesuai data standar).

Gambar 6.3. Kotak dialog New Input untuk pilihan a structure Menginputkan informasi fasa

Seperti pada analisis kualitatif, untuk menginputkan file input dapat dilakukan melalui: Model → Phases. Dalam metode ini isikan semua input fasa mulai dari: Space, group, Phase Scale dan Overall Thermal (jika tahu), nilai Z, parameter kisi, dan data atom penyusun kristal (Type-nya, koordinat, faktor-B, dan occupancy-nya). Jika telah selesai simpan kembali file input: File → Save atau klik icon disket.

42 Gambar 6.4. Pengisian fasa dari file input

Proses Refine

Untuk melakukan proses refine pada dasarnya juga menggunakan prinsip yang sama dengan analisis kualitatif, yaitu: pilih parameter yang ingin di-refine kemudian gunakan kotak dialog refine, atur siklusnya, kemudian update jika hasil refinement memiliki error yang lebih kecil. Yang membedakan hanyalah banyaknya parameter yang dapat di-refine. Pada analisis a structure jumlah parameter yang dapat di-refine akan lebih banyak dari analisis berdasarkan an extraction. Hampir seluruh parameter yang disediakan kotak kecil sebagai penanda parameter refineable dapat dilakukan refinement. Tetapi tentu saja, lakukanlah proses refinement secara seksama agar diperoleh hasil yang terbaik. Jangan terlalu tergesa-gesa (kecuali jika sudah mahir) karena analisis pada metode ini biasanya membutuhkan ketelitian serta kesabaran yang lebih tinggi dibanding metode Le Bail.

Sekedar rangkuman berikut ini adalah parameter-parameter yang dapat di-refine dalam metode kuantitatif (struktural),

 Kotak dialog Phases

o Phase Scale (jika belum mengetahui berapakah faktor skala antara data data pengukuran dengan data kalkulasi maka sebaiknya lakukan refinement parameter ini pertama kali)

o Parameter kisi (a, b, c, α, β, dan γ, tetapi bergantung dengan space group-nya)

43 o Overall Thermal

o Koordinat (posisi) atom (x, y, dan z) o Faktor-B (isotropik)

o Occupancy, n

o Faktor-B anisotropik (B11, B22, B33, B12, B13, B23)

 Kotak dialog Histograms

o Jenis latar (background) dan parameternya (lakukan refinement parameter ini segera mungkin).

o Wavelength 1 o Sample Displace o Illumination

 Kotak dialog Sample

o Jenis bentuk puncak (Peak Shape)

o Parameter FWHM dan bentuk puncak (U, V, W, Asy1, Gam0, Gam1, dan Gam2)

o Parameter U sebagai fungsi sudut (Uanis) o Koreksi Preferred Orientation (PO Value) o Koreksi Absorption (Absor. R.)

o Koreksi Extinction

Sekali lagi, meskipun pada dasarnya parameter-parameter di atas bersifat refinabel tetapi terkadang apabila terlalu banyak yang di-refine sekaligus (atau prosesnya telah terlalu panjang) dapat menyebabkan proses refinement menjadi tidak stabil. Bila demikian, hentikan proses refinement, jangan update file input kemudian hilangkan tanda checklist pada parameter yang menyebabkan proses refinement tidak stabil dan coba kembali proses refinementnya. Selain itu beberapa parameter refinement juga saling bergantung misalkan seperti parameter Asy1 yang tidak dapat diterapkan ketika digunakan fungsi profil: Pseudo-Voigt (Riet asym).

Interpretasi data output

Apabila proses refinement dianggap telah baik (ditunjukkan oleh nilai χ2 dan RB) atau ingin melihat hasil refinement maka data keluarannya dapat diperoleh melalui:

Information → View Output. Sebagai contoh pada Gambar 6.5 disajikan interpretasi data output dari proses refinement kristal SrPrO3 setelah beberapa siklus sehingga dihasilkan χ2 = 34,3 dan RB = 3,64 (tentu saja hasil refine ini masih kurang baik karena nilai χ2 < 4 dan RB < 2)

44 (lanjutan gambar di halaman selanjutnya)

Keterangan jumlah fasa, histogram, parameter limits

Algoritma metode perhitungan

Jenis profil puncak Panjang gelombang digunakan

Koreksi posisi sampel Parameter latar

Informasi Z, jumlah atom, vektor preferred orientation, space group

Parameter input awal

Scale factor, Overall Temperature, dan Parameter kisi

45 (lanjutan gambar di halaman selanjutnya)

Data fasa baru (setelah refine siklus 3)

Koordinat atom, faktor-B, occupancy setelah refine beserta STD-nya Scale factor, Overall Temperature, dan Parameter kisi beserta STD-nya

Informasi reciprocal cell, volume cell, berat molekuler, dan densitas

Parameter latar,koreksi pref. Orientation, absrop. R. & parameter asimetri

Parameter FWHM puncak

Indeks-R

χ2

46 Gambar 6.5. Interpretasi data output metode kuantitatif

Mengabaikan puncak yang tidak diinginkan

Dalam bentuk pola plotting data intensitas kalkukasi dengan data pengukuran difraksi sinar-x SrPrO3 (Gambar 6.6) yang data outputnya diberikan pada Gambar 6.5 tampak bahwa terdapat puncak pengukuran yang muncul tidak sesuai dengan puncak kalkulasi. Kehadiran puncak tersebut tentu saja memperbesar kesalahan dari model fitting. Tetapi apabila kita telah yakin puncak tersebut bukanlah puncak yang dari kristal yang ingin dipelajari atau kita tidak ingin menyertakan puncak tersebut

hkl puncak

FWHM

Estimated Standard Deviations

Daftar puncak muncul

RB

47 dalam proses kalkulasi Rietica menyediakan pilihan untuk mengabaikan puncak yang tidak diinginkan tersebut.

Gambar 6.6. Hasil fitting pola difraksi sinar-x refine SrPrO3

Cara yang dapat dilakukan untuk mengabaikan puncak adalah dengan menggunakan pilihan Excluded Regions yang terdapat pada kotak dialog Histograms. Pada kotak pilihan tersebut isikan puncak yang ingin diabaikan, misalkan pada kasus di atas, mulai dari 29,9 sampai 30,3.

Gambar 6.7. Pilihan Excluded Regions pada kotak dialog Histograms

48 Setelah dilakukan proses tersebut dan kemudian di-refine maka pada dynamics plot akan tampak garis yang menunjukkan itu adalah area terabaikan dan dapat kita lihat juga nilai χ2 pun akan menurun menjadi 32,9.

Gambar 6.8. Hasil refine setelah puncak yang tidak diinginkan diabaikan Pengukuran tegangan, regangan, dan ukuran kristalit

Dengan memanfaatkan data keluaran (data output) dari Rietica maka kita dapat menghitung ukuran kristalit dan regangan kisinya menggunakan persamaan:

.cos 2 sin 0,9 D

      (6.1)

dimana β adalah FWHM (rad), θ berkaitan dengan sudut Bragg, λ adalah panjang gelombang sinar-x yang digunakan (nm), η adalah regangan kisi atau regangan mikro, dan D adalah ukuran kristalit (asumsi faktor bentuk adalah 0,9).

Karena kita bisa memperoleh data FWHM dari data output Rietica maka kita dapat membuat suatu grafik hubungan antara cos  (dalam sumbu Y) terhadap sin  (dalam sumbu X). Yang harus diingat adalah data FWHM dari Rietica harus dikonversi dulu kedalam satuan radian (kalikan dengan  180) dan data θ yang digunakan adalah setengah dari sudut 2θ.

Tetapi apabila diperhatikan data keluaran output Rietica dinyatakan dalam hkl bukan 2θ. Untuk mendapatkan data 2θ dari suatu hkl dapat dilakukan dengan cara melihat posisi puncak pada keluaran Plot misalkan untuk hkl 101 (posisikan kursor di puncak) kita akan tahu terletak di 2θ = 20,6 (lihat koordinat-x ). Begitu pula untuk puncak-puncak lainnya, lakukan untuk seluruh puncak yang muncul atau pilih beberapa puncak tertinggi.

49 Gambar 6.9. Menampilkan sudut 2θ pada suatu puncak

Untuk sepuluh puncak tertinggi kita dapat membuat grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 6.10 (penulis menggunakan data output dengan χ2 = 17,2 dan RB = 3,41).

Pada plot tersebut tampak bahwa hubungan antara kedua variabel mulai membentuk garis lurus. Semakin baik hasil refinement maka biasanya hasil pembuatan grafik antara cos  terhadap sin  juga semakin baik. Dengan menggunakan Trendline pada Microsoft Excel kita akan tahu hubungan diantara kedua parameter tersebut diberikan oleh: Y = 0,0031x + 0,0056. Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa regangan kisinya adalah η = 0,0015 dan ukuran kristalitnya adalah D = 160 nm. Karena koefisien arah persamaan garis bertanda positif maka mengindikasikan kristal SrPrO3 yang dianalisis mengalami regangan tarik.

Pers. (6.1) juga sering dinyatakan hanya untuk perhitungan ukuran kristalitnya saja dan biasa disebut dengan persamaan Scherrer,

0,9 D cos

B

  (6.2)

Meskipun dalam beberapa kasus hasil perhitungan ukuran kristalit sesuai dengan ukuran butir partikel namun penarikan kesimpulan pada perhitungan secara umum harus dilakukan secara hati-hati. Persamaan Scherrer hanya dapat digunakan untuk partikel-partikel berskala nanometer selain itu pada dasarnya ukuran butir suatu partikel bersifat kompleks. Sehingga untuk mendapatkan data ukuran butir yang lebih akurat dibutuhkan informasi tambahan yang dapat diperoleh dari hasil citra SEM atau TEM.

+

50 Gambar 6.10. Grafik untuk menentukan ukuran kristalit dan regangan kisi

Adapun regangan dan tegangan sisa relatif dapat ditentukan berdasarkan parameter U (dalam FWHM) dan dari perubahan jarak antar bidang (d-spacing), dhkl-nya atau pergeseran puncaknya. Tentu saja karena ia bersifat relatif maka dalam praktiknya dibutuhkan data acuan, bisa berupa data sebelum proses, data standar, atau dari data penelitian lain. Kedua regangan tersebut muncul karena adanya medan regangan yang tidak homogen.

Dengan menggunakan parameter U kita dapat menentukan harga regangan root mean square, rms, pada arah orientasi hkl, ehkl , sebagai,

2 0 sisanya sedangkan U0 adalah parameter FWHM untuk sampel acuan. Sedangkan dari perubahan pergeseran puncak difraksi maka dapat ditentukan regangan kisi rata-rata sepanjang arah kristalografi tertentu dalam arah orientasi hkl sebagai,

0 0 hkl

d d

  d (6.4)

dimana d adalah jarak antar bidang pada cuplikan yang mengalami tekanan/tarikan sepanjang arah tegak lurus bidang hkl dan d0 adalah jarak antar bidang acuannya.

Sebagai contoh akan dibahas perhitungan kedua jenis regangan ini untuk sampel TiO2

yang telah di-refine pada Bab V (χ2 = 3,258),dinamai TiO2(U) kemudian dibandingkan dengan data refine sampel TiO2 yang diperoleh Swope, dkk (χ2 = 4,740), dinamai dengan TiO2 (U0). Hasil dari refinement kedua sampel tersebut untuk beberapa puncak ditunjukkan pada Tabel 6.1.

y = 0.0031x + 0.0056

51 Adapun untuk menghitung d-spacing seperti diperoleh pada Tabel 6.1 dapat dilakukan berdasarkan hukum Bragg (dengan n = 1),

hkl 2sin maka kita dapat menyederhanakan tensor regangan yang awalnya 6 komponen menjadi 3 komponen saja dan dengan hukum Hooke kita dapat menghitung tegangan sisa, σ, yang harganya mendekati tegangan hidrostatis sebagai,

1 2

E

 

 (6.6)

dimana E adalah modulus Young sampel, ν adalah rasio Poisson sampel, dan adalah regangan kisi rata-rata dari komponen regangan sepanjang sumbu a, b, dan c.

Tentu saja untuk dapat menghitung parameter tersebut kita harus mengetahui data modulus Young dan rasio Poisson sampel terlebih dahulu.

Tinjauan kasus dua fasa atau lebih

Contoh-contoh yang telah dipaparkan merupakan contoh refinement untuk kasus satu fasa. Tapi jika ternyata sampel yang akan kita refine merupakan sampel 2 fasa atau lebih kita juga dapat lakukan dengan prinsip yang sama seperti pada satu fasa.

52 Perbedaannya hanya di pengaturan inputnya saja. Proses refinement dilakukan dengan cara yang sama untuk satu per satu fasa hingga diperoleh hasil yang baik.

Dengan menggunakan Rietica ketika dilakukan analisis untuk sampel lebih dari satu fasa, selain kita akan memperoleh data output seperti pada kasus satu fasa, kita juga akan mendapat hasil kalkulasi terkait presentase berat dan molar masing-masing fasa dalam sampel. Secara matematis hal tersebut ditentukan dengan,

   

1 n

p p p i i

i

W S ZMV S ZMV

(6.7)

dimana Wp adalah fraksi berat relatif fasa p dalam sampel, S, Z, M, dan V masing-masing adalah faktor skala Rietveld, jumlah formula per unit cell, massa dari satuan formula (dalam massa atomik) dan volume unit sel. Adapun hasil keluaran dalam Rietica terkait parameter tersebut dapat dilihat pada View Output sebagai contoh Gambar 6.11. Informasi presentase berat dan molar untuk kasus dua fasa atau lebih juga dapat diperoleh melalui metode Le Bail.

Gambar 6.11. Letak data output presentase berat dan molar untuk kasus refine banyak fasa

Informasi presentase berat dan molar tiap fasa

REFERENSI

Afriani, F., Dahlan, K., Nikmatin, S., Zuas, O. (2015). Journal of Optoelectronics and Biomedical Materials 7(3): 67-76.

Al-Dhahir, T. A. (2013). Diyala Journal for Pure Sciences 9(2): 108-119.

David, W. I. F. (2004). Journal of Research of the National Institute of Standards and

Analysis of X-Ray and Neutron Powder Diffraction Patterns.

ftp://ftp.ansto.gov.au/pub/physics/neutron/rietveld/Rietica_LHPM95/MANU AL.PDF

Itoh, M. and Hinatsu, Y. (1998). Journal of Alloys and Compounds 264: 119-124.

Kisi, E. H. and Howard, C. J. (2008). Applications of neutron powder diffraction. Oxford University Press: New York.

Materials Design Application Note. Structure and bond lengths in titanium dioxide.

http://www.materialsdesign.com/appnote/structure-bond-lengths-titanium-dioxide-tio2

McCusker, L. B., Von Dreele, R. B., Cox, D. E., Louer, D., Scardi, P. (1999). J. Appl. Cryst.

32: 36-50.

Oh, U. C. and Je, J. H. (1993). Journal of Applied Physics 74(3): 1692-1696.

Rietveld, H. M. (1969). J. Appl. Cryst. 2: 65-71.

Rusli, R. (2011). Petunjuk Refinement: Analisis Pola Difraksi Sinar-X Serbuk Menggunakan Metode Le Bail pada Program Rietica. http://rolanrusli.com/wp- content/uploads/2011/03/Petunjuk-Refinement-Metode-Le-Bail-Program-Rietica.pdf

Sugondo dan Futichah. (2007). J. Tek. Bhn. Nukl. 3(2): 61-73.

Sukirman, E. dan Ahda, S. (2010). Jurnal Sains Materi Indonesia 13(1): 69-74.

Swope, R. J., Smyth, J. R., Larson, A. C. (1995). American Mineralogist 80: 446-453.

Tiandho, Y. (2012). Pengaruh penambahan Mo terhadap kekerasan, mikrostruktur, dan fasa yang terbentuk dalam plat zirlo-Mo. Skripsi: Universitas Lampung

54 Wang, X.L., Hubbard, C. R., Alexander, K. B., Becher, P. F. (1994). J. Am. Ceram. Soc.

77(6): 1569-1575.

Will, G. (2006). Powder Diffraction: the Rietveld method and the two stage method to determine and refine crystal structures from diffraction data. Springer: Germany.

Young, R. A. (2002). The Rietveld Method. Oxford University Press: New York.

Dokumen terkait