• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1. Analisis Lingkungan Perusahaan

6.1.2. Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis lingkungan eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kecenderungan serta kejadian yang berada diluar kontrol perusahaan. Analisis lingkungan eksternal berfokus pada penentuan faktor-faktor kunci yang menjadi ancaman dan peluang bagi KSU Lestari. Lingkungan eksternal yang mampu mempengaruhi pengembangan usaha organisasi atau perusahaan meliputi kekuatan ekonomi; kekuatan politik pemerintahan dan hukum; kondisi sosial, budaya, demografi dan lingkungan; kekuatan teknologi; dan lingkungan persaingan industri.

67 1. Ekonomi

Kekuatan ekonomi yang mampu menjadi peluang bagi KSU Lestari adalah :

a) Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah dari tahun ke tahun ditunjukkan dengan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan. Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, hal ini ditunjukkan oleh adanya peningkatan nilai PDRB Kabupaten Bogor yang bisa dilihat pada Gambar 5berikut .

Gambar 5. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Bogor atas dasar harga konstan 2008-2011

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2013) Catatan : *) Angka Perbaikan

**) Angka Sementara

Pada tahun 2008 Kabupaten Bogor mampu mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,58 persen, kemudian pada tahun berikutnya turun menjadi 4,14 persen. Namun pada tahun-tahun berikutnya yaitu tahun 2010 dan 2011 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2010 sebesar 5,09 persen dan tahun 2011 sebesar 5,96 persen, bahkan tahun 2011 pertumbuhan ekonominya lebih baik dibandingkan tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi memiliki dampak yang cukup berpengaruh terhadap berjalannya aktivitas usaha KSU Lestari karena dengan melihat laju pertumbuhan ekonomi daerah terutama di Kabupaten Bogor maka dapat mengetahui informasi

0 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010* 2011** Pertumbuhan Ekonomi (persen)

68 pertumbuhan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat dan kemakmuran masyarakatnya. Secara eksternal, kemakmuran masyarakat Bogor yang semakin meningkat maka secara otomatis akan meningkatkan kesadaran mereka akan keinginan untuk mengkonsumsi produk pangan yang sehat tanpa memperdulikan biaya yang mereka keluarkan, dimana dalam hal ini akan membuat terjadinya peningkatan permintaan akan produk KSU Lestari.

b) Konsumsi Sayuran Menurun

Kebutuhan akan protein dalam tubuh bermanfaat untuk perkembangan sel dan juga untuk menjaga kekebalan tubuh. Asupan protein yang cukup juga dapat membantu dalam proses penyembuhan luka, regenerasi sel hingga mengatur kerja hormon dan enzim dalam tubuh. Protein bisa didapat dengan mengkonsumsi bermacam-macam jenis makanan seperti sayuran,telur, daging, ikan, umbi, buah dan lainnya. Sayuran masuk kedalam salah satu jenis makanan yang memiliki kandungan protein didalamnya, tetapi sayuran bukan merupakan bahan yang menjadi favorit masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein mereka. Data BPS menunjukkan bahwa konsumsi protein melalui sayuran terus mengalami penurunan setiap tahunnya.

Tabel 15. Konsumsi Protein (gram) Perkapita Menurut Kelompok Makanan Tahun 2008-2012 No Komoditi Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 1 Sayuran 3,01 2,58 2,52 2,43 2,40 2 Daging 2,40 2,20 2,55 2,75 2,90

3 Telur dan susu 3,05 2,96 3,27 3,25 2,94

4 Ikan 7,94 7,28 7,63 8,02 7,49

Sumber : Badan Pusat Statistik (2013)

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa konsumsi protein melalui sayuran terus mengalami penurunan setiap tahunnya sedangkan untuk komoditi lain pertumbuhannya cenderung fluktuatif. Penurunan untuk konsumsi sayuran terbesar terjadi diantara tahun 2009 dengan tahun 2008 sebesar 14,3 %, kemudian penurunan rata-rata untuk lima tahun terakhir adalah sebesar 5,8 %. Dari data di atas dapat dikatakan bahwa keinginan masyarakat untuk memenuhi protein mereka dengan mengkonsumsi sayuran mulai menurun, hal ini diindikasikan

69 sebagai ancaman untuk para pelaku bisnis sayuran baik itu sayuran organik ataupun anorganik.

2. Politik, Pemerintahan dan Hukum

Stabilitas politik dan keamanan merupakan aspek penting yang mempengaruhi iklim usaha di suatu wilayah. Keadaan politik dan keamanan yang tidak stabil akan memberikan dampak negatif terhadap keberlangsungan suatu usaha. Kondisi ini juga berlaku sebaliknya. Oleh karena itu, pemerintah sebagai pengambil kebijakan harus mempertimbangkan secara hati-hati terhadap setiap keputusan yang diambilnya.

Pada tanggal 18 Agustus tahun 2012 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui pergantian UU Nomor 25 Tahun 1992 menjadi UU Nomor 17 Tahun 2012. Dimana dalam regulasi baru tersebut ada beberapa perbedaan dalam mengatur sistem aturan perkoperasian secara menyeruluh termasuk juga KSU Lestari.

Aturan yang akan memberikan pengaruh negatif terhadap perkembangan KSU Lestari adalah pada pasal 122 ayat 1 yang berbunyi Koperasi yang mempunyai Unit Simpan Pinjam wajib mengubah Unit Simpan Pinjam menjadi Koperasi Simpan Pinjam dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak Undang- Undang ini disahkan yaitu pada tanggal 30 Oktober 2012. Unit usaha simpan pinjam sangat membantu KSU Lestari dalam hal permodalan kepada anggota petani sayuran organik untuk berproduksi, jika tidak ada unit ini, maka dikhawatirkan akan mempengaruhi produktivitas petani anggota KSU lestari karena modal yang tidak cukup. Namun, untuk masa penyesuaian, pasal 122 ayat 3 mempertegas bahwa diberikannya jangka waktu 3 tahun untuk unit usaha simpan pinjam agar berubah menjadi usaha tunggal untuk menjadi sebuah koperasi simpan pinjam. Jika suatu koperasi tidak mau membentuk koperasi simpan pinjam dalam waktu yang ditentukan tersebut maka secara otomatis unit usaha simpan pinjam harus dihapuskan.

Perangkat organisasi merupakan aspek penting dalam pengembangan suatu koperasi. Baik Undang-Undang yang lama maupun yang baru menyebutkan bahwa terdapat 3 (tiga) perangkat organisasi yaitu Rapat Anggota, Pengawas dan Pengurus. Antara Undang-Undang yang lama dan yang baru terlihat tidak ada

70 perbedaan, namun setelah dikaji lebih dalam Undang-Undang yang baru dari pasal 31-63, ternyata terdapat perbedaan yang sangat mencolok dari perubahan tersebut, yaitu semakin menguatnya fungsi pengawas dan hilangnya istilah pengelola pada Undang-Undang baru yang secara jelas pada Undang-Undang yang lama dicantumkan pada pasal 32 UU No. 25 Tahun 1992, dimana pengurus koperasi dapat mengangkat pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha. Sedangkan pengelola dalam hal ini manajer beserta stafnya merupakan unsur penting dalam mewujudkan kemajuan koperasi. Hilangnya pengelola yang secara implisit dalam Undang-Undang yang baru disebutkan bahwa tugas pengurus adalah mengelola koperasi berdasarkan Anggaran Dasar (Pasal 58 ayat 1), berarti mengharuskan para pengurus untuk mampu menggantikan peran pengelola di dalam upaya memajukan usaha koperasi. Tentu hal ini akan sangat sulit dilakukan pada koperasi-koperasi yang terdapat pada institusi pemerintahan atau Koperasi Pegawai Negeri (Larto, 2012).

Perubahan-perubahan ini dikhawatirkan di lapangan akan memporak- porandakan bangunan manajemen koperasi yang telah dibangun selama ini. Karena menguatnya peran pengawas seperti lembaga superbody sementara dalam Undang-Undang yang baru tugas dan fungsi pengawas secara eksplisit tidak jelas (Larto, 2012). Dalam Undang-Undang yang baru disebutkan bahwa pengawas mengusulkan calon pengurus dan berhak memberhentikan untuk sementara waktu pengurus yang menurut pengawas melakukan pelanggaran, hal ini di lapangan akan terjadi benturan karena baik pengawas dan pengurus masih sama-sama bertanggung jawab kepada Rapat Anggota. Jika demikian harusnya yang bertanggung jawab terhadap rapat anggota adalah pengawas.

Perubahan Undang-Undang koperasi yang lama Nomor 25 Tahun 1992 menjadi UU Nomor 17 tahun 2012 ternyata juga memunculkan dampak positif diantaranya terkait dengan gerakan koperasi pada pasal 115, dinilai akan membantu perkembangan koperasi kearah yang lebih baik dengan adanya gerakan koperasi yang mendirikan suatu dewan Koperasi Indonesia sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi koperasi, dalam rangka pemberdayaan koperasi (Larto,2012). Oleh karenanya dewan koperasi Indonesia haruslah menjadi organisasi yang mewadahi semua komponen

71 penggerak perkoperasian di Indonesia. Asosiasi-asosiasi perkoperasian yang merupakan elemen penggerak koperasi harus merupakan komponen penting dalam dewan Koperasi Indonesia.

Kemudian pada aspek definisi koperasi yang tercantum pada Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama dibidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi. Undang-Undang yang baru lebih baik karena mempertegas legalitas koperasi sebagai badan hukum sementara pada UU No. 25 Tahun 1992, koperasi adalah badan usaha.

Adanya program ”Go Organic 2010” yang dicanangkan pemerintah melalui Departemen Pertanian secara tidak langsung dapat membangun gairah para anggota petani KSU Lestari untuk tetap mengembangkan usahanya dalam memproduksi sayuran organik. Program ini memberikan pedoman dan persyaratan kepada para petani untuk tata cara bertani secara organik yang telah disepakati secara internasional oleh CAC (Codex Alimentarius Commision) dan IFOAM ( International Federation of Organic Agriculture Movement), sehingga akhirnya produk pertanian Indonesia dapat diperdagangkan dan diakui secara internasional (Ditjen BPPH-Deptan, 2002).

3. Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan

Perubahan sosial, budaya, demografi dan lingkungan mempunyai dampak besar terhadap produk, jasa, pasar dan pelanggan. Faktor sosial terpusat pada nilai dan sikap orang, pelanggan dan karyawan yang mempengaruhi strategi perusahaan. Nilai-nilai ini terwujud ke dalam perubahan gaya hidup yang mempengaruhi permintaan terhadap produk ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan.

Salah satu pola konsumsi masyarakat Indonesia saat ini adalah semakin banyaknya yang beralih kesajian makanan sehat berbasis organik (Bangun, 2012). Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi makanan sehat terlihat dari kecenderungan mereka untuk menghindari makanan kaya lemak, berkolesterol, dan makanan yang diolah dengan teknik gorengan. Makanan yang

72 direbus, dikukus, dan dibakar akan makin diminati masyarakat. Para pelaku bisnis beras organik contohnya, walaupun bukan mengenai sayuran organik tetapi tetapi hal ini masih berkaitan dengan produk organik. Salah satu perusahaan yang mengelola restoran cepat saji terkenal di Indonesia yang setahun terakhir menggunakan beras organik. Dari 370 gerai, 117 gerai di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jakarta memanfaatkan beras organik (Apriando, 2012). Perusahaan ini menggunakan beras organik karena konsumen sekarang lebih memikirkan kesehatan.

Pada sebuah gerai yang menyajikan nasi organik dan nonorganik, ternyata 80% konsumen memilih nasi organik. Selain itu menurut data WTO menunjukkan bahwa dalam tahun 2000-2004 perdagangan produk pertanian organik dunia telah mencapai nilai rata-rata US$ 17,5 milyar. Diperkirakan pada tahun 2010 pangsa pasar dunia produk pertanian organik akan mencapai US$ 100 milyar. Terdapat peningkatan preferensi konsumen terhadap produk organik, secara umum tingginya tingkat pertumbuhan permintaan produk pertanian organik di seluruh dunia mencapai rata-rata 20 % per tahun (Samsudin, 2011).

4. Teknologi

Perkembangan teknologi yang sangat pesat memberikan peluang bagi pelaku usaha dalam upaya mengembangkan bisnisnya. Kemajuan teknologi yang semakin berkembang antara lain teknologi dibidang informasi, komunikasi, dan transportasi. Perkembangan teknologi dibidang informasi dan komunikasi dapat menjadi peluang bagi suatu usaha dalam kegiatan promosi dan pemasaran produknya. Keberadaan alat komunikasi seperti telepon dan telepon seluler dapat memperlancar proses komunikasi antara produsen dengan pembeli dan pemasok. Media informasi seperti internet juga dapat digunakan perusahaan untuk mempromosikan produknya hingga ke luar daerah JABODETABEK.

Meningkatnya minat serta pengaruh internet terhadap ekonomi dan bisnis terlihat dari data yang dikeluarkan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2011 pada Tabel 16. Adanya peningkatan pemakai internet ini mendorong perusahaan untuk membuat website. Penggunaan internet oleh perusahaan adalah untuk memperkenalkan produk-produk yang dijual oleh

73 perusahaan dan mempermudah konsumen dalam pemesanan secara online tanpa harus datang ke tempat produksi.

Tabel 16. Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Pemakai Internet Tahun 2006- 2010

Tahun Jumlah Pelanggan (orang) Jumlah Pemakai (orang)

2006 1.700.000 20.000.000

2007 2.000.000 25.010.000

2008 2.400.532 29.410.302

2009 2.650.053 34.121.200

2010 3.140.062 37.297.211

Sumber : Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2011

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa pemakai internet semakin meningkat dari tahun ke tahun mulai dari 20.000.000 orang pemakai pada tahun 2006 meningkat hingga 37.297.211 orang pemakai pada tahun 2010. Peningkatan jumlah pemakai ini menjadi peluang tersendiri bagi KSU Lestari, Dengan cara membuat situs web KSU Lestari bisa mempromosikan produk mereka kepada pengguna pengguna internet yang terus meningkat sebagai calon konsumen baru mereka

5. Lingkungan Persaingan Industri

Industri didefinisikan sebagai kelompok perusahaan yang menghasilkan produk yang saling menggantikan (close substitutions). Lingkungan industri merupakan lingkungan yang berada di sekitar usaha yang memiliki pengaruh langsung terhadap operasional usaha. Menurut Porter (1997), hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan, yaitu persaingan antarperusahaan sejenis, kemungkinan masuknya pesaing baru, potensi pengembangan produk substitusi, kekuatan tawar-menawar penjual/pemasok dan kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen.

1) Persaingan Antar Perusahaan Sejenis

Persaingan yang terjadi dalam suatu industri merupakan sebuah hal yang wajar, karena dengan adanya persaingan maka para pelaku usaha diajak untuk berpikir kreatif dan inovatif dalam menempatkan produknya di mata konsumen dan berusaha agar produknya dapat diterima oleh pasar. Dalam sebagian besar industri,

74 perusahaan saling tergantung. Persaingan yang digerakkan oleh satu perusahaan dapat dipastikan mempengaruhi para pesaingnya, dan mungkin menyebabkan pembalasan dan usaha-usaha perlawanan. Hal ini juga berlaku untuk KSU Lestari dalam industri sayuran organik.

Tingkat persaingan pada usaha sayuran organik dalam suatu industri dipengaruhi oleh jumlah pesaing. Saat ini jumlah pesaing KSU Lestari semakin meluas dimulai dari perusahaan perorangan maupun organisasi yang turut memproduksi sayuran organik. Munculnya pesaing-pesaing mereka bisa dilihat dari semakin banyak nya kelompok-kelompok tani yang berdiri dengan menjual produk sayuran organik juga, contohnya kelompok tani putra alam desa sukagalih dan kelompok tani sugih tani di Kabupaten Bogor .

2) Kemungkinan Masuknya Pesaing Baru

Keberadaan suatu industri pasti tidak akan lepas dari ancaman masuknya pendatang baru yang dapat berimplikasi terhadap kondisi persaingan perusahaan yang telah ada sebelumnya, misalnya dalam hal perebutan pangsa pasar maupun perebutan input produksi seperti bahan baku dan tenaga kerja. Ancaman masuknya pendatang baru sangat bergantung pada kemampuan pendatang baru untuk menghadapi hambatan masuk (barriers to entry) ke dalam industri. Menurut Porter (1997) terdapat enam faktor hambatan masuk dari pendatang baru ke dalam suatu industri, yaitu skala ekonomis, diferensiasi produk, kebutuhan modal, biaya beralih pemasok, akses ke saluran distribusi, biaya tidak menguntungkan terlepas dari skala, dan kebijakan pemerintah.

a) Skala Ekonomi

Banyaknya pendatang baru dalam usaha sayuran organik seperti tumbuh kembangnya para kelompok tani sayuran organik dengan skala kecil. Pendatang baru yang berproduksi dengan skala kecil akan menghasilkan biaya per unit yang lebih besar. Hal ini akan membuat pendatang baru berskala kecil tersebut sulit untuk masuk ke dalam industri sayuran organik. b) Differensiasi Produk

Differensiasi produk menciptakan identifikasi merek yang untuk hal itu akan memaksa para pendatang baru untuk mengeluarkan biaya yang besar guna mendapatkan atau merebut perhatian pelanggan yang sudah loyal

75 terhadap merek tertentu. Pembuatan merek produk saat ini akan segera dilakukan KSU Lestari, tetapi untuk membuat produk mereka terdifferensiasi, KSU Lestari mendirikan tempat berjualan dengan nama Warung Organik Lestari, dimana produk organik yang mereka produksi hanya bisa ditemukan di warung tersebut. Kemudian cara pemasaran produk organik di sekolah membuat produk mereka juga berbeda dengan produk konvensional lainnya. Komoditas sayuran organik memiliki karakteristik yang berbeda dengan sayuran anorganik yaitu lebih ramah lingkungan karena diproduksi tanpa menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida yang dapat membahayakan kesehatan konsumennya.

c) Kebutuhan Modal

Pendatang baru yang akan bersaing tidak harus memiliki modal yang terlalu besar karena skala usaha KSU Lestari juga masih tergolong sederhana. Modal besar yang dimiliki Koperasi ini adalah semangat yang besar pada pengurus dan anggota KSU Lestari, sehingga mereka mampu menjalin koordinasi yang baik dengan berbagai pihak baik itu pemerintah atau swasta guna mendukung kelancaran usahanya tersebut. Hal inilah yang harus menjadi bahan pertimbangan besar bagi para pendatang baru tersebut.

d) Akses Ke Saluran Distribusi

Akses ke saluran distribusi pada KSU Lestari sangatlah mudah karena banyaknya pihak yang mendukung pada perkembangan koperasi ini. Para distributor bisa datang langsung ke KSU Lestari. Akses ke saluran distribusi bagi para pendatang baru masih sangat rendah.

e) Biaya Tak Menguntungkan Terlepas Dari Skala

KSU Lestari memiliki hubungan kerjasama yang baik dengan pemerintah, swasta, maupun anggota mereka. Adanya pelatihan dari pihak pemerintah ataupun swasta merupakan bentuk kerjasama yang tidak hanya dalam bentuk bantuan modal tetapi juga dalam hal perkembangan tekonologi, pemasaran, dan peningkatan keterampilan dalam hal budidaya sayuran organik secara tepat. Hal ini tentunya akan sulit didapat oleh para pendatang baru

f) Biaya Beralih Pemasok

Untuk dapat membuat perusahaan usaha sayuran organik yang telah ada beralih ke pemasok lainnya, pendatang baru perlu mengeluarkan biaya yang

76 cukup besar. Hal ini dikarenakan bahan baku yang digunakan pada produksi sayuran organik berasal dari petani anggota KSU Lestari. Hal ini merupakan peluang bagi KSU Lestari karena pendatang baru akan susah untuk masuk ke dalam industri ini.

g) Kebijakan Pemerintah

Pemerintah dapat membatasi atau bahkan melarang masuknya para pendatang baru ke dalam industri, melalui tindakan-tindakan seperti keharusan adanya ijin dan pembatasan akses ke bahan baku, sehingga jika pemerintah mulai menetapkan dan merealisasikan hal ini, akan sulit dan cukup lama bagi pendatang baru untuk mengurus perijinan dan sebagainya. Karena ini merupakan koperasi dimana koperasi harus memiliki izin pendirian koperasi. Untuk mendirikan koperasi memang membutuhkan izin dari pemerintah, tetapi dalam rangka meningkatkan semangat berkoperasi masyarakat Indonesia, pemerintah pasti akan mempermudah izin pendirian usaha koperasi tersebut. Hal ini mengakibatkan mudahnya para pendatang baru untuk mendirikan koperasi dalam bentuk usaha sayuran organik.

3) Potensi Pengembangan Produk Substitusi

Produk substitusi merupakan produk-produk yang memiliki manfaat serta kegunaan yang sama sehingga dapat menggantikan fungsi produk lain yang bertujuan memenuhi kebutuhan konsumen. Komoditas sayuran organik secara umum memiliki produk subtitusi yaitu produk herbal kemasan contohnya Melilea. Ketika adanya konsumen tidak mendapatkan sayuran organik karena stoknya yang kurang, maka mereka bisa beralih ke produk melilea tersebut. Produk substitusi tersebut dianggap sebagai ancaman untuk produk sayuran organik yang dihasilkan KSU Lestari karena produk melilea tersebut lebih mudah untuk di konsumsi dengan tidak perlu dimasak dahulu sehingga lebih waktu yang di perlukan untuk mengkonsumsinya lebih sedikit namun dalam hal nutrisi yang didapatkan tidak jauh berbeda.

4) Kekuatan Tawar- Menawar Penjual/Pemasok

Pada usaha sayuran organik KSU Lestari ini, pemasok dalam hal ini adalah anggota petani sayuran organik masih memiliki kekuatan tawar menawar

77 yang lemah karena anggota petani ini bergantung pada KSU Lestari untuk memasarkan produk yang mereka hasilkan, sehingga penetapan harga beli ditentukan oleh KSU Lestari tetapi harga sayuran organik yang dibeli KSU Lestari masih berada diatas harga jual di pasar sehingga hal tersebut tidak merugikan petani anggota. Jika pasokan sayuran organik yang dihasilkan petani masuk dalam standar baik dari segi kualitas, maka petani akan dapat bayaran harga yang lebih tinggi dan sebaliknya.

5) Kekuatan Tawar Menawar pembeli/Konsumen

Konsumen KSU Lestari dinilai masih memiliki daya tawar menawar yang lemah, karena konsumen KSU Lestari masih membeli sayuran organik dalam jumlah yang sedikit dan juga produk sayuran organik yang dijual hanya bisa dibeli di KSU Lestari yang artinya konsumen tidak bisa berbuat banyak untuk mengintervensi produk yang dihasilkan oleh KSU Lestari karena konsumen memang bisa beralih ke produsen lain seperti membeli sayuran organik lain di supermarket atau tempat lainnya tetapi tidak bisa mencari produk sayuran organik dengan harga terjangkau seperti yang ditawarkan oleh KSU Lestari.

Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal perusahaan, maka diperoleh beberapa faktor lingkungan eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi KSU Lestari.

Tabel 17. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal

Faktor Peluang Ancaman

Ekonomi 1. Pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin baik 1. Konsumsi sayuran menurun Sosial, budaya, demografi dan lingkungan 2. Meningkatnya jumlah masyarakat yang beralih ke sajian makanan sehat berbasis organik Politik, Pemerintah dan Hukum 3. Berdirinya dewan Koperasi Indonesia sebagai wadah pemberdayaan koperasi 4. Legalitas koperasi semakin dipertegas 2. Penghapusan Unit Simpan Pinjam 3. Menguatnya fungsi pengawas koperasi

Teknologi 5. Perkembangan teknologi komunikasi dan

78

Dokumen terkait