• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN GANTI RUGI PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL RUAS SIGLI BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN GANTI RUGI PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL RUAS SIGLI BANDA ACEH"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SHELVI FAZIRA RIZKY/M.Kn 187011149

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

i

(3)

ii Telah Diuji Pada

Tanggal 5 Agustus 2021

TIM PEENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,CN.

ANGGOTA : 1. Prof. Dr. Hasim Purba, S.H.,M.Hum.

2. Dr.Zaidar, S.H.,M.Hum.

3. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H.,CN,.M.Hum.

4. Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A.

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN GANTI RUGI PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN JALAN TOL RUAS

SIGLI– BANDA ACEH

Pasal 1 angka 10 Undang-undang Pengadaan tanah mewajibkan ganti kerugian kepada masyarakat yang terkena dampak pengadaan tanah demi kepentingan umum secara adil dan layak sehingga masyarakat dapat melangsungkan kehidupannya secara lebih baik. Namun pada Proses Pembangunan jalan Tol ruas Sigli-Banda Aceh khususnya sesi IV dan Sesi V terdapat beberapa hambatan, salah satunya yakni mengenai nominal ganti kerugian terhadap masyarakat yang jauh dari harga pasar sehingga mencederai nilai keadilan dalam proses pengadaan tanah tersebut.

Jenis penelitian tesis ini menggunakan penelitian yuridis empiris yang bersifat deskriptif. Data yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer yang berasal dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

Hasil penelitian ditemukan bahwa proses ganti rugi tanah masyarakat pada pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Sigli-Banda Aceh khususnya sesi IV dan V telah dilaksanakan sejak Juli 2018 dan masing-masing telah mencapai progress 98% dan 81,19%. Kendala yang dihadapi masyarakat dalam pemberian ganti rugi atas pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh meliputi kendala yuridis berupa kekosongan hukum dan kendala pelaksanaan di lapangan. Selanjutnya upaya hukum yang dilakukan masyarakat pemegang hak atas tanah berkaitan dengan pemberian ganti kerugian yakni melalui upaya hukum secara non-litigasi yaitu musyawarah dan upaya hukum jalur litigasi pada Pengadilan Negeri Jantho. Kesimpulan yang diperoleh yaitu Proses pemberian ganti rugi kepada masyarakat pada pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh belum dilaksanakan secara maksimal karena masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan uang ganti rugi hingga saat ini. Masih terdapat banyak hambatan pada proses pelaksaan ganti rugi kepada masyarakat yang disebabkan ketidakpastian norma yang mengatur terkait penetapan nominal ganti rugi kepada masyarakat. Selanjutnya Upaya hukum secara litigasi dan non-litigasi yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam menuntut ganti rugi tidak memberikan dampak yang adil bagi masyarakat pemegang hak atas tanah. Disarankan kepada panitia pelaksana untuk segera menyelesaikan ganti kerugian bagi masyakat demi tercapainya kepastian hukum dan keadilan. Disarankan kepada pemerintah untuk membentuk suatu regulasi yang mengatur secara jelas dan tegas terkait prosedur dan mekanisme dalam menentukan besaran ganti rugi pada pengadaan tanah. Disarankan kepada pemerintah untuk membentuk lembaga mandiri yang berperan membantu masyarakat mencapai keadilan dan kelayakan dalam proses ganti rugi pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Kata kunci: Pengadaan Tanah, Pembangunan Jalan Tol, Pelaksanaan Ganti Rugi, Tol Sigli-Banda Aceh

(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Konsepsi ... 22

G. Metode Penelitian ... 25

1. Sifat dan Jenis Penelitian... 25

2. Sumber Data ... 27

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 29

4. Analisis Data ... 31

BAB II : PELAKSANAAN GANTI RUGI KEPADA MASYARAKAT ATAS PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL RUAS SIGLI-BANDA ACEH ... 34

A. Pengadaan Tanah dengan ganti kerugian untuk pembangunan jalan Tol ruas Sigli-Banda Aceh ... 34

(8)

vii

1. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. ... 34 2. Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli-Banda Aceh. ... 45 B. Pelaksanaan Pengadaan Tanah dan Ganti Kerugian untuk

pembangunan jalan Tol ruas Sigli-Banda Aceh ... 50 1. Tahap Perencanaan Pembangunan Jalan Tol ruas Sigli-Banda

Aceh ... 51 2. Tahap Persiapan Pembangunan Jalan Tol ruas Sigli-Banda Aceh. ... 53 3. Tahap Pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol ruas Sigli-Banda

Aceh. ... 56 4. Tahap Penyerahan Hasil Pembangunan Jalan Tol ruas Sigli-Banda

Aceh ... 62 BAB III: HAMBATAN DALAM PROSES GANTI KERUGIAN ATAS

PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL RUAS SIGLI – BANDA ACEH ... 69 A. Penerapan Ketidaksesuaian Pelaksanaan proses pengadaan tanah

untuk pembangunan pembangunan jalan Tol ruas Sigli-Banda Aceh .... 69 1. Prosedur Pelaksanaan Pengadaan Tanah berdasarkan hukum

positif di Indonesia ... 69 2. Analisis Pelaksanaan Prosedur penilaian oleh PANITIA PENILAI

terhadap ganti kerugian dalam pembangunan Jalan Tol ruas Sigli- Banda Aceh ... 78 B. Hambatan dalam Proses Ganti Kerugian terhadap Masyarakat atas

Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli – Banda Aceh ... 83

(9)

viii

1. Hambatan Yuridis dalam Proses Ganti Kerugian terhadap Masyarakat atas Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli – Banda Aceh... 84 2. Hambatan Pelaksana dalam Proses Ganti Kerugian terhadap

Masyarakat atas Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli – Banda Aceh... 87

2.1 Tidak Tercapainya Kesepakatan dalam Musyawarah terhadap Nominal Ganti Rugi atas Tanah Masyarakat ... 88 2.2 Nominal Ganti Kerugian ditetapkan Secara Sepihak oleh

PANITIA PENILAI Tanpa Adanya Persetujuan Dari Masyarakat ... 89 2.3 Ganti Kerugian Memperburuk Kondisi Ekonomi Masyarakat

yang Terkena Dampak Pembebasan Tanah ... 91 2.4 Lambatnya Pencarian Tanah Pengganti untuk Masyarakat

oleh Panitia Pelaksana ... 93 BAB IV: UPAYA PENYELESAIAN TERHADAP RENDAHNYA NILAI

GANTI RUGI ATAS PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALAN TOL RUAS SIGLI-BANDA ACEH ... 95 A. Alternatif Upaya Hukum menurut Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku ... 95 1. Berdasarkan Undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang

pengadaan Tanah ... 95

(10)

ix

2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ... 96

3. Gugatan Kelompok (Class Action/ Class representative) ... 97

B. Upaya yang dilakukan Masyarakat yang Terkena Dampak dari Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli-Banda Aceh ... 98

1. Upaya Hukum Non-Litigasi yang dilakukan masyarakat di Wilayah Indrapuri-Blang Bintang dan Blang Bintang-Kuta Baro ... 99

2. Upaya Hukum Litigasi yang dilakukan masyarakat di Wilayah Indrapuri-Blang Bintang dan Blang Bintang-Kuta Baro ... 101

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan... 105

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 108

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembukaan Undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan dari terbentuknya Negara Indonesia ialah untuk menghantarkan rakyat pada kehidupan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.1 Hal tersebut juga diatur secara konstitusional di dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang menyatakan secara tegas bahwa seluruh warga Negara Republik Indonesia dijamin untuk memperoleh kehidupan yang layak untuk kesejahteraan.2 Salah satu parameter kesejahteraan suatu negara tidaklah terlepas dari aspek pembangunan.

Salahsatu alasan pembangunan dianggap sebagai indikator dari kemajuan dikarenakan Negara sebagai institusi tertinggi diwajibkan untuk menyediakan infrastuktur bagi masyarakat demi mencapai fungsi kemanfaatan bagi seluruh masyarakat, sehingga ketika sarana dan prasarana telah memadai maka masyarakat dapat menggunakan fasilitas yang telah disediakan oleh Negara untuk mencapai kesejahteraan.

Dalam mewujudkan pembangunan demi mencapai kesejahteraan, Negara memiliki kewenangan untuk mengelola sumber kekayaan yang dimiliki untuk mencapai kemakmuran bangsa. Hal tersebut sebagaimana di

1 Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2 Website Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, “Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Dengan UUD 45”, https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11732, diakses pada tanggal 27 April 2021.

(12)

2

dituangkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa:

“Bumi air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Berdasarkan pasal tersebut Negara diberikan kewenangan untuk mengatur peruntukkan sumber daya alam yang terkandung di dalam bumi, air, dan ruang angkasa untuk dimanfaatkan bagi masyarakat dalam mencapai kemakmuran. Dalam ranah politik, Negara diakui sebagai sumber, pemilik, dan sekaligus pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, dengan kewenangan yang dimiliki sebagai penguasa sumber daya alam.3 Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut juga merupakan dasar pembentukan hukum agraria nasional yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.

Salah satu sumber kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara adalah tanah. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) tanah merupakan permukaan bumi yang diatasnya dapat melekat macam-macam hak.4

3Hukum Online, Konsep Penguasaan SDA oleh Negara, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4db0437a336ec/apakah-pengelolaan-sda- oleh-pihak-swasta-tidak-menyalahi-konsitusi-/ , diakses pada tanggal 25 November 2020.

4 Pasal 4 ayat (1) Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(13)

Salah satu contoh hak yang melekat pada tanah yaitu hak milik sebagaimana termuat dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA, yang menyebutkan:

“Hak milik adalah hak turun-temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA.”

Sesuai dengan memori penjelasan UUPA bahwa pemberian sifat terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak itu merupakan hak yang mutlak tak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat.5 Tidak sama halnya dengan hak eigendom, sehingga hak milik juga tetap harus memperhatikan fungsi sosial

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 UUPA.

Selain itu, di atas tanah juga melekat fungsi sosial, hal tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, (selanjutnya disebut UUPA) menyatakan bahwa :

“Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.”

Pengertian fungsi sosial yakni tidak ada hak subyektif (subjectief recht) melainkan yang ada hanya fungsi sosial. Dalam pemakaian sesuatu hak atas tanah hanya memperhatikan kepentingan suatu masyarakat. Pasal 6 UUPA merumuskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam penjelasan UUPA dikatakan bahwa seseorang tidak boleh semata-mata

5 A.P. Parlindungan, Komentar atas Undang-undang pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 2008, Hlm. 137

(14)

mempergunakan tanah tersebut untuk pemakaian pribadinya tanpa memperdulikan fungsi sosial yang melekat pada tanah tersebut.6

Salah satu upaya pembangunan dalam kerangka pembangunan nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah pembangunan untuk Kepentingan Umum. Pembangunan untuk Kepentingan Umum tersebut memerlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara.7

Salah satu faktor yang mendorong pembangunan infrastruktur yaitu tanah. Mengingat segala fasilitas yang dibangun oleh Negara untuk masyarakat akan dibangun di atas suatu lahan atau tanah. Untuk merealisasikan hal tersebut, maka pemerintah sebagai inteprestasi dari Negara melakukan kegiatan pengadaan tanah dalam rangka pembangunan untuk kepentingan umum.

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Selanjutnya disebut UU Pengadaan Tanah) dinyatakan bahwa :

“pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.”

6 Ibid, Hlm. 65

7 Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

(15)

Pada prinsipnya pengadaan tanah dilakukan dengan cara musyawarah antar pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah yang tanahnya diperlukan untuk kegiatan pembangunan.8 Menurut Mudakir Iskandar Syah untuk menentukan ganti rugi diserahkan pada kesepakatan bersama antara pihak yang memerlukan tanah dan para pemiliknya.9 Sedangkan di dalam Pasal 1 angka 10 UU Pengadaan Tanah menyatakan :

“Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.”

Secara umum dalam kegiatan pengadaan tanah kata layak yang dimaksud adalah memberikan harga yang wajar kepada pihak yang berhak.

Selanjutnya kata adil yang dimaksud untuk memberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah sehingga mendapatkan kesempatan untuk dapat melangsungkan kehidupan yang lebih baik.10

Menurut Maria SW Sumardjono, Ganti rugi adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah, kerugian yang bersifat non fisik meliputi kehilangan pekerjaan, bidang usaha, sumber penghasilan dan sumber pendapatan lainnya yang berdampak kepada penurunan tingkat kesejahteraan seseorang.11

8Maria S.W Sumardjono, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi dan Budaya, Kompas, Jakarta, 2008, Hlm 14.

9Mudakir Iskandar Syah, Pembebasan Tanah Untuk Pembangunan KepentinganUmum, Permata Aksara, Jakarta, 2015, Hlm 20.

10Hery Zarkasih, “Pelaksanaan Prinsip Keadilan dalam Pemberian Ganti Rugi Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.” Jurnal Hukum IUS, No.2, Vol.3, Januari 2015, Hlm. 9.

11Maria SW Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2007, Hlm. 103.

(16)

Menurut Aminuddin Salle, besaran ganti rugi telah dipatok sepihak oleh pemerintah. Jikapun masyarakat menerima besaran ganti rugi yang ditetapkan pemerintah tersebut, lebih dikarenakan faktor keterpaksaan. Selain itu, disisi lain juga sebenarnya telah menciderai nilai-nilai demokrasi yang pada dasarnya menekankan musyawarah sebagai mekanisme dalam menentukan lokasi, besaran dan bentuk ganti rugi. Dapat dikatakan adil bagi kepentingan pemerintah tetapi belum tentu menjadi adil bagi kepentingan masyarakat yang terdampak dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan. Dalam musyawarah tentunya antara kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat yang terkena Pengadaan Tanah berlangsung secara dialogis sehingga menghasilkan keputusan yang adil diantara kedua belah pihak.12

Provinsi Aceh sebagai salah satu Provinsi di negara Republik Indonesia yang terletak di wilayah barat pulau Sumatera, pada saat ini sedang berlangsung pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh. Pembangunan atas sarana berupa jalan tol tersebut memiliki jarak total sepanjang 74,2 Km yang melintasi kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie, yang mana pembangunan jalan tol tersebut dibagi dalam beberapa seksi. Pelaksanaan pembangunan jalan tol untuk kepentingan umum tersebut tidak terlepas dari teknis pengadaan tanah atau pembebasan tanah oleh pemerintah daerah yang juga disertai dengan mekanisme ganti rugi.

12Aminuddin Salle, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2007, Hlm. 174.

(17)

Tabel. 1 : Tabel Kabupaten, Kecamatan, dan Gampong Lokasi Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Jalan Tol Aceh Ruas Sigli-Banda Aceh.13

KABUPATEN KECAMATAN GAMPONG

ACEH BESAR 1. BAITUSSALAM 1. LAMBADA LHOK

2. KLIEN COT ARON 3. MIRUEK LAMREUDEUP

II. DARUSSALAM 1. CUT

2. BLANG 3. LAM UJONG 4. LAMPUJA 5. MIRUEK TAMAN 6. KRUENG KALEE III. KUTA BARO 1. COT PREH

2. SEUPEU

3. COT MANCANG 4. PUUK

5. TUMPOK LAMPOH 6. LAMBUNOT TANOH 7. LAMTEUBEE MON ARA 8. LAMBUNOT RAYA 9. UJONG BLANG 10. LAM SABANG 11. LEUPUNG MESJID 12. COT BEUT

IV. BLANG BINTANG 1. TEUPIN BATEE 2. BUENG PAGEU 3. KAYEE BLANG 4. BLANG

5. DATA MAKMUR 6. COT MALEM

V. MONTASIK 1. ATONG

2. BUENG RAYA

13 Lampiran 1 Keputusan Gubernur Aceh Nomor 590/1664/2019 Tentang aperpanjangan jangka Waktu Penetapan Lokasi APengadaan Tanah Bagi Pembangunan Jalan Tol Aceh Ruas Sigli-Banda Aceh

(18)

3. PEURUMPING 4. MON ARA 5. COT LHOK 6. KUWEU

VI. INDRAPURI 1. LAMPANAH DAYAH

2. LAMPANAH TEUNGOH 3. LAMPANAH RANJO 4. LAMLUENG

5. SEUOT TUNONG 6. CUREH

7. COT KAREUNG 8. LAMPANAH TUNONG 9. LAMPANAH BARO 10. MEUSALE

VII. KUTA COT GLIE 1. PAKUK 2. BAK SUKON 3. BUENG SIMEK 4. KEURUWENG BLANG 5. KEUREWENG KRUENG VIII. SEULIMUM 1. LAMPISANG DAYAH

2. LHIEB

3. ALUE GINTONG 4. DATA GASEU 5. RABO

6. MEUNASAH BAROE XI.LEMBAH SEULAWAH 1. LAMBARO TUNONG

2. LON BAROH 3. LON ASAN

4. PAYA KEUREULEH 5. LAM TAMOT

X. PADANG TIJI 1. BLANG GEULEUDING 2. KREET PALOH

3. TEUNGOH DRIEN GOGO 4. ARON BUNOET

5. JURONG GP. COT PALOH

6. TEUNGOH PEUDAYA

(19)

7. PANTE CERMEN 8. SUYO PALOH

9. PULO HAGU TANJONG 10. CAPA PALOH

11. GEULEMPANG GEULEUDING

12. JUROENG ANOE PALOH 13. MUKEE GOGO

14. BALEE PALOH 15. CUT PALOH

Pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh pada proses pelaksanaannya juga mengalami beberapa hambatan, khususnya di wilayah Kecamatan Blang Bintang. Salah satu permasalahan yang muncul yakni terkait dengan nominal ganti rugi terhadap tanah masyarakat. Pemegang hak merasa tidak mendapat keadilan karena harga ganti rugi yang ditetapkan dalam musyawarah relatif rendah.

Pada tahun 2010 pernah dilakukan pembebasan tanah oleh pemerintah untuk pembangunan lembaga pendidikan seharga Rp 85.000,- (delapan puluh lima ribu) permeter. Pada tahun 2013 juga adanya dilakukan pembebasan tanah dengan pelepasan hak oleh masyarakat seharga Rp 130.000,- (seratus tiga puluh ribu) permeter, sedangkan pada tahun 2017 untuk pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh dilakukan penaksiran seharga Rp 40.000,- (empat puluh ribu rupiah) permeter oleh panitia pembebasan tanah. 14

14 Wawancara Zamzami, Kepala Desa Makmur, Blangbintang, 20 Desember 2020.

(20)

Berdasarkan hal tersebut, masyarakat setempat selaku pemegang hak merasa pemerintah tidak berlaku adil dalam menentukan nilai ganti rugi tersebut. Mengingat pada tahun 2010 dan tahun 2013 harga yang diberikan oleh tim penaksir lebih tinggi daripada harga yang diberikan pada tahun 2017, sedangkan lokasi dan keadaan tanah yang dibebaskan pada tahun 2010 dan 2013 adalah berdekatan dan juga merupakan kebun warga yang mana sama dengan tanah yang dibebaskan untuk pembangunan jalan tol Sigli –Banda Aceh. Sehingga berdasarkan hal tersebut masyarakat pemegang hak atas tanah tersebut merasa keberatan dengan nominal yang diberikan penaksir terhadap tanah mereka.

Adapun penetapan ganti rugi secara tidak wajar tersebut juga terjadi akibat tidak adanya aturan hukum yang mengatur secara jelas terkait nominal ganti rugi tanah. Undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan umum tidak memberikan penjelasan secara rinci dalam menentukan besaran ganti rugi. Tim Penilai melakukan penilaian terhadap objek dengan berpedoman pada Pasal 33 UU Pengadaan Tanah, yakni :

“Penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi:

a. Tanah;

b. Ruang atas tanah dan bawah tanah;

c. Bangunan;

d. Tanaman;

e. Benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau f. Kerugian lain yang dapat dinilai.

Namun di dalam Pasal 34 ayat (2) disebutkan bahwa :

(21)

“Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Lembaga Pertanahan dengan berita acara”

Undang-Undang Pengadaan tanah hanya menyebutkan objek apa saja yang harus diperhitungkan dalam melakukan penilaian terhadap tanah, namun tidak menjelaskan secara rinci bagaimana prosedur dalam menentukan nominal tanah tersebut. Selain itu, Undang-Undang Pengadaan tanah menyebutkan bahwa besarnya ganti kerugian ditentukan dari hasil penilaian dari tim penilai15, namun terkait dengan prosedur dan cara kerja dari tim appraisal atau tim penilai dalam menentukan nominalnya tidak diatur secara jelas dan rinci oleh undang-undang pengadaan tanah, sehingga dalam menjalankan tugasnya Tim Penilai hanya menggunakan dasar hukum berupa undang-undang nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan umum, namun dalam hal menentukan harga tim penilai melakukan penilaian dengan menggunakan metode wawancara masyarakat dan pengambilan harga pasar secara acak16 sehingga seringkali menimbulkan konflik antara masyarakat dan pemerintah mengenai besar harga ganti rugi.

Pemerintah berpegang pada harga yang diberikan oleh tim penilai, sedangkan masyarakat cenderung berpegang pada harga pasar tanah.

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini penting untuk dilakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Analisis Yuridis Pelaksanaan Ganti Rugi

15 Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Pengadaan Tanah.

16 Wawancara KJPP, Banda Aceh, 18 januari 2021

(22)

Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli- Banda Aceh.” Dengan rumusan masalah sebagai berikut :

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka identifikasi permasalahan yaitu:

1. Bagaimana proses pelaksanaan ganti rugi atas tanah masyarakat yang menjadi objek pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol ruas Sigli- Banda Aceh?

2. Bagaimana kendala yang dihadapi masyarakat dalam pemberian ganti rugi atas pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol ruas Sigli- Banda Aceh?

3. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan kendala terkait rendahnya nilai ganti rugi pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis dan menjelaskan pelaksanaan ganti rugi terhadap masyarakat atas pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh.

(23)

2. Untuk menganalisis dan menjelaskan kendala yang dihadapi masyarakat dalam ganti rugi yang layak untuk pembebasan tanah pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh

3. Untuk menganalisis dan menjelaskan upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan kendala terkait rendahnya nilai ganti rugi pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk melahirkan berbagai konsep keilmuwam di bidang hukum agraria khususnya terkait ganti rugi atas pengadaan tanah, serta dapat dijadikan referensi rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi masukan bagi instansi dan memberikan pengetahuan bagi masyarakat terkait perlindungan hukum dan keadilan dalam hal pembebasan tanah untuk kepentingan umum.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera utara diketahui bahwa penelitian tentang “Analisis Yuridis Pelaksanaan Ganti Rugi Pengadaan Tanah untuk Kepentingan

(24)

Pembangunan Jalan Tol Ruas Sigli-Banda Aceh” belum pernah dilakukan penelitian. Namun saat melakukan penelusuran ditemukan beberapa penelitian di lingkungan Universitas Sumatera Utara yang memiliki pembahasan terkait ganti rugi atas pengadaan tanah, yakni :

1. Rizky Febriansyah Hasibuan dengan judul “Analisis Hukum Ganti Rugi Tanah Masyarakat Untuk Pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu- Tebing Tinggi (Studi Desa Bangun Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang)”, yang membahas permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana dasar pengaturan ganti rugi terhada tanah yang diambil oleh Negara untuk kepentingan umum?

b. Mengapa terjadi ketidaksesuaian ganti rugi atas rumah dan tanah yang diperoleh masyarakat desa bangun sari, kecamatan tanjung morawa kabupaten deli serdang atas Pembangunan Jalan Tol Medan- Kualanamu-Tebing Tinggi?

c. Bagaimana Upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat desi bangun sari kecamatan tanjung morawa kabupaten deli serdang akibat ketidaksesuaian ganti rugi atas rumah dan tanah yang telah diganti rugi oleh pemerintah untuk pembangunan jalan tol Medan- Kualanamu-Tebing Tinggi?

2. Bangun P Nababan dengan judul tesis “Penyelesaian Ganti Rugi Tanah untuk Pembangunan Bandar Udara Silangit Siborong-Borong Kabupaten Tapanuli Tengah”, yang membahas permasalahan sebagai berikut :

(25)

a. Bagaimana status hak atas tanah di areal Bandar Udara Silangit Siborong-Borong?

b. Bagaimana pengadaan tanah masyarakat adat bagi pelaksanaan pembangunan Bandar Udara Silangit Siborong-Borong?

c. Apakah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan Bandar Udara Silangit Siborong-Borong?

3. Rizky Fauzi Sembiring dengan Judul “Analisis Yuridis Pelaksanaan penetapan ganti rugi atas tanah akibat pelebaran jalan di Daerah Desa Sumber Mufakat”, yang membahas permasalahan sebagai berikut :

a. Apakah Pelaksanaan Penetapan Agnti Rugi Atas Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan Di Desa Sumber Mufakat Telah Sesuai Dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum?

b. Faktor-Faktor Apa yang Menghambat Pelaksanaan Penetapan Ganti Rugi Atas Tanah Untuk Kepentingan Pembangunan Di Desa Sumber Mufakat?

c. Bagaimana Upaya Hukum yang Dilakukan Terhadap Masalah Penetapan Ganti Rugi Atas Tanah untuk Kepentingan Pembangunan Di Desa Sumber Mufakat?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

(26)

Kerangka teori diperlukan sebagai alat untuk mengkaji dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang telah dirumuskan untuk mengungkap fenomena hukum.17 M.Solly Lubis menyatakan bahwa konsep teori merupakan : “Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai suatu kasus ataupun permasalahan (problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti”. 18

Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistentisnya, dan suatu terori harus konsisten tentang apa yang diketahui tentang dunia sosial oleh partisipan dan ahli lainnya, minimal harus ada aturan-aturan penerjemah yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain.19 Menurut W.L Neuman yang berpendapat dikutip dari Otje Salman dan Anto F Susanto menyebutkan:

“Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengoerganisasi pengetahuan tentang dunia, ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.”20

17Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Desertasi dan Tesis, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014, Hlm 1.

18M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 2004, Hlm 27.

19 H.R. Otje Salman S dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, Hlm.23

20Ibid, Hlm. 22.

(27)

Kerangka teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. Pada suatu penelitian, teori atau kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan, antara lain sebagai berikut:

a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau di uji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi.

c. Teori bisasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa- masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan- kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis.21 Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori perlindungan hukum dan teori keadilan.

a. Teori Perlindungan Hukum

Teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno. Perlindungan menurut definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang pertama perlindungan adalah tempat berlindung

21 M. Solly Lubis, Op.Cit, Hlm. 80.

(28)

(bersinonim dengan pertahanan), hal yang kedua, perbuatan memperlindungi, (bersinonim dengan konservasi, penjagaan). Menurut Von Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah cerminan dari undang-undang abadi (lex naturalis). Jauh sebelum lahirnya aliran sejarah hukum, ternyata aliran hukum alam tidak hanya disajikan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga diterima sebagai prinsip-prinsip dasar dalam perundang-undangan. Keseriusan umat manusia akan kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal yang esensi yang berharap adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Hukum alam telah menunjukkan, bahwa sesungguhnya hakikat kebenaran dan keadilan merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori.

Berbagai anggapan dan pendapat para filosof hukum bermunculan dari masa ke masa. Pada abad ke-17, substansi hukum alam telah menempatkan suatu asas yang bersifat universal yang dapat disebut HAM.22

Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada HAM dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.

Dengan demikian Satjipto Raharjo, mengemukakan, “Perlindungan hukum bisa berarti berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara

22Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 2007, Hlm. 2.

(29)

pikiran maupun fisik dari ganguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.”23

Phillipus M. Hadjon berpandangan bahwa:

Perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah berikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di lembaga peradilan. 24

Perlindungan hukum dapat dimaknai perlindungan yang diberikan terhadap hukum, agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.25

Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Satijipto Raharjo, bahwa hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.26

Teori perlindungan hukum merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis tentang wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada subjeknya. 27 Berdasarkan uraian tersebut

23Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, Hlm. 53.

24Phillipus M. Hadjon, Op. Cit, Hlm.29.

25Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, Hlm.38

26Satijipto Raharjo, Op. Cit., Hlm. 55.

27Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Op Cit., Hlm. 263.

(30)

di atas, maka teori perlindungan hukum dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis dan memberikan kejelasan atau gambaran perlindungan kepada masyarakat dalam hal ganti rugi tanah untuk kepentingan umum pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh.

b. TFTim Penilaieori Keadilan.

Teori selanjutnya yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori keadilan. Menurut Kamus Bahasa Indonesia adil memiliki makna yaitu tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah.28 Adil terutama mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas norma-norma objektif.

Keadilan pada dasarnya adalah suatu konsep yang relatif, setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi yang lainnya, ketika seseorang menegaskan bahwa ia melakukan suatu keadilan, hal itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum dimana suatu skala keadilan diakui. Skala keadilan sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap skala didefinisikan dan sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat sesuai dengan ketertiban umum dari masyarakat tersebut.29

John Rawls mengemukakan tiga macam kebenaran bagi prinsip keadilan yang ia bangun, dua diantaranya pada daya penilaian moral

28 Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/adil, diakses pada tanggal 26 November 2020

29 M. Agus Santoso, Hukum,Moral & Keadilan Sebuah Kajian Filsafat Hukum, Ctk. Kedua, Kencana, Jakarta, 2014, Hlm. 85.

(31)

yang sungguh dipertimbangkan, dan yang ketiga berdasar apa yang ia sebut sebagai interpretasi Kantian terhadap teorinya. Dasar kebenaran pertama bersandar pada tesis: “Jika sebuah prinsip mampu menerangkan penilaian dan keputusan moral kita yang sungguh dipertimbangkan tentang apa itu adil dan tidak adil, maka prinsip tersebut dapat diterima”. Menurut dasar kebenaran kedua : “Jika menurut keputusan moral kita sebuah prinsip dipilih dibawah kondisi yang cocok untuk pemilihan, maka prinsip keadilan dapat diterima”.

Prinsip tersebut akan cocok dengan pertimbangan moral kita. Kedua dasar kebenaran yang cocok dengan pertimbangan moral kita mengacu pada apa yang disebut adil dan tidak adil serta kondisi-kondisi yang sesuai dengan prinsip keadilan. Antara pertimbangan-pertimbangan moral tentang adil dan tidak adil dengan kondisi bagi pemilihan prinsip terdapat penyesuaian timbal balik. Rawls menyebutnya sebagai keseimbangan refleksi (reflective equilibrium).30

Ada dua tujuan dari teori keadilan menurut John Rawls, yaitu : Pertama, teori ini mau mengartikulasikan sederet prinsip-prinsip umum keadilan yang mendasari dan dan menerangkan berbagai keputusan moral yang sungguh-sungguh dipertimbangkan dalam keadaan-keadaan khusus kita. Yang dia maksudkan dengan “keputusan moral” adalah sederet evaluasi moral yang telah kita buat dan sekiranya menyebabkan tindakan sosial kita. Keputusan moral yang sungguh dipertimbangkan

30 Damanhurri Fattah, “Teori Keadilan menurut John Rawls”, Jurnal TAPIs Nomor 2 Vol.9, Juli-Desember 2013, Hlm.37

(32)

menunjuk pada evaluasi moral yang kita buat secara refleksif. Kedua, Rawls mengembangkan suatu teori keadilan sosial yang lebih unggul atas teori utilitarianisme. Rawls memaksudkannya “rata-rata” (average utilitarianisme). Maksudnya adalah bahwa institusi sosial dikatakan adil jika diabdikan untuk memaksimalisasi keuntungan dan kegunaan.

Sedang utilitarianisme rata-rata memuat pandangan bahwa institusi sosial dikatakan adil jika hanya bdiandikan untuk memaksimilasi keuntungan rata-rata perkapita. Untuk kedua versi utilitarianisme tersebut “keuntungan” didefinisikan sebagai kepuasan atau keuntungan yang terjadi melalui pilihan-pilihan. Rawls mengatakan bahwa dasar kebenaran teorinya membuat pandangannya lebih unggul dibanding kedua versi utilitarianisme tersebut. Prinsip-prinsip keadilan yang ia kemukakan lebih unggul dalam menjelaskan keputusan moral etis atas keadilan sosial.31

Jika diterapkan pada fakta struktur dasar masyarakat, prinsip- prinsip keadilan harus mengerjakan dua hal, yakni :32

a. Prinsip keadilan harus memberi penilaian kongkret tentang adil tidaknya institusi-institusi dan praktek institusional.

b. Prinsip-prinsip keadilan harus membimbing kita dalam memperkembangkan kebijakan-kebijakan dan hukum untuk mengoreksi ketidak adilan dalam struktur dasar masyarakat tertentu.

31 Ibid, Hlm.32

32 Ibid, Hlm.34

(33)

Bila dikaitkan dengan judul penelitian tesis ini, teori keadilan akan digunakan untuk mengkaji dan menganilisis sejauh mana keadilan terhadap ganti rugi yang telah diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat selaku pemegang hak milik atas tanah yang menjadi objek pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol ruas Aceh Besar-Sigli.

Teori keadilan sebagaimana yang dikemukakan oleh John Rawls akan digunakan untuk menganalisis sehingga memberikan penilaian kongkret terhadap institusi atas adil tidaknya dalam menjalankan praktik pemerintahan, serta mengkaji bagaimana institusi memberikan keadilan dalam menentukan tindakan hukum.

2. Konsepsi

Kerangka konsepsi dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai upaya menjadikan sesuatu yang abstrak menjadi konkrit. Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, maka peranan konsepsi dalam penelitian ini adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Penyusunan kerangka konsepsional mutlak diperlukan, dapat dipergunakan perumusan- perumusan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penelitian.

Konsep diartikan sebagai kata-kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut definisi operasional.33 Pentingnya definisi operasional adalah untuk

33Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm. 4.

(34)

menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari suatu istilah yang dipakai untuk ditemukannya suatu kebenaran dengan substansi yang diperlukan. 34

Dengan demikian untuk diperoleh pengertian yang sama dalam memahami penulisan dari penelitian yang dilakukan ini, penulis menjabarkan beberapa konsepsi dan pengertian dari istilah yang digunakan berikut:

a) Pengadaan Tanah adalah perbuatan hukum yang berupa melepaskan hubungan hukum yang semula ada antara pemegang hak dan tanahnya yang diperlukan dengan pemberian imbalan dalam bentuk uang, fasilitas atau lainnya melalui musyawarah untuk mencapai kata sepakat antara empunya tanah dan pihak yang memerlukan.35

b) Ganti kerugian adalah penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.36 c) Pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki

objek pengadaan tanah.37

34Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya, 2005, hlm.139.

35 Boedi Harsono, Op.cit. Hlm 7

36 Abdurahman H. Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Di Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti.

Bandunng. 1996. Hlm 123

37 Pasal 1 butir (3) Undang-undang nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

(35)

d) Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai.38

e) Hak atas Tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.39

f) Hukum Tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu hak penguasaan atas tanah sebagai lembagalembaga hukum dan sebagai hubungan hukum yang konkret, beraspek public dan privat, yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan satu sistem40

g) Kepentingan Umum adalah adalah termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama rakyat, dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis, dan hankamnas atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara.41

h) Penilai Pertanahan atau Penilai, adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah

38 Pasal 1 butir (4) Undang-undang nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

39 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Konprehensif, Cetakan Pertama, (Jakarta, Kencana, 2012), Hlm. 10.

40 Ibid., Hlm. 11

41 John Salindeho, (2) Masalah Tanah Dalam Pembangunan, (Jakarta, Sinar Grafika, 1988), Hlm. 40

(36)

mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah.42

G. Metode Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkam masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian. Metode merupakan suatu sarana dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan. Metode mempunyai beberapa pengertian salah satunya yakni sebagai logika dari penelitian ilmiah, suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian, dan studi terhadap prosedur.

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis atau tipologi penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Yuridis Empiris. Penelitian Yuridis Empiris yaitu penelitian hukum yang datanya diperoleh langsung dari masyarakat.43 Dengan kata lain menemukan fakta-fakta hukum yang ada dalam masyarakat, dan bagaimana bekerjanya hukum di lingkungan masyarakat yang mana kemudian data tersebut akan dianalisis dengan ketentuan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Data dalam penelitian ini diambil dari pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kegiatan pengadaan tanah untuk pembangunan

42 Pasal 1 butir (11) Undang-undang nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

43 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, 2007, Hlm. 109.

(37)

jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh yang diantaranya yaitu masyarakat dan instansi yang berwenang dalam proses pembangungan tersebut.

Penelitian yuridis empiris yaitu penelitian terhadap efektivitas hukum, yang membahas bagaimana hukum beroperasi dalam masyarakat. Menurut Burhan Ashshofa Yuridis empiris adalah

“pendekatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana hubungan hukum dengan masyarakat dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hukum dalam masyarakat.”44

Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis, maksudnya penelitian bersifat mengakumulasi data, sehingga diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan penelitian. Akhirnya akan dilakukan analisis secara cermat fakta yang diperoleh dalam penelitian untuk menjawab permasalahan atau menyimpulkan suatu jawaban dari permasalahan-permasalahan tersebut.

Deskriptif Analitis yaitu suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan dan menganalisis mengenai situasi atau kejadian dan menerangkan hubungan antara kejadian tersebut dengan masalah yang akan diteliti.45 Deskriptif maksudnya untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai peraturan yang dipergunakan yang berkaitan dengan masalah yang akan dikaji.

44 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, Hlm. 52.

45 Ronny Hamitijo, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, Hlm. 30

(38)

Analisis dilakukan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh dan akan dilakukan secara cermat, bagaimana menjawab permasalahan dalam menyimpulkan suatu solusi sebagai jawaban dari permasalahan tersebut.46

2. Sumber Data

Pengumpulan data adalah bagian penting dalam suatu penelitian, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang beragam yang berkaitan dengan topik dari penelitian. Data-data yang telah diperoleh tersebut untuk selanjutnya akan dianalisis.

Pada prinsipnya dalam penelitian empiris data penelitian bersumber dari data primer dan data sekunder.

a. Data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber pertama, dalam kaitannya dengan penulisan tesis ini, maka data primer diperoleh dari :

1) Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Aceh.

2) 1 (satu) orang staff Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat selaku instansi yang berwenang dalam pelaksanaan pembangun jalan tol.

3) 1 (satu) orang Panitia Pengadaan Tanah untuk Pembangunan jalan tol Ruas Sigli-Banda Aceh.

4) 15 (limabelas) orang masyarakat pemegang hak atas tanah yang akan dilakukan pengadaan.

46 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Normatif, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2006) Hlm. 30

(39)

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku teks, teori-teori, peraturan perundangan-undangan, artikel-artikel, tulisan-tulisan ilmiah yang relevan dengan dengan masalah penelitian. Data Sekunder juga berfungsi sebagai penguat data utama yang sah.

Data sekunder terdiri dari :

1) Bahan hukum primer yang dipergunakan dalam penelitian ini:

a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum c) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 tahun

2012 tentang penyelenggaran pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum

d) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

e) Peraturan Gubernur Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Teknis Perencanaan Dan Persiapan Pengadaan Tanah.

f) Qanun Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Penyelesaian Kerugian Pemerintah Aceh.

(40)

2) Bahan Hukum Sekunder adalah data-data yang mendukung data utama atau data yang bukan diusahakan sendiri oleh peneliti, data sekunder ini mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan sebagainya yang mendukung operasionalisasi penulisan hasil penelitian.47

3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun bahan hukum tersier tersebut dapat bersumber dari kamus bahasa Indonesia, kamus hukum, dan Ensiklopedia.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi lapangan (field research), yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data-data yang bersumber dari lapangan untuk kemudian dianalasis dengan peraturan perundang-undangan. Studi lapangan digunakan untuk memperoleh data-data penelitian sebagai data primer. Adapun Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari atau menganalisis dokumen-dokumen untuk

47 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1981, Hlm. 12

(41)

memperoleh informasi atau data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Menurut Sugiyono, bahwa “dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dan dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, dan karya-karya monumental dari seseorang.” 48

Teknik studi dokumentasi, merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik dalam penelitian normatif maupun penelitian hukum empiris. Studi dokumensi dalam penelitian ini dengan meminta data-data dari Badan Pertanahan Wilayah Provinsi Aceh, dan Pengadilan Negeri Jantho, dan PUPR terkait ganti rugi pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan jalan tol ruas Sigli-Banda Aceh.

b. Pedoman Wawancara

Teknik ini menjadi tumpuan untuk memperoleh data penelitian hukum empiris yang sedang peneliti laksanakan.

Wawancara berarti tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung.49 Dengan kata lain wawancara, yaitu mengadakan komunikasi langsung dengan responden dan informan. Untuk melakukan wawancara maka diperlukan pedoman untuk membuat proses wawancara berlangsung dengan

48 Sugiyono, Metodologi Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2009, Hlm 329.

49 Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Bumi Aksara, Jakarta, 2006, Hlm 57-58.

(42)

benar dan terarah. Teknik wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pedoman wawancara yang telah peneliti persiapkan atau susun terlebih dahulu. Peneliti mengharapkan jawaban yang lebih luas, rinci, dan lebih lengkap dari responden dan informan untuk menuntaskan penelitian ini. Wawancara mendalam dilakukan dengan masyarakat Gampong Blang Bintang Kabupaten Aceh Besar yang menolak nilai ganti rugi karena relatif rendah, dan masyarakat Gampong Bung Simek Kabupaten Aceh Besar yang bersengketa status tanah dan uang ganti rugi dikonsinyasi.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data. Sebelum dilakukannya suatu analisis terhadap data, maka terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan.

Setelah hal tersebut dilakukan, maka seluruh data tersebut akan dianalisis dan disistematisasikan secara kualitatif.

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis data kualitatif. Data hasil penelitian yang berupa data primer dan data sekunder dianalisis secara kualitatif dengan penarikan

(43)

kesimpulan secara deduktif.50 Setelah melakukan pengolahan secara sistematis dan selektif, maka data tersebut akan dijabarkan secara deskriptif dalam bentuk uraian-uraian yang disertai dengan penjelasan teori-teori hukum, sehingga nantinya dapat diperoleh gambaran serta kesimpulan yang jelas dari permasalahan yang diteliti.

Analisis kualitatif fokusnya pada penunjukan makna, deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada konteksnya masing-masing, dan penulis melukiskannya di dalam kata-kata bukan dalam angka- angka.51 Data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan dan studi lapangan, dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Sigli-Banda Aceh yang ada sengketa kepemilikan dan ganti rugi yang tidak layak seluruhnya diidentifikasi, diolah, dan dianalisis secara sistematis. Hasil analisis akan diinterpretasikan sesuai dengan tujuan pembahasannya, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang objektif dan kemudian akan dideskripsikan sebagai jawaban identifikasi masalah.

Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif, dan menghasilkan data deskriptif analisis. Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat, atau kepercayaan orang yang diteliti; kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka.52 Analisis

50Lexi J Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2007, Hlm 10.

51Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, Hlm. 256.

52Sulistyo Basuki, Metode Penelitian, Wedatama, Jakarta, 2006, Hlm. 78.

(44)

kualitatif bertujuan memperoleh gambaran seutuhnya mengenai suatu hal yang diteliti. Sejalan dengan itu juga dilakukan analisis data secara menyeluruh dengan membandingkan peraturan hukum dengan kenyataan di lapangan tentang pelaksanaan ganti rugi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol selanjutnya dilakukan penafsiran, sesuai dengan tujuan pembahasan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang objektif.

(45)

34 BAB II

PELAKSANAAN GANTI RUGI ATAS TANAH MASYARAKAT YANG MENJADI OBJEK PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN

JALAN TOL RUAS SIGLI-BANDA ACEH

A. Pengadaan Tanah dengan Ganti Kerugian untuk Pembangunan Jalan Tol ruas Sigli-Banda Aceh.

1. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Parameter kemajuan suatu negara dapat dilihat dari berbagai segi, salahsatunya yakni dari segi pembangunan. Selain itu, pembangunan juga dinilai sebagai suatu kebijakan ekonomi dalam membuktikan keberhasilan.

Pembangunan tersebut pada dasarnya diperuntukkan kepada seluruh warga Negara untuk dipergunakan dalam mencapai kemakmuran. Pembangunan juga didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh suatu Negara menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building).53

Implementasi dalam rangka pembangunan suatu Negara salahsatunya yakni dengan membangun infrastuktur berupa jalan tol. Jalan tol saat ini telah menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting, dikarenakan memiliki berbagai fungsi yakni diantaranya memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang, meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemerataan hasil

53 Ekustyana, “Perspektif Administrasi Pembangunan Menuju ke Arah Konvergentif”, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Nomor 2 Volume 8, 2018, Hlm.192

(46)

pembangunan dan keadilan, serta dapat meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.

Proyek pembangunan jalan tol dalam praktiknya tentunya membutuhkan proses yang memakan waktu dan biaya. Adapun biaya tersebut diantaranya akan dipergunakan untuk membayar ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah yang dilakukan pembebasan untuk pembangunan proyek tersebut. Adapun proses tersebut disebut pengadaan tanah.

1.1 Pengertian Pengadaan Tanah

Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Selanjutnya disebut UU Pengadaan Tanah) dinyatakan bahwa:

“Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.”

Pemerintah selaku pelaksana dari proyek pembangunan jalan tol tersebut akan memberikan ganti kerugian bagi masyarakat yang tanahnya digunakan untuk membangun proyek tersebut. Sedangkan berdasarkan pendapat para ahli, pengadaan tanah memiliki pengertian yaitu perbuatan hukum yang berupa melepaskan hubungan hukum yang semula ada antara pemegang hak dan tanahnya yang diperlukan dengan pemberian imbalan dalam bentuk uang, fasilitas atau lainnya melalui musyawarah

(47)

untuk mencapai kata sepakat antara empunya tanah dan pihak yang memerlukan.54

Proses pengadaan tanah dilaksanakan dengan cara masyarakat selaku pemegang hak atas tanah melepaskan haknya untuk diserahkan kepada Negara. Masyarakat selaku pemegang hak atas tanah diwajibkan untuk melepaskan hak atas tanah yang dikuasai mereka kepada Negara untuk dikelola dalam rangka pembangunan demi kemakmuran rakyat.

Negara sebagai institusi tertinggi memiliki hak untuk mengatur pengelolaan sumber kekayaan agraria, salah satunya yaitu mengatur peruntukkannya. Hal tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 2 ayat (2) undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok- pokok agrarian (untuk selanjutnya disebut UUPA). Tindakan yang dilakukan oleh Negara tersebut disebut pula dengan hak menguasai Negara.

Pelaksanaan pembangunan infrastruktur yang diikuti dengan pengadaan tanah milik masyarakat pada dasarnya haruslah bertujuan untuk kemakmuran rakyat dan kepentingan umum. Adapun pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah harus memberikan dampak positif bagi hajat orang banyak.

54 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Djambatan, Jakarta, 2003, Hlm. 7

(48)

1.2 Pengertian Kepentingan Umum

Proses pengadaan tanah milik masyarakat pada dasarnya merupakan suatu hal yang dibenarkan dalam peraturan secara konstitusional maupun aturan operasional yang mana tindakan tersebut juga merupakan salah satu bentuk implementasi dari hak menguasai Negara. Aturan hak menguasai Negara secara konstitusional tersebut diatur di dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa :

“Bumi air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh Negara dan dipergunakan sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Pada dasarnya, pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 merupakan dasar perekonomian Indonesia, di dalamnya mengandung prinsip paham kebersamaan dan asas kekeluargaan. Oleh karena itu dalam pembangunan hukum ekonomi Indonesia Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 sifatnya memaksa, sehingga dalam perundang-undangan bidang ekonomi dinyatakan bahwa mengutamakan kemakmuran masyarakat banyak, bukan kemakmuran orang-seorang.55

Pengadaan tanah merupakan suatu kepentingan dalam bidang pembangunan yang tidak dapat dihindari, hal tersebut sejalan dengan tujuan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin kompleks maka kebutuhan terhadap tanah

55 Elli Ruslina, “Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia”, Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 1, Maret 2012, Hlm. 51.

(49)

untuk pembangunan sarana demi kepentingan umum juga semakin meningkat. Konsekuesinya yaitu apabila hak milik individu berhadapan dengan kepentingan umum, maka kepentingan umum yang harus dijadikan prioritas.

Kepentingan umum secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu hal yang bertujuan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan sosial yang luas.56 Kepentingan umum yang terumuskan dalam UUPA, UU No.20/1961 Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya dan Inpres No.9/1973 Tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada Di Atasnya, belum menegaskan esensi kriteria kepentingan umum secara konseptual. Kepentingan umum dinyatakan dalam arti

“peruntukannya” yaitu kepentingan bangsa dan negara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan. Sedangkan dalam Inpres No.9/1973 kepentingan umum diartikan sebagai kegiatan yang menyangkut 4 macam kepentingan yaitu kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, kepentingan bersama dan kepentingan pembangunan.57

Untuk Pengadaan Tanah, konsep kepentingan umum didefiniskan dalam Keppres No.55/1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum telah memberikan klarifikasi dan definisi yang tegas mengenai kepentingan umum yang mencakup 3

56 Website Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas, Tanah untuk Kepentingan Umum, https://kppip.go.id/opini/tanah-untuk-kepentingan-umum/, artikel diakses pada tanggal 14 Februari 2021.

57 Ibid.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kegiatan tindak pidana penangkapan ikan telah memberikan banyak kerugian bagi Negara sehingga pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan

Penelitian dengan teknik observasi atau pengamatan dilakukan secara langsung di lapangan tepatnya di lokasi habitat bertelur burung Mamoa (Eulipoa wallecei) yang berada

Kajian ini bertujuan mengkaji masalah yang dihadapi pelajar dalam pembelajaran mereka dari aspek penggunaan ABBM bagi mata pelajaran Sains Bahan lalu menghasilkan suatu

Pelayanan dasar sendiri merupakan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara yang meliputi pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan tata ruang, perumahan

In addition, Clouet (2008: 151) elaborated a language will always be affected by the context in which it is found and understood by people who share the same understanding of

‫بسم الله الرحمن الرحي‬ Segala puji syukur selalu kita panjatkan kepada Allah yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehingga atas rahmat

4 Berkaitan dengan latar belakang masalah tersebut di atas maka sangat menarik untuk dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja