• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam menciptakan syair dalam lagu,biasanya Taralamsyah Saragih mengambil pengalaman kehidupan yang ia alami sehari-hari, baik mengenai kisah asmara, kehidupan di keluarga kerajaan, kerja sama antar masyarakat, dan lainya. Untuk menciptakan satu buah syair lagu ada kalanya ia menyisipkan beberapa buah kata khiasan yang perlu pendalaman yang lebih untuk mengetahui makna sebenarnya. Untuk mempermudah mengartikan makna syair lagu karya Taralamsyah Saragih, penulis berusaha keras mengartikan satu persatu kata yang terdapat dalam syair lagu tersebut kedalam bahasa Indonesia dengan menggunakan kamus Simalungun-Indonesia ditambah lagi dengan bantuan narasumber-narasumber yang dapat mempersatukan kalimat-kalimat syair tersebut kedalam bahasa Indonesia sehingga menjadi syair yang dapat dimengerti. Didalam mengartikan makna syair, ada beberapa bahasa yang digunakan hanya sebagai istilah maupun ungkapan yang tidak mempunyai arti yang bertujuan untuk memperindah syair lagu tersebut.

4.1“Marsialop Ari”/Bergotong Royong

1. Eta marsalop ari ulang be mattadih asah ma parangon hadang homa do Ayo bergotong royong janganlah berhenti, asahlah parang ini, sandang lah

152

namarharoan bolonon ganupan ningon dong i juma simalungun on

sorailah untuk gotong royong besar ini, semuanya harus ada di ladang Simalungun

2. Patar mangimas hita dapot juma roba tubuh holi da omei,assium,lassina Besok kita membuka ladang baru, menanam padi, timun cabai,

jagul, uttei homa, gadung, kasang rabut homa, olobkon ma tongon jagung, jeruk juga, ubi, kacang yang lebat, bersorak-sorailah namarharoan bolonon ganupan ningon dong i juma simalungun on untuk gotong royong besar ini, semuanya harus ada di ladang Simalungun 3. Patar hita martindah tubuh omei, ratah lobong ma tene riap mangonah

Besok kita menanam padi hijau diladang, mari bersama melubangi dan hodohon loppah on tambulni namartidah on olobkon ma tongon

menugal, masaklah lauk dan sayuran untuk bekal besok, bersorak-sorailah namarharoan bolonon ganupan ningon dong i juma simalungun on

untuk gotong royong besar ini, semuanya harus ada di ladang Simalungun

4.1.1 Makna yang terkandung dalam lagu“marsialop ari”

Marsialop ari apabila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti menjemput hari. Menjemput hari mempunyai makna dalam masyarakat Simalungun adalah bersama-sama bergotong royong untuk membuka ladang baru yang sebelumnya hutan belantara. Sebagai salah satu contohnya apabila seseorang mempunyai ladang pertanian, dalam proses pengerjaanya masyarakat setempat wajib membantu diladang tersebut, setelah selesai yang mempunyai ladang ini pun membantu pekerjaan diladang orang lain yang turut membantunya sebagai bentuk kebersamaan dan terima kasih, begitulah seterusnya sampai proses panen

153

Taralamsyah Saragih yang pada dulunya masayarakat Simalungun dihampir semua daerah melakukan Marsialop Ari sebagai tanda bahwa masyarakat Simalungun mengutamakan kebersamaan atau sering dikenal dengan istilah Sauhur Sapanriah( wawancara Haris 17 juni 2015).

Pada tahun 1970an lagu ini sering digunakan sebagai salah satu pengiring dalam Sendra Tari yang dipertunjukkan untuk tamu-tamu daerah yang datang ke Sumatera Utara khususnya daerah Simalungun. Sebagai salah satu bentuk kebersamaan mayarakat Simalungun dalam bercocok tanam maupun dalam hal lain. Sebelum ada istilah STM ( Serikat Tolong Menolong) masyarakat Simalungun dalam suatu daerah tempat dibiasakan untuk Saahap atau sehati dan seperasaan dengan seluruh penduduk baik suka maupun duka tampa ada himbauan atau perintah dari pihak keluarga yang bersangkutan tanpa mengharap pamrih. Untuk petunjukkan tugas-tugas dalam pesta atau peristiwa yang lain dikumpulkanlah beberapa orang disuatu tempat atau balai, disinilah pembagian kewajiaban atau tanggung jawab dibagi pada setiap orang, acara ini juga dikenal dengan istilah Tonggo Raja atau berkumpul untuk berdiskusi dalam acara pembagian kewajiban dan tanggung jawab. Hal inilah sebagai salah satu keunikan masyarakat Simalungun ( wawancara badu 2015 16 06)

Pendapat lain mengatakan bahwa lagu ini tergolong working song atau nyanyian kerja. Karena didalam syairnya terdapat himbauan dan ajakan untuk

154

Setelah melihat dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa daerah Simalungun adalah tempat yang subur, makmur, cocok untuk lahan pertanian dan perkebunan. Kebutuhan pangan untuk menghidupi masyarakat Simalungun sehari-hari dapat diperoleh dari hasil bercocok tanam sayur, buah, padi dan lain-lain. Tetapi pada kalimat syair jelas disimpulkan untuk memperoleh hasil yang sempurna, masyarakat dituntut harus bergotong royong bekerja diladang.

4.2“Parsirangan”/ Perpisahan

Sukkod ma tikki parsaoran, soluk panorang parmisahan Terhambatlah waktu kebersamaan, waktu untuk perpisahan Hata paulah tap dong simbei ulang sorngot bai paruhuran

Kalau ada perkataan yang salah jangan menjadi dendam didalam hati dan pikiran,

Tading ma ham ulang mahua torkis hissah rossi matua Tingglah engkau, sehat sejahtera sampai hari tua Tading ma ham botou na tading

Tinggalah engkau yang kukasahi

4.2.1 Makna yang terkandung dalam lagu“parsirangan”

Menurut hasil wawancara bersama Haris Purba(17juni2016) lagu ini diciptakan sekitar tahun 1950 di Pematang Siantar berdasarkan pengalaman pribadi Taralamsyah Sendiri. Pada waktu itu Taralamsyah Saragih ingin pergi merantau meningggalkan Pematang Siantar menuju Medan. Lagu ini mengisahkan tentang perpisahan Taralamsyah dengan kekasihnya (boru Purba

155

sering dikenal dengan judul Gambiri I Topi Pasar yang berarti kemiri ditepi pasar yang sering dinyanyikan saat acara duka cita pada masyarakat Simalungun. Padahal syair atau judul itu tidak pernah diciptakan Taralamsyah saragih. Penambahan syair dalam lagu tersebut hanya ditambahkan oleh orang-orang sebagai pelengkap syair yang bertajuk pantun dan puisi untuk memperindah lagu tersebut.

Syair sekarang yang sering muncul

Ija gambiri i topi pasar, panjomuran ni saputangan Ai anggo misir ma ham patar sedo pala marjabat tangan Tading ma ham/au botou na tading

Misir na ham/au botou na misir

Menurut hasil wawancara dengan sapna (17 juni 2016) lagu ini bermakna perpisahan dengan hati yang iklas yang dilakukan oleh sepasang kekasih. Hal ini dapat dibuktikan dari kata-kata dalam syair “Tading ma ham ulang mahua torkis hissah rossi matua tading ma ham botou na tading” yang berarti Tingglah engkau, sehat sejahtera sampai hari tua tinggalah engkau yang kukasahi.

4.3“Pamuhunan”/ Permisi

1. Poltak ma bittang da botou topat ma tula

Sekarang waktunya kasih bintang terang gemerlap Lopus arian ta hun panorang pe das ma

156

Hita boi pajuppah….Suttabi da botou bani hata na silap age parlahou pangabak na hurang tama

Di pertemuan ini kuucapkan maaf yang begitu dalam untuk kata sikap dan perbuatanku yang salah selama ini padamu

Horas-horas hita botou sayur matua, daoh ma bala sai dear ma parutungan

Semoga diberkati, diberi rezeki dan kesehatan sampai akhir hayat, Jauh dari bala, nasib bertambah baik

2. Borit ni in namin botou, soppong marsirang Ternyata terlalu sakit kasih, terlanjur berpisah Na dob dokah somal sanggah bai haposoon

Yang telah lama menjadi kebiasaan sewaktu remaja Ai nikku pe namin botou nadong tarsura

Telah kukatakan kasih tak ada rencana

Ai goluh on nadong tongtong parhusoranni Hidup yang benar sudah ada yang mengatur Tading ma ham botou, tading ulang mahua Tinggalah engkau kasih, tiada mengapa Andohar ham girah homa das hululuan Mudah-mudahan cita-citamu tercapai

Horas-horas hita botou, sayur matua, Daoh ma bala sai dear ma paruttungan

Semoga diberkati, diberi rezeki dan kesehatan sampai akhir hayat, Jauh dari bala, nasib bertambah baik

3. Sai jalo ham tongon botou, andon ma demban Terimalah kasih, Selembar sirih ini

Hatani on botou padashon pamuhunan Yang berarti menyampaikan pesan Appogi ham botou holsoh, pusukni uhur Batasilah kasih perasaan sedih, dan sakit hati

157

Nasalpu in botou nasasap nalupahon Yang dulu kasih hapus dan lupakanlah Goluh nabaju ma tongon namanggattihkon

Hidup baru sebagai pengganti

Horas-horas hita botou, sayur matua,Daoh ma bala sai dear ma paruttungan

Semoga diberkati, diberi rezeki dan kesehatan sampai akhir hayat, Jauh dari bala, nasib bertambah baik

4.3.1 Makna yang terkandung dalam syair lagu“pamuhunan”

Menurut Haris Purba (wawancara 17juni2015) makna yang terkandung didalam lagu ini hampir sama dengan lagu parsirangan, yang menjadi perbedaannya ialah pencipta lagu menekankan waktu perpisahannya. Dapat dikatakan lagu ini penyempurnaan dari lagu parsirangan. Apabila dilihat dari beberapa kalimat dalam syair lagu ini, dimana seorang pria menyampaikan pesan, permohonan maaf, dan permohonan untuk permisi dengan menggunakan selembar daun sirih sebelum mengucapkan maksud dan tujuannya. Makna dan simbol daun sirih dalam suku Simalungun adalah penghormatan yang cukup besar apabila diberikan kepada seseorang.

Menurut hasil wawancara dengan Sapna (17 juni 2015) makna dalam syair lagu ini adalah perpisahan dengan tanpa menyimpan sakit hati. Karena perjodohan dan pertemuan Tuhanlah yang mengatur, tidak diterangkan dalam syair lagu ini mengapa terjadi pamitan untuk perpisahan. Yang pasti lewat selembar daun sirih dan mengucapkan kata pamit dan maaf bermakna keiklasan

158

Menurut hasil wawancara dengan Badu (16 juni2015) makna dalam syair lagu ini adalah permohonan untuk perpisahan karena tidak adanya perjodohan. Disamping itu syair ini menekankan bahwa didalam perpisahan ini jangan ada dendam, kutuk, kemarahan, serta jangan lagi mengingat masa lalu tentang apa yang telah terjadi selama ini walaupun tidak berjodoh pada akhirnya dan harapan yang luar biasa kepada Tuhan agar kelak kiranya selalu diberkati dan diberi kesehatan serta rejeki

4.4“Uhur Marsirahutan”/ Perasaan yang Terikat 1. Pria :Oe pe lo botouwe

Oh kasih dan sayang ku

Wanita :Aha nimu botou, sappang dearni sisei

Apa yang engkau katakan, menegur untuk menyapaku Pria :Ise marga ni inang?

Apa marga ibu ?

Wanita :Boru saragih do ase au marrupei Boru Saragih bagianku

Sonai pe da botou parbalosku Begitulah kasih jawabanku

Aha ma nani baenon ku Apa yang harus ku perbuat

Rupa pe hurang sitonggoron bakku Rupapun tiada kumiliki

Pria :Sedo rupa sitonggoran bakku Bukan rupa yang ku lihat

159

Wanita :Surdukkon ham demban bani nasi bapa

Mintalah ijin kepada ayah melalui selembar sirih Pria :On ma tonggon ni uhur

Inilah ketulusan hati

Wanita :Onang-oning mandapot ganup pinarsita

Onang-oningmendapat semua yang dicita-citakan Tapi ulang solsol mangiriki

Tapi jangan menyesal dikemudian hari Daoh do bakku habayakkon

Sangat jauh dariku kekayaan Andohar ma tuah na magabei Mudah-mudahan kita diberkati Pria :Nai tongon andohar hasuhuna

Itulah cita-cita dan harapan

4.4.1 Makna yang terkandung dalam lagu“uhur marsirahutan”

Lagu ini diciptakan sekitar pada tahun 1957 di Pematang Siantar. Makna yang terkandung dalam syair ini adalah sepasang muda – mudi sedang asyik berbalas kata dan kalimat . Seorang pria yang ingin melanjutkan hubungan yang lebih serius kepada wanita tersebut. Wanita tersebut mengatakan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh pria agar tidak ada penyesalan dikemudian hari, karena wajah cantik dan kekayaan tidak dimiliki oleh wanita tersebut. Akan tetapi pria tersebut tidak memandang hal itu sebagai penghalang niat baiknya, Tuhan Yang Maha kuasa dapat memberikan apapun yang mereka ingin asalkan

160

sebelum mengungkapkan kata dan kalimat. ( wawancara dengan Haris purba 17 juni 2015)

Menurut hasil wawancara dengan Sapna sitopu 17 juni 2015 kata uhur marsirahutan beramakna hati dan perasaan saling mengikat. Dalam hal ini pemuda dan pemudi berkenalan terlebih dahulu lewat tutur atau silsilah keluarga. Ditengah-tengah masyarakat Simalungun hal ini sering terjadi pada kehidupan muda-mudi dalam mencari teman ataupun jodoh agar tidak ada perkawinan semarga. Setelah bertutur, pria menyampaikan maksud yang serius ingin berhubungan, bukan hanya sekedar teman kepada wanita etapi kejenjang pernikahan.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang lain, hasil wawancara penulis dengan badu purba ialah dibait pertama syair lagu ini menekankan bahwa wanita berkata secara jujur apa yang menjadi kekurangannya hal ini bertujuan agar pria tidak menyesal dikemudian hari, tetapi dibait kedua syair lagu ini pria tidak mempersoalkan hal tersebut dan ingin membina hubungan serius dengan wanita itu.

4.5“Poldung Sirotap Padan”/ Perantara Pemutus Hubungan Ro mei ma iluh uhur ma lungun mardingat uttung na ma bilei Bercucuran air mata, hati bersedih mengingat kejadian yang hina itu Naha pe lang piah dorun hutongos do namin tonah

161

Naha ma au na uman irik homa do roh sukkun natiba adat tanggang runggu Apalah aku, orang datang dan banyak bertanya-tanya, adatpun telah dipersiapkan untuk harinya nanti

Naha ma use ahu torsa hu lajou do mallah namin saud do

Aku sudah siap, tapi yang terjadi malah cobaan ini, harus bagaimanakah aku Nini bapa tong ningon sonin

Ayahpun berkata, memang ini harus dijalani

Poldung sirotap padan hot hinan nahama au na uman

Perantara pemutus hubungan yang kokoh, bagaimanakah aku yang telah cocok dengan wanita itu

Oe pelo logou bolon soppul hon au hiabhon au siou daoh Oh angin kencang bawalah aku terbang ketempat yang tenang Atap ra do pajupah au padan ondi masihol au

Mungkin disana aku dapat berjumpa dengan janji itu, aku rindu

4.5.1 Makna yang terkandung dalam lagu“poldung si rotap padan”

Menurut hasil wawancara dengan Haris Purba (17juni2015) lagu ini bermakna putusnya suatu hubungan yang telah ditetapkan oleh pihak ketiga. Perantara sebagai pihak yang seharusnya menyampaikan pesan atau pujian yang bagus kepada pihak wanita malah menghancurkan hubungan tersebut dengan cara mengatakan hal-hal yang membuat wanita kecewa. Di dalam masyarakat Simalungun pada umumnya tugas dan fungsi poldung atau perantara adalah sebagai pihak yang harus bekerja sama kepada pihak pria agar suatu hubungan dengan wanita tersebut dapat berjalan kejenjang pernikahan. Tugas ini biasanya

162

dari syair lagu ini, karena begitu banyaknya orang bertanya tentang kapan akan dilasungkan adat pernikahan yang ternyata janji setia untuk itu musnahlah sudah. Disamping itu sikap pasrah juga tergambar dari makna syair lagu ini, dimana ia berseru kepada angin untuk membawanya kesuatu tempat dengan harapan dapat berjumpa dengan janji setia itu.

Menurut Sapna kata poldung disini adalah makna kiasan yang berarti patahan atau patahkan. Taralamsyah Saragih mencoba menggunakan istilah poldung untuk menggungkapkan atau memperindah syair lagunya. Sebagai contoh kalimatnya : Poldung lobei buluh in jika diartikan menggunakan bahasa Indonesia ialah ‘ Patahkan dahulu bambu’ itu. Seorang yang telah mengikat janji untuk saling setia tetapi pada akhirnya mengingkarinya, dimana segala sesuatunya telah dipersiapkan dengan matang. Kekecewaan yang begitu mendalam terlukis dalam bait pertama dari syair lagu ini ‘bercucuran air mata, hati bersedih mengingat kejadian yang hina itu. Disamping itu harapan dan seruan hati terlukis dalam bait akhir dalam syair berikut yang mengatakan ‘Oh angin kencang bawalah aku terbang ketempat yang tenang, mungkin disana aku dapat berjumpa dengan janji itu, aku rindu’

Menurut wawancara dengan badu purba 16 juni 2015 makna syair dalam lagu tersebut yaitu seorang perantara pemutus janji dan hubungan. Perantara yang ditugaskan untuk menyampaikan pesan baik kepada pihak wanita malah sebaliknya, tugas dan tanggung jawabnya sebagai poldung diabaikan, beliau

163

begitu mendalam akibat perbuatan poldung tersebut segala sesuatu yang telah direncanakan tidak berjalan dengan semestinya.

4.6“Padan Na So Suhun”/ Janji yang Tak Pernah Terkabul Hu jolom do nuan isini padan da paima ari madear

Telah ku genggam perjanjian kasih sebelum menunggu waktunya tiba Tong ma au alukkon bani tonah sada pe lang na ra marholong bonar Janji ku selalu diingkari, satupun tak ada yang tulus mengasihi Panorang lopus das hatahunan akkula pe lambin roh ma toras Tahun berganti tahun hingga usia pun terus bertambah tua

Ai huja ma au Manunggul padan aha do laba ni halak na bujur takkas Kemanakah aku menuntut janji itu, apalah artinya kesungguhanku selama ini Suratan ou…. Naha ma nikku masuhuthon na mahua

Suratan hidup ini....apa lagi yang hendak ku katakan untuk yang terjadi Rokkap ni badan lang tarayak lang tarjua

Jodoh tidak dapat diraih dan dikejar

4.6.1 Makna yang terkandung dalam lagu“padan na so suhun”

Menurut hasil wawancara dengan Haris purba, lagu ni diciptakan oleh Taralamsyah Saragih sekitar pada tahun 1960an. Makna dari syair lagu ini adalah ungkapan seseorang terhadap kekasihnya yang telah mengingkar janji yang telah disepakati untuk setia bersama. Kekcewaan yang begitu mendalam dirasakannya. Kata “suratan” disini merupakan kata pengganti dari “nasib” atau “takdir”,

164

adalah jalan satu-satunya yang ditempuh sebagai langkah mengobati kekecewaan. Pada zaman ini, banyak terjadi perubahan nada dalam lagu ini, sehingga mengakibatkan kurangnya keindahan lagu tersebut.

Menurut Sapna Sitopu lagu ini pertama sekali lagu ini dipopulerkan oleh Hotmaria Br Sitopu, setelah itu Sarudin Saragih, dan yang terakhir Yeyen Marbun, setiap penyanyi dalam menyanyikan lagu ini membawakan cirikhas gaya menyaynyikan masing-masing, mulai dari aliran simalungun dengan inggou khasnya, semi pop sampai ke pop murni.tidak jauh berbeda denga pendapat nara sumber yang lain, pendapat Sapna menyatakan bahwa makna dalam syair lagu tersebut ialah kekecewaan begitu mendalam terhadap suratan hidup karena penderitaan atau kegagalan cinta yang dialami.

4.7“Sitalasari”/ Bunga Sitalasari

1. Sakkot ma rudang sitalasari baya da bai bulang

Terpasanglah hiasan bunga sitalasari di antara tutup kepala Manoh nahinan baya jagiah do tunggung homa

Hiasan peninggalan jaman dahulu, kokoh, indah dan cantik Tarsunggul uhur adat na hinan homa rap ma hita na hop-hop ma

Teringat dan terbayang adat istidiadat terdahulu, mari dijaga dan dipelihara

2. Sitalasari tambarni sihol baya Bunga Sitalasari obatnya rindu

Bani huta hatubuhatta baya mada tuah goran bona

165

Rap manggari hita homa Mari bersama kita jaga juga

4.7.1 Makna yang terkandung dalam lagu“sitalasari”

Menurut hasil wawancara dengan Haris Purba lagu ini diciptakan oleh Jan kadoek Saragih sekitar pada tahun 1940 dan digubah oleh Taralamsyah Saragih dengan tujuan untuk sebagai nyanyian untuk mengiringi tarian daerah Simalungun yang berjudul Sitalasari. Dari syair lagu ini menyatakan bahwa seorang menghimbau (penyanyi) kepada yang lain (pendengar) untuk melihat bungga sitalasari yang indah sebagai hiasan rambut dan kepala wanita yang menandakan bahwa seindah itulah adat istiadat masyarakat Simalungun, harus dijaga dan dilestarikan.

Menurut Badu Purba syair lagu ini bermakna himbauan terhadap masyarakat Simalungun agar menjaga dan melestarikan budayanya. Sebagai simbol keindahan Simalungun pada syair ini tergambar seorang wanita memakai pakaian dan perhiasan adat lengkap warisan leluhur dan harus dilestarikan. Pada masa sekarang, lagu ini sering dinyanyikan medley atau bersambung dengan lagu ilah bolon padahal lagu tersebut adalah lagu penyemangat atau yel-yel pada saat pesta terang bulan,dan tidak harmonis jika digabungkan karena tidak ada kaitanya. Tidak jauh berbeda dengan pendapat narasumber yang lain, Sapna Sitopu menyatakan bahwa syair dari lagu ini bermakna keindahan suku dan budaya

166

4.8“Doding Manduda”/ Nyanyian Menumbuk padi Deideng lahou do holi nani

Oh tembang, gerangan akan pergi nantinya Bittang narondang, boru hasian on do Bintang gemerlap, gadis kekasih ku Deideng na so ikkat mambontoh

Oh tembang, yang tak terikat mengetahui Bittang na rondang harajan huta on do Bintang yang terang kerajaan desa inilah Deideng mahar do holi nani

Oh tembang bulir padi, pada gerangan Hati Bittang narondang, jomur dudaonkon do Bintang gemerlap, padi kering akan ku tumbuk Deideng na so ikkat hutondol

Oh tembang, padi yang tak terikat akan ku tumbuk Bittang narondang bani andalukkon do

Bintang gemerlap pada aluku Deideng lahou do holi nani Oh tembang, pergilah gerangan Bittang narondang, boru hasian on do Bintang gemerlap, gadis kesayanganku Deideng na so ikkat mambontoh

Oh Tembang yang tak terikat mengetahui Bittang na rondang harajan huta on do Bintang gemerlap kerajaan kampung ini

167

dari lagu daerah masyarakat Simalungun yang sering disebut inggou nahinan. Lagu ni adalah pengalaman pribadi Taralamsyah Saragih sendiri dimana kejadian dalam syair lagu tersebut sering terjadi dikampung halamannya. Makna syair yang terdapat dalam lagu ni ialah nyanyian menumbuk padi, dimana pada saat wanita menumbuk padi dibalai kampung atau desa, maka pada saat inilah kesempatan para pria lajang mendekatkan diri kepada wanita dengan tujuan mempersunting. Balai ini sebagai sarana tempat awal pertemuan pria dan wanita. Pada masa itu tidak diperkenankan seorang pria datang bertamu kerumah seorang wanita untuk tujuan asmara karena aturan adat istiadat yang begitu kuat di

Dokumen terkait