• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.2.5 Analisis Menggunakan Spektrofotometer FT-IR

Analisa gugus fungsi dengan FT-IR telah dilakukan dengan menggunakan alat Shimadzu IR Prestige-21. Sampel yang dianalisis yaitu selulosa , α – selulosa, dan MKS yang diperoleh dari daun gebang. FT-IR membantu karakterisasi struktur kimia dengan cara mengidentifikasi gugus fungsi yang muncul pada sampel. Data analisis gugus fungsi selulosa, α – selulosa dan MKS dengan menggunakan FT-IR dapat dilihat pada gambar 4.5. dan tabel 4.1

4 0 0 0 3 5 0 0 3 0 0 0 2 5 0 0 2 0 0 0 1 5 0 0 1 0 0 0 5 0 0

Gambar 4.5. Spektrum FTIR selulosa, α – selulosa, dan MKS dari daun gebang Spektrum yang dihasilkan menunjukkan bahwa selulosa, α – selulosa, dan MKS berada pada kisaran panjang gelombang 4000 – 450 cm-1 . Hasil analisa FTIR sampel selulosa terlihat puncak pada panjang gelombang 3410,15 cm-1 , pada sampel α – selulosa terlihat puncak pada panjang gelombang 3448,72 cm-1 dan pada sampel MKS terlihat puncak pada panjang gelombang 3448,72 cm-1 , dimana ketiga sampel menunjukkan adanya gugus O-H. Pada selulosa panjang gelombang 2916,37 cm-1 , pada α – selulosa panjang gelombang 2900,94 cm-1 dan

pada MKS panjang gelombang 2900,94 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H.

Pada panjang gelombang 1373,32 cm-1 adanya gugus C-O-C pada ketiga sampel dimana menandakan adanya ikatan glikosida yang terdapat pada struktur senyawa tersebut. Spektrum FTIR selulosa, α – selulosa dan MKS yang diperoleh dapat Uluran C-H 2916,37 2900,94 2900,94 2950-2800 Uluran C-O-C 1373,32 1373,32 1373,32 1300-1400

Tabel 4.2. Bilangan Gelombang FTIR 4.2.6 Analisis Menggunakan XRD

Kristalinitas selulosa didefinisikan sebagai perbandingan dari jumlah kristal selulosa terhadap jumlah keseluruhan bahan. Nilai kristalinitas dapat diukur dengan mencari nilai derajat kristalinitas. Penentuan derajat kristalinitas dapat diukur dengan beberapa metode, diantaranya yaitu: metode tinggi puncak, metode Roland Vonk, metode Hermans- Weidinger, metode Jayme Knole dan metode dekonvolusi.

Pada penelitian yang saya lakukan, metode yang digunakan yaitu penentuan derajat kristalinitas dengan metode tinggi puncak difraksi sinar -X.

Metode ini dikembangkan oleh L.Segal .Metode ini merupakan metode yang paling umum dan sederhana untuk pengukuran derajat kristalinitas. Hal ini merujuk pada penelitian sebelumnya dimana hasil pengukuran derajat kristalinitas dengan berbagai metode menunjukkan nilai derajat kristalinitas tertinggi dengan menggunakan metode tinggi puncak yang dikembangkan oleh L.Segal dimana sebelumnya sampel tersebut harus dilakukan pengujian dengan menggunakan XRD.

Pada penelitian saya, analisa XRD bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas dari selulosa, α – selulosa dan MKS yang dihidrolisis dengan HCL 2,5 N. Metode yang dikembangkan oleh L.Segal penentuan derajat kristalinitas dengan memperkirakan jumlah fasa kristalin pada fasa 002 dan fasa amorf (Am) pada selulosa, fasa amorf pada selulosa berada pada sudut 2θ sekitar 18,3 0 , sudut ini merupakan sudut minimum antar 002 dan 110. Indeks kristalinitas dihitung berdasarkan perbandingan antara tinggi 002 (I002) dan tinggi puncak minimum (IAm).

Derajat kristalinitas selulosa dipengaruhi oleh sumber dan perlakuan yang diberikan pada selulosa. Bagian amorf dari suatu rantai selulosa lebih mudah dihidrolisis dengan asam dari pada dalam bentuk kristal. Prosedur khas yang dilakukan adalah menghidrolisis selulosa murni dengan asam kuat dalam kondisi temperatur, pengadukan, dan waktu yang terkendali. Proses kimia dimulai dengan penghilangan ikatan antar polisakarida pada permukaan serat selulosa dan diikuti dengan pecah dan rusaknya bagian amorf sehingga melepaskan bagian kristal selulosa. Data hasil penentuan derajat kristalinitas menggunakan analisa XRD dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.3.Penentuan Derajat Kristalinitas Selulosa, α – Selulosa, dan MKS Sampel Derajat kristalinitas (%) selulosa dan MKS, dimana hidrolisis disini bertujuan untuk menghilangkan fase amorf yang terdapat pada selulosa untuk meningkatkan nilai kristalinitas. Pada penelitian yang saya lakukan, derajat kristalinitas untuk selulosa, α – selulosa, dan MKS dengan nilai derajat kristalinitas yaitu sebesar 47,3 % , 95,58% dan 96,96

%. Pada selulosa dan α – selulosa terhidrolisis dengan baik dimana bagian amorf pada selulosa dan α – selulosa sudah hilang dan hanya meninggalkan daerah kristalin. Dimana daerah kristalin tersusun dari selulosa yang dihidrolisis dengan asam terbentuk dan karena adanya ikatan hidrogen serta gaya vanderwalls yang terbentuk sehingga struktur selulosa dan α – selulosa tersusun secara teratur.

Dari hasil pengukuran dengan difraktometer sinar – x diketahui bahwa selain mengandung fasa amorf, selulosa ,α – selulosa , dan MKS hasil juga mengandung fasa kristal dengan derajat kristalinitas yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari munculnya puncak – puncak spesifik pada 2θ 160,180 ,210 dan 220.

Gambar 4.6. Difraksi sinar-x selulosa, α – Selulosa dan MKS

10 20 30 40 50 60 70 80

Tabel 4.5. Besar Sudut 2θ pada IAmdan I002 Selulosa, α-selulosa, dan MKS

Besar sudut 2θ Selulosa α-selulosa MKS

IAM 16,30 18,280 16,30

I002 22,720 22,100 21,940

Dari gambar 4.6 di atas, maka dapat diukur tingkat perubahan derajat kristalinitas. Intensitas suatu difraktogram menunjukkan kerapatan susunan atom dan kesempurnaan kristal yang terbentuk. Dari difraktogram terlihat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan yang diberikan ketika sintesis menghasilkan intensitas yang semakin tinggi juga. Begitu pula dengan lebar setengah puncaknya, semakin tinggi suhu pemanasannya, semakin kecil pula lebar setengah puncak pada difraktogramnya dan semakin ramping puncak yang muncul. Hal ini

mengindikasikan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, semakin baik pula kristal yang terbentuk ,dengan tingkat keteraturan atom yang baik pula.

Untuk mengetahui terjadinya perubahan pada setiap tahapan proses hidrolisis dari selulosa menjadi α-selulosa dan selulosa mikrokristal dan menyimpulkan bahwa selulosa mikrokristal memang berbentuk kristal dapat dilihat dari hasil XRD pada Gambar 4.6. Dari gambar XRD dapat dilihat bahwa pada gambar (selulosa) belum terbentuk puncak yang dapat menunjukkan adanya fase kristal. Puncak yang terlihat pada gambar cenderung lebih rendah bahkan hampir terlihat rata dari pada puncak yang terdapat pada (α-selulosa). Hal ini disebabkan karena selulosa masih banyak mengandung fase amorf. Sedangkan pada Gambar (α-selulosa), mulai terbentuk puncak yang menunjukkan bahwa mulai terbentuknya fase kristal. Sementara itu, pada (MKS),diperoleh puncak yang lebih tinggi diantaranya terdapat dua puncak yang lebih tajam berada pada sudut (2θ) 16,3°,dan 21,94°. Maka tingkat perubahan derajat kristalinitas selulosa, α-selulosa dan MCC adalah 47,4 %, 101,64%, dan 104,55%.

BAB 5

Dokumen terkait