• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah laporan keuangan disusun berdasarkan data yang relevan, serta dilakukan dengan prosedur akutansi dan penelitian yang benar, akan terlihat kondisi keuangan yang sesungguhnya. Kondisi keuangan yang dimaksud adalah diketahuinya jumlah pendapatan yang diterima dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu dilakukan analisis laporan keuangan. Menurut Mahmudi (2009) perlunya analisis laporan keuangan pemerintah daerah adalah: “Fungsi utama dari laporan keuangan pemerintah daerah adalah untuk memberikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik”. Analisis laporan keuangan dimaksudkan untuk membantu bagaimana cara memahami laporan keuangan, bagaimana menafsirkan angka-angka dalam laporan keuangan, bagaimana mengevaluasi laporan keuangan, dan bagimana menggunakan informasi keuangan untuk pengembalian keputusan (Mahmudi, 2009, 8-9).

Untuk membantu mengatasi ketidak mampuan memahami dan menginterpretasikan laporan keuangan, maka perlu dibantu dengan Analisis Laporan Keuangan. Menganalisis laporan keuangan berarti menggali lebih banyak informasi yang dikandung suatu laporan keuangan.

Salah satu teknik untuk melakukan Analisis Laporan Keuangan, yaitu dengan melakukan perhitungan Analisis Rasio Keuangan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Rasio keuangan ini hanya menyederharnakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya. Dengan penyederhanaan ini kita dapat menilai secara cepat hubungan antara pos tadi dan dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga kita dapat memperoleh informasi dan memberikan penilaian.

1) Analisis Kinerja Keuangan Daerah

Analisis Kinerja Keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Mahmudi (2009:142) menyatakan, ada beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD:

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang dikeluarkan daerah. Selain itu, tingkat kemandirian keuangan daerah juga menunjukkan tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi).

Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan propinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemadirian keuangan daerah nya.

Rasio ini juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.

Semakin tinggi rasio kemandirian daerah, tingkat ketergantungan terhadap bantuan pihak eksternal maka semakin rendah ketergantungan daerah terhadap bantuan eksternal, dan sebaliknya jika semakin rendah rasio kemandirian daerah, tingkat ketergantungan terhadap bantuan pihak eksternal maka semakin tinggi ketergantungan daerah terhadap bantuan eksternal.

Secara umum, nilai tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan daerah dapat dikategorikan sebagai berikut :

(Mahmudi,2009:142) Rasio Kemandirian =

Pendapatan Asli Daerah Bantuan Pusat dan Pinjaman

Tabel 2.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah Kemampuan

Keuangan

Rasio Kemandirian

( % ) Pola Hubungan Keterangan

Rendah sekali 0 – 25 Instruktif Dimana peranan Pemerintah Pusat lebih dominan dari pada kemandirian Pemerintah daerah

Rendah > 25 – 50 Konsultatif Dimana campur tanganPemerintah Pusat sudah mulai berkurang Sedang > 50 – 75 Partisipatif Dimana peranan Pemerintah Pusat

Semakin berkurang mengingat daerah yang bersangkutan tingkat

kemandiriannya mendekati mampu melaksanankan otonomi daerah

Tinggi > 75 – 100 Delegatif Dimana campur tanganPemerintah Pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mandiri dalam melaksanakan otonomi daerah

Sumber : Mahsun, 2006

b. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan penerimaan PAD yang direncanakan dibandingkan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.

Rasio efektifitas PAD menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang

(Mahmudi, 2009:143) Realisasi Penerimaan PAD

Target Penerimaan PAD

ditargetkan. Secara umum, nilai efektifitas PAD dapat dikategorikan sebagai berikut :

Tabel 2.2 Kriteria Efektifitas Kinerja Keuangan Kemampuan Keuangan Rasio Efektifitas

( % ) Sangat efektif > 100% Efektif 100% Cukup efektif 90% - 99% Kurang efektif 75% - 89% Tidak efektif < 75% Sumber : Mahsun, 2006

Untuk memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas perlu dibandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah. Rasio efisiensi menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dikatakan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah l00 persen. Semakin kecil rasio efisiensi menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik.

Semakin kecil nilai rasio ini maka semakin efisien kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan Pendapatan Asli Rasio Efisiensi=

(Mahmudi, 2009:143) Biaya Pemerolehan PAD

Realisasi Penerimaan PAD

Daerah. Secara umum, nilai efisiensi PAD dapat di kategorikan sebagai berikut :

Tabel 2.3 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan Kemampuan Keuangan Rasio Efisiensi

( % ) Sangat efisien < 10% Efisien 10% - 20% Cukup efisien 21% - 30% Kurang efisien 31% - 40% Tidak efisien > 40% Sumber : Mahsun, 2006

c. Rasio Aktivitas (Keserasian)

Secara umum aktivitas pemerintah daerah dapat dinilai dari alokasi (rasio) belanja yang muncul dalam anggaran, baik untuk belanja rutin, maupun untuk belanja pembangunan (Gideon dan Hariadi 2007:5). Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintahan daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil.

Rasio Belanja Rutin terhadap APBD =

Total Belanja Rutin Total APBD

Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD =

(Mahmudi,2009:164) Total Belanja Pembangunan

Total APBD

X100%

Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.

Rasio pengelolaan belanja menunjukkan bahwa kegiatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah memiliki equitas antara periode yang positif, yaitu belanja yang dilakukan tidak lebih besar dari total pendapatan yang diterima pemerintah daerah. Rasio ini menunjukkan adanya surplus dan defisit anggaran. Surplus atau defisit yaitu selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode laporan.

Rasio Pengelolaan Belanja =

d. Rasio Pertumbuhan

Analisis pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui perkembangan kinerja keuangan serta kecenderungan baik berupa kenaikan atau penurunan kinerja selama kurun waktu tertentu. Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk mengevaluasi

Total Pendapatan

Total Belanja X100%

potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian (Halim, 2007:241). Semakin tinggi persentase pertumbuhan setiap komponen pendapatan dan pengeluaran, maka semakin besar kamampuan Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari setiap periode.

Rasio Pertumbuhan PAD =

Rasio Pertumbuhan total pendapatan =

Rasio Pertumbuhan Belanja Rutin Daerah =

Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan =

Keterangan :

dimana: p0 = Tahun yang dihitung p-1 = Tahun sebelumnya 2) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah

a) Perhitungan dan Analisis Share dan Growth

Diawali dengan perhitungan dan Analisis Kinerja PAD melalui ukuran Share dan Growth kemudian mengklasifikasikan

Pendapatan tahun p0 - Pendapatan tahun p-1 Pendapatan tahun p-1

Belanja Rutin tahun p0 –Belanja Rutin tahun p-1 Belanja Rutin tahun p-1 X100%

Belanja Pembangunan tahun p0 – Belanja Pembangunan tahun p-1 Belanja Pembangunan tahun p-1 X100%

(Mahmudi,2009:96) PAD tahun p0 – PAD tahun p-1

PAD tahun p-1

dengan Pemetaan Kemampuan Keuangan Daerah berdasarkan Metode Kuadran.

Gambar 2.1 Peta Kemampuan Keuangan Berdasarkan Metode Kuadran

Sumber : Bappenas, 2003

Klasifikasi Status Kemampuan Keuangan Daerah Berdasarkan Metode Kuadran di artikan sebagai berikut :

Tabel 2.4 Klafikasi Status Kemampuan Keuangan Daerah Berdasarkan Metode Kuadran

KUADRAN KONDISI

I Kondisi paling ideal. PAD mengambil peran besar dalam Total Belanja dan daerah mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kondisi ini ditunjukkan dengan besarnya nilai share dan growth yang tinggi.

II Kondisi ini belum ideal, tetapi daerah mempunyai pegembangan potensi lokal, sehingga PAD berpeluang memiliki peran besar dalam Total Belanja. Sumbangan PAD terhadap Total Belanja masih rendah namun Rata-rata Kuadran II Share : Rendah Growth : Tinggi Kuadran I Share : Tinggi Growth : Tinggi Kuadran IV Share : Rendah Growth : Rendah Kuadran III Share : Tinggi Growth : Rendah SHARE (%)

pertumbuhan (growth) PAD tinggi.

III Kondisi ini juga belum ideal. Peran PAD yang besar dalam Total Belanja mempunyai peluang yang kecil karena pertumbuhan PADnya kecil. Sumbangan PAD terhadap Total Belanja tinggi, namun pertumbuhan PAD rendah.

IV Kondisi ini paling buruk. Peran PAD belum mengambil peran yang besar dalam Total Belanja, dan daerah belum mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal. Sumbangan PAD terhadap Total Belanja dan pertumbuhan PAD terhadap Total Belanja dan pertumbuhan PAD rendah.

Sumber : Bappenas, 2003

Keterangan:

PADi = Pendapatan Asli Daerah periode i PADi-1 = Pendapatan Asli Daerah periode i-1

PAD

Dokumen terkait