• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN DERAJAT KRISTALINITAS SELULOSA, α SELULOSA, DAN MIKROKRISTAL SELULOSA (MKS) DARI DAUN GEBANG (Corypha utan Lamk) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENENTUAN DERAJAT KRISTALINITAS SELULOSA, α SELULOSA, DAN MIKROKRISTAL SELULOSA (MKS) DARI DAUN GEBANG (Corypha utan Lamk) SKRIPSI"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)PENENTUAN DERAJAT KRISTALINITAS SELULOSA , α – SELULOSA, DAN MIKROKRISTAL SELULOSA (MKS) DARI DAUN GEBANG (Corypha utan Lamk) SKRIPSI. Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana Sains. SITI AISYAH 130802010. DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(2) PENENTUAN DERAJAT KRISTALINITAS SELULOSA , α – SELULOSA, DAN MIKROKRISTAL SELULOSA (MKS) DARI DAUN GEBANG (Corypha utan Lamk) SKRIPSI. SITI AISYAH 130802010. DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(3) PENGESAHAN SKRIPSI. Judul. Kategori Nama Nomor Induk Mahasiswa Program Studi Departemen Fakultas. : Penentuan Derajat Kristalinitas Selulosa, αSelulosa, dan Mikrokristal Selulosa (MKS) dari Daun Gebang (Corypha Utan Lam) : Skripsi : Siti Aisyah : 130802010 : Sarjana (S1) Kimia : Kimia : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Disetujui di: Medan, Juli 2018. Ketua Program Studi. Pembimbing. Dr. Cut Fatimah Zuhra,M.Si NIP: 197405051999032001. Dr. DarwinYunus Nasution,MS NIP: 195508101980031006. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(4) PENGHARGAAN. Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat Penulis selesaikan sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana (S1) Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan penghargaan yang terdalam kepada: 1. Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan FMIPA USU. 2. Dr. Cut Fatimah Zuhra,M.Si dan Dr. Sovia Lenny,M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU. 3. Dr. Darwin Yunus Nasution,MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, masukan dan saran hingga terselesaikannya skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa studi Penulis di FMIPA USU. 5. Dan teman- teman stambuk 2013 kimia S1 yang selalu memberikan dorongan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini Dan dengan segala kerendahan hati dan cinta kasih Penulis ucapkan kepada Ayahanda tersayang Muhammad Hanafi , Ibunda tercinta Zuriah, Nenek tercinta almh Satam atas segala do’a, bimbingan, semangat, pengorbanan waktu dan materi serta kasih sayangnya yang tiada henti diberikan kepada Penulis sehingga Penulis bisa menyelesaikan studi sampai sekarang ini. Serta yang selalu mendukung Bunde Panela ,Kakak henn, adik Suhaila Handani serta seluruh keluarga. Penulis dalam suka dan duka.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, saran yang membangun akan sangat membantu untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.. Medan, Juli 2018. Siti Aisyah. ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(5) PENENTUAN DERAJAT KRISTALINITAS SELULOSA , α – SELULOSA, DAN MIKROKRISTAL SELULOSA (MCC) DARI DAUN GEBANG (Corypha utan Lamk). ABSTRAK. Penelitian mengenai penentuan derajat kristalinitas selulosa, α-selulosa, dan mikrokristal selulosa (MKS) dari daun gebang (corypha utan lamk). Tujuan penelitian adalah untuk menentukan kadar selulosa, α-selulosa dan MKS ,menentukan derajat kristalisasi selulosa, α-selulosa, dan MKS dan tingkat perubahan derajat kristalisasi selulosa, α-selulosa, dan MKS dari daun gebang. Daun gebang didelignifikasi dengan HNO33,5 % dan NaNO2, kemudian diendapkan dengan NaOH 17,5% serta pemutihan dengan H2O2 10 %. Mikrokristal selulosa diperoleh melalui metode hidrolisis menggunakan HCL 2,5 N. Karakterisasi selulosa, α-selulosa, dan mikrokristal selulosa (MKS) meliputi analisa gugus fungsi dengan FTIR, dan uji kristalinitas dengan XRD. Hasil analisa FTIR menunjukkan adanya serapan gugus C-O-C pada bilangan gelombang 1373,32 cm-1 yang mengidentifikasi adanya ikatan glikosida pada α-selulosa dan mikrokristal selulosa. Pada puncak 3410,15 cm -1 , 3448,72 cm-1, 3448,72 cm-1 yang menunjukkan gugus OH pada selulosa, α-selulosa dan mikrokristal selulosa.Pada puncak 2916,37 cm-1, 2900,94 cm-1, 2900,94 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus CH pada selulosa, α-selulosa dan mikrokristal selulosa. Hasil hidrolisis dari selulosa menjadi α-selulosa dan selulosa mikrokristal (MKS) dari daun gebang menghasilkan kadar selulosa, α – selulosa dan MKS yaitu 35,93%, 57,14%, dan 88,5%. Difraktogram menunjukkan struktur selulosa berbentuk kristal dengan muncul nya puncak tajam di daerah 2θ 160,180 ,210 dan 220 dengan nilai derajat kristalinitas yaitu 84,21%, 95,58%, 96,96% pada selulosa,α-selulosa dan mikrokristal selulosa. Dapat dilihat tingkat perubahan derajat kristalinitas selulosa, α-selulosa dan MKS yaitu 56,6%, 4,42% dan 3,04%. Kata Kunci: Selulosa, α-selulosa, mikrokristal selulosa (MKS),daun gebang. iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(6) DETERMINATION CRISTALLINITY DEGREE OF CELLULOSE, α-SELLULOSE, AND MICROCRYSTALLINE CELLULOCE (MCC) FROM GEBANG (Corypha Utan Lamk) ABSTRAK. The research about determination crystallinity degree of cellulose, α-celluloce and microcrystalline cellulose (MCC) from gebang leaf (corypha utan lamk).The perpuse of the researsh is to determine of level of cellulose, α-cellulose, and MCC, determine crytallinity of degree of cellulose, α-celluose,and MCC. And then level changes crystallinity of cellulose, α-cellulose, and MCC. Leaf gebang was delignificated with 17,5% sodium hydroxide nitric acid and sodium nitrite, then residue was treated with 17,5% sodium hyroxide, and bleached with 10% hydrogen peroxide. Microcrystalline cellulose were obtained by hydrolysis method using the cloride acid 2,5 N. The characterization of microcrystalline cellulose functional group analysis with FTIR, and crystallinity analysis with XRD. The analysis FTIR show C-O-C steach of cellulose,α-cellulose and microcrystalline cellulose at 1373,32 cm-1 which indicate that there are glycoside bonding in the compound structure. The peak 3410,15 cm-1 , 3448,72 cm-1, 3448,72 cm-1 is representative the OH group of cellulose,α-cellulose and microcrystalline cellulose. And the peak 2916,37 cm-1, 2900,94 cm-1, 2900,94 cm1. is representative the CH group of cellulose,α-cellulose and microcrystalline. cellulose. The hydrolyzed of cellulose, α-cellulose and MCC from leaf gebang result the researsh 35,93%, 57,14%, and 88,5% of celluloce, α-celluloce and microcrytalline celluloce . Diffractogram showed the structure of microcrystalline cellulose with the appearance of its sharp peak in the area of 2θ 160,180 ,210 and 220 crytallinity of degree is 84,21%, 95,58%, 96,96% of celluloce, α-celluloce and microcrytalline celluloce. The level changes crytallinity of degree is 56,6%, 4,42% dan 3,04% of celluloce, α-celluloce and microcrytalline celluloce . Keywords : Celluloce, α-celluloce, Microcrystalline cellulose (MCC ), gebang leaf. iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(7) DAFTAR ISI. Halaman i ii iii iv v vii viii ix x. PERNYATAAN ORISINALITAS PENGHARGAAN ABSTRAK ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Permasalahan 1.3. Hipotesis 1.4. Tujuan Penelitian 1.5. Manfaat Penelitian 1.6. Metodologi Penelitian. 1 3 3 3 4 4. BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Gebang 2.1.1 Pemanfaatan Gebang 2.1.2 Kandungan Gebang 2.2. Selulosa 2.2.1. Pengertian Selulosa 2.2.2. Sumber Selulosa 2.2.3. Sifat Selulosa 2.2.4. Jenis-jenis Selulosa 2.3. Alfa Selulosa 2.4. Mikrokristal Selulosa 2.4.1. Pengertian Mikrokristal Selulosa 2.4.2. Pembuatan Mikrokristal Selulosa 2.5. Lignin 2.6. Hemiselulosa 2.7. karakterisasi 2.7.1. Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) 2.7.2. X-ray Difractometer. 5 6 7 8 8 9 10 11 13 13 13 14 16 17 18 18 19. BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan 3.3.1. Alat-Alat Penelitian 3.3.2. Bahan-Bahan Penelitian 3.3. Larutan HNO3 3,5 % 3.4. Larutan NaOH 2% 3.5. Larutan Na2SO3 2 % 3.6. Larutan NaOCL 1,75%. 21 21 21 22 22 22 23 23 v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(8) 3.7. Larutan NaOH 17,5% 3.8. Larutan H2O2 10% 3.9. Larutan HCL 2,5 N 3.10. Persiapan Daun Gebang 3.11. Pembuatan Selulosa dari Daun Gebang 3.12. Isolasi α-selulosa dari Daun Gebang 3.13. Pembuatan MKS 3.14. Karakterisasi 3.14.1. Analisa FT-IR 3.14.2. Analisa XRD 3.15. Bagan Penelitian 3.15.1. Proses Penyediaan Daun Gebang 3.15.2. Pembuatan Selulosa dari Daun Gebang 3.15.3. Isolasi α-selulosa dari Daun Gebang 3.15.4. Pembuatan Mikrokristal Selulosa BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian 4.1.1. Pembuatan Selulosa dari Daun Gebang 4.1.2. Isolasi α-selulosa dari Daun Gebang 4.1.3. Pembuatan Mikrokristal Selulosa (MKS) Dari Daun Gebang 4.2. Pembahasan 4.2.1. Penentuan kadar Selulosa, α-selulosa,dan MKS dari Daun Gebang 4.2.2. Pembuatan Selulosa dari Daun Gebang 4.2.3. Isolasi α-selulosa dari Daun Gebang 4.2.4. Pembuatan Mikrokristal Selulosa (MKS) Dari Daun Gebang 4.2.5. Analisis dengan Spektrofotometer FT-IR 4.2.6. Analisis dengan X-ray Difractometer (XRD) BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 5.2. Saran. 23 23 23 23 24 24 24 25 25 25 26 26 26 27 28. 29 29 29 30 31 31 32 32 33 33 34. 40 40. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 41. vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(9) DAFTAR TABEL Nomor Tabel 2.1 2.2. Pemanfaatan gebang oleh masyarakat savana Timor, NTT Kandungan gebang dibidang industry. 6 7. 4.1. Jumlah perolehan FTIR Selulosa, α – Selulosa, dan MKS. 31. 4.2. Bilangan gelombang FTIR Selulosa, α – Selulosa, dan MKS Derajat Kristalinitas Selulosa, α – Seluosa, dan MKS Besar Sudut 2θ pada IAmdan I002 Selulosa, α – Selulosa dan MKS. 34. 4.3 4.4. Judul. Halaman. 35 37. vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(10) DAFTAR GAMBAR. Nomor Gambar 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6.. Judul. Halaman. Daun Gebang Struktur Selulosa Struktur α – selulosa Struktur β – Selulosa Selulosa yang dihasilkan dari daun gebang α-selulosa yang dihasilkan dari Daun Gebang Mikrokristal selulosa dari daun Gebang Mekanisme Hidrolisis Mikrokristal Selulosa Spektrum FTIR Selulosa, α – Selulosa, dan MKS dari daun Gebang Difraksi Sinar-x selulosa, α – Selulosa, dan MKS dari daun Gebang. 5 8 12 12 29 30 30 32 33 36. viii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(11) DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Gambar 1. Tahapan pembuatan selulosa dari Daun Gebang 2 Isolasi α-selulosa dari Daun Gebang 3. Pembuatan Mikrokristal Selulosa (MKS) dari Daun Gebang 4. Gambar Alat – Alat yang digunakan 5. Hasil FTIR Selulosa dari Daun Gebang 6. Hasil FTIR α – Selulosa dari Daun Gebang 7. Hasil FTIR Mikrokristal Selulosa (MKS) dari Daun Gebang 8. Difraksi Sinar-x Selulosa,α-selulosa, dan mikrokristal selulosa. Halaman 44 45 46 47 48 49 50 51. ix UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(12) DAFTAR SINGKATAN. FTIR MKS XRD. : Fourier Transform Infrared Spectroscopy : Mikrokristal Selulosa : X-Ray Diffraction. x UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(13) BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Indonesia yang dijuluki “one amamng the two richest biodiversity country in the world” memang ada benarnya. Selain kekayaan biodiversitas yang terkandung dalam hutan-hutan tropiknya. Sesungguhnya terdapat pula dari hutan di desa Rondaman Dolok, kecamatan Portibi, kabupaten Padang Lawas Utara .Yang mana tumbuhan yang diandalkan untuk kebutuhan hidup masyarakat dan mampu. dikembangkan menjadi bahan komoditi ekonomis yang mampu. menunjang kehidupan masyarakat setempat. Gebang adalah salah satu jenis yang berpotensi ( Naiola,2004) . Gebang merupakan nama sejenis palma tinggi besar dari daerah dataran rendah. Pada pucuk batang terdapat daun-daun berbentuk kipas, bertangkai panjang. Tangkai daun ini pada pangkalnya dekat batang utama tersusun rapi batang utama diameter 35 - 75 cm dan buah bulat telur berdiameter 2 - 3.5 cm. Yang mana posisi gebang sangat penting bagi kehidupan masyarakat, selama ini dimanfaatkan sebagai atap dan dinding rumah, untuk membuat berbagai kerajinan seperti jas hujan, payung, tikar, alat musik tradisional (`sasando`), tas, tempat tikar, keranjang basket, sepatu, selop, bahan tenunan, keranjang basket, talam dan pembungkus rokok (Nasution,RE: Ong, Hc, 2010). Sejauh ini dari penelitian gebang sebelumnya belum ada memaparkan berapa kandungan kadar selulosa. Ada pun pengertian selulosa adalah unit ulang (1,4)-β-glukopironase yang membentuk struktur berserat dengan kristalinitas yang tinggi yaitu bahan utama untuk polimer hidrogel biodegradible karena merupakan biopolimer yang melimpah dibumi (Senna,2014). α-selulosa adalah kualitas selulosa yang paling tinggi (murni) dan αselulosa digunakan sebagai penentu tingkat pemurnian selulosa (Sugiyama,1991).. 1 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(14) Mikrokristal selulosa (MCC) adalah selulosa yang mengalami proses hidrolisis sebagian dan umumnya memiliki panjang 1-100 µm dengan persentase kristalinitas sebesar 55%-85% (Brinchi, 2013; Kalia dkk., 2011). Dan dari penelitian terdahulu belum ada yang dapat menyimpulkan berapa derajat kristalinitas selulosa, α-selulosa dan MCC dari daun gebang. Polimer selulosa terdiri atas dua bagian, yaitu bagian dengan susunan rantai yang teratur (kristalin) dan bagian susunan rantai yang tidak teratur (amorf). Derajat kristalinitas adalah suatu polimer berpengaruh besar terhadap sifat polimer yang terkait dengan penggunaannya. Pada umumnya selulosa bersifat relatif kristalin (Sjostrom,1981). Kristalinitas merupakan sifat penting pada polimer yang menunjukkan ikatan antara rantai molekul sehingga menghasilkan susunan molekul yang lebih teratur. Sifat kristalinitas yang tinggi menyebabkan tegangan yang tinggi dan kaku. Struktur rantai polimer dan sintetis mempunyai kristalinitas yang berbeda. Kristalinitas polimer dipengaruhi oleh jenis struktur rantai dan jenis ikatan (Almalaika,1983). Veronicha (2017) telah melakukan penelitian tentang kajian terhadap penyediaan selulosa mikrokristal dari selulosa tandan kosong kelapa sawit (Elais guinnensis) dengan metode hidrolisis menggunakan asam klorida (HCl). Hasil penelitian ini menggunakan variasi konsentrasi 2 N, 2,5N, 3 N dan 3,5 N dan dididihkan dengan variasi suhu 65°C, 70°C, 75°C dan 80°C selama 15 menit. Dari 75 gram selulosa dihasilkan α-selulosa sebanyak 32 gram (42,67%). Sementara itu dari 16 gram α-selulosa yang dihidrolisis dihasilkan selulosa mikrokristal sebanyak 8 gram (50%). Yuly (2017) telah melakukan penelitian tentang pengaruh waktu hidrolisis terhadap derajat kristalinitas selulosa dan α-selulosa dari kayu kelapa sawit (Elais guinensis Jacq). Hasil penelitian selulosa yang diperoleh dari 50 gram serbuk kayu kelapa sawit adalah 16,24 gram, didapatkan α – selulosa sebanyak 10,52 gram dengan penambahan HCl 2 N dengan variasi waktu hidrolisis selama 20 menit, 40 menit, dan 60 menit untuk selulosa, α-selulosa dan mikrokristal selulosa dengan menggunakan alat refluks. 2 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(15) Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang penentuan derajat kristalinitas selulosa, α-selulosa dan mikrokristal selulosa (MKS) dari daun gebang (Corypha utan Lamk). 1.2. Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Berapakah kadar selulosa, α-selulosa dan MCC dari daun gebang? 2. Berapakah derajat kristalisasi dan tingkat perubahan derajat kristalinitas selulosa, α-selulosa dan MKS dari daun Gebang? 1.3. Pembatasan Masalah Penelitian ini mengambil batasan-batasan sebagai berikut: 1. Daun gebang yang diambil berasal dari hutan di desa Rondaman Dolok, kecamatan Portibi, kabupaten Padang Lawas Utara. 2. Klas gebang yang digunakan adalah Monocotyledonae 3. Isolasi MKS. dari α-selulosa dilakukan melalui hidrolisis asam. menggunakan HCL 2,5 N 4. Parameter yang digunakan selulosa, α-selulosa dan MKS dari daun gebang adalah uji FTIR dan uji XRD 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk menentukan kadar selulosa, α-selulosa dan MKS dari daun gebang? 2. Untuk menentukan derajat kristalisasi dan tingkat perubahan derajat kristalinitas selulosa, α-selulosa dan MKS dari daun Gebang. 3 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(16) 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perkembagan MKS berbasis bahan alam 2. Penelitian ini diharapkan sebagai referensi bahan alternatif untuk memproduksi material dengan harga murah dan lebih ramah lingkungan 1.7. Metodologi Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium,yang meliputi beberapa tahapan penelitian yang dilakukan meliputi isolasi α-selulosa dan preparasi MKS daun gebang , Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut : Tahap pertama yaitu penyediaan daun gebang dibilas dengan air, yang telah dibuang tulang keras daunnya,dikeringkan dan dipotong kecil-kecil ukuran 1 cm . Tahap kedua yaitu pembuatan selulosa dari daun gebang dengan penambahan HNO3 3,5 % dan NaNO2 dengan pemanas pada suhu 90 oC selama 2 jam. Selanjutnya direndamkan dengan NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50oC selama 1 jam . Kemudian dipemutihan dengan NaOCL 1,75% pada temperatur mendidih selama 0,5 jam. Lalu dikarakterisasi dengan uji FTIR dan uji XRD. Tahap ketiga yaitu pembuatan α-selulosa dari selulosa daun gebang dengan penambahan NaOH 17,5 % yang dipanaskan pada suhu 80oC selama 0,5 jam. Kemudian α-selulosa diputihkan dengan H2O2 10% pada suhu 60oC selama 15 menit ,lalu disaring dan dicuci dengan aquadest . Selanjutnya dikeringkan dan dikarakterisasi dengan uji FTIR, dan uji XRD. Tahap keempat yaitu pembuatan MKS dari α-selulosa daun gebang yang dihidrolisis dengan HCL 2,5 N, kemudian direflux pada suhu mendidih selama 15 menit,lalu disaring dan dicuci dengan aquadest sampai pH netral. dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 60oC , dihaluskan dan diayak dengan ayakan 120 mesh. MKS yang terbentuk dikarakterisasi uji FTIR, dan uji XRD. 4 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(17) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gebang Gebang atau agal adalah nama sejenis palma tinggi besar dari daerah dataran rendah. Nama ilmiahnya adalah Corypha utan Lamk. Palma ini tumbuh menyebar di dataran rendah hingga ketinggian sekitar 300 m dipermukaan laut (Hadi,2016). Gebang atau tune , sejenis tanaman palm yang banyak tumbuh didaerah desa Rondaman Dolok, kecamatan Portibi, kabupaten Padang Lawas Utara. Gebang tergolong jenis monokarfik yaitu setelah berbunga dan berbuah tanaman ini akan mati pada umur sekitar 30-40 tahun. Menurut penelitian, satu batang gebang mempunyai potensi biomassa rata-rata 2.8 ton (asumsi diameter rata-rata 60 cm, tinggi batang 20 m, dan densitas kayu 0,5 g/cm 3 ) yang bisa dimanfaatkan pada pohon gebang ada beberapa yang potensi untuk dikembangkan menjadi produk bernilai ekonomi tinggi sekaligus artistik (Budiana dkk.,2012). Gambar 2.1 Pohon Gebang (palmpedia.net/ wiki/ Corypha_utan) Klasifikasi tanaman gebang mulai dari sub kulit: Sub divisio. : Angiospermae. Klas. : Monocotyledonae. Ordo. : Palmales. Famili. : palmae 5 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(18) Genus. : Corypha. Spesies. : Utan. Nama latin. : Corypha utan,Lamk.. (Sumber : Naiola, 2007) 2.1.1 Pemanfaatan Gebang Kedudukan jenis tumbuhan ini begitu penting bagi masyarakat di desa Rondaman Dolok, merupakan salah satu jenis tumbuhan, yang walaupun masih berstatus liar di kawasan savanna Rondaman Dolok, namun potensinya yang cukup besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Bagian yang. Produk atau tujuan pemanfaatan. Keterangan. dimanfaatkan Batang. Tepung (sagu) sebagai bahan pangan Ormeling, 1955; sekunder (akarbilan); bahan bangunan Naiola et al, 1992. perumahan; pagar; pakan ternak (putak), peti mati. Daun. Atap rumah, industri RT anyaman untuk Ormeling,. 1955;. alat-alat RT (tikar, tali, wadah, seuk yaitu Naiola et al, 1992; sejenis payung lokal) Pelepah. Sumiasri, 1992.. Dinding rumah (bebak), pagar, bahan Ormeling, bakar kayu.. Perbungaan. 1955;. Naiola el al, 1992.. Disadap untuk nira: diminum langsung, dimasak menjadi gula aer; difermentasi menjadi sopi dan laru. Biji Mainan anak-anak (kelereng). Selain itu gebang di masyarakat dimanfaaatkan sebagai obat tradisional, rebusan akar dapat untuk obat diare, sedangkan akar yang dikunyah untuk obat batuk. Sagu dapat mengobati gangguan usus. Getah merah-coklat tua dari ujung pohon dapat digunakan untuk obat batuk, disentri, dan luka-luka. (Nasution,RE: Ong, Hc, 2010) 6 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(19) Dibidang Industri makanan dan minuman olahan dari gebang banyak dimanfaatkan, contohnya sebagai berikut akar bilan digunakan sebagai pembuat roti dan biskuit, gula pada nira digunakan sebagai minuman kemasan baru, industri alkohol dan anggur terdapat pada gebang bagian sopi dan laru (Sulistyo, 2002). Dibidang farmasi gebang dimanfaatkan sebagai pembuatan tablet dengan kompresi langsung semakin banyak dilakukan karena memiliki banyak keuntungan seperti: tidak menggunakan proses granulasi, memberikan ukuran partikel yang seragam, dan membuat tablet lebih stabil dalam waktu yang lama, serta menguntungkan dari segi ekonomi (Arry,2003). 2.1.2 Kandungan Gebang Pemanfaatan gebang dibidang industri makanan dan minuman maka dari hasil produk tersebut dapat terlihat kandungan kimia sebagai berikut: Tabel 2.2 Kandungan gebang dibidang industri. Jenis analisa. Nira. Fruktosa(%). 4,0. Glukosa(%). Gula aer. Laru. Sopi Kepala. Tepung. 4,5. -. -. -. 3,5. 4,6. -. -. -. Sakarosa(%). 3,6. 8,9. -. -. -. Air(%). 85,2. 80,1. -. -. -. Karbohidrat(%). -. -. -. -. 64,5. Alkohol(%). -. -. 6,4. 7,0. -. Tanin(%). -. -. -. -. 6,4. (Sulistyo,2002). Kandungan kimia pada 100 g batang gebang yaitu 11,995 g air, protein 0.691 g, karbohidrat 86.594 g, amilosa 32.726 g, amilopektin. 51.11 g,. glukomanan 12.278 g, kalsium (Ca) 100.52 mg, phospor (P) 136.74 mg, besi Fe) 7 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(20) 3.390 mg, Vitamin B1 0.108 mg. (Ahmad eta/, (1999), (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981) 2.2 Selulosa 2.2.1. Pengertian Selulosa Selulosa terbentuk dari molekul glukosa (C6H12O6), sebuah monosakarida yang dibentuk melalui proses fotosintesis (Tsoumis 1991). Dalam suatu proses yang. kompleks,. glukosa. mengalami. modifikasi. secara. kimia. dengan. dipindahkannya satu molekul air dari setiap unit dan membentuk suatu anhidrid glukosa; C6H12O6 (glukosa) – H2O = C6H10O5 (anhidrid glukosa). Unit-unit anhidrid glukosa kemudian saling berikatan untuk membentuk polimer berantai panjang yaitu selulosa (C6H10O5)n dengan n (derajat polimerisasi) 500 – 10000 (Haygreen dan Bowyer 1989). OH. OH H O. HO H. OH HO. H. H. HO. O. O H. H. H. H. H OH. O HO. H. H. HO. O H. H. H. H. H n. OH. OH. O. OH. O. OH H. H. H. H. OH. Gambar 2.2 Struktur Selulosa Bergantung dari asal dan jenis materialnya, selulosa memiliki berat molekul antara 50.000-500.000. Dari analisa XRay Diffractogram diketahui bahwa selulosa tergolong material kristalin (Girisuta et al., 2007). Payen pertama kali menemukan komposisi unsur dari selulosa sekitar tahun 1838 dimana ditemukan bahwa selulosa mengandung 44 sampai 45% karbon, 6 sampai 6,5% hidrogen dan sisanya adalah susunan oksigen. Berdasarkan data tersebut, rumus empirisnya menjadi C6H10O5 (Studinger,1960). Selulosa adalah komponen utama dari beberapa serat alam, seperti kapas, batang, rami, dan lain-lain. Polimer alam ini dijumpai 1-3 dari beberapa jenis tumbuhan dan juga dapat diperoleh atau dihasilkan dari proses fotosintesis.. 8 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(21) Biosintesis dari polimer alam dikerjakan kurang lebih sekitar 1.000 ton per tahunnya di dunia (Goodger, 1967). Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dn penyangga terhadap sel, dan jaringan (Lehninger, A.L.1993). Selulosa yang secara langsung dapat dijadikan serat sangatlah terbatas dan yang lazim dilakukan ialah memproses larutan turunan selulosa dan kemudian membuat polimer itu menjadi bentuk yang dikehendaki (misalnya serat atau lapisan tipis) setelah selulosa dikembalikan lagi. Selulosa yang diperoleh dengan cara itu disebut teregenerasi. Sangat sukar untuk mengukur massa molekul nisbi selulosa karena (i) tidak banyak pelarut untuk selulosa,(ii) selulosa sangat cenderung terombak selama proses, dan (iii) cukup rumit menggunakan selulosa dari sumber yang berbeda. Cara yang acapkali dipilih ialah menitratkan selulosa dengan cara tak merusak dan massa molekul nisbi bagi selulosa didapat dari nitratnya. Dengan cara itu diperoleh massa molekul nisbi selulosa kapas sekitar satu juta (Cowd, 1991). Kebanyakan selulosa berasosiasi dengan lignin sehingga sering disebut sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa, dan lignin dihasilkan dari proses fotosintesis. Pada saat yang sama, komponen-komponen utama penyusun tanaman ini diuraikan oleh aktifitas mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu menghidrolisis selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti bakteri dan kapang (Enari, 1983). 2.2.2. Sumber Selulosa Jaringan berserat dalam dinding sel mengandung polisakarida selulosa. Polisakarida ini adalah polimer alam yang paling banyak terdapat dan paling banyak tersebar di alam. Jutaan ton selulosa digunakan setiap tahun untuk 9 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(22) membuat perabot kayu, tekstil, dan kertas. Sumber utama selulosa adalah kayu, umumnya sekitar 50% selulosa, tanaman mengandung 33% dan kapas mengandung 90% selulosa ( Cowd, 1991). Selulosa disintesis dari berbagai macam jenis makhluk hidup. Dimana biasanya kita mendapatkan selulosa dari kayu atau tanaman kapas,dan itu merupakan sumber utama pada produksi industri. Tetapi selain itu, selulosa dapat dihasilkan dari bakteria ataupun prokariotes (sebagai contoh Acetobacter, Rhizobium, dan Agrobacterium). Bahkan bakteria patogen telah ditemukan ternyata mensintesis selulosa (Malcolm,2003). 2.2.3. Sifat Selulosa Selulosa tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak larut dalam air dan sebagian pelarut organik. Selulosa dapat dipecah menjadi unit-unit kimia glukosa dengan mereaksikan dengan asam pekat pada suhu tinggi. Dibandingkan dengan pati, selulosa jauh lebih bersifat kristal. Dimana pati mengalami transisi kristal menjadi amorf ketika dipanaskan dalam air pada suhu mencapai 60-70 0C. Sedangkan selulosa membutuhkan suhu 320 0C dan tekanan Mpa untuk menjadi amorf dalam air (Deguchi,S.2006). Selulosa menembang (swelling) dalam air dan teristimewa dalam basa pekat. Polimer yang mengembang dalam basa, dikenal sebagai selulosa alkali atau selulosa soda dipakai untuk mempreparasikan selulosa regenerasi. Proses mereaksikan kapas dengan air, dan kemudian menghilangkan basa tersebut dikenal sebagai merserasi. Kapas yang termerserasi memiliki tingkat kekilauan yang tinggi dari pada kapas alam yang kurang padat, dan tingkat kekristalannya agak sedikit rendah (Steven, 2001). Komposisi kimia dan struktur yang demikian membuat kebanyakan bahan yang mengandung selulosa bersifat kaku dan keras. Sifat kuat dan keras yang dimiliki oleh sebagian besar bahan berselulosa membuat bahan tersebut tahan terhadap enzimatik. Secara alamiah peruraian selulosa berlangsung sangat lambat (Fan et al., 1982).. 10 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(23) Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Jadi berkas-berkas selulosa membentuk agregat dalam bentuk mikrofibril, dimana daerah kristalin diselangi dengan daerah amorf. Sebagai akibat dari struktur yang berserat dan ikatan hidrogen yang kuat, selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut (Atalla, 1987). Lignin yang terdapat pada tumbuhan berfungsi sebagai pengikat sel-sel lain, hal ini tidak menguntungkan pada proses adsorpsi karena selulosa yang terikat pada lignin tidak bisa menyerap logam. Lignin dapat dihilangkan dengan cara delignifikasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi delignifikasi terdiri dari: Jenis bahan delignifikasi a. Bahan yang dapat digunakan dalam proses delignifikasi yaitu asam phosfat, asam klorida, asam sulfat, dan yang basa seperti NaOH, natrium sulfit dan natrium sulfat b. Waktu delignifikasi Pada proses delignifikasi waktu berpengaruh pada hasil delignifikasi, biasanya digunakan waktu 1-3 jam c. Temperatur delignifikasi Temperatur operasi mempengaruhi kualitas dari produk delignifikasiyang dihasilkan (Tandy, dkk.,2012). 2.2.4. Jenis-jenis Selulosa Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% selulosa dapat dibedakan tiga jenis yaitu: a. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualiatas selulosa paling 11 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(24) tinggi( murni). Apabila selulosa α lebih besar dari 92% maka akan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama propelan atau peledak, sedangkan selulosa kualitas dibawah 92% dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang. Semakin tinggi kadar α selulosa maka semakin bagus mutunya.. Gambar 2.3 Struktur alfa selulosa b. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan ( Wibisono,2002).. Gambar 2.4 Struktur Beta Selulosa c. Selulosa γ (Gamma Cellulose) sama seperti selulosa beta, tetapi DP nya kurang dari 15, kandungan utamanya adalah hemiselulosa (polisakarida yang bukan selulosa, jika dihidrolisis akan menghasilkan manosa, galaktosa, xylosa, arabinosa dan asam uranat) dan. 12 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(25) holoselulosa (bagian dari serat yang bebas dari sari dan lignin, terdiri dari campuran semua selulosa dan hemiselulosa ) (SNI 14-0444-2009) 2.3 Alpha Selulosa Selulosa dalam setiap metoda isolasinya tidak dapat diperoleh dalam keadaan murni, namun hanya diperoleh sebagai hasil yang kurang murni yang biasanya disebut alpha selulosa. Menurut Jayme dan Knolle (1965) dalam Fengel dan Wegener (1995), untuk memperoleh selulosa murni 100% dari kayu, alpha selulosa harus mengalami perlakuan intensif lebih lanjut, seperti hidrolisis parsial, pelarutan dan pengendapan, dan produk yang dihasilkan terdiri atas rantai molekul yang sangat pendek. 2.4 Mikrokristal Selulosa 2.4.1. Pengertian Mikrokristal Selulosa Mikrokristal selulosa (MKS) pertama kali ditemukan pada tahun 1955 oleh Battista dan Smith dan pertama kali dikomersialkan dengan nama Avicel ®( FMC,2013). Pada tahun 1964 perusahaan FCM memperkenalkan Avicel ® PH untuk industri perabotan sebagai bahan untuk penekanan tablet secara langsung( Albers,2006). MKS adalah senyawa murni yang sebagian terdepolimerisasi, berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, berbentuk serbuk kristal dan terdiri dari partikel berpori. Rumus molekul dari selulosa mikrokristal adalah (C6H10O5)n, dimana jumLah n adalah 220 dengan berat molekul 36000. Selulosa mikrokristal sedikit larut dalam 5% b/v larutan natrium hidroksida praktis tidak larut dalam air, asam encer (Rowe, 2009). Sumber MKS yang biasa digunakan untuk perobatan adalah kayu, dimana rantai selulosa dipadatkan pada satu lapisan yang dijaga kestabilannya dengan polimer ikat silang (lignin) dan ikatan hidrogen kuat. Kapas juga merupakan selulosa yang memungkinkan untuk MCC (Shlieout et al, 2002).. 13 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(26) Selulosa mikrokristal telah dibuat dari beberapa sumber alam, seperti dari serat rami, kulit kapas, ampas tebu, jerami, lenan dengan cara menghidrolisis α selulosa dengan larutan asam encer pada suhu tinggi. Pada proses hidrolisis asam, bagian non kristal terhidrolisis sehingga bagian kristal tertinggal. Hidrolisis αselulosa ini akan mengakibatkan pemendekan rantai, sehingga mikrokristal selulosa memiliki rumus molekul (C6H10O5)n, dimana n ~ 220, dengan berat molekul: ~ 32.400 (Toshko,1976). 2.4.2. Pembuatan Mikrokristal Selulosa Beberapa proses yang dapat digunakan untuk memproduksi selulosa mikrokristal, yaitu: a.. Proses hidrolisis asam. Proses hidrolisis dengan asam merupakan metode konvensional dalam pembuatan selulosa mikrokristal. Menurut U.S.Pat.No.3,954,727 proses reaksi hidrolisis selulosa dengan asam membentuk selulosa mikrokristal dilakukan dalam reaktor batch. Larutan asam yang dapat digunakan adalah asam klorida (HCl) atau asam sulfat (H2SO4). Larutan asam tersebut berfungsi untuk melarutkan selulosa amorf. Kondisi operasi yang dibutuhkan untuk menjalankan reaksi adalah suhu di atas 160°C. Terdapat beberapa kerugian dalam penggunaan metode konvensional, yaitu beroperasi pada suhu tinggi. Larutan asam yang bekerja pada temperatur atau tekanan tinggi berpotensi menimbulkan masalah korosi terhadap reaktor. Selain itu, membutuhkan. larutan asam dalam jumlah besar untuk. menghidrolisis selulosa. Sehingga, pada akhir proses reaksi akan menyisakan larutan asam dalam jumlah besar (Rosid,2014). b.. Proses kontak uap. Proses kedua untuk memperoleh selulosa mikrokristal dijelaskan dalam U.S.Pat.No.5,769,934 diproduksi dengan cara mengkontakkan selulosa dengan steam bertekanan pada temperature antara 180°C sampai 350°C selama waktu yang cukup untuk mecapai kondisi LODP (levelling-off degree. 14 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(27) of polymerization). Proses pengontakkan bertujuan untuk menghidrolisis selulosa dan menghilangkan lignin dan hemiselulosa. Uap jenuh secara terus menerus diumpankan ke dalam reaktor sampai mencapai tekanan 430 psig.Tekanan di dalam reaktor antara 390 psig (2,689 Pa) sampai 430 psig (2,965 Pa). Kelebihan dari proses ini adalah tidak membutuhkan larutan asam. Selulosa mikrokristal yang diproduksi dengan proses kontak berbentuk koloid (Asko,2013). c.. Proses hidrolisis gas. Proses hidrolisis gas merupakan proses hidrolisis dengan menggunakan gas dijelaskan pada U.S.Pat.No.5,543,511 selulosa dihidrolisis sebagian di dalam reaktor bertekanan menggunakan air dan menjaga suhu reaktor pada suhu reaksi, 100 DP (degree of polymerization). Kemudian, menginjeksikan gas oksigen atau karbon dioksida dengan menjaga tekanan antara 0,1 sampai 60 bar pada 20°C. Rasio antara selulosa dan air dalam reaktor yaitu 1:8 sampai 1:20 (V/V). Kelebihan dari proses ini yaitu dapat menghasilkan yield di atas 95 %. Proses ini dikategorikan ramah lingkungan karena air limbah yang dihasilkan tidak lagi mengandung garam inorganik. Namun proses ini hanya sesuai untuk bahan baku selulosa murni (Erkki,2014). d. Proses ekstruksi reaktif Pembuatan. selulosa mikrokristal dengan menggunakan proses ekstruksi. reaktif menurut U.S.Pat.No.6,228,213, ekstruksi tahap pertama melibatkan natrium hidroksida (NaOH) yang dilakukan pada rentang temperatur 140°C sampai 170°C untuk menghilangkan senyawa kompleks lignocellulosic. Kemudian, tahap kedua yaitu dengan melibatkan larutan asam yang dilakukan pada suhu 140°C. Selulosa dan larutan asam direaksikan dalam screw conveyor.Screw conveyor terdiri atas screw dan barrel. Screw diputar sehingga menghasilkan tekanan pada selulosa, kemudian selulosa bercampur dengan larutan asam membentuk selulosa mikrokristal. Kelebihan proses ini yaitu dapat dijalankan pada proses kontinyu untuk memproduksi selulosa mikrokristal dengan waktu reaksi lebih cepat dan dengan efisiensi yang baik. Dilihat dari segi produk, partikel selulosa mikrokristal yang dihasilkan kecil 15 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(28) sehingga tidak membutuhkan perlakuan tambahan untuk memperkecil partikel (Hanna,2001). e. Proses enzim Proses enzim untuk menghasilkan selulosa mikrokristal, hidrolisis dilakukan dengan menggunakan enzim sebagai katalis. Enzim yang digunakan dihasilkan dari mikroba seperti enzim α-amylase yang dipakai untuk hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltosa. Dalam hidrolisis selulosa, mikroba yang digunakan dapat berupa Trichoderma viride. Mikroba tersebut akan menghasilkan enzim endo-celullase yang dapat memutus bagian amorf α-cellulose secara selektif. Kondisi operasi yang disarankan dalam proses ini adalah 50-60°C dan pH 2,5 - 3. Proses ini memiliki beberapa kelebihan yaitu, hidrolisis dengan enzim lebih bersih dan prosesnya lebih selektif, bekerja pada tekanan dan temperatur yang sedang. Namun, proses hidrolisis dengan menggunakan enzim terjadi secara lambat dengan waktu reaksi sekitar 24 sampai 48 jam. Ditinjau dari waktu reaksi, proses ini tidak cocok untuk aplikasi secara komersial (Maha,2013).. 2.5. Lignin Lignin merupakan polifenol yang strukturnya tiga dimensi dan bercabang banyak. Strukturnya kompleks dengan bobot molekul tinggi. Lignin merupakan suatu senyawa poliaromatik yang terdapat pada bagian lamella tengah sel kayu. Lignin berfungsi sebagai perekat untuk mengikat sel-sel secara bersama-sama. Dalam dinding sel, lignin sangat erat hubungannya dengan selulosa dan berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel. Lignin juga berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan kondisi air, serta lignin mempertinggi sifat ketahanan dalam kayu yang membuat kayu tahan terhadap serangan cendawan dan serangga (Haygreen, 1989). Lignin merupakan semen pengikat fibril-fibril selulosa yang banyak memberikan stabilitas dimensi kayu dan menduduki sekitar 25-30% kayu, lignin merupakan polimer kompleks dan bersifat amorf yang sangat melimpah dan potensinya berkaitan dengan aplikasi-aplikasi polimer. Lignin terdapat dalam 16 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(29) dinding sel berfungsi sebagai perekat antar sel, sehingga lignin saat ini diteliti sebagai komponen pembuatan lem/perekat. Karena sifat amorfnya maka lignin sulit diketahui secara pasti sifat fisik dan bentuk molekulnya (Fengel and Wegener, 1995). Semakin berkembangnya pohon, baik karena semakin tua, bertambahnya umur maupun lebih cepat membesarnya batang bagian pangkal dari bagian ujung batang, akan diikuti dengan proses lignifikasi dinding sel yang mengalami penuaan. Menurut Sjostrom (1998), lignin dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok menurut unsur-unsur strukturnya, yaitu : 1. Lignin guasil : terdapat pada kayu daun jarum (26 – 32%), produk polimerisasi dari koniferol alkohol 2. Lignin guasil-siringil : merupakan ciri kayu daun lebar (20 – 28%), pada kayu tropis >30%, merupakan kopolimer dari koniferol alkohol dan sinapil alkohol, perbandingan 4:1 sampai 1:2 untuk kedua unit monomer. 2.6 Hemiselulosa Hemiselulosa merupakan polimer polisakarida dengan berat molekul rendah dan terdiri dari unit-unit monosakarida seperti D-silosa, L-arabonosa, Dgalaktan dan lain-lain. Proporsi hemiselulosa tinggi pada lamela tengah dan dinding primer, dimana kadar selulosa paling rendah. Selulosa sebagian besar terkonsentrasi pada dinding sekunder. Seperti halnya selulosa kebanyakan hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding-dinding sel. Jumlah hemiselulosa dari berat kering kayu biasanya antara 20 – 30%. Komposisi dan struktur hemiselulosa dalam softwood secara khas berbeda dari hardwood (Sjostrom ,1998). Hemiselulosa mengacu kepada polisakarida nonpati yang tidak larut dalam air, pentosa mengacu kepada polisakarida nonpati yang larut dalam air. Hemiselulosa tidak berperan dalam biosintesis selulosa tetapi dibuat tersendiri dalam tumbuhan sebagai komponen struktur dinding sel. Hemiselulosa dikelompokkan berdasarkan kandungan gulanya (Deman, 1997).. 17 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(30) 2.7 Karakterisasi 2.7.1. Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) Fourier Transform Infra-Red (FT-IR) adalah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah penyerapan, emisi, fotokonduktivitas atau hamburan Raman dari padat, cairan, atau gas. Spektrometer FT-IR secara bersamaan mengumpulkan data spektral dalam berbagai spektrum yang luas. Ini mendapatkan keuntungan yang segnifikan atas spektrometer dispersif yang mengukur intensitas sedikit rentang panjang gelombang pada suatu waktu. Hasil spektrum memperlihatkan absorbsi dan transmisi molecular, membentuk sidik jari molekul sampel. Seperti halnya sidik jari, tidak ada dua struktur molekul yang berbeda memiliki spektrum inframerah yang sama (Lawson, 2001).. Serapan radiasi infra merah oleh suatu molekul terjadi karena. interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik elektromagnetik. FT-IR ini dilengkapi dengan cara perhitungan fourier-transform dan pengolahan data untuk mendapatkan resolusi dan kepekaan yang lebih tinggi. Teknik ini dilakukan dengan penambahan peralatan interferometer untuk mendapatkan informasi spektrum dari suatu berkas radiasi dengan mengamati interferogram yang diperoleh dari interferometer tersebut (Wirjosentono,1995). Spektroskofi FTIR didasarkan prinsip bahwa hampir sama semua molekul mengabsopsi sinar inframerah. Hanya monokromatik ( He, Ne, Ar, dll) dan molekul diatomik homopolar (H2, N2, O2 , dll) yang tidak mengabsopsi sinar inframerah. FTIR merupakan teknik multikompleks, dimana dapat menampilkan semua frekuensi optikal dari sumber secara bersamaan selama proses analisa berlangsung. Spektrometer mengukur intensitas setelah melewati sampel. Sinyal yang dihasilkan, yang merupakan sinyal digital disebut interferogram dan mengandung informasi mengenai semua frekuensi yang tampil dalam sorotan inframerah (Perez, 1998). Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan dilengkapi komputer yang terdedikasi 18 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(31) sehingga memiliki kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi spektrum. FT-IR telah membawa tingkat keserbangunaan yang lebih besar dalam penelitianpenelitian struktur polimer karena spektrum-spektrum bisa di-scan, disimpan dan ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini akan memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi dan ikat silang( Stevens,2001).. Spektrofotometer inframerah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidik jari sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material, analisa digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan – bahan yang dicampurkan (Antonius, 2009). 2.7.2 X-ray Difractometer (XRD) Karakterisasi XRD bertujuan untuk menganalisis struktur kristal. Prinsip kerja XRD adalah difraksi sinar–X yang disebabkan oleh adanya hubungan fasa tertentu antara dua gerak gelombang atau lebih sehingga paduan gelombang tersebut saling menguatkan. Sinar-X dihamburkan oleh atom – atom dalam zat padat material. Ketika sinar-X jatuh pada kristal dari material maka akan terjadi hamburan ke segala arah yang bersifat koheren. Sifat hamburan sinar-X yang koheren mengakibatkan sifat saling menguatkan atau saling melemahkan pada paduan gelombang (Poppy, 2013). XRD adalah instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi material kristal maupun non-kristal, sebagai contoh identifikasi struktur kristal (kualitatif) dan fasa (kuantitatif) dalam suatu bahan dengan memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik sinar-X. Dengan kata lain, teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristal dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Kegunaan XRD adalah sebagai berikut: 1. Membedakan antara material yang bersifat kristal dengan amorf. 19 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(32) 2. Karakterisasi material kristal. 3. Identifikasi mineral-mineral yang berbutir halus seperti tanah liat. 4. Penentuan dimensi-dimensi sel satuan (Cahyo, 2009). Penentuan derajat kristalinitas menggunakan XRD dapat dilakukan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Segal dengan memperkirakan jumlah fase kristalin pada fasa 002 dan fasa amorf (Am) pada selulosa, fasa amorf pada selulosa berada pada sudut 2θ sekitar 18,3 0 sudut ini merupakan sudut minimum. Indeks kristalinitas dihitung berdasarkan perbandingan antara tinggi puncak 002(I002) dan tinggi puncak minimum (IAm). Derajat kristalinitas dihitung dengan menggunakan persamaan : Derajat Kristalinitas (%) = (. ). (2.1). Dimana : IAm merupakan intensitas minimum pada 2θ (±180) I002 merupakan intensitas maksimum pada 2θ (200- 220). (Segal, 1962). 20 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(33) BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Sampel daun gebang berasal dari hutan di desa Rondaman Dolok, kecamatan Portibi, kabupaten Padang Lawas Utara. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer FMIPA USU,Laboratorium Kimia Fisika FMIPA USU, Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM,. Laboratorium Pusat Penelitian. Fisika – UNIMED. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat-Alat Penelitian Adapun alat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah: Nama Alat. Merck. Seperangkat Alat FT-IR. Shimadzu. Seperangkat Alat XRD. Shimadzu. Neraca Analitis. Ohauss. Termometer. Fisher. Hot Plate. Cimarec. Oven. Carbolite. Alat – alat gelas. -. Alat refluks. -. Magnetic Stirrer. -. Indikator pH Universal. Sartoriu. 21 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(34) 3.2.2 Bahan-Bahan Penelitian Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Nama Bahan. Merck. Daun Gebang. -. Aquadest. -. NaOH pellet. p.a (E.Merck). HCl. p.a (E.Merck). NaOCl 12 %. -. HNO3 65 %. p.a (E.Merck). NaNO2. p.a (E.Merck). Na2S2O3. p.a (E.Merck). H2O2 30 %. p.a (E.Merck). 3.3 Larutan HNO3 3.5 % Disediakan HNO3 65% sebanyak 107,7 ml, dimasukkan kedalam labu takar 2000 ml, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas, dihomogenkan. 3.4 Larutan NaOH 2 % Sebanyak 20 g NaOH pellet , kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam beaker glass. Larutan dipindahkan kedalam labu takar 1000 ml dan diencerkan sampai garis batas.. 22 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(35) 3.5 Larutan Na2SO3 2 % Sebanyak 20 g. Na2SO3 pellet, kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam. beaker glass. Larutan dipindahkan kedalam labu takar 1000 ml dan diencerkan sampai garis batas, dihomogenkan. 3.6 Larutan NaOCL 1,75% Disediakan NaOCL 12% sebanyak 145,8 ml, dimasukkan kedalam labu takar 1000 ml, kemudian diencerkan dengan aquadest. sampai. garis batas,. dihomogenkan. 3.7 Larutan NaOH 17,5 % Sebanyak 175 g NaOH pellet, kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam beaker glass. Larutan dipindahkan kedalam labu takar 1000 ml dan diencerkan sampai garis batas, dihomogenkan. 3.8 Larutan H2O2 10 % Disediakan H2O2 30 % sebanyak 333,3 ml, dimasukkan kedalam labu takar 1000 ml, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas, dihomogenkan. 3.9 Larutan HCL 2,5 N Disediakan HCL 12 N sebanyak 52 ml, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, kemudian diencerkan dengan aquadest sampai garis batas, dihomogenkan. 3.10 Persiapan Daun Gebang Diambil daun gebang yang sudah tua. Selanjutnya dibilas dengan air bersih, daun gebang yang sudah dibilas dengan air kemudian dijemur 4 hari dibawah sinar matahari, setelah kering dipotong-potong kecil berukuran 1 cm sampai terbentuk daun gebang ukuran kecil.. 23 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(36) 3.11 Pembuatan Selulosa dari Daun Gebang Daun gebang sebanyak 75 g dimasukkan kedalam beaker glass 2000 ml, kemudian ditambahkan 1 L HNO3 3,5 % dan 10 mg NaNO2 dipanaskan diatas pemanas pada suhu 90 oC selama 2 jam. Setelah itu disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya direndamkan dengan 750 ml larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50oC selama 1 jam lalu disaring dan ampas dicuci sampai netral. Kemudian dilakukan pemutihan dengan 250 ml larutan NaOCL 1,75% pada temperatur mendidih selama 0,5 jam. Ampas tersebut disaring dan dicuci sampai filtrat netral. Hasil yang terbentuk adalah selulosa. Lalu dikarakterisasi dengan uji FTIR dan uji XRD (Ohwoavworhua, 2005). 3.12 Isolasi α-Selulosa dari Daun Gebang Selulosa yang telah dihasilkan. dimasukkan kedalam beaker glass 1000 ml,. ditambahkan 500 mL larutan NaOH 17,5 % ,dipanaskan diatas pemanas pada suhu 80oC selama 0,5 jam ,disaring dan dicuci hingga filtrat netral. Kemudian αselulosa diputihkan dengan H2O2 10% pada suhu 60oC selama 15 menit ,disaring dan dicuci dengan aquadest , α- selulosa basah dikeringkan pada suhu 60oC dalam oven lalu disimpan dalam desikator,hasil yang terbentuk adalah α-selulosa kering , kemudian α-selulosa. dikarektrisasi. dengan uji FTIR, dan uji XRD. (Ohwoavworhua, 2005). 3.13 Pembuatan MKS Sebanyak 10 g α-selulosa kering dihidrolisis dengan 200 ml larutan HCL 2,5 N, direflux pada suhu mendidih selama 15 menit, kemudian disaring dan dicuci dengan aquadest sampai pH netral. Selanjutnya residu dicuci dengan aquadest sampai pH netral, dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 60oC , kemudian disimpan dalam desikator, dihaluskan dan diayak dengan ayakan 120 mesh. Hasil yang terbentuk adalah MKS. MKS yang terbentuk dikarakterisasi uji FTIR, dan uji XRD (Ohwoavworhua, 2005).. 24 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(37) 3.14.Karakterisasi 3.14.1 Analisa FT-IR Film hasil pencampuran dijepit pada tempat sampel kemudian diletakkan pada alat ke arah sinar infra merah. Hasilnya akan direkam ke dalam kertas berskala berupa aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas. 3.14.2 Analisa XRD Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui kristalinitas dan jenis fasa yang dihasilkan. Proses karakterisasi yaitu pada awalnya sampel ditempatkan pada holder kemudian dipadatkan. Setelah padat, sampel ditembak dengan sinar X yang memililki panjang gelombang 10 -10 sampai dengan 5-10 nm, berfrekuensi 1017 – 1020 Hz dan memiliki energi 103 – 106 V dan dihasilkan data berupa kurva difraktogram yang merupakan kurva antara 2 (sudut) dengan besarnya intensitas.. 25 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(38) 3.15 Bagan penelitian 3.15. 1 Proses Penyediaan Daun Gebang. 3.15.2 Pembuatan Selulosa dari Daun Gebang. 26 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(39) 3.15.3 Isolasi α-Selulosa dari Daun Gebang. 27 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(40) 3.15.4 Pembuatan Mikro Kristal Selulosa. 28 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(41) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1. Pembuatan Selulosa dari Daun Gebang Isolasi selulosa dari daun gebang dilakukan dengan menggunakan serangkaian tahapan yaitu delignifikasi, swelling,dan bleaching. Pada pembuatan selulosa digunakan 75 gram daun gebang, dan menghasilkan selulosa murni sebanyak 26,95 gram (sebanyak 35,93 % dari berat awal daun gebang). Selulosa yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.1.. Gambar 4.1 Selulosa yang dihasilkan dari daun gebang 4.1.2 Isolasi α-selulosa dari daun gebang Melalui serangkaian tahap, yaitu delignifikasi, swelling, bleaching dan pemisahan dengan menggunakan NaOH 17,5% dihasilkan selulosa berwarna putih. Pada proses isolasi α-selulosa digunakan 75 gram daun gebang dan pada akhir proses dihasilkan α-selulosa murni sekitar 15,40 gram (sebanyak 20,53 % dari berat awal daun gebang). α-selulosa yang diperoleh dari hasil percobaan ditunjukkan pada Gambar 4.2.. 29 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(42) Gambar 4.2. α-selulosa yang diisolasi dari daun gebang 4.1.3 Pembuatan Mikrokristal (MKS) Selulosa dari Daun Gebang Melalui serangkaian tahap, yaitu delignifikasi, swelling, bleaching dan dihidrolisis dengan menggunakan HCL 2,5 N menghasilkan MKS berwarna putih. Pada proses pembuatan MKS digunakan 75 g daun gebang menghasilkan selulosa murni, kemudian dilakukan proses isolasi α-selulosa menghasilkan α-selulosa murni, selanjutnya pembuatan MKS menghasilkan MKS murni sebanyak 8,85 g (sebanyak 11,8 % dari berat awal daun gebang). MKS yang diperoleh dari hasil percobaan ditunjukkan pada Gambar 4.3.. Gambar 4.3 Mikrokristal Selulosa Daun Gebang. 30 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(43) 4.2 Pembahasan 4.2.1 Penentuan kadar Selulosa, α-selulosa dan MKS pada Daun Gebang Dalam penelitian ini, berasal dari 75 g daun gebang yang menghasilkan selulosa murni , α-selulosa murni dan MKS murni. Dari uraian tersebut maka dapat dihitung kadarnya dengan rumus sebagai berikut :. Tabel 4.1 Jumlah Perolehan selulosa, α-selulosa dan MKS dari daun gebang Jumlah Perolehan (g) selulosa. α-selulosa. MKS dari α-selulosa. 26,95. 15,40. 8,85. 4.2.2 Pembuatan Selulosa dari Daun Gebang Sebelum pembuatan selulosa dilakukan, daun gebang dibilas dengan air lalu dipisahkan bagian daun tulang, setelah itu dijemur selama 4 hari dibawah sinar matahari. Selanjutnya daun gebang kecil dipotong-potong ukuran 1 cm dan kemudian dijemur diudara terbuka sehingga menghasilkan daun gebang ukuran kecil. Ada. beberapa beberapa tahap pembuatan selulosa. delignifikasi,. swelling,dan bleaching. Tahapan pertama pada pembuatan selulosa adalah proses delignifikasi dimana digunakan HNO3 3,5% dan NaNO2 yang bertujuan untuk menghilangkan lignin yang terkandung pada daun gebang. Selanjutnya dilakukan proses swelling dengan menggunakan NaOH 2% dan NaSO3 2% . Proses ini bertujuan untuk membuka pori-pori selulosa sehingga zat pengotor yang tak diinginkan keluar. Pulp yang dihasilkan dari proses ini berwarna kuning kecoklatan. Lalu dilakukan proses pemutihan dengan NaOCl 1,75% supaya pulp tersebut berwarna putih.. 31 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(44) 4.2.3 Isolasi α-selulosa dari Daun Gebang Isolasi α-selulosa dilakukan dengan melarutkan selulosa yang dihasilkan dengan menggunakan NaOH 17,5% yang bertujuan untuk menghilangkan βselulosa dan γ-selulosa pada selulosa. Saat dipanaskan dengan NaOH 17,5%, αselulosa akan mengendap, sedangkan β-selulosa dan γ-selulosa akan larut. Setelah itu α-selulosa basah yang dihasilkan disaring dan dicuci hingga netral. Kemudian α-selulosa basah dikeringkan dalam oven pada suhu 60oC. 4.2.4 Pembuatan Mikrokristal Selulosa (MKS) dari Daun Gebang Pada proses pembuatan MKS dari α-selulosa dilakukan tahap hidrolisis α-selulosa dengan menggunakan HCL 2,5 N. Tujuan dari proses ini adalah untuk memecahkan keadaan amorf pada α-selulosa.. Gambar 4.4. Mekanisme Hidrolisis Mikrokristal Selulosa (Trache et al, 2016) 32 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(45) 4.2.5 Analisis Menggunakan Spektrofotometer FT-IR Analisa. gugus. fungsi. dengan. FT-IR. telah. dilakukan. dengan. menggunakan alat Shimadzu IR Prestige-21. Sampel yang dianalisis yaitu selulosa , α – selulosa, dan MKS yang diperoleh dari daun gebang. FT-IR membantu karakterisasi struktur kimia dengan cara mengidentifikasi gugus fungsi yang muncul pada sampel. Data analisis gugus fungsi selulosa, α – selulosa dan MKS dengan menggunakan FT-IR dapat dilihat pada gambar 4.5. dan tabel 4.1. s e lu lo s a m ik ro k ris ta l s e lu lo s a a lp h a s e lu lo s a. 60. 50. %T. 40. 30. 20. 10. 0 4000. 3500. 3000. 2500. 2000. 1500. 1000. 500. b ila n g a n g e lo m b a n g. Gambar 4.5. Spektrum FTIR selulosa, α – selulosa, dan MKS dari daun gebang Spektrum yang dihasilkan menunjukkan bahwa selulosa, α – selulosa, dan MKS berada pada kisaran panjang gelombang 4000 – 450 cm-1 . Hasil analisa FTIR sampel selulosa terlihat puncak pada panjang gelombang 3410,15 cm -1 , pada sampel α – selulosa terlihat puncak pada panjang gelombang 3448,72 cm -1 dan pada sampel MKS terlihat puncak pada panjang gelombang 3448,72 cm -1 , dimana ketiga sampel menunjukkan adanya gugus O-H. Pada selulosa panjang gelombang 2916,37 cm-1 , pada α – selulosa panjang gelombang 2900,94 cm-1 dan 33 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(46) pada MKS panjang gelombang 2900,94 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H. Pada panjang gelombang 1373,32 cm-1 adanya gugus C-O-C pada ketiga sampel dimana menandakan adanya ikatan glikosida yang terdapat pada struktur senyawa tersebut. Spektrum FTIR selulosa, α – selulosa dan MKS yang diperoleh dapat dilihat pada tabel di 4.1. Gugus fungsi. Selulosa (cm-1). α – Selulosa (cm-1). MKS (cm-1). Daerah serapan (cm-1). Uluran O-H. 3410,15. 3448,72. 3448,72. 3650-3200. Uluran C-H. 2916,37. 2900,94. 2900,94. 2950-2800. Uluran C-O-C. 1373,32. 1373,32. 1373,32. 1300-1400. Tabel 4.2. Bilangan Gelombang FTIR 4.2.6 Analisis Menggunakan XRD Kristalinitas selulosa didefinisikan sebagai perbandingan dari jumlah kristal selulosa terhadap jumlah keseluruhan bahan. Nilai kristalinitas dapat diukur dengan mencari nilai derajat kristalinitas. Penentuan derajat kristalinitas dapat diukur dengan beberapa metode, diantaranya yaitu: metode tinggi puncak, metode Roland Vonk, metode Hermans- Weidinger, metode Jayme Knole dan metode dekonvolusi. Pada penelitian yang saya lakukan, metode yang digunakan yaitu penentuan derajat kristalinitas dengan metode tinggi puncak difraksi sinar -X. Metode ini dikembangkan oleh L.Segal .Metode ini merupakan metode yang paling umum dan sederhana untuk pengukuran derajat kristalinitas. Hal ini merujuk pada penelitian sebelumnya dimana hasil pengukuran derajat kristalinitas dengan berbagai metode menunjukkan nilai derajat kristalinitas tertinggi dengan menggunakan metode tinggi puncak yang dikembangkan oleh L.Segal dimana sebelumnya sampel tersebut harus dilakukan pengujian dengan menggunakan XRD.. 34 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(47) Pada penelitian saya, analisa XRD bertujuan untuk mengetahui derajat kristalinitas dari selulosa, α – selulosa dan MKS yang dihidrolisis dengan HCL 2,5 N. Metode yang dikembangkan oleh L.Segal penentuan derajat kristalinitas dengan memperkirakan jumlah fasa kristalin pada fasa 002 dan fasa amorf (Am) pada selulosa, fasa amorf pada selulosa berada pada sudut 2θ sekitar 18,3 0 , sudut ini merupakan sudut minimum antar 002 dan 110. Indeks kristalinitas dihitung berdasarkan perbandingan antara tinggi 002 (I002) dan tinggi puncak minimum (IAm). Derajat kristalinitas selulosa dipengaruhi oleh sumber dan perlakuan yang diberikan pada selulosa. Bagian amorf dari suatu rantai selulosa lebih mudah dihidrolisis dengan asam dari pada dalam bentuk kristal. Prosedur khas yang dilakukan adalah menghidrolisis selulosa murni dengan asam kuat dalam kondisi temperatur, pengadukan, dan waktu yang terkendali. Proses kimia dimulai dengan penghilangan ikatan antar polisakarida pada permukaan serat selulosa dan diikuti dengan pecah dan rusaknya bagian amorf sehingga melepaskan bagian kristal selulosa. Data hasil penentuan derajat kristalinitas menggunakan analisa XRD dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.3.Penentuan Derajat Kristalinitas Selulosa, α – Selulosa, dan MKS Sampel. Derajat kristalinitas (%). Selulosa. 47,4. α-selulosa. 95,58 96,96. MKS. Dari tabel 4.2. dapat dijelaskan bahwa derajat kristalinitas selulosa, α – selulosa dan MKS, dimana hidrolisis disini bertujuan untuk menghilangkan fase amorf yang terdapat pada selulosa untuk meningkatkan nilai kristalinitas. Pada penelitian yang saya lakukan, derajat kristalinitas untuk selulosa, α – selulosa, dan MKS dengan nilai derajat kristalinitas yaitu sebesar 47,3 % , 95,58% dan 96,96 35 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(48) %. Pada selulosa dan α – selulosa terhidrolisis dengan baik dimana bagian amorf pada selulosa dan α – selulosa sudah hilang dan hanya meninggalkan daerah kristalin. Dimana daerah kristalin tersusun dari selulosa yang dihidrolisis dengan asam terbentuk dan karena adanya ikatan hidrogen serta gaya vanderwalls yang terbentuk sehingga struktur selulosa dan α – selulosa tersusun secara teratur. Dari hasil pengukuran dengan difraktometer sinar – x diketahui bahwa selain mengandung fasa amorf, selulosa ,α – selulosa , dan MKS hasil juga mengandung fasa kristal dengan derajat kristalinitas yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari munculnya puncak – puncak spesifik pada 2θ 160,180 ,210 dan 220.. Gambar 4.6. Difraksi sinar-x selulosa, α – Selulosa dan MKS. 36 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(49) alpha selulosa 500. XRD selulosa. 500. 400. intensitas. intensitas. 400. 300. 300. 200. 200. 100 100. 0 0 10. 20. 30. 40. 50. 60. 70. 10. 80. 20. 30. 40. 50. 60. 70. 80. 2 theta. 2 theta. mikrokristal selulosa 2000 1800 1600. intensitas. 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 10. 20. 30. 40. 50. 60. 70. 80. 2 theta. Tabel 4.5. Besar Sudut 2θ pada IAmdan I002 Selulosa, α-selulosa, dan MKS Besar sudut 2θ. Selulosa 0. α-selulosa 0. MKS. IAM. 16,3. 18,28. 16,30. I002. 22,720. 22,100. 21,940. Dari gambar 4.6 di atas, maka dapat diukur tingkat perubahan derajat kristalinitas. Intensitas suatu difraktogram menunjukkan kerapatan susunan atom dan kesempurnaan kristal yang terbentuk. Dari difraktogram terlihat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan yang diberikan ketika sintesis menghasilkan intensitas yang semakin tinggi juga. Begitu pula dengan lebar setengah puncaknya, semakin tinggi suhu pemanasannya, semakin kecil pula lebar setengah puncak pada difraktogramnya dan semakin ramping puncak yang muncul. Hal ini 37 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(50) mengindikasikan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, semakin baik pula kristal yang terbentuk ,dengan tingkat keteraturan atom yang baik pula. Untuk mengetahui terjadinya perubahan pada setiap tahapan proses hidrolisis dari selulosa menjadi α-selulosa dan selulosa mikrokristal dan menyimpulkan bahwa selulosa mikrokristal memang berbentuk kristal dapat dilihat dari hasil XRD pada Gambar 4.6. Dari gambar XRD dapat dilihat bahwa pada gambar (selulosa) belum terbentuk puncak yang dapat menunjukkan adanya fase kristal. Puncak yang terlihat pada gambar cenderung lebih rendah bahkan hampir terlihat rata dari pada puncak yang terdapat pada (α-selulosa). Hal ini disebabkan karena selulosa masih banyak mengandung fase amorf. Sedangkan pada Gambar (α-selulosa), mulai terbentuk puncak yang menunjukkan bahwa mulai terbentuknya fase kristal. Sementara itu, pada (MKS),diperoleh puncak yang lebih tinggi diantaranya terdapat dua puncak yang lebih tajam berada pada sudut (2θ) 16,3°,dan. 21,94°. Maka tingkat perubahan derajat kristalinitas. selulosa, α-selulosa dan MCC adalah 47,4 %, 101,64%, dan 104,55%.. 38 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(51) BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1.Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan: 1. Tahapan proses hidrolisis dari selulosa menjadi α-selulosa dan selulosa mikrokristal (MCC) dari daun gebang menghasilkan kadar selulosa, α – selulosa dan MCC yaitu 35,93%, 20,53%, dan 11,8%. 2. Derajat kristalinitas selulosa yaitu, dapat meningkatkan nilai derajat kristalinitas dari selulosa, α – selulosa,dan MCC yang diperoleh. Nilai derajat kristalinitas selulosa, α – selulosa dan MCC yaitu 46,4%, 95,58%, 96,96%.Perubahan pada setiap tahapan proses hidrolisis dari selulosa menjadi α-selulosa dan MCC . Intensitas suatu difraktogram menunjukkan kerapatan susunan atom dan kesempurnaan kristal yang terbentuk. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan, semakin baik pula kristal yang terbentuk ,dengan tingkat keteraturan atom yang baik pula. Maka dapat dilihat tingkat perubahan derajat kristalinitas selulosa, αselulosa dan MCC yaitu 56,6%, 101,64% dan 104,55%.. 5.2. Saran Berdasarkan penelitian dan hasil yang diperoleh, maka disarankan agar penelitian selanjutnya untuk melakukan pengaruh waktu hidrolisis terhadap derajat kristalinitas dari selulosa yang dihasilkan.. 39 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(52) DAFTAR PUSTAKA Ahmad,F.B.,P.A. Williams, J.L.Doublier,S. Durand, and A.Bul’eon.1999.Physico. Chemical Characterization of Sago Starch. Carbohydrate Polymer 38 (4):361-70 Albers, J. 2006. Brand-to-Brand and Batch-to-Batch Uniformity of Microcrystalline Cellulose In Direct Tableting With a Pheneumohydraulic Tableting With a Pneumohydraulic Tablet Press, Pharm Ind. 68: 14201428 Almalaika,S. 1983.”In Degradation and Stabilization of Polyolefins.App Sci,Ltd. London Antonius, P. 2009. Penyediaan Film Mikrokomposit PVC Menggunakan Pemastis Stearin Dengan Pengisi Pati dan Penguat Serat Alam. Tesis Magister. Medan : Program Pascasarjana USU Arry, Y., Eka, R., Effionora, A,“Preparation and Characterization of Microcrystalline Cellulose from nata de coco for Tablet Excipient, Istecs JournalScience and Technology Policy, IV (December 2003), hal. 71-78. Asko, K., Veli, V., Leif, R., Kari, P., Olli, D., Kari,V. “Process For Producing Microcrystaline Cellulose”, United States Patent Application Publication(0112193)(2013). Atalla, R.H.,1987. The Structures of Cellulose, Characterization of The Solid States , ACS Symposium Series , NO. 340 , Washington Budiana I.B.G.B.2012. Pemodelan Metode Elemen Nonlinear Dinding Gewang Laminasi 2D Terhadap Beban Lateral(192S). Laporan Akhir Kegiatan Penerapan Prototipe Unit Produksi Berbasis Bahan Bangunan Lokal. Balai Pengembangan Teknologi Perumahan TradisionalDenpasar. Kementrian Pekerja Umum. Cahyo,P.2009.X-ray Difraktometer (XRD). Teknik Kimia FT UNS- Universitas Sebelas Maret. Surakarta Carlin, B. 2008. Direct Compression and The Role of Filler- Binders. In: Augsburger. L.L. Pharmaceutical Dosage Forms : Tablet. Informa : 173216 Cowd, M.A. 1991. Kimia Polimer, Alih bahasa Drs. Harry Firman, M.Pd. Penerbit ITB, Bandung Deman, M.J.1997. Kimia Makanan .Edisi Kedua. Bandung: ITB Bandung Enari, T.M., 1983. Microbial Cellulase, Di dalam W.M Fogarty(ed). Microbial Enzyme and Biotechology Applied Science Publisher. New York 40 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(53) Erkki,I.S.R., Leif,R.,Veli, M.V.,Asko,K.,Olli,D.,Kari,V.”Manufacturing of Microcellulose”, United States Patent Application Publication (0179912) (2014). Fan, L. T., Gharpuray, M.M., and Lee, Y. H., (1987). Cellulose Hydrolysis. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Fengel,D., and G.Wegener.1995.Kayu. Kimia, Ultrastruktur,. Reaksi-reaksi. Edisi1, Gajah Mada Press. Yogyakarta Goodger, E. M., 1976. Hydrocarbon Fuels, Production, Properties and Performance of Liquid and Gases. London: MacMillan. Hadi, T. S., Jokosisworo, S., & Manik, p. (2016). Alternatif Bahan Komposit Pembuatan Kulit Kapal Ditinjau dari Kekuatan Tarik, Bending dan Impact, 4(1),232-331. Hanna, M., Gerald, B., Vesselin, M.“Production of Microcrystalline Cellulose byReactive Extrusion”. Industrial Agricultural Products Center Publications&Information.9. (2001). Hart, H. 2003. Kimia Organik. Edisi Kesebelas. Erlangga. Jakarta Haygreen JG, JL Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Errki,I.S.R., Leif, R.,Veli,M.V.,K., Olli,D., Kari, V.”Manufacturing of Microcellulose”, United States Patent Application Publication(0179912)(2014). Kayu : Suatu Pengantar. Sutjipto A. Hadikusuma, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari :Forest Products and Wood Science, An Introduction Lawson, D. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry (USA: Thermo Nicolet, 2001). Lehninger, A. L.1993. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Erlangga, Jakarta Maha, M.I., EI-Zawawy, W.K., Y., Koschella, A and Heinze, T.”Cellulose and Microcrystalline and Characterization”. Cellulose. (2013) DOI 10.1007/s10570-0139992-5. Naiola BP,2004. Studi Awal terhadap Potensi Gebang ( Corypha Utan Lamk). Savana NTT sebagai Sumber Pangan dan Minuman Baru serta Bahan Dasar Industri Alkohol. Berita Biologi 7(3), 196-172 Naiola BP, Harahap R, Siagian MH dan Rahayu M. 1992. Etnobotani Palm Timor: Tuak dan Gewang, Penghuni Savana Yang Setiap Mendukung Kehidupan Manusianya. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani, 306-311. Depdikbud RI, Deptan RI, LIPI dan Perpustakaan Nasional RI.. 41 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(54) Nasution, R.E.and H.C.Ong .2010.Corypha Utan Lam.IN Brink.M.and R.P.Escobin(Eds). Fibre Plants. PROSEA No.17 PROSEA Foundation Bogor Ohwoavworhua, F. 2005. Phosphoric Acid-Mediated Depolymerization and Decrystalization of α-Cellulose Ortained from Corn Cob: Preparation of Low Crystallinity Celluose and Some Physicochemical Properties. Tropical journal of pharmaceutical Research, 4: 509-516 Ormeling JF. 1955. The Timor Problem: A Geographical Interpretation of an Underdeveloped Island. JB Wolters, Batavia and Groningen. Perez, J. E. 1998. FTIR Spectroscopy. Albuquerque: CIC Photonic, Inc. Poedjiadi,A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Bandung: ITB Bandung. Poppy, S.”Pemanfaatan Selulosa Mikrokristal Dari Tandan Kelapa (Cocos Nucifera L) Sebagai Pengisi Plastik Polipropilena Yang Terbiodegradasikan ,” Tesis, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan, 2013, Halaman: 31-32. Rosyid., Nurul, H. “Konsentrasi Asam Optimum Pada Isolasi Nanokristalin Selulosa Bakterial Dari Limbah Kulit Nanas”, Universitas Pendidikan Indonesia,2014, hal.1-3 Segal, L.1962. An Empirical Method for Estimating The Degree Of Crystallinity of Native Cellulose Using The X- Ray Diffractometer. 29: 786-794 Senna, A. 2014 Synthesis and Characterization from Cellulose Acetate by Esterification Crosslinking with EDTA Dianhydride. Carbohydrate Polymers. Shliout, G., Arnold, K., Muller, G., 2002. Powder and Mechanical Properties of Microcrystalline Cellulose With Diffirent Degrees of Polymerzation. AAPS Pharm SciTech 3, E11 Sjostrom E. 1998. Kimia Kayu. Dasar-Dasar Penggunaan. Edisi Kedua. Hardjono S, penerjemah; Soenardi P, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Wood Chemistry : Fundamentals and Applications. Sjostrom E, R Allen. 1999. Analytical Methods of Woods Chemistry, Pulping, And Papermaking. Springer. http://Books.Google.Id/Books/books?id =U0k4NcbbNSC&printsec=frontcover&dq=wood+chemistry&psp=1 &hl=en (7 Mei 2007) Staudinger, H., 1960. Die Hoch Molekularen Organichen VerbindungenKautschuk und Cellulose. Second Edition. Berlin: Springer Verlag Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Jakarta: Pradnya Paramita. 42 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(55) Sugiyama, J. 1991. Electron Diffraction Study on the Crysttalinne Phases Occuring in Cellulose from Cell Wall Macromolekul. Sulistyo J. 2002. Pembuatan Alkohol dari Nira Lontar untuk Kebutuhan Rumah Sakit, Puskesmas dan Balai Pengobatan. Dalam: Program Tindak lanjut Kerjasama LIPI- Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur untuk Pengembangan dan Pemanfaatan Sumberdaya Lahan Savana. Laporan Akhir Proyek, 59-67.Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sumardjo, D., 2009. Pengantar Kimia. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Sumiasri N. 1992. "Gewang", Tumbuhan Serbaguna Bagi Masyarakat Timor. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotani, 404407. Depdikbud RI, Deptan RI, LIPI dan Perpustakaan Nasional RI Susilowati.,2013. Pemanfaatan Lignin dari Limbah Kulit Buah Kakao Menjadi Perekat .Jurnal Teknik Kimia. 8(1). Tandy,dkk.,2012. Kemampuan Adsorben Limbah Lateks Karet Alam Terhadap Minyak Pelumas Dalam Air.Jurnal Teknik Kimia USU.1(2). Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik. USU. Toshko, S.T., Nikola, R.G., Evstati, P.V. “Method Of Producing Microcrystalline Cellulose”, United States Patent 111 (3,954,727)(1976) Tsoumis G. 1991. Science And Technology Of Wood: Structure, Properties, Utilization. New York: Van Nostrand Reinhold. Veronicha, 2017. Kajian Terhadap Penyediaan Selulosa Mikrokristal dari Selulosa Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Metode Hidrolisis menggunakan Asam Klorida (HCl). Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara. Medan Wibisono, S. D., 2002. Buku Kerja Praktek di PT Kertas Lecces Persero. Probolinggo. Wirjosentono, W., 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. USU Press. Medan. Penerbit Erlangga. Jakarta. Yuli, 2017. Pengaruh Waktu Hidrolisis Terhadap Derajat Kristalinitas Selulosa dan α-selulosa dari Kayu Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq). Jurnal ,Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan. 43 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(56) Lampiran 1. Tahapan Pembuatan selulosa dari Daun Gebang. HNO3 3,5% dan NaNO2. NaOH 2% dan Na2SO3. diputihkan NaOCL 17.5%. Selulosa. 44 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(57) Lampiran 2. Isolasi α-selulosa dari Daun Gebang. NaOH 17,5%. diputihkan H2O2 10%. α-selulosa. 45 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(58) Lampiran 3. Pembuatan Mikrokristal Selulosa (MCC) dari Daun Gebang. Dihidrolisis dengan HCL 2,5 N. MCC. 46 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(59) Lampiran 4. Gambar Alat – Alat yang digunakan. Alat FTIR. Alat XRD. Oven. Desikator. 47 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(60) Lampiran 5. Hasil FTIR Selulosa dari Daun Gebang. 48 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(61) Lampiran 6.Hasil FTIR α-selulosa dari Daun Gebang. 49 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(62) Lampiran 7.Hasil FTIR Mikrokristal Selulosa (MCC) dari Daun Gebang. 50 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(63) Lampiran.XRD. selulosa. α-selulosa. MCC. 52 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.

(64)

Referensi

Dokumen terkait