BAB I : PENDAHULUAN
G. Metode Penelitian
4. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data. Sebelum dilakukannya suatu analisis terhadap data, maka terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan.
Setelah hal tersebut dilakukan, maka seluruh data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif.
Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis data kualitatif. Data hasil penelitian yang berupa data primer dan data sekunder dianalisis secara kualitatif dengan penarikan
kesimpulan secara deduktif.50 Setelah melakukan pengolahan secara sistematis dan selektif, maka data tersebut akan dijabarkan secara deskriptif dalam bentuk uraian-uraian yang disertai dengan penjelasan teori-teori hukum, sehingga nantinya dapat diperoleh gambaran serta kesimpulan yang jelas dari permasalahan yang diteliti.
Analisis kualitatif fokusnya pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada konteksnya masing-masing, dan penulis melukiskannya di dalam kata-kata bukan dalam angka-angka.51 Data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan dan studi lapangan, dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Sigli-Banda Aceh yang ada sengketa kepemilikan dan ganti rugi yang tidak layak seluruhnya diidentifikasi, diolah, dan dianalisis secara sistematis. Hasil analisis akan diinterpretasikan sesuai dengan tujuan pembahasannya, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang objektif dan kemudian akan dideskripsikan sebagai jawaban identifikasi masalah.
Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif, dan menghasilkan data deskriptif analisis. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti; kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.52 Analisis
50Lexi J Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, Hlm 10.
51Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, Hlm. 256.
52Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Wedatama, Jakarta, 2006, Hlm. 78.
kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal yang diteliti. Sejalan dengan itu juga dilakukan analisis data secara menyeluruh dengan membandingkan peraturan hukum dengan kenyataan di lapangan tentang pelaksanaan ganti rugi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol selanjutnya dilakukan penafsiran, sesuai dengan tujuan pembahasan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang objektif.
34 BAB II
PELAKSANAAN GANTI RUGI ATAS TANAH MASYARAKAT YANG MENJADI OBJEK PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
JALAN TOL RUAS SIGLI-BANDA ACEH
A. Pengadaan Tanah dengan Ganti Kerugian untuk Pembangunan Jalan Tol ruas Sigli-Banda Aceh.
1. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
Parameter kemajuan suatu negara dapat dilihat dari berbagai segi, salahsatunya yakni dari segi pembangunan. Selain itu, pembangunan juga dinilai sebagai suatu kebijakan ekonomi dalam membuktikan keberhasilan.
Pembangunan tersebut pada dasarnya diperuntukkan kepada seluruh warga Negara untuk dipergunakan dalam mencapai kemakmuran. Pembangunan juga didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh suatu Negara menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).53
Implementasi dalam rangka pembangunan suatu Negara salahsatunya yakni dengan membangun infrastuktur berupa jalan tol. Jalan tol saat ini telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting, dikarenakan memiliki berbagai fungsi yakni diantaranya memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemerataan hasil
53 Ekustyana, “Perspektif Administrasi Pembangunan Menuju ke Arah Konvergentif”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Nomor 2 Volume 8, 2018, Hlm.192
pembangunan dan keadilan, serta dapat meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.
Proyek pembangunan jalan tol dalam praktiknya tentunya membutuhkan proses yang memakan waktu dan biaya. Adapun biaya tersebut diantaranya akan dipergunakan untuk membayar ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah yang dilakukan pembebasan untuk pembangunan proyek tersebut. Adapun proses tersebut disebut pengadaan tanah.
1.1 Pengertian Pengadaan Tanah
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Selanjutnya disebut UU Pengadaan Tanah) dinyatakan bahwa:
“Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.”
Pemerintah selaku pelaksana dari proyek pembangunan jalan tol tersebut akan memberikan ganti kerugian bagi masyarakat yang tanahnya digunakan untuk membangun proyek tersebut. Sedangkan berdasarkan pendapat para ahli, pengadaan tanah memiliki pengertian yaitu perbuatan hukum yang berupa melepaskan hubungan hukum yang semula ada antara pemegang hak dan tanahnya yang diperlukan dengan pemberian imbalan dalam bentuk uang, fasilitas atau lainnya melalui musyawarah
untuk mencapai kata sepakat antara empunya tanah dan pihak yang memerlukan.54
Proses pengadaan tanah dilaksanakan dengan cara masyarakat selaku pemegang hak atas tanah melepaskan haknya untuk diserahkan kepada Negara. Masyarakat selaku pemegang hak atas tanah diwajibkan untuk melepaskan hak atas tanah yang dikuasai mereka kepada Negara untuk dikelola dalam rangka pembangunan demi kemakmuran rakyat.
Negara sebagai institusi tertinggi memiliki hak untuk mengatur pengelolaan sumber kekayaan agraria, salah satunya yaitu mengatur peruntukkannya. Hal tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 2 ayat (2) undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian (untuk selanjutnya disebut UUPA). Tindakan yang dilakukan oleh Negara tersebut disebut pula dengan hak menguasai Negara.
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang diikuti dengan pengadaan tanah milik masyarakat pada dasarnya haruslah bertujuan untuk kemakmuran rakyat dan kepentingan umum. Adapun pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah harus memberikan dampak positif bagi hajat orang banyak.
54 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Djambatan, Jakarta, 2003, Hlm. 7
1.2 Pengertian Kepentingan Umum
Proses pengadaan tanah milik masyarakat pada dasarnya merupakan suatu hal yang dibenarkan dalam peraturan secara konstitusional maupun aturan operasional yang mana tindakan tersebut juga merupakan salah satu bentuk implementasi dari hak menguasai Negara. Aturan hak menguasai Negara secara konstitusional tersebut diatur di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa :
“Bumi air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”
Pada dasarnya, pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 merupakan dasar perekonomian Indonesia, di dalamnya mengandung prinsip paham kebersamaan dan asas kekeluargaan. Oleh karena itu dalam pembangunan hukum ekonomi Indonesia Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 sifatnya memaksa, sehingga dalam perundang-undangan bidang ekonomi dinyatakan bahwa mengutamakan kemakmuran masyarakat banyak, bukan kemakmuran orang-seorang.55
Pengadaan tanah merupakan suatu kepentingan dalam bidang pembangunan yang tidak dapat dihindari, hal tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks maka kebutuhan terhadap tanah
55 Elli Ruslina, “Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 1, Maret 2012, Hlm. 51.
untuk pembangunan sarana demi kepentingan umum juga semakin meningkat. Konsekuesinya yaitu apabila hak milik individu berhadapan dengan kepentingan umum, maka kepentingan umum yang harus dijadikan prioritas.
Kepentingan umum secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu hal yang bertujuan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan sosial yang luas.56 Kepentingan umum yang terumuskan dalam UUPA, UU No.20/1961 Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya dan Inpres No.9/1973 Tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya, belum menegaskan esensi kriteria kepentingan umum secara konseptual. Kepentingan umum dinyatakan dalam arti
“peruntukannya” yaitu kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan. Sedangkan dalam Inpres No.9/1973 kepentingan umum diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut 4 macam kepentingan yaitu kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, kepentingan bersama dan kepentingan pembangunan.57
Untuk Pengadaan Tanah, konsep kepentingan umum didefiniskan dalam Keppres No.55/1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum telah memberikan klarifikasi dan definisi yang tegas mengenai kepentingan umum yang mencakup 3
56 Website Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, Tanah untuk Kepentingan Umum, https://kppip.go.id/opini/tanah-untuk-kepentingan-umum/, artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2021.
57 Ibid.
ciri yaitu kepentingan seluruh masyarakat, kegiatan pembangunan yang dilakukan dimiliki oleh pemerintah dan tidak dipergunakan untuk mencari keuntungan. Dengan demikian interpretasi tentang kegiatan termasuk dalam kategori kepentingan umum dibatasi pada terpenuhinya ketiga unsur tersebut secara kumulatif.58
1.3 Pengertian Ganti Kerugian atas Pengadaan Tanah
Pelepasan hak yang dilakukan oleh masyarakat terhadap tanah milik mereka pada dasarnya merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan apabila telah berhadapan dengan kepentingan umum.
Tindakan pelepasan hak tersebut tentunya harus diikuti dengan penerimaan ganti kerugian terhadap tanah yang telah mereka serahkan kepada pemerintah untuk pelaksanaan pengadaan tanah. Pemberian ganti rugi terhadap tanah masyarakat dalam proses pengadaan tanah tersebut diatur secara mendasar di dalam Pasal 9 ayat (2) undang-undang pengadaan tanah, yakni :
“Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.”
Berdasarkan pasal tersebut, diketahui bahwa suatu proses pengadaan tanah haruslah diwajibkan dengan pemberian ganti kerugian kepada masyarakat sebagai hak yang mereka terima atas pelepasan hak atas tanah yang telah mereka serahkan kepada Negara, sehingga Negara
58 Ibid.
berkewajiban untuk memberikan ganti rugi kepada masyarakat tersebut.
Sedangkan yang dimaksud dengan ganti kerugian diatur secara lebih khusus di dalam pasal 1 ayat (10) undang-undang pengadaan tanah, yakni:
“Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.”
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia, ganti rugi memiliki pengertian yang sama halnya dengan makna kompensasi yaitu pemberesan piutang dengan memberikan barang-barang yang seharga dengan utangnya.59 Menurut Maria S.W. Sumardjono ganti rugi yang harus diberikan dalam pengadaan tanah haruslah ganti kerugian yang adil yang berarti bahwa pemberian ganti rugi tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya atau lebih miskin dari keadaan semula. 60 Sedangkan yang dimaksud dengan ganti kerugian yang wajar dan layak adalah besarnya ganti kerugian memadai untuk memperoleh tanah dan/atau bangunan dan tanaman di tempat lain.61 Ganti kerugian dalam pengadaan tanah juga memiliki makna yaitu penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.62
59 KBBI, Pengertian Gantirugi atau kompensasi, https://kbbi.web.id/kompensasi, diakses pada tanggal 15 Februari 2021
60 Maria S.W. Sumardjono, Dinamika Pengaturan Pengadaan Tanah di Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2009, Hlm. 250
61Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahnya, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hlm. 265
62 Abdurahman H, Op.Cit. Hlm 123
Harga ganti rugi yang akan didapatkan oleh pihak yang berhak diukur ataupun dinilai dari variable tanah milik mereka, hal tersebut ssebagaimana diatur dalam pasal 33 Undang-undang pengadaan tanah yang menyebutkan bahwa:
“Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi:
a. Tanah
b. Ruang atas tanah dan bawah tanah c. Bangunan
d. Tanaman
e. Benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau f. Kerugian lain yang dapat dinilai.”
Besaran ganti kerugian atas proses pembebasan tanah milik masyarakat yang terkena dampak pengadaan tanah untuk kepentingan umum ditetapkan oleh tim penilai dengan melakukan penilaian terhadap variabel sebagaimana yang telah disebutkan di dalam pasal 33 undang-undang pengadaan tanah. Nilai ganti kerugian hasil penilaian penilai tersebut menjadi dasar musyawarah penetapan ganti kerugian antara lembaga pertanahan dengan pihak yang berhak atas ganti rugi. Hasil kesepakatan yang telah disetujui oleh pihak yang berhak dan panitia pelaksana yang diperoleh dari musyawarah tersebut menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak.63
63 Hukum Online, Langkah Hukum Bila Tak Sepakat Besaran Ganti Rugi PembebasanTanah,https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5283c878ea908/langkah-hukum-bila-tak-sepakat-besaran-ganti-rugi-pembebasan-tanah/, diakses pada tanggal 15 Februari 2021.
1.4 Asas-asas dalam Pengadaan Tanah
Asas merupakan suatu hal mendasar yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat terkait suatu hal.64 Asas dikenal juga dengan istilah prinsip dasar. Dalam proses pengadaan tanah juga terdapat asas-asas atau prinsip dasar yang harus dikedepankan dan dijalankan. Asas-asas pengadaan tanah adalah serangkaian kaedah fundamental yang menfundamentir peraturan perundang-undangan terkait pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.65 Berdasarkan Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum66, pelaksanaan pengadaan tanah dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip-prinsip dasar yakni :
a. Kemanusiaan;
Asas kemanusiaan adalah pengadaan tanah harus memberikan perlindungan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia, harkat, dan martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.67
b. Keadilan;
Asas keadilan adalah asas yang memberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang berhak dalam proses
64 Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/asas, diakses pada tanggal 20 Februari 2021.
65 Mulyadi, “Asas Dan Prinsip Pengadaan Tanah Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum”, Varia Hukum, No. XXXVIII Tahun XXIX, september 2017, Hlm. 8
66 Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
67 Penjelasan Pasal 2 huruf (a) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
pengadaan tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik.68
c. Kemanfaatan;
Asas kemanfaatan merupakan asas yang mengatur bahwasanya hasil dari pengadaan tanah mampu memberikan manfaat secara luas bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.69
d. Kepastian;
Asas kepastian maksudnya yakni memberikan kepastian hukum dalam hal tersedianya tanah dalam proses pengadaan tanah untuk pembangunan dan memberikan jaminan kepada pihak yang berhak untuk mendapatkan ganti kerugian yang layak.70
e. Keterbukaan;
Asas keterbukaan merupakan pengadaan tanah untuk pembangunan dilaksanakan dengan memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pengadaan tanah.71
f. Kesepakatan;
Asas kesepakatan yakni asas yang mengatur bahwasanya proses pengadaan tanah dilakukan dengan musyawarah para pihak
68 Penjelasan Pasal 2 huruf (b) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
69 Penjelasan Pasal 2 huruf (c) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
70 Penjelasan Pasal 2 huruf (d) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
71 Penjelasan Pasal 2 huruf (e) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
tanpa unsur paksaan dari pihak manapun untuk mendapatkan kesepakatan bersama.72
g. Keikutsertaan;
Asas keikutsertaan maksudnya adalah dukungan dalam penyelenggaraan pengadaan tanah melalui partisipasi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, sejak perencanaan sampai dengan kegiatan pembangunan.73
h. Kesejahteraan;
Asas kesejahteraan menyatakan bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat memberikan nilai tambah bagi kelangsungan kehidupan pihak yang berhak dan masyarakat secara luas.74
i. Keberlanjutan;
Asas keberlanjutan yakni kegaiatan pembangunan dapat berlangsung secara terus menerus, berkesinambungan, untuk mencapai tujuan yang diharapkan.75
j. Keselarasan.
Asas keselarasan merupakan asas yang mengatur bahwa pengadaan tanah untuk pembangunan dapat seimbang dan sejalan dengan kepentingan masyarakat dan Negara. 76
72 Penjelasan Pasal 2 huruf (f) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
73 Penjelasan Pasal 2 huruf (g) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
74 Penjelasan Pasal 2 huruf (h) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
75 Penjelasan Pasal 2 huruf (i) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Selain asas-asas sebagaimana yang telah dijelaskan di dalam Pasal 2 undang-undang pengadaan tanah tersebut, terdapat pula asas dalam pengadaan tanah yang dirumuskan oleh para ahli. Maria S.W. Sumardjono mengemukakan sejumlah asas yang harus mendasari pelaksanaan pengadaan tanah, antara lain yakni asas kesepakatan, asas kemanfaatan, asas keadilan, asas kepastian, asas keterbukaan, asas keikutsertaan, asas kesetaraan, dan asas minimalisasi dampak dan kelangsungan kesejahteraan sosial ekonomi disertai upaya memperbaiki taraf hidup masyarakat yang terkena dampak sehingga kegiatan sosial ekonominya tidak mengalami kemunduran.77 Asas-asas sebagaimana yang telah diuraikan diatas pada dasarnya tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit, akan tetapi perlu sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi pelaksanaan hukum yang berlaku dan pembentukan hukum praktis yang berorientasi pada asas-asas hukum tersebut.
2. Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli-Banda Aceh.
Pembangunan jalan tol ruas Sigli Banda Aceh merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat aceh, dikarenakan tol tersebut merupakan pembangunan tol perdana yang dilaksanakan di provinsi tersebut. Oleh karena hal tersebut, pembangunan jalan tol ruas Sigli Banda Aceh tentunya menarik perhatian setiap kalangan mulai dari para praktisi hukum, akademisi, sampai dengan masyarakat yang terkena dampak
76 Penjelasan Pasal 2 huruf (j) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
77 Maria S.W.Sumardjono, Op.Cit, Hlm. 282-284.
secara langsung maupun tidak langsung. Selain merupakan pembangunan tol perdana, hal lain yang menarik perhatian yakni berbagai permasalahan yang timbul dari proyek pembangunan jalan tol tersebut dan solusi permasalahannya sejak proses perencanaan hingga pada tahap peresmian tol tersebut.
2.1 Profil Proyek Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli-Banda Aceh Pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh merupakan rencana lanjutan dari proyek pembangunan jalan tol Trans Sumatera yang memiliki jarak total sepanjang 2.765 km yang mana terdiri dari 1.839 km tol lintas utama dan 926 km tol lintas penghubung. Jalan Trans Sumatera tersebut dimulai dari Kecamatan Bakauheni provinsi Lampung dan berakhir di Kota Banda Aceh provinsi Aceh yang dilaksanakan pembangunannya oleh Perseroan Terbatas Adhi Karya (persero) Tbk.
Adapun pembangunan jalan tol tersebut menggunakan APBN (anggaran pendapatan belanja Nasional) yang bersumber dari pemerintah pusat.78
Pembangunan jalan tol Trans Sumatera dibagi ke dalam 11 (sebelas) ruas penugasan, salah satunya yakni ruas Medan-Banda Aceh yang memiliki jarak total sepanjang 470 Km, kemudian ruas Medan – Banda Aceh tersebut dibagi kembali menjadi beberapa ruas79, salah satunya yakni ruas Sigli-Banda Aceh sebagaimana yang akan dibahas di dalam penelitian ini. Jalan tol ruas Sigli – Banda Aceh memiliki jarak
78 Laporan Tol Sigli-Banda Aceh Progres Lahan & Konstruksi September 2020.
79 Ibid.
total sepanjang 74,2 Km yang dibagi dalam 6 seksi mulai dari wilayah Padang Tiji sampai dengan Kutabaro. Hal tersebut sebagaimana telah diatur di dalam Keputusan Gubernur Aceh Nomor 590/1008/2017 Tentang Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Jalan Tol Aceh Ruas Sigli- Banda Aceh yakni :
“Menetapkan lokasi pengadaan tanah bagi pembangunan jalan tol Aceh ruas Sigli-Banda Aceh seluas 853 Ha, terletak pada kabupaten, kecamatan, dan Gampong sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan Peta Lokasi sebagaimana tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan Gubernur ini.”80
Proyek pembangunan jalan tol ruas sigli – Banda Aceh tersebut diserahkan kepada Perseroan Terbatas Hutama Karya (persero) selaku pemilik proyek, sedangkan pengerjaan pembangunannya dilaksanakan dengan menggunakan jasa Perseroan Terbatas Adhi Karya (persero) Tbk selaku kontraktor pelaksana berupa pekerjaan perencanaan rencana teknik dan pembangunan fisik yang meliputi pekerjaan tanah, pengerasan, struktur, fasilitas tol, dan pekerjaan penunjang lainnya.
Kontrak pembangunan jalan tol sigli –Banda Aceh tersebut disepakati dengan judul Kontrak yaitu Pelaksanaan Pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh dengan nomor kontrak : DPBJT/IO.3399/S.Perj.83XI/2018 tanggal 30 November 2018. Dengan
80 Pasal Kesatu Keputusan Gubernur Aceh Nomor 590/1008/2017 Tentang Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Jalan Tol Aceh Ruas Sigli- Banda Aceh.
nilai kontrak mencapai Rp. 8.403.299.000.000,00- (Delapan triliun empat ratus tiga miliar dua ratus Sembilan puluh Sembilan juta rupiah).81
2.2 Lokasi Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli- Banda Aceh
Pembangunan jalan tol ruas sigli- Banda Aceh dibangun di wilayah kabubaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie. Sesi pembangunan jalan tol ini dibagi menjadi 6 (enam) sesi pengerjaan, antara lain yakni :
Tabel 2 : Pembagian seksi dan progres pembangunan Jalan Tol Ruas
81 Laporan Tol Sigli-Banda Aceh Progres Lahan & Konstruksi September 2020.
Pada penelitian ini akan membahas terkait pembangunan jalan tol khususnya di sesi IV Indrapuri- Blang Bintang dan sesi V Blang Bintang-Kuta Baro. Kontrak pembangunan pada sesi tersebut ditandatangani pada tanggal 22 Januari 2019 dengan nilai kontrak sebesar Rp.
1.735.079.000,00- ( Satu milyar tujuh ratus tigapuluh lima juta tujuh puluh Sembilan ribu rupiah).82
Pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol sesi IV Indrapuri-Blangbintang sampai dengan tersebut berjumlah total sebesar 1.628.452 m2 (meter persegi) mencakup 804 (delapan ratus empat) bidang tanah yang terletak di beberapa gampong (desa), antara lain yakni :
Wilayah Indrapuri : Desa Lampanah Teungoh, Desa Lampanah Ranjo, Desa Lamlueng, Desa Seout Tunong, Desa Cureh, dan Desa Lampanah Baroe.83
Wilayah Indrapuri : Desa Lampanah Teungoh, Desa Lampanah Ranjo, Desa Lamlueng, Desa Seout Tunong, Desa Cureh, dan Desa Lampanah Baroe.83